Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Resonansi: Misteri dan Ilmu Meningkatkan Imunitas Tubuh Manusia (Bagian 1)

5 Sep. 2021 |   Oleh Svetlana

(Minghui.org) Pandemi ini telah berlangsung selama 18 bulan, dengan gelombang infeksi terbaru menyebar di India, Taiwan, daratan Tiongkok, dan tempat-tempat lain. Pada saat yang sama, varian virus baru yang lebih menular muncul. Ini juga telah mengurangi keampuhan dan efek vaksin. Karena tidak ada obat ajaib yang tersedia, dapatkah kita meningkatkan kekebalan orang untuk menangkis virus secara aman dan menyeluruh?

Faktanya, ada orang yang sembuh atau cepat sembuh dari infeksi Covid-19 tanpa perawatan medis. Bagaimana hal itu terjadi?

Seperti disebutkan di bawah, para ilmuwan telah menemukan bahwa DNA manusia tampaknya memiliki lebih banyak fungsi daripada sekadar merekam informasi genetik.

Dengan mengumpulkan informasi terkait, orang mungkin menemukan bahwa sudah ada cara untuk meningkatkan kekebalan. Saya harap diskusi dalam artikel ini akan membawa anda dalam perjalanan menuju kesehatan dan lebih banyak pemahaman tentang kehidupan.

Ini adalah topik penting karena varian virus yang muncul telah mengurangi efektivitas vaksin. Tanpa obat ajaib, meningkatkan kekebalan bisa menjadi penting bagi kita untuk melawan virus.

1. Jenis Resonansi

Mari kita tinjau kembali fenomena umum resonansi, yaitu ketika getaran satu sistem fisik memicu getaran sistem fisik lainnya. Dengan kata lain, ketika frekuensi dua benda sama, getaran dapat dengan mudah berpindah dari satu ke yang lain. Bentuk yang paling umum adalah resonansi akustik. Ada banyak jenis resonansi dalam hidup kita, seperti pada alat musik, respons gendang telinga kita terhadap suara, dan resonansi pada rangkaian listrik.

Kita bisa mulai dengan suara. Seperti yang kita ketahui, bunyi memiliki frekuensi yang berbeda-beda. Misalnya, suara bernada tinggi adalah tajam, sedangkan suara berfrekuensi rendah adalah dalam. Faktanya, panas, sinar matahari, aktivitas mental, emosi, pikiran, kata-kata, tubuh manusia, dan alam semesta semuanya adalah gelombang dengan frekuensi. Oleh karena itu, dapatkah pikiran dan emosi memiliki resonansi fisik? Ini adalah topik yang menarik karena berkaitan dengan kesehatan dan kekebalan tubuh kita. Kami akan kembali ke topik ini nanti.

Berikut adalah beberapa percobaan.

Backster: Emosi dan DNA

Cleve Backster, seorang spesialis interogasi untuk Central Intelligence Agency (CIA), terkenal karena eksperimennya dengan tanaman pada 1960-an. Pada tahun 1966, ia menemukan dan merekam tanaman yang menunjukkan emosi, rasa sakit, dan menampilkan persepsi ekstrasensor (ESP). Mengacu pada persepsi primer, ia menerbitkan karyanya di International Journal of Parapsychology pada tahun 1968.

Dalam percobaan lain yang dilakukan oleh Backster, ia mengambil sampel DNA dari sukarelawan dan menghubungkannya dengan sensor untuk merekam perubahan. Ketika para sukarelawan berada di ruangan lain dan mengalami perubahan emosional, sampel DNA mereka juga memiliki respons listrik yang kuat pada saat yang bersamaan. Artinya, emosi manusia dapat menghasilkan beberapa frekuensi yang dapat diterima oleh DNA mereka melintasi ruang, membentuk resonansi.

Orang-orang telah belajar bahwa suasana hati yang baik membantu meningkatkan kesehatan dan kekebalan. Namun menghadapi segala macam stres dalam hidup, terutama ancaman pandemi, mengelola emosi bukanlah hal yang mudah.

Mungkinkah ada gelombang di alam semesta yang akan memicu resonansi positif dalam diri kita dan DNA kita? Jika demikian, itu bisa menguntungkan kita dalam banyak hal. Lalu di mana kita bisa menemukannya?

Mari kita lihat percobaan kedua.

Rein: Niat Pikiran dan DNA

Glen Rein, seorang ahli biologi yang dilatih di University of London, menemukan bahwa pikiran manusia dapat mempengaruhi struktur DNA.

Biasanya, DNA ada dalam bentuk heliks ganda. Ketika DNA direplikasi, rusak atau didenaturasi, DNA akan mengalami penguraian. Perubahan struktural dari unwind atau rewind tersebut dapat diukur dengan absorbansi pada 260 nm.

Dalam percobaan Rein, sampel DNA, seperti DNA plasenta manusia, ditempatkan dalam air deionisasi dengan perlakuan untuk melepas sebagian (denaturasi) DNA. Beberapa relawan kemudian melihat sampel DNA dengan pikiran yang kuat untuk unwind atau rewind DNA. Akibatnya, antara 2% dan 10% sampel mengalami perubahan struktural, sementara hanya 1% sampel yang berubah pada kelompok kontrol (di mana sukarelawan menatap sampel tanpa menggunakan niat pikiran).

Temuan ini menunjukkan hubungan erat antara pikiran manusia dan DNA. Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa aktivitas mental adalah gelombang yang dapat dideteksi oleh DNA dan membentuk resonansi.

Resonansi Schumann

Banyak ilmuwan telah mempelajari frekuensi bumi. Salah satunya adalah Nikola Tesla, dan lainnya adalah Winfried Otto Schumann.

Tesla adalah seorang penemu Amerika, insinyur listrik, dan insinyur mesin. Pada tahun 1899, ia memindahkan labnya ke Colorado Springs, di mana ia dapat mempelajari listrik tegangan tinggi di daerah dataran tinggi. Dia menemukan bahwa bumi adalah konduktor dan menghasilkan petir buatan.

Selain karyanya tentang arus bolak-balik (AC), Tesla juga banyak berupaya mempelajari distribusi daya listrik nirkabel dan komunikasi nirkabel. Berdasarkan hasil eksperimen dan perhitungannya, ia memperkirakan frekuensi bumi mendekati 8 Hz.

Ini dieksplorasi lebih lanjut oleh fisikawan Jerman Winfried Otto Schumann pada 1950-an. Lebih khusus lagi, itu adalah serangkaian puncak spektrum di bagian frekuensi sangat rendah (ELF) dari spektrum medan elektromagnetik bumi yang dikenal sebagai resonansi Schumann (SR).

Faktanya, ruang antara permukaan bumi dan ionosfer konduktif bertindak sebagai pemandu gelombang tertutup, sedangkan dimensi bumi menyebabkan pemandu gelombang ini bertindak sebagai rongga resonansi untuk gelombang elektromagnetik. Rongga ini secara alami tereksitasi oleh arus listrik dalam petir. Modus fundamental adalah gelombang stasioner di rongga bumi-ionosfer dengan panjang gelombang sama dengan keliling bumi. Mode frekuensi terendah memiliki frekuensi 7,83 Hz.

Menariknya, frekuensi bumi hampir sama dengan hippocampus di otak manusia. “Gelombang alfa otak manusia berfungsi dalam kisaran ini dan resonansi listrik bumi adalah antara 6 dan 8 hertz. Jadi, seluruh sistem biologis kita – otak dan bumi itu sendiri – bekerja pada frekuensi yang sama,” Tesla pernah menulis.

Telah terbukti bahwa cedera pada hipokampus akan menyebabkan kehilangan memori dan rasa orientasi yang melemah. Selanjutnya, para ilmuwan telah merancang generator kecil yang menghasilkan resonansi Schumann untuk dibawa oleh astronot untuk mempertahankan kondisi fisiologis mereka.

2. Interaksi Resonansi

DNA dan Gelombang

Ahli biofisika dan biologi molekuler Rusia Peter Gariaev telah meneliti teknologi laser, materi gelap, struktur nano, konduktivitas super, sinar kosmik, dan astronomi gamma.

Dalam satu percobaan, Gariaev menunjukkan DNA dapat menyerap proton. Setelah menempatkan DNA dalam wadah kuarsa, ia menembak sampel dengan sinar laser yang lemah. Alat pendeteksi menunjukkan bahwa DNA telah menyerap semua proton seperti spons yang menyerap air.

Alih-alih hanya melewati, energi cahaya bisa diserap oleh tubuh manusia seperti air. Energi tersebut kemudian dapat disimpan dan dimanfaatkan. Fenomena resonansi Schumann yang disebutkan di atas juga merupakan contoh tubuh manusia menyerap energi dari alam semesta untuk perlindungan diri.

Radio dan Gelombang

Banyak ponsel saat ini memiliki kemampuan pengisian nirkabel. Tanpa kabel, baterai dapat diisi melalui kumparan elektromagnetik. Pengisian daya nirkabel ini bekerja dengan cara yang mirip dengan cara radio menerima sinyal dari stasiun radio.

Di dalam radio ada tuner yang memilih frekuensi. Bagian dari tuner adalah kumparan kawat yang dapat diatur yang dikenal sebagai induktor. Ketika tuner diatur, ia dapat menerima sinyal dari stasiun radio yang berbeda.

Seperti yang telah kita lihat di atas, energi seperti resonansi Schumann bermanfaat bagi tubuh manusia. Lalu, apakah ada jenis energi lain di alam semesta yang bisa bermanfaat bagi kita?

(Bersambung)