Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Pelanggaran HAM di Tiongkok Berlanjut: Wanita Disiksa dan Dicuci Otak 5 Tahun Karena Keyakinannya (Bagian 1 dari 5)

15 Mei 2022 |   Oleh Chen Jing, praktisi Falun Gong di Provinsi Heilongjiang, Tiongkok

(Minghui.org) Catatan editor: Chen Jing, seorang lulusan universitas yang berbakat, menjadi target penganiayaan di awal usia 20annya, hanya karena memegang teguh keyakinannya terhadap Falun Gong, disiplin spiritual yang telah dianiaya oleh rezim komunis Tiongkok sejak 1999. Dia ditempatkan sebagai tahanan rumah di universitas dan diancam akan dikeluarkan atau dipenjarakan. Setelah lulus, dia dipecat dari pekerjaan yang bagus di rumah sakit. Dia terpaksa tinggal berpindah-pindah untuk menghindari penganiayaan dan hidup dalam ketakutan selama bertahun-tahun. Saat berusia 37 tahun, dia ditangkap, dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Dia menjadi target berbagai macam siksaan kejam di pusat penahanan dan penjara.

Chen Jing

Chen menceritakan dengan detail bagaimana dia dianiaya secara fisik maupun mental.

***

Hari ini adalah hari musim dingin yang dingin, ini mengingatkan saya pada musim dingin setahun yang lalu saat saya dibebaskan dari Penjara Wanita Heilongjiang, menghakiri pemenjaraan saya selama lima tahun, 1.828 hari.

Selama setahun terakhir ini, saya mencoba pulih dari siksaan, mencoba menyelesaikan kesulitan finansial, menenangkan keluarga, dan berbicara dengan teman maupun kerabat yang salah paham tentang saya. Saya juga dilecehkan oleh polisi, saya ingat jelas setiap menit, detik, dan pemandangan dari 1.828 hari itu. Memori itu terukir jelas, tidak pernah terhapus.

Saya merasakan betapa mendesaknya mencatat pengalaman saya sehingga seluruh dunia dapat mengetahui situasi sebenarnya di Tiongkok -- bagaimana praktisi Falun Gong disiksa oleh polisi PKT, pegawai di kantor polisi, pusat penahanan, kejaksaan, pengadilan, dan penjara.

Nama saya Chen Jing. Saya lahir di Kota Daqing, Provinsi Heilongjiang pada Januari 1979. Sebagai seorang anak perempuan yang pandai dan bersikap sopan, saya sangat disayangi dan dimanja oleh orang tua saya. Dari sekolah dasar, sekolah menengah hingga kuliah, prestasi saya selalu disertai dengan bunga dan tepuk tangan. Teman sekelas dan teman-teman saya merasa bahwa saya cantik, murid pintar dengan keluarga yang baik, unggul dalam segala hal. Tidak ada yang dapat membayangkan bahwa suatu hari saya akan diburu oleh polisi atau bahkan berakhir di pusat penahanan dan penjara.

Saya duduk di bangku kuliah saat penganiayaan brutal berskala nasional melawan Falun Gong dimulai 1999. Saya ditempatkan sebagai tahanan rumah, diancam akan diskors, diusir secara paksa, dan dipenjarakan. Tak lama setelah lulus, saya mendapatkan pekerjaan yang bagus, namun saya dipecat. Saya terus berpindah-pindah untuk menghindari penganiayaan. Di usia 37 tahun, saya menjadi target utama penganiayaan oleh pihak berwenang.

Penangkapan

Lebih dari 12 petugas polisi dan 4 mobil polisi menunggu di gerbang masuk perumahan saya pada 21 Januari 2016 siang. Begitu saya keluar, seorang polisi berjalan menghampiri saya, memelintir lengan saya ke belakang punggung lalu memborgolnya sebelum saya sadar apa yang terjadi. Mereka dengan cepat menggeledah saya dan membawa pergi uang, kunci dan barang-barang saya yang lain. Mereka menarik masker saya dan berkata, “Anda pikir kami tidak dapat mengenali anda?” Saya terkejut mendengar hal ini, karena saya menggunakan masker untuk tetap hangat.

Setidaknya tiga petugas polisi berasal dari Departemen Polisi Provinsi Heilongjiang dan salah satu dari mereka bernama Yang Bo. Dua orang dari mereka berasal dari Departemen Polisi Kota Jiamusi, termasuk Li Zhongyi dan Liang Huawei, dan empat orang berasal dari Departemen Polisi Distrik Jiao Kota Jiamusi – mereka adalah Li Qiang, yang memborgol saya, dan Zhang Weiming, Wu Bin, serta Zhang Jia.

Mereka membawa saya ke Kantor Polisi Jalan Youyi dan memborgol saya ke kursi besi. Sementara itu, petugas polisi lain menggeledah rumah saya. Mereka mengambil uang, kamera mahal, sebuah printer, dan beberapa barang milik saya yang mahal. Karena tidak ada seorangpun di rumah saat penggeledahan, saya tidak tahu apakah lebih banyak barang disita.

Setelah itu mereka menunjukkan catatannya kepada saya, yang menyatakan bahwa mereka menggeledah rumah saya pada 22 Januari 2016, sejak pukul 8.30 hingga 9.30 pagi yang disertai dengan persetujuan saya, dan bukan waktu penggeledahan sesungguhnya yakni, pada 21 Januari siang.

Beberapa jam kemudian, Yang Bo dan dua orang lainnya dari Departemen Polisi Provinsi Heilongjiang masuk ke dalam ruangan. Mereka saling memberi ucapan selamat atas subsidi tambahan 200 yuan per hari yang mereka terima karena perjalanan ini, hotel mewah yang mereka tinggali. Mereka juga berdiskusi tentang bagaimana cara menghadapi saya.

Seorang petugas menyarankan agar saya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena menghasut pemerintah digulingkan. Petugas lainnya berkata pada saya, “Ada teh di kulkas anda. Anda tidak mungkin meminumnya sendiri. Ada irisan daging kambing di freezer. Anda pasti mempersiapkannya untuk makan dengan orang lain.” Saya tahu dia menyiratkan bahwa saya berhubungan dengan praktisi Falun Gong setempat. Namun saya tetap diam.

Petugas ketiga berkata, “Bila anda tidak mengaku, kami akan membawa anda ke Harbin dan memasukkan tusuk bambu ke kuku jari anda. Di bawah siksaan, anda akan mengatakan semuanya.”

Petugas tinggi dan kuat yang membawa saya ke kantor polisi juga datang dan berkata, “Kita harus menggunakan tindakan keras untuk meluruskannya.”

Kemudian, mereka membawa saya ke Rumah Sakit Pusat Jiamusi untuk diperiksa sebelum dibawa ke pusat penahanan. Karena saya menolak untuk bekerja sama, petugas polisi Zhang Weiming, Li Yan, Li Yanchun, dan beberapa orang lainnya dari Departemen Polisi Distrik Jiao mendorong saya ke lantai koridor dan mencekoki saya dengan air.

Saya lalu dibawa kembali ke Kantor Polisi Jalan Youyi. Saya tidur di kursi malam itu. Keesokan harinya, Zhang Weiming, Li Qiang, dan Wang Wenjing mencoba memaksa saya makan, namun saya menolak karena merasa mual dan ingin muntah. Air tumpah di sekujur tubuh saya.

Siang itu, mereka membawa saya ke rumah sakit lagi untuk pemeriksaan lainnya, namun saya masih menolak untuk bekerja sama. Setelah pemeriksaan fisik, mereka membawa saya ke Pusat Penahanan Kota Jiamusi sekitar pukul 4.00 sore.

Siksaan Digantung

Saat ditahan di pusat penahanan, saya dibawa ke Departemen Polisi Distrik Jiao hampir setiap hari sejak 23 Januari hingga pertengahan bulan Mei 2016 untuk diinterogasi.

Saya disiksa pada 27 dan 28 Januari. Li Qiang, Zhang Jia, dan Wu Bin menyeret saya ke kamar mandi yang tidak dipasangi CCTV (kamera pengawas). Li Qiang berkata, “Tidak masalah memukulnya hingga mati karena kami mengikuti perintah dari atasan kami.”

Zhang Jia menutup jendela dan berkata, “Tidak ada kamera pengawas di sini. Anda bisa berteriak sekeras yang anda mau. Tidak akan ada yang mendengar maupun mengetahuinya. Bukankah polisi di Jiansanjiang menggantung pengacara dan memukuli mereka? Kami sesungguhnya lebih baik dalam menyiksa orang dibandingkan mereka.”

Mereka menggulung seprai menjadi sebuah potongan panjang. Wu memelintir lengan saya ke belakang punggung, Li serta Zhang mengikat pergelangan tangan saya dengan seprai yang sudah digulung. Mereka mengikat ujung seprai ke pipa pemanas setinggi tiga meter, lalu menarik saya ke tanah saat Zhang menggantung saya. Begitu saya bergelantung di udara, lengan saya langsung menjadi mati rasa. Kepala saya sakit, dan rasanya seperti sesak nafas. Tubuh saya bermandikan keringat. Kaki saya secara insting menggapai belakang dan bersandar di tembok yang membuat sakitnya berkurang sedikit, namun Wu Bin melihatnya dan menendang kaki saya menjauhi tembok.

Zhang Weiming dan Yu Haiyang datang dan bergabung menyiksa saya. Zhang memegangi kepala saya, sementara Yu dan Wu menarik kedua kaki saya ke atas dan menghentakkannya bolak-balik. Tubuh saya terus menghantam tembok. Wu berkata, “Ini disebut menerbangkan pesawat!”

Peragaan ulang siksaan: “Menerbangkan pesawat ke tembok.” Seluruh tubuh praktisi Falun Gong diangkat, dibiarkan dalam posisi mendatar, dan kepalanya dihantam ke tembok

Wu secara paksa memelintir jari saya, membuat kuku jari saya berdarah. Untuk mencegah lebam di pergelangan tangan saya, mereka melepaskan seprai, menurunkan manset sweter saya, dan mengikat ulang seprai di atas sweter saya. Mereka lalu lanjut menyiksa saya. Dari waktu ke waktu Zhang berbisik, mengingatkan mereka untuk memeriksa apakah saya masih bernafas.

Setelah saya ambruk di kursi interogasi, Yang Bo, kepala Divisi Keamanan Domestik Provinsi Heilongjiang, datang menghampiri. Dia memberi tahu saya, “Bila saya tahu petugas polisi akan memperlakukan anda seperti ini, saya tidak akan membiarkannya.” Padahal sesungguhnya, dia dan Li Zongyi-lah yang memerintahkan penyiksaan tersebut.

Yang lalu menggenggam lengan saya dan mengguncang-guncangnya. Rasa sakitnya sungguh luar biasa. Saat dia mengguncang lengan saya dia berkata, “Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Anda harus menggerakkan lengan anda, bila tidak anda mungkin menjadi cacat. Mengapa anda harus menderita seperti ini? Tidak perlu bertentangan dengan mereka (petugas polisi yang menyiksa saya.) Bila anda bekerja sama dengan mereka, semuanya akan menjadi lebih mudah. Bila kami tidak datang, entah hal apalagi yang akan mereka lakukan pada anda.”

Muak dengan kemunafikannya, saya mengumpulkan seluruh tenaga saya dan menarik lengan kembali.

Saya sangat kesakitan malam itu sampai-sampai saya tidak bisa tidur. Siksaan juga meninggalkan lebam di sekujur tubuh saya dan merusak tulang belakang saya dengan sangat parah.

Pada 30 Januari, saya hampir tidak bisa bergerak. Saat Zhang dan Li memasuki sel saya, petugas polisi pria lainnya menarik saya paksa. Teman satu sel yang baik hati memberi tahu mereka bahwa saya tidak sanggup bergerak. Namun Li memarahinya, “Itu bukan urusan anda!”

Mereka membawa saya ke rumah sakit untuk mendapatkan suntikan infus. Mereka berkata bila saya tidak tampak semenyedihkan ini, mereka akan mencari keluarga saya dan memberi tahu mereka agar membujuk saya melepaskan Falun Gong.

Karena infus terlalu cepat dan cairannya dingin, tangan serta lengan kanan saya membengkak lebih besar empat hingga lima kali ukuran aslinya. Malam itu, dokter pusat penahanan menolak menerima saya. Zhang dan Li membawa saya kembali ke kantor polisi dan memborgol saya ke kursi besi. Mereka juga menekan lengan saya dengan keras, mungkin mencoba menghentikan pembengkakan.

Malam itu, saya mendengar orang-orang berlari di koridor, suara pukulan polisi serta pelecehan seseorang secara verbal. Setelah suara pria berteriak dengan putus asa terdengar, tiba-tiba semuanya menjadi hening. Lalu ada suara orang-orang berlari. Seseorang berkata, “Kita harus membawanya ke rumah sakit.” Orang lain berkata, “Tidak masalah.” Orang ketiga berkata, “Bila dia mati, kita bisa mengatakan bahwa dia mengalami serangan jantung.” Seorang praktisi Falun Gong mungkin saja telah disiksa hingga mati.

Tak lama sesudah itu, seorang pecandu narkoba dibawa ke ruangan saya dengan tangan diborgol di punggung. Li Qiang menghina saya, “Saya dengar anda tidak menikah? Kami sebaiknya mencarikan dua pria untuk anda…” Dia dan Zhang Weiming juga diam di samping saya. Saat bengkak di lengan saya mengempis pada pukul 3 pagi, mereka membawa saya kembali ke pusat penahanan. Pecandu narkoba tersebut juga dipindahkan ke ruangan lain.

Muslihat Rayuan

Saya dibawa kembali ke rumah sakit lagi keesokan harinya dan ditempatkan di bangsal terisolasi. Polisi menutup pintu dan menutup gorden meski saya meminta agar mereka membiarkannya terbuka karena saya merasa lemah dan sesak nafas. Saya ingin melihat sinar matahari. Saya juga meminta mereka meninggikan ranjang saya, namun mereka mengabaikannya.

Saya sangat ingin melihat ke luar jendela. Rumah sakit sangat dekat dengan perumahan saya. Bila ranjangnya lebih tinggi, saya bisa melihat sudut subdivisi saya, tempat yang saya sebut rumah. Namun saya terlalu lemah untuk melakukannya sendiri. Saya memikirkan tentang keluarga dan teman-teman saya. Saya harap mereka semua aman dan tidak menderita siksaan seperti yang saya tanggung.

Pada satu titik, pasien lansia wanita kamar sebelah datang ke ruangan saya untuk berbincang-bincang. Saat dia hanya bertanya apa yang terjadi pada saya, petugas polisi langsung menjadi gugup. Sebelum dia selesai berbicara, Wu Bin mendorongnya keluar dan menginterogasinya sebentar hingga dia mengonfirmasi bahwa pasien tersebut hanyalah orang asing dan tidak berlatih Falun Gong.

Setelah beberapa saat, Li Zhongyi membimbing seorang praktisi lansia dan putrinya masuk sambil berkata, “Tidakkah anda ingin bertemu dengannya? Saya membawanya kemari.” Praktisi tersebut terus menatap Li dan dengan hati-hati memilih kata untuk diucapkan, memanggilnya dengan nama “Petugas Li.” Putrinya mengikuti arahannya. Saya sadar bahwa polisi menekannya untuk datang dan membujuk saya. Dia pasti menyerahkan diri dan diberi tahu bahwa dia harus melakukan hal ini sebelum mereka dapat membebaskannya.

Dia menatap saya dengan air mata sambil berkata, “Kita tidak seharusnya menderita seperti ini. Mungkin anda harus…” Saya tidak ingin dia mengatakan apapun yang mengkhianati Falun Gong. Saya membuat upaya keras untuk mengangkat tangan saya perlahan dan menghapus air matanya. Saya berkata, “Tata dirimu dengan baik setelah pulang. Saya senang untuk anda. Saya baik-baik saja.” Saya memberi tahu putrinya untuk merawat ibunya dengan baik. Li menyadari bahwa muslihat rayuan tidak berfungsi dan langsung menyuruh mereka untuk pergi.

(Bersambung)