(Minghui.org) Praktisi muda dari Students for Falun Gong menghadiri KTT Kebebasan Berkeyakinan Internasional (IRF) tahunan kedua di Washington D.C. dari 28-30 Juni 2022. Para praktisi, antara 19-26 tahun, melakukan perjalanan dari Georgia, Carolina Utara, New York, Michigan, dan Ohio untuk meningkatkan kesadaran tentang penganiayaan terhadap Falun Gong (juga disebut Falun Dafa).
Han Yu (kiri atas), putri seorang korban pengambilan organ secara paksa, dan sembilan praktisi muda dari Students for Falun Gong
Penganiayaan terhadap Falun Gong dan pengambilan organ secara paksa adalah topik yang sering dibahas oleh para pembicara pada pertemuan puncak tahun ini. Nina Shea, direktur Pusat Kebebasan Berkeyakinan di Institut Hudson; Nury Turkel, ketua Komisi Kebebasan Berkeyakinan Internasional AS; Ethan Gutman, peneliti senior dan penulis; dan Levi Browde, direktur eksekutif Falun Dafa Information Center, berbicara tentang situasi pengambilan organ paksa yang sedang berlangsung di Tiongkok pada sesi pertemuan yang diselenggarakan oleh Institut Hudson. Pada sesi breakout lainnya, Falun Dafa Information Center menyajikan statistik terbaru dan analisis penganiayaan terhadap Falun Gong.
Simon Liao memberikan pidato pada upacara pembukaan KTT
Simon Liao, seorang praktisi muda dari Maryland, diundang untuk hadir pada upacara pembukaan KTT atas nama Himpunan Falun Dafa Washington D.C. Pidatonya menyoroti pentingnya kebebasan informasi dan melawan penindasan media dalam mendukung kebebasan berkeyakinan.
Liao berkata, “Kami merekomendasikan agar pemerintah AS memberikan lebih banyak dukungan pendanaan untuk perangkat lunak yang digunakan menghindari Great Firewall Tiongkok. Ini akan secara signifikan meningkatkan jangkauan alat-alat ini di Tiongkok. Penduduk Tiongkok dengan lebih banyak akses ke informasi gratis cenderung menjadi kaki tangan kejahatan PKT.”
Setelah pidato Liao, banyak orang datang mengunjungi stan Falun Gong untuk mengetahui lebih banyak tentang Falun Dafa dan penganiayaan.
Pengambilan Organ Paksa Mendapat Perhatian Internasional
Fokus utama dari KTT Kebebasan Berkeyakinan Internasional tahun ini adalah pada kejahatan pengambilan organ paksa yang terjadi di Tiongkok. Masalah ini diangkat beberapa kali selama sesi pleno dan breakout selama KTT. Sebuah video yang menjelaskan pengambilan organ secara paksa di Tiongkok diputar di salah satu sesi pleno dan dibagikan di media sosial oleh penyelenggara KTT.
Ayah dari Han Yu adalah korban pengambilan organ paksa di Tiongkok. Han berusia 19 tahun ketika ayahnya dibunuh.
Han berkata, “Saya melihat tubuh ayah sebelum dikremasi. Ayah sangat kurus dan memar di sekujur tubuhnya. Dari tenggorokannya ada sayatan yang turun sampai ke tubuhnya. Di daerah perutnya, kami bisa merasakan bongkahan es keras di bawah kulitnya yang dijahit dengan benang hitam tebal.”
Kisah Han menarik perhatian banyak orang. Dia diwawancarai oleh Christian Broadcasting Network. Pada sesi breakout yang diselenggarakan oleh Hudson Institute, Nina Shea memulai sesi dengan menyoroti kisahnya.
Han juga diundang untuk bertemu dan menyapa dengan Enes Kanter Freedom, pemain bola basket NBA yang bermain untuk Boston Celtics dan aktivis hak asasi manusia yang sangat blak-blakan tentang pelanggaran hak asasi manusia Tiongkok dan kejahatan pengambilan organ paksa yang sedang berlangsung.
“Anda adalah wanita yang sangat berani dan anda mendorong lebih banyak orang untuk membela iman mereka dan berbicara, yang juga berarti ayah anda tidak meninggal sia-sia,” kata Freedom kepadanya.
Han Yu dengan pemain bola basket NBA Enes Kanter selama Survivor Meet and Greet IRF
Peserta Konferensi Menunjukkan Dukungan di Stan Falun Gong
Banyak orang mampir ke stan yang didirikan oleh Students for Falun Gong dan Falun Dafa Information Center untuk mengetahui lebih banyak tentang penganiayaan terhadap Falun Gong.
Beberapa wanita muda dari asosiasi Burma datang ke stan Falun Dafa dan berterima kasih kepada praktisi karena menjelaskan fakta tentang penganiayaan Falun Gong.
“Kami tidak pernah tahu tentang ini sebelumnya. Sungguh mengerikan bahwa orang-orang melakukan kejahatan mengerikan ini terhadap rakyat mereka sendiri… [Falun Gong] baik dan menenangkan, dan kami membutuhkan itu,” kata mereka.
Empat wanita muda dari Burma yang meminta informasi tentang Falun Dafa
Andrew Stafford, Petugas Penanggulangan Penindasan Transnasional di Kantor Keamanan dan Hak Asasi Manusia, Departemen Luar Negeri AS, dan juga seorang pembicara pada acara tersebut, terkejut mengetahui bahwa beberapa juta praktisi telah ditahan. Dia tidak tahu bahwa skala penganiayaan begitu parah, yang telah mencapai skala genosida.
Andrew Stafford dengan praktisi Falun Gong Chloe Phong
Hamid Gharagozloo, ketua organisasi Iran di KTT, dan istrinya Sharareh Afshari sangat tersentuh dengan apa yang telah dilakukan praktisi Falun Gong untuk meningkatkan kesadaran tentang penganiayaan.
Sharareh Afshari (kiri) dan Hamid Gharagozloo (kanan) di depan stan Falun Gong
Afshari berkata, “Kami berharap anda terus mengedukasi masyarakat tentang hal ini… Saya percaya bahwa pendidikan sangat penting, selama kita masih memiliki KTT ini untuk mengedukasi masyarakat tentang penganiayaan agama… semakin banyak orang akan tahu tentang ini.”
Praktisi muda Nicholas Haley (kiri) berbicara dengan seorang peserta Vietnam (kanan) tentang penganiayaan terhadap Falun Gong
Pengunjung stan sangat mengagumi upaya para praktisi muda di pertemuan puncak. Banyak yang berkomentar bagaimana mereka merasakan harapan dan optimisme dengan melihat orang-orang muda berpartisipasi dan berdiri menentang penganiayaan.
Selama pertemuan, tiga praktisi dari Students for Falun Gong memberikan presentasi tentang penganiayaan terhadap Falun Gong. Mereka berbicara tentang awal penganiayaan, serta berita terbaru tentang penganiayaan yang dilaporkan oleh Falun Dafa Information Center. Meskipun berlangsung pagi-pagi sekali, sebelum acara utama KTT, ruang presentasi hampir penuh, yang menunjukkan skala minat dan kepedulian tentang masalah ini.
Wang Minghui, seorang mahasiswa sarjana di University of California, Berkeley, berbagi kisah pribadinya tentang orang tuanya yang dianiaya di Tiongkok karena berlatih Falun Gong.
Wang Minghui menunjukkan foto dia bersama orang tuanya selama presentasi di KTT IRF
Wang mulai berlatih Falun Gong sejak kecil dan bersyukur atas peningkatan moral yang berkelanjutan yang diajarkan Falun Gong. Sayangnya, orang tuanya sering ditangkap karena berlatih Falun Gong, jadi dia dikirim untuk tinggal bersama kakek-neneknya sebelum dia belajar berbicara. Dia tinggal bersama kakek-neneknya sampai dia berusia lima tahun.
Wang mengingat kembali pertama tentang ibunya di pusat pencucian otak: “Dia diborgol ke kursi dan pipa plastik yang sangat tebal dimasukkan ke dalam hidungnya… dicekok paksa cairan yang memiliki bau yang tak tertahankan.” Dia menceritakan ketakutannya karena ibunya “jelas kesakitan luar biasa.”
Seorang peserta Vietnam menahan air mata ketika mengajukan pertanyaan selama sesi tanya jawab.
Banyak hadirin yang meneteskan air mata oleh cerita Wang. Setelah presentasi, seorang wanita sangat tersentuh sehingga sulit baginya untuk bertanya. Beberapa orang yang menonton presentasi meminta untuk mempelajari lebih lanjut dan ingin presentasi tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Vietnam untuk memahami situasi dengan lebih baik.
Loan Nguyen (kiri) dan Wang Minghui (kanan) di dekat stan Falun Gong
Loan Nguyen, seorang guru bahasa Inggris untuk Boat People SOS, mengunjungi stan Falun Gong setelah presentasi Wang. Dia terkejut mengetahui kejahatan mengerikan Partai Komunis Tiongkok terhadap rakyatnya sendiri.
Nguyen berkata, “Kita semua ingin menjadi orang baik. Kita semua sama, tetapi mengapa rezim tidak melihat itu?”
Sebagai seorang guru bahasa Inggris, dia percaya bahwa pendidikan sangat berpengaruh dan kuat, dan dia menyatakan bahwa dia senang melihat orang-orang muda mengedukasi masyarakat tentang Falun Gong dan penganiayaan.