(Minghui.org) Saya mulai berlatih Falun Dafa tahun 1998. Saya membimbing putra saya memahami prinsip Sejati-Baik-Sabar sejak kecil. Kini dia menjadi pemuda yang baik, sukses dan sopan. Dalam rangka Hari Falun Dafa Sedunia yang ke-24, saya ingin membagikan beberapa kisah putra saya untuk membuktikan keindahan Falun Dafa. Saya juga ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang tak terbatas atas maha belas kasih Guru Li (pencipta Falun Dafa).
Menanam Benih Sejati-Baik-Sabar di Hati Putra Saya
Putra saya berusia tiga tahun saat saya mulai berlatih Falun Dafa. Saya mengajarinya melafal Hong Yin. Saya selalu membacakan Fa (ajaran Falun Dafa) padanya dengan suara lantang supaya dia mendengarnya. Suatu hari, saya terkejut karena putra saya bisa melafalkan Lunyu. Putra saya tumbuh besar di medan positif Dafa. Dia sangat baik, tenang, dan rasional.
Saat masih TK, suatu hari guru putra saya datang ke rumah dan berkata, “Ada anak yang menggigit pergelangan tangan putra Anda. Anda harus datang dan melihatnya.” Saya pergi ke sekolahnya dan mendapati bekas gigi yang dalam di pergelangan tangan putra saya dan tangannya berdarah. Gurunya ketakutan dan mulai menyalahkan saya. Dia berkata, “Anda harus memberitahu putra Anda untuk melindungi diri. Saat anak lain menggigitnya, kami memintanya untuk melawan, namun dia tidak melakukannya. Bagaimana cara Anda mendidik putra Anda?!” Saya memberitahu guru tersebut bahwa putra saya baik-baik saja. Saya tidak menyuruh orang tua dari anak yang menggigit putra saya untuk meminta maaf, namun mereka tetap meminta maaf.
Saya hanya meminta putra saya untuk mengikuti prinsip Sejati-Baik-Sabar. Dia bersekolah dengan baik, jadi kami tidak pernah mengkhawatirkan nilainya. Saya hanya mendorongnya untuk membaca Fa. Tugas sekolah putra saya selalu dikerjakan dengan baik, dan saya tidak perlu memeriksanya.
Suatu hari, suami saya datang ke sekolah putra kami dan mendapati murid yang duduk di depannya sangat tinggi sehingga menghalangi pandangannya. Suami lalu meminta saya memohon pada gurunya untuk memindahkan tempat duduk putra saya. Saya bertanya pada putra saya, “Haruskah Ibu meminta guru untuk memindahkan tempat dudukmu?” Putra saya berkata, “Tidak perlu, Bu. Apakah Ibu tahu, sekarang semua ibu menginginkan putra mereka duduk lebih dekat dengan guru. Bagaimana bisa guru kelas saya mengatasi hal ini? Tak masalah di mana murid duduk. Duduk di dekat guru juga percuma bila mereka tidak ingin belajar. Banyak kisah yang menyebutkan bahwa dulu ada anak-anak miskin yang tidak mampu bersekolah, jadi mereka mendengarkan pelajaran dari luar kelas dan mereka menjadi cedekiawan yang terkenal. Saya bisa belajar dengan baik bahkan bila duduk di luar kelas, apalagi duduk di kursi unggulan.” Saya sangat bahagia mendengar apa yang putra saya katakan dan melepaskannya.
Ibu mertua tinggal bersama kami, suatu hari sepulang sekolah putra saya melihatnya menangis. Dia bertanya pada saya, “Ibu mengapa nenek sedih?” Saya berkata, “Jadi, kami membeli rumah bibimu supaya kamu bisa masuk SD di sini. Kami membayar bibimu, namun dia menolak untuk memindahkan kepemilikan rumah atas nama kami. Ada masalah lain dengan pamanmu. Dia tidak ingin membayar kembali uang 50.000 yuan yang dia pinjam dari kami. Ibu mengatakan hal ini pada nenek, dan itulah mengapa dia menjadi sedih.”
Putra saya berkata, “Ini tidak ada hubungannya dengan nenek, jadi mengapa Ibu memberitahunya semua hal ini dan membuatnya sedih? Nilai tradisional menyebutkan agar tidak membuat orang tua di rumah sedih. Coba tempatkan diri Ibu di posisi nenek, Ibu pasti tidak ingin saya mengatakan hal yang membuat Ibu sedih, bukan?”
Putra saya berkata, “Bila bibi tidak ingin menyerahkan kepemilikan rumahnya kepada kita, maka ayo pindah setelah saya tamat SD.” Saya berkata, “Kedepannya rumah ini akan menjadi milikmu!” Dia berkata, “Kalau begitu, saya tidak menginginkannya, jadi berikan rumahnya kembali pada bibi.” Mendengar ucapan putra saya, saya menyingkirkan kebencian dan keterikatan saya lalu tidak memikirkan tentang masalah rumah. Dua tahun kemudian, bibi setuju untuk memindahkan kepemilikannya atas nama kami.
Teman sekelas putra saya sering mengatakan bahwa dia terlalu baik dan di waktu yang akan datang akan dirundung. Dia memberitahu mereka, “Saya rasa orang baik akan diberkati.”
Saat putra saya duduk di bangku SMP, dia selalu membaca Zhuan Falun, dan dia senang membaca kisah tentang bagaimana praktisi mengultivasikan Xinxing berdasarkan prinsip Sejati-Baik-Sabar.
Saya tidak pernah mendaftarkan les untuk putra saya, namun dia belajar dengan baik. Guru menunjuknya sebagai perwakilan kelas.
Namun, suatu hari, gurunya mendekati saya dan berkata, “Putra Anda terlalu baik. Bila dia tidak berubah, meski suatu saat nanti dia bekerja dengan baik, orang lain akan memanfaatkan hasil kerjanya. Dia harus berubah.”
Saya berkata, “Saya rasa adalah hal bagus bagi anak kecil menjadi baik.” Saya memberitahunya kebenaran Falun Dafa, namun guru tersebut menolaknya. Dia mulai merundung putra saya di sekolah. Putra saya tidak lagi menjadi perwakilan kelas. Selain itu, guru itu memintanya membersihkan papan sepulang sekolah dan berdiri di luar kelas.
Putra saya bertanya pada saya, “Ibu, apa ada sesuatu yang terjadi antara Ibu dan guru saya?” Saya berkata, “Tidak ada sesuatu yang terjadi. Ibu hanya memberitahunya fakta tentang Dafa namun dia tidak menerimanya.” Putra saya berkata, “Baiklah, tidak masalah, saya senang membersihkan papan tulis.”
Beberapa waktu kemudian, putra saya pulang ke rumah dan dengan gembira berkata, “Bu, guru berkata saya tidak perlu membersihkan papan hari ini. Sekarang saya merasa sedikit tidak nyaman karena tidak melakukannya!” Saya tersenyum.
Saat putra saya hendak menjalani ujian masuk perguruan tinggi, Partai Komunis Tiongkok (PKT) menangkap saya dan menahan saya di pusat pencucian otak. Suami tidak merawat putra kami, jadi putra kami mencuci pakaian sendiri dan makan di luar setiap hari.
Suatu hari, putra saya menelepon dan berkata, “Jangan khawatirkan saya. Saya akan mengikuti kegiatan mendaki di hari Sabtu jadi tidak bisa mengunjungi Ibu. Saya akan datang menemui Ibu bersama bibi di hari Minggu. Tetap tegar.”
Saat dia mengunjungi saya, dia terus tersenyum. Petugas dari pusat penahanan menekannya untuk memaksa saya melepaskan kultivasi. Putra saya berkata, “Biarkan saya berbicara dengan ibu saya sendirian.”
Putra saya mengunggah semua buku elektronik Dafa ke tablet kecil dan membungkusnya dengan kain, lalu memberikannya pada saya. Dia berkata, “Bu, Ibu tidak boleh melepaskan keyakinan terhadap Falun Dafa. Jangan tidur terlalu lama. Pancarkan pikiran lurus, habiskan lebih banyak waktu belajar Fa, dan lakukan latihan. Jangan cemaskan saya. Nilai ujian saya 30 poin lebih tinggi dari biasanya. Dalam lomba pidato baru-baru ini, pidato saya sangat sukses sampai-sampai guru dan teman sekelas memberi tepuk tangan selama dua setengah menit, dan banyak orang meminta salinannya.” Pegawai pencucian otak lalu berkata, “Putra Anda sangat baik.”
Saat saya kembali ke rumah, tetangga berkata, “Saat saya bertanya, suami Anda berkata Anda sedang mengunjungi ibu Anda. Suatu hari, putra Anda datang dan meminjam 600 yuan untuk membayar uang sekolahnya. Saya bertanya di mana ibunya. Dia dengan bangga mengatakan bahwa Anda ditangkap karena menolak melepaskan keyakinan Anda.” Kami berdua tertawa. Tetangga berkata, “Putra Anda sangat baik. Saya sangat menyukainya.”
Setelah ujian masuk perguruan tinggi putra saya, rekan praktisi menyarankan agar dia mendaftar ke universitas di Amerika Serikat. Saya juga ingin dia meninggalkan Tiongkok, namun dia tidak mau. Praktisi lain berkata, “Amerika sangat bagus. Seperti surga.” Putra saya berkata, “Tidak ada penderitaan di surga, jadi bagaimana bisa praktisi meningkat dalam lingkungan yang nyaman. PKT jahat, namun saya akan mencoba sebisa mungkin untuk menjadi orang baik di sini.”
Saat putra saya tamat sekolah, saya masih menginginkannya meninggalkan Tiongkok dan merasakan demokrasi. Dia berkata, “Mengapa Ibu ingin saya pergi ke luar negeri? Akankah saya kembali ke Tiongkok? Bila Ibu khawatir saya akan terpengaruh oleh ideologi komunis Tiongkok di sini, maka izinkan saya memberitahu ibu bahwa perikemanusiaan telah dikikis oleh ideologi komunis dan tidak ada tanah suci di mana-mana. Bila saya tidak bertekad teguh, saya juga akan terkontaminasi. Ibu tidak perlu mengkhawatirkan saya. Saya memiliki Fa yang membimbing saya.”
Menerapkan Prinsip Fa di Tempat Kerja
Setelah putra saya mulai bekerja, saya mengingatkannya untuk menilai segalanya dengan prinsip Sejati-Baik-Sabar.
Putra saya ditawarkan pekerjaan di firma hukum besar. Dia diberi banyak kasus pada hari pertama kerjanya, namun tidak ada yang menjadi mentornya.
Dia menjadi sangat gelisah. Keesokan harinya dia pergi ke kota lain bersama seorang pengacara untuk urusan bisnis, pengacara tersebut menyarankannya untuk meninggalkan firma tersebut. Pengacara berkata, “Kepala departemen memiliki hubungan yang buruk dengan atasannya dan memiliki banyak konflik dengan pengacara. Oleh karenanya, banyak pengacara di departemen yang pergi. Kantor pusat sekarang berpikir tentang menyusun organisasi ulang. Pergilah sebelum terlambat.”
Ada banyak firma hukum, jadi mudah bagi putra saya untuk menemukan pekerjaan baru. Dia sempat berpikir untuk pergi dan memberitahu saya situasinya.
Saat saya mendengarnya, saya berkata, “Kamu harus jujur. Kamu sudah menandatangani kontrak saat bergabung dengan firma hukum ini. Kamu tidak seharusnya pergi begitu saja. Apa yang orang lain lakukan bukan urusanmu. Tak masalah kamu memiliki mentor atau tidak, kamu bisa belajar dengan cepat. Selain itu kamu tidak perlu terlalu menekankan tentang beban kerja. Lakukan sebanyak yang kamu bisa.”
Putra saya melepaskan kekhawatirannya dan menetap dengan pekerjaannya. Dalam beberapa hari, kantor pusat mengatur agar dia bekerja di departemen lain. Dia puas dengan posisi barunya dan menerima perhatian dari pimpinannya.
Dalam waktu kurang dari enam bulan, kepala cabang lain mengundang putra saya untuk bergabung dengan timnya, yang lebih sejalan dengan bidangnya. Namun, kepala kantor cabang tidak menginginkan dia pergi. Saya memberitahu putra saya, “Kamu harus paham bahwa departemenmu saat ini tidak ingin kamu pergi demi kepentingan bersama; sedangkan kamu ingin pergi karena masa depanmu sendiri. Kita, sebagai praktisi pertama-tama harus mempertimbangkan orang lain.” Setelah mendengarnya, putra saya memberitahu pimpinan kantor cabangnya bahwa dia akan tetap di sana.
Setelah sepuluh hari lebih, hampir saatnya untuk liburan musim dingin, pimpinan departemen rumah memberitahu putra saya, “Silakan ajukan pemindahan ke cabang lain sekarang.” Namun, saat cabang baru mengetahuinya, mereka memberitahu putra saya untuk kembali bekerja setelah liburan musim dingin. Putra saya tahu bahwa kedua belah pihak tidak ingin membayar gajinya selama libur musim dingin. Saya memberitahu putra saya, “Jangan khawatir, Ibu akan membayar gaji libur tahunanmu.” Putra saya melepaskan rasa benci dan keterikatannya terhadap kepentingan pribadi. Dia tidak berdebat maupun mengeluh.
Yang mengejutkan, setelah dia menjalani Tahun Baru yang santai dan menyenangkan, kedua cabang memberinya uang bonus.
Putra saya melalui hal ini belajar bahwa dia harus membiarkan segala sesuatunya berjalan secara alami. Dia menyadari bahwa dia tidak akan kehilangan apa pun yang menjadi miliknya. Dia memahami bahwa bertengkar dan bersaing dengan orang lain tidak akan memberinya manfaat apa pun. Setelah itu, dia bukan saja belajar Fa, namun juga melakukan tiga hal, dan mulai melangkah di jalur kultivasi yang sesungguhnya.
(Artikel Terpilih untuk Merayakan Hari Falun Dafa Sedunia yang ke-24 di Situs Web Minghui)