Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Kesengsaraan dan Penderitaan Adalah Ujian yang Menempa Kita

24 Sep. 2023 |   Oleh praktisi Falun Dafa di Tiongkok

(Minghui.org) Saya mulai berlatih Falun Dafa sebelum penganiayaan dimulai pada tahun 1999. Saya belum belajar Fa secara mendalam. Saya terikat untuk memiliki keluarga bahagia dan lingkungan hidup yang nyaman. Saya menikah dan punya anak. Sulit untuk membesarkan seorang anak, tapi saya sangat senang melihatnya tumbuh hari demi hari.

Suatu hari, anak saya tiba-tiba jatuh sakit. Sangat khawatir, saya tidak bisa mempertahankan Xinxing saya. Kami membawanya ke rumah sakit tetapi dia akhirnya meninggal. Saya merasa seperti disambar petir. Ketika anak saya ditempatkan di unit perawatan intensif, saya berpikir: “Jika anak saya meninggal, apakah saya masih berkultivasi?” Saya bingung dan tidak tahu harus berpikir atau berbuat apa.

Sekembalinya ke rumah, ketika saya melihat pakaian dan mainannya, untuk pertama kalinya saya merasakan perasaan hati saya ditusuk dengan pisau. Saya terlalu sedih bahkan untuk menangis. Ketika saya bermeditasi, saya merasa sedang duduk di tepi tebing dan hampir jatuh. Malam itu saya bermimpi anak saya datang dan berkata, “Bu, saya pergi dulu.” Saya bertanya-tanya, keluarga praktisi yang saya kenal sangat diberkati dan sepertinya mendapat banyak manfaat; kenapa anak saya meninggal?

Saya bingung dan sedih, tapi saya tidak berpikir untuk tidak berkultivasi. Meskipun saya belum belajar Fa secara mendalam, saya mendapat berbagai petunjuk dan bimbingan dari Guru Li, pencipta Falun Dafa.

Suatu hari, saya tiba-tiba teringat bahwa sebelum putra saya meninggal, saya membaca sebuah artikel yang membuat saya terkesan. Saya menemukannya dan membacanya lagi. Saya merasa Guru khawatir saya tidak akan lulus ujian ini, jadi dia menunjukkannya kepada saya sebelumnya.

Itu adalah cerita dari Alkitab tentang seorang pria bernama Ayub. Dia kaya. Dia memiliki kawanan ternak dan kuda, serta keluarga, istri, dan anak-anak yang luar biasa. Dia sangat percaya pada Tuhannya. Setan merasa ragu dan bertanya kepada Tuhan, “Bagaimana Ayub bisa percaya pada anda tanpa alasan? Bukankah karena anda memberinya kehidupan yang baik dan bahagia? Jika dia kehilangan segalanya, apakah dia akan tetap percaya pada anda dengan begitu saleh?”

Tuhan mengijinkan Setan untuk menguji Ayub. Pertama dia kehilangan harta bendanya, lalu tanahnya, ternaknya, domba dan kudanya. Akhirnya istrinya, dan akhirnya anak-anaknya meninggal. Ayub merobek pakaiannya, mencukur rambutnya, terjatuh ke tanah, dan berkata, “Saya datang ke dunia dengan telanjang, dan saya akan meninggalkan dunia dengan telanjang. Tuhan memberikan hidup kepadaku, dan saya tetap akan memuji Tuhan selama-lamanya.”

Bertahun-tahun telah berlalu sejak saya membaca ini, jadi saya tidak ingat semua detailnya dengan jelas. Tapi saya ingat setelah membacanya, saya menangis. Ya! Untuk apa berkultivasi? Apakah kita berkultivasi untuk menikmati kehidupan yang baik di antara manusia biasa? Namun, bukankah manusia biasa mengukur baik dan buruk hanya berdasarkan konsep mereka?

Sebagai praktisi, semua kesengsaraan yang kita hadapi adalah ujian yang melemahkan kita, dan membuka jalan bagi kita untuk mencapai kesempurnaan. Hati saya menjadi cerah. Guru menyingkirkan banyak konsep manusia saya dan depresi saya tiba-tiba lenyap.

Lebih dari 20 tahun telah berlalu sejak anak saya meninggal. Banyak praktisi yang saya kenal ketika saya mulai berlatih pindah atau keluar. Kebanyakan praktisi yang berinteraksi dengan saya sekarang saya temui jauh setelah tahun 1999, dan banyak dari mereka tidak mengetahui cerita saya. Di mata mereka, saya memiliki kehidupan yang baik. Saya tinggal di kota besar ini dan saya memiliki rumah sendiri.

Saya tahu betul jalan yang telah saya lalui, dan saya sangat memahami bahwa kondisi kehidupan saya diberikan pada saya untuk berkultivasi. Tidak ada jalan pintas dalam berkultivasi. Kita harus menerima segala sesuatu yang diatur oleh Guru, termasuk penderitaan dan kesengsaraan. Kita harus ingat bahwa Guru hanya meninggalkan sedikit masalah di jalur kultivasi kita untuk melunasi hutang karma kita—sebagian besar hutang kita ditanggung oleh Guru.

Saat membaca artikel Guru yang baru-baru ini diterbitkan, saya mengingat masa lalu saya dan betapa Guru telah menanggung penderitaan bagi kami, para praktisi. Saya sangat berterima kasih. Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah gigih maju dalam berkultivasi. Hanya dengan cara ini saya dapat membalas kebaikan dan belas kasih Guru.