Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Laporan Minghui: 20 Tahun Penganiayaan Falun Gong di Tiongkok (Bagian 11)

26 Okt. 2024

Oleh Grup Minghui

Pertama kali dipublikasikan di tahun 2019

Hak Cipta © 2019 Minghui.org & Minghui Publishing Center Corporation

(Bagian 11)

(Lanjutan dari Bagian 10)

Bab 6: Cedera Fisik dan Trauma Mental

Penganiayaan terhadap Falun Gong merupakan penyebab tragedi yang tak terhitung banyaknya bagi praktisi dan keluarga mereka. Bahkan anak-anak, lansia, dan orang cacat pun tak luput.

Wang Bo (wanita), seorang pakar musik, dijatuhi hukuman tiga tahun kerja paksa, saat baru berusia 19 tahun ketika dia bersuara menentang penganiayaan. Setelah dibebaskan pada 2005, dia ditangkap lagi pada 2006 dan kembali dijatuhi hukuman lima tahun.173

Zhang Chunyu (wanita), mantan pengusaha, dianiaya di Penjara Wanita Provinsi Heilongjiang saat menjalani hukuman empat setengah tahun. Mata kirinya menjadi buta setelah dipukul oleh seorang penjaga pria selama hukuman kamp kerja paksa sebelumnya.174

Tan Meili (wanita), kakinya cacat akibat mengidap polio saat kecil, berulang kali ditangkap dan dijatuhi hukuman dengan total tujuh setengah tahun. Saat laporan ini dipublikasikan, dia tengah menjalani hukuman empat setengah tahun penjara.175

Liu Dianyuan (pria) dijatuhi hukuman 11,5 tahun ketika dia berusia 79 tahun. Lansia ini sebelumnya harus menjalani tujuh tahun penjara.176

Hanya karena teguh pada Falun Gong, keluarga beranggotakan enam orang di Tongliao, Mongolia Dalam, telah berulang kali ditangkap dan ditahan dengan total 41 tahun. Ayahnya, Tian Fujin, dipenjara dua kali dan menghabiskan sekitar sembilan tahun penjara sebelum dia disiksa hingga meninggal. Ibunya, Liu Xiurong, dipenjara selama sepuluh tahun. Baru-baru ini, putri tengahnya, Tian Xin, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada 2015. Suaminya menceraikannya, dan putranya yang masih remaja harus dibesarkan oleh kerabat sejak penangkapannya yang terakhir.177

Meskipun penyiksaan brutal dan hukuman penjara yang panjang, penderitaan fisik masih belum sebanding dengan tekanan mental yang telah ditimbulkan oleh penganiayaan terhadap praktisi dan anggota keluarga mereka.

Tidak ada yang dapat menghapus rasa sakit yang dirasakan Xu Xinyang muda ketika dia untuk pertama kalinya bertemu ayahnya yang tengah dipenjara, Xu Dawei, saat dia berusia tujuh tahun. Xu Dawei kemudian meninggal hanya 13 hari setelah dibebaskan dari penjara, dengan tubuh penuh luka.178

Apa yang harus ditanggung oleh Jiang Zixiang, 88 tahun, sangat sulit dilukiskan. Suami Jiang sangat tertekan oleh penganiayaan sehingga dia meninggal pada awal 2000-an. Kemudian putranya yang berusia empat puluh lima tahun, Gao Yixi, disiksa hingga meninggal sepuluh hari setelah penangkapannya. Putrinya masih menjalani hukuman penjara karena keyakinannya pada saat kematian Gao. Hal tersebut berdampak pada kesehatan Jiang Zixiang hingga dia meninggal 20 bulan kemudian.179

Baru berusia 30-an, Zhao Yuhua (wanita) kehilangan semua giginya setelah putrinya yang masih kecil meninggal akibat serangan jantung, karena kecemasan dan ketakutan yang dia rasakan terhadap orang tuanya, yang terpaksa tinggal jauh dari rumah untuk menghindari penganiayaan. Mendengar kematian gadis muda itu, polisi menggunakan kesempatan itu untuk menangkap Zhao dan mengintai di dekat rumahnya sepanjang waktu.180

Ayah Ma Zhanguo (pria) yang berduka - menderita tekanan darah tinggi dan stroke ketika dia tidak diizinkan untuk mengunjungi putranya yang ditangkap pada Oktober 2016. Dengan Ma Zhanguo menjadi satu-satunya pencari nafkah bagi keluarga, penangkapannya meninggalkan keluarga dalam kesulitan besar. Ma Dengke - ayah yang sudah lanjut usia ini, terkadang mengumpulkan botol air, kaleng minuman, atau kertas bekas untuk dijual ke perusahaan daur ulang untuk mendapatkan sedikit uang. Dia belakangan ditemukan tewas di tumpukan sampah.181

Ibu dari Bi Jianhong (wanita), Wang Yanqin, pernah dipaksa melihat putrinya disiksa dan mendengar teriakannya berulang kali ketika keduanya dipenjarakan bersama karena keyakinan mereka. Sang ibu hampir mengalami gangguan mental.182

Meski berusia lanjut, nenek Liang Yuzhen yang berusia 98 tahun genggamannya dibuka paksa oleh polisi saat cucunya, satu-satunya pengasuhnya, diculik oleh polisi. Setelah mengetahui bahwa kedua pengacara ditolak hak kunjungannya, nenek itu marah. Dengan dipapah, dia berjalan ke Pusat Penahanan Heshan. Para penjaga di sana semua menghindar berbicara dengannya dan menolak memberikan bantuan apa pun.183

Ibu Jin Fuzhang (pria), 84, berjuang untuk mengurus dirinya sendiri setelah putra satu-satunya divonis lima tahun karena berlatih Falun Gong. Dia harus berbelanja bahan makanan, mencari tukang ledeng untuk memperbaiki pipanya yang pecah, dan memasang sendiri kaca di lemari dapurnya.184

Dalam kasus Chen Shulan (wanita), kedua orang tuanya, dua saudara laki-laki, dan seorang adik perempuan semuanya meninggal akibat penganiayaan. Sebagai satu-satunya yang selamat, Chen dijatuhi dua kali hukuman dengan total 11,5 tahun. Setelah bertahun-tahun disiksa, Chen sekarang menderita sakit punggung yang parah dan harus bergantung pada putrinya untuk merawatnya.185

Feng Xiaomei (wanita), saudara perempuannya Feng Xiaomin, dan orang tua mereka dulunya hidup bahagia. Tetapi karena penganiayaan, Xiaomei kehilangan ayah, suami, dan saudara perempuannya. Kakak iparnya dipenjara tidak lama setelah delapan tahun mengembara untuk menghindari penganiayaan. Xiaomin dan ibunya yang sudah lanjut usia adalah satu-satunya yang tersisa untuk merawat putranya, Wang Boru, yang kehilangan ayahnya pada usia 13 tahun, dan keponakannya, Wang Tianxing, yang kehilangan ibunya ketika dia berusia kurang dari dua tahun. Ketika Xiaomei ditangkap lagi pada 2009, ibunya kehilangan semua rambutnya dalam satu malam. Boru harus berhenti sekolah dan melakukan pekerjaan serabutan untuk menghidupi keluarga. Tianxing hampir dikirim ke panti asuhan.186

§6.1 Akibat dari Penyiksaan dan Pelecehan Fisik

Banyak praktisi menjadi terluka parah, cacat, lumpuh, atau menjadi gila akibat penyiksaan di fasilitas penahanan. Di bawah ini adalah beberapa kasusnya.

Kasus 1: Mantan Ekonom Cacat karena Patah Kaki

Gong Xingcan (wanita), mantan ekonom, jatuh dari tangga ketika dia mencoba melarikan diri dari penyiksaan di kamp kerja paksa. Kaki kanannya patah, dengan tulang mencuat. Setelah dia dibawa ke rumah sakit, dokter memasang gips tanpa meluruskan tulang. Ini menyebabkan kaki kanannya menjadi cacat permanen dan satu inci lebih pendek dari kaki kirinya.187

Kasus 2: Pria 30-an Kehilangan Sebagian Besar Giginya Setelah Cekok Makan Paksa

Tang Maoting kehilangan sebagian besar giginya setelah penjaga pusat penahanan menggunakan tang khusus untuk membuka mulutnya dan kemudian menggunakan forsep dilator rahim untuk mencekoknya (makan paksa). Dia harus memakai gigi palsu sejak usia 30-an. Para penjaga juga menginjak-injak punggungnya. Tanpa perawatan medis yang tepat waktu, tulang belakang lumbarnya menjadi cacat.188

Kasus 3: Tangan Seorang Wanita Cacat karena Penyiksaan di Kamp Kerja Paksa Wanjia

Tangan Fu Li cacat dan tubuhnya penuh luka ketika dia berusia 41 tahun akibat disiksa di Kamp Kerja Paksa Wanjia di Provinsi Heilongjiang di tahun 2000.

Polisi mengikatkan tali di sekitar ibu jari Fu dan kemudian menggantungnya dengan tali sehingga ibu jarinya menopang seluruh tubuhnya. Setelah digantung dengan cara ini untuk waktu lama, tangannya menjadi cacat.189

Kasus 4: Klaim Kompensasi Praktisi Penyandang Cacat Diabaikan

Fan Zhongzhuang (pria) dari Provinsi Zhejiang pernah diinterogasi selama lima hari berturut-turut, selama itu dia tidak diperbolehkan tidur. Polisi juga membelenggu tangan dan kakinya serta menyiksanya. Pada 27 Agustus 2005, polisi memukuli Fan dengan sangat parah hingga tulang belakang di lehernya patah dan dia menjadi cacat permanen.190

Fan mengajukan tuntutan terhadap polisi sebesar 1,37 juta yuan untuk menutupi biaya medis dan kehilangan nafkah. Wakil Kepala Polisi, Yang Changchun menjawab, "Klaim kompensasi sudah tidak sesuai lagi. Jika anda menginginkan kompensasi, kami akan menyetujui 10.000 yuan, tetapi anda harus membayar bunga selama 20 tahun terlebih dahulu."

Kasus 5: Wanita Menjadi Buta Selama Dalam Penahanan

Wu Yangzhen, 73, pensiunan dari Institut Metrologi Provinsi Guangdong. Dia menjadi buta di mata kanannya hanya 19 hari setelah ditahan di pusat pencucian otak setempat. Staf pertama-tama memaksa Wu untuk berdiri selama berjam-jam dan kemudian mengikatnya dengan kaki disilangkan selama empat jam. Kadang-kadang mereka akan melepaskan ikatan kakinya sebelum mengikatnya di posisi yang sama lagi. Rasa sakitnya sangat hebat, dan penglihatannya menjadi kabur akibat penurunan aliran darah.

Pada saat dibawa ke rumah sakit sekitar dua minggu kemudian, dia benar-benar buta di mata kanannya dan penglihatan di mata kirinya sangat terganggu.191

Kasus 6: Wanita Masih Dirawat di Rumah Sakit Selama Bertahun-tahun Setelah Dipukuli Hingga Pingsan oleh Polisi

Shi Yunlan harus menjalani kraniotomi setelah dia dipukuli hingga pingsan oleh polisi pada 9 Oktober 2014. Dia berbicara tidak jelas (cadel) dan lumpuh dari pinggang ke bawah. Pemerintah setempat menolak untuk menanggung biaya pengobatannya. Operasi yang dijadwalkan untuk memperbaiki tengkoraknya telah ditunda tanpa batas waktu karena kekurangan dana.192

Kasus 7: Dipenjara dan Disiksa Selama Lima Tahun, Pria Heilongjiang Tidak Dapat Berjalan dan Berbicara Setelah Dibebaskan

Zhang Jinku ditangkap pada 29 Maret 2013, setelah spanduk bertuliskan “Falun Dafa Baik” ditemukan tergantung di kotanya. Pada saat Zhang dipindahkan ke Penjara Hulan pada 1 Oktober 2013, ia sudah tidak bisa berjalan karena penyiksaan oleh penjaga dan narapidana.

Zhang dibebaskan di akhir masa hukumannya pada 2 Juni 2018, kurus kering dan tidak dapat dikenali, ia baru mengetahui bahwa istrinya, Li Yali telah meninggal karena penderitaan batin yang disebabkan oleh perlakuan kejam yang dialami Zhang. Isterinya hanya berusia 47 tahun.

Ketika ibu Zhang bertanya mengapa ia begitu kurus, ia perlahan menulis dengan tangan kirinya yang tidak dominan (lengan kanannya patah karena penyiksaan di penjara), “Saya melakukan mogok makan terus-menerus selama sekitar lima tahun. Mereka memasukkan obat-obatan ke dalam makanan.” Putrinya menjauh dan menyendiri juga tidak mau mengunjungi kakek-nenek dari pihak ayah yang tinggal serumah dengan orang tuanya. Wanita muda itu tidak ada di sana untuk menyambut ayahnya ketika sang ayah dibebaskan.193 

Kasus 8: Wanita Menjadi Gila, Sebelumnya Diberi Urine dan Kotoran oleh Polisi

Zhang Juxian dibawa dari rumah sakit di Penjara Wanita Liaoning dengan ditutupi kain putih. Banyak orang mengira ia telah meninggal. Faktanya, ia selamat setelah kembali ke rumah tetapi mengalami gangguan jiwa sejak saat itu. Zhang sebelumnya ditangkap beberapa kali, dikirim ke kamp kerja paksa dua kali dengan total hukuman lima tahun, dan dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun. Ia pernah dicekok paksa dengan air seni dan kotoran ketika ia melakukan mogok makan untuk memprotes penganiayaan.194

§6.2 Penderitaan Keluarga - Dengan Kata-kata Mereka Sendiri

Kasus 1: Surat yang Ditulis oleh Ibu Mo Zhikui, Menuntut Pembebasan Putranya, yang dalam Kondisi Kritis Setelah Disiksa di Penjara195

Saya ibu Mo Zhikui, berusia 89 tahun. Sudah lebih dari setahun sejak putra saya dibawa pergi. Saya sangat mengkhawatirkan keselamatannya. Saya terus bertanya: 'Putra saya tidak melakukan hal-hal yang ilegal, jadi mengapa polisi menangkapnya hanya karena ia berlatih Falun Gong dan berusaha menjadi orang baik?' Ia telah dijatuhi hukuman 12 tahun dan mengalami perlakuan semena-mena di Penjara Hulan.

Sejak putra saya ditangkap, keluarga kami yang terdiri dari empat generasi, keluarga yang bahagia sebelumnya, menjadi tidak bisa menikmati satu hari pun ketenangan dan kedamaian. Polisi menggeledah rumah kami dan terus bertanya, 'Siapa pemilik rumah? Nama siapa yang ada di akta itu?’ Personel komite lingkungan setempat terus menelepon untuk mengancam menantu perempuan saya. Mereka juga pergi ke taman kanak-kanak untuk menanyai cucu buyut saya di mana tempat tinggal ibunya. Setiap kali saya mendengar ketukan di pintu, jantung saya berdebar dan saya gemetar ketakutan.

Putra saya telah ditangkap sebanyak delapan kali dan telah mengalami begitu banyak pelecehan. Anda memukulinya dengan kejam dan mengutuknya. Sekarang ia menderita TBC dan batuk darah serta mengalami mati rasa di kedua kaki hingga ke selangkangannya. Ini adalah akibat langsung dari perlakuan buruk di penjara. Menantu perempuan, cucu laki-laki, cucu perempuan, dan menantu laki-laki saya telah ditolak kunjungannya lima kali saat mengunjungi penjara untuk menemuinya. Salah satu cucu saya memiliki cacat bawaan dan cicit saya menderita penyakit kulit. Biaya perawatan mereka mahal. Tanpa putra saya untuk mendukung kami, keluarga saya harus berjuang keras untuk bertahan hidup. Setiap hari saya merindukan kepulangan putra saya.”

Kasus 2: Kisah Li Songrong (wanita), Putri Li Kun (pria) dan Liang Guifen (wanita), yang Berulang Kali Ditangkap dan Dihukum Karena Keyakinannya196

Setiap kali mengunjungi ayah di penjara, saya sangat gugup. Saya tidak tahu apakah bisa bertemu ayah. Saya ingin tahu bagaimana keadaannya dan apakah ia disiksa. Saya mengingatkan diri bahwa saya tidak boleh menangis ketika melihatnya dan tidak boleh membuatnya khawatir tentang saya. Meskipun kami hanya diizinkan untuk bertemu ayah selama 20 menit setiap kali, itu sangat berharga bagi kami. Kerabat lain selalu berkata kepada saya, 'Jangan khawatir. Ayahmu akan segera kembali.’ Ketika saya mendengar anak-anak lain berbicara tentang saat-saat menyenangkan yang mereka lewatkan bersama ayah mereka, saya hanya duduk di sana dan mendengarkan. Saya terus berkata pada diri sendiri, 'Ayah akan segera kembali.' Saya mengulangi kata-kata yang sama kepada diri sendiri sejak saya berusia 9 tahun hingga 23 tahun. Ketika saya berusia 10 tahun, saya tidak berani tidur di malam hari. Saya takut seseorang mungkin akan datang dan menggeledah rumah kami kapan saja. Musim dingin itu sangat dingin. Ibu mengeluarkan jaket musim dingin ayah dan mengenakannya pada saya. Ibu bercerita untuk membantu saya lebih cepat tidur. Tapi di tengah malam, saya masih sering terjaga.

Di luar rumah kami, seseorang meneriakkan nama ibu dan menyuruhnya membuka pintu. Ibu tidak menanggapi dan terus menghibur saya. Setelah beberapa saat, teriakan itu berhenti. Kami pikir mereka telah pergi. Tetapi dalam waktu singkat, kami mendengar orang-orang menggedor pintu kami. Setiap kali mereka menggedor pintu, mereka juga memukul hati saya. Tepat ketika kami mengira pintunya hampir rusak dan jantung saya hampir berhenti berdetak, ibu turun ke bawah. Saya sangat takut sehingga saya tidak berani mengikuti ibu turun.

Setelah percakapan singkat, petugas membawa ibu pergi. Saya menangis dan memohon pada ibu untuk tidak pergi. Ibu berkata kepada saya, 'Tidak apa-apa. Kamu pergilah tidur. Ibu akan segera kembali.' Saya tidak tahu bahwa 'segera' bisa begitu lama. Ketika ibu kembali, itu sudah musim panas tahun berikutnya. Selama bertahun-tahun, ketika saya hampir menyerah dan kehilangan harapan karena semua rasa sakit dan penderitaan, ibu tidak pernah menyerah. Ia bekerja sangat keras dan sangat hemat untuk mendukung saya agar saya bisa kuliah. Setiap kali saya mengeluh kepadanya tentang rasa frustrasi saya, ia selalu berkata kepada saya, 'Jangan selalu menatap orang lain. Lihatlah diri sendiri terlebih dahulu dan pikirkan di mana kamu tidak melakukannya dengan baik di tengah konflik.’

Setelah saya lulus dan pergi ke kota lain untuk bekerja dan tinggal sendiri, saya mulai memahami betapa banyak yang telah ibu lakukan untuk saya selama bertahun-tahun. Ia adalah ibu yang hebat. Cintanya pada saya seperti gunung dan lautan, batu yang kokoh tapi lembut.

Saat tanggal pembebasan ayah semakin dekat, ibu sudah mendekati 60 tahun, ditangkap dan dijatuhi hukuman lagi. Saya hanya ingin hidup bersama dengan keluarga saya. Mengapa kebahagiaan sederhana seperti itu begitu sulit?

Sejak ibu ditangkap, saya mengkhawatirkannya sepanjang waktu dan saya tidak bisa tidur atau makan. Saat saya menulis surat ini, semua kenangan tentang apa yang telah kami derita dan alami, yang saya telah berusaha keras untuk melupakannya, semuanya kembali muncul begitu jelas sehingga saya menangis. Saya akhirnya mengerti apa artinya jeritan hati seseorang. Pada akhirnya, saya bahkan batuk darah. Saya merasa sangat tidak berdaya dan air mata mengalir tanpa henti.

Kasus 3: Penyair Fu Ying Menceritakan Kehancuran Keluarganya Selama Bertahun-tahun Penganiayaan197

Setelah bertahan lebih dari 3.000 hari di penjara dan menanggung penderitaan yang tak terhitung jumlahnya, saya pikir musim semi akhirnya datang dan penderitaan saya akan berakhir, karena tanggal pembebasan saya semakin dekat. Tapi kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan.

Pada 11 Juli 2010, saya akhirnya keluar dari penjara. Baru di awal usia 40-an, rambut saya sudah beruban sejak lama. Saya senang melihat matahari lagi. Setiap hari di penjara, saya mulai bekerja sebelum matahari terbit dan tidak kembali sampai larut malam. Sudah lama sekali sejak terakhir kali saya melihat matahari.

Sekembalinya ke rumah, saudara perempuan memberi tahu saya bahwa dalam sembilan tahun terakhir, banyak tragedi telah terjadi dalam keluarga kami. Ayah saya Fu Chengyong dan saudara ipar ketiga keduanya meninggal pada 2008 karena penderitaan akibat penganiayaan. Paman saya juga meninggal. Kakak perempuan saya, Fu Wen, menderita pendarahan otak tiga bulan sebelum saya dibebaskan. ia dioperasi dan hanya terbaring di tempat tidur sejak itu.

Sebenarnya, ketika ayah mengunjungi saya di tahun 2008 untuk terakhir kalinya, ia berkata, “Saya tidak bisa menunggu kamu lebih lama lagi.” Saya tidak mengerti apa yang ia maksud saat itu. Saya baru mengetahui bahwa ia harus menjalani operasi setelah kunjungan itu dan meninggal beberapa bulan kemudian.

Sembilan bulan setelah itu, ibu saya, Tong Shuping juga meninggalkan kami. Saya tidak diberi kesempatan untuk memenuhi tanggung jawab saya sebagai seorang putri. Setelah kedua orang tua saya meninggal, rumah mereka juga dibongkar paksa oleh pihak berwenang.

Dengan adik perempuan, Fu Yan yang masih menjalani hukuman 13 tahun karena berlatih Falun Gong, tanggung jawab merawat putrinya jatuh di pundak saya. Ketika saya dipenjara, ibu saya yang merawat gadis kecil itu, Qingquan, sejak penangkapan saudara perempuan saya di tahun 2001.

Yan dulu memiliki keluarga yang bahagia. Tetapi setelah ia dijatuhi hukuman yang panjang, suaminya tidak tahan dengan tekanan dan menceraikannya. Suaminya juga menolak untuk merawat putri mereka, dan juga tidak membayar tunjangan anak kepada keluarga kami.

Gadis kecil yang malang itu kehilangan kasih sayang ibunya dan tinggal bersama neneknya sejak ia berusia 3 tahun. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa menanggung semua yang ia alami selama ini.

Untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, kami pindah ke Kota Shenyang pada 2012. Saya mendapatkan pekerjaan sebagai pengasuh bayi. Hidup itu sulit, tetapi sederhana dan damai. Sayangnya, itu tidak berlangsung lama sebelum polisi menggeledah rumah kami, menahan saya selama lebih dari 30 hari, dan menutup sekolah Qingquan yang dikelola praktisi Falun Gong. Kami kehilangan tempat tinggal lagi.

Tidak lama setelah itu, saya bertemu dengan suami saya, Ouyang Hongbo. Kami menikah pada 16 Mei 2014. Pada usia 46, saya akhirnya memiliki keluarga lagi.

Kali ini, hanya 40 hari setelah pernikahan kami, suami saya ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman enam tahun, meninggalkan saya dan ayahnya yang berusia 83 tahun di rumah sendirian. Semuanya bagai mimpi.

Dalam penganiayaan terhadap Falun Gong, ada terlalu banyak tragedi keluarga dan perpisahan paksa seperti yang kami alami. Penganiayaan harus diakhiri. Saya mengharapkan suatu hari para pelaku kejahatan akan diajukan ke muka pengadilan.

(Bersambung)

https://www.tiantibooks.org/collections/minghui-publications-featured/products/minghui-report-the-20-year-persecution-of-falun-gong-in-china-print?variant=40824205508713