Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Glasgow, Inggris: Mengungkap Penganiayaan PKT terhadap Falun Gong di Sidang Umum Interpol ke-92

13 Nov. 2024 |   Oleh Dexiang, koresponden Minghui di Inggris.

(Minghui.org) Selama Sidang Umum Interpol ke-92 di Glasgow, Inggris, pada 4-7 November, lebih dari 1.000 perwakilan dari 195 negara anggota menghadiri kegiatan yang diadakan di Scottish Event Campus. Praktisi Falun Gong juga diundang untuk berbicara selama forum hukum pidana internasional pada 5 November 2024.

Dengan tema penindasan transnasional terhadap warga Tionghoa perantauan oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan penyalahgunaan sistem Red Notice Interpol untuk tujuan politik, forum ini diselenggarakan oleh Sino Euro Voices, Tiongkok Watch, dan Markas Besar Partai Demokrat Tiongkok di Inggris. Lebih dari 20 orang berbicara selama forum tersebut, termasuk dua pengacara terkemuka dari Inggris, para ahli dan cendekiawan, bersama dengan kelompok dan individu yang ditindas oleh PKT.

Pengacara terkemuka Rhys Davies (pertama dari kanan), pakar Interpol Ted Bromund (kedua dari kanan), dan pengacara terkemuka Ben Keith (tengah) di forum tersebut

Tienchi Martin-Liao, presiden Sino Euro Voices, menyampaikan pidato pada forum tersebut.

Praktisi Falun Gong membagikan materi informasi di luar tempat berlangsungnya forum.

Penyalahgunaan Sistem Red Notice oleh PKT

Rhys Davies dan Ben Keith, dua pengacara terkemuka, dan pakar Interpol Ted Bromund, semuanya menyatakan di forum tersebut bahwa PKT menyalahgunakan sistem Red Notice Interpol untuk menargetkan warga negara Tiongkok dengan cara yang paling licik dan rahasia.

Tienchi Martin-Liao, presiden Sino Euro Voices dan mantan presiden Writers for Peace Committee, mengemukakan bahwa PKT telah melanggar kebijakan Interpol dengan melakukan perdagangan manusia, kekerasan seksual, kejahatan, dan tindakan lainnya. Dia meminta para pengacara terkemuka dan Interpol untuk mengubah aturan guna mengatasi masalah ini dengan lebih baik.

Praktisi Falun Gong Menjadi Korban Penyalahgunaan Sistem Red Notice oleh PKT

Rosemary Byfield (pertama dari kanan) dari Himpunan Falun Dafa di Inggris.

Ketika warga negara Swedia, Li Zhihui, seorang praktisi Falun Gong, melakukan perjalanan pada 2018, dia ditahan di Polandia. Butuh waktu dua tahun hingga sidang ekstradisinya berakhir, dan selama waktu itu Li ditahan hampir sepanjang waktu. Meskipun pemerintah Polandia menolak permintaan ekstradisi PKT, Li tidak dapat kembali ke Swedia karena Red Notice masih berlaku.

Byfield mengatakan PKT telah mengeluarkan beberapa Red Notice terhadap praktisi Falun Gong. Selain itu, agen PKT telah melakukan serangan fisik terhadap praktisi Falun Gong di seluruh benua termasuk di Inggris. Misalnya, satu serangan di luar British Museum pada 2018 menyebabkan seorang praktisi wanita Tiongkok berusia 56 tahun mengalami patah tulang belakang.

Dalam pidatonya, Byfield memperkenalkan apa itu Falun Gong. Karena PKT menentang nilai-nilai tradisional, maka PKT menargetkan praktisi Falun Gong karena keyakinan mereka pada Sejati-Baik-Sabar. Di dalam Tiongkok, sejumlah besar praktisi diawasi dengan ketat dan ditangkap secara sewenang-wenang, diikuti dengan kerja paksa, penyiksaan, pemerkosaan, cuci otak, dan bahkan pengambilan organ secara paksa. Di luar Tiongkok, PKT menyebarkan informasi palsu dan propaganda yang memfitnah praktisi Falun Gong. Jenis pelecehan lainnya termasuk pemantauan, serangan siber, tekanan diplomatik, ancaman, serangan pribadi, dan upaya untuk mengekstradisi praktisi Falun Gong kembali ke Tiongkok.

Byfield membahas China Tribunal, yang diketuai oleh Sir Geoffrey Nice KC, dan bagaimana pengadilan tersebut melakukan investigasi selama dua belas bulan pada 2018 mengenai pengambilan organ paksa terhadap tahanan hati nurani oleh PKT. Ratusan ribu orang diperkirakan telah menjadi korban pengambilan organ oleh PKT. Di antara para tahanan hati nurani ini, sebagian besar adalah praktisi Falun Gong. Pengadilan tersebut menyimpulkan bahwa PKT telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan menindas praktisi Falun Gong dan warga Uighur.

Melindungi Hak-Hak Dasar

Uskup Agung Dr. Costakis Evangelou mengatakan bahwa rezim otoriter sering menggunakan sistem hukum untuk menekan rakyat. Atas nama ketertiban dan keamanan nasional, mereka menggunakan hukum sebagai senjata untuk membungkam suara-suara yang berbeda, merampas kebebasan rakyat, dan memaksa mereka untuk patuh. Dengan memanipulasi sistem hukum dan mengendalikan pikiran rakyat, rezim otoriter ini menyalahgunakan nilai-nilai moral.

Dia menegaskan bahwa kebebasan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi. Dia mengatakan, jika kita tetap diam pada hakikatnya kita mendukung hukum yang menyimpang. Melakukan hal itu berarti kita menentang kebaikan.

Dr. Evangelou juga memberi tahu praktisi Falun Gong bahwa prinsip Sejati-Baik-Sabar konsisten dengan keyakinan spiritualnya.