Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Dafa Mengajarkan Saya untuk Membalas Ketidakadilan dengan Kebaikan

6 Nov. 2024 |   Oleh Xiaofang, praktisi Falun Dafa di Provinsi Hebei, Tiongkok

(Minghui.org) Suami saya dan saya diperkenalkan oleh orang lain. Saat itu, orang-orang direkrut dari desa kami untuk bekerja di kota. Banyak orang meninggalkan pedesaan dengan cara ini dan menemukan kehidupan yang lebih baik di kota. Saya direkrut melalui koneksi keluarga saya dan bekerja di sebuah pabrik.

Keluarga suami saya juga diberi kuota perekrutan sebagai kompensasi bagi mereka yang telah dianiaya selama Revolusi Kebudayaan, karena ayah suami saya dianiaya hingga meninggal selama periode itu. Ibu mertua saya takut pernikahan kami akan gagal jika putranya tidak dapat bekerja di kota bersama saya, jadi dia berjanji untuk memberikan kuota tersebut kepada suami saya.

Saat itu hampir akhir tahun, dan kami adalah pemuda lajang yang usianya di atas usia rata-rata untuk menikah. Kedua orang tua mendesak kami untuk segera menikah. Saya tidak mau sampai dia direkrut seperti saya. Namun, ibu mertua dan orang tua saya mendesak kami untuk menikah, jadi kami menikah sebelum Tahun Baru. Kakak ipar saya yang tertua kembali dari tempat lain untuk menghadiri pernikahan kami. Ia menasihati ibunya, “Ibu, nanti Ibu akan bergantung pada putri-putri Ibu untuk mengurus Ibu. Putri Ibu akan memberi Ibu uang. Apakah Ibu pikir nanti putra Ibu akan memberi Ibu uang?” Jadi, ibu mertua saya memberikan jatah perekrutan yang awalnya dijanjikan kepada suami saya kepada putri-putrinya.

Hal ini membuat saya sangat marah hingga saya terkena nefritis dan tidak dapat bekerja dengan baik. Saya tidak punya tenaga dan tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pabrik. Saya sakit dan minum obat sepanjang waktu. Suami saya menyarankan agar saya keluar untuk bersantai, katanya itu akan baik untuk saya. Saat berjalan-jalan, saya melihat praktisi Falun Dafa melakukan latihan. Seorang praktisi mencoba memperkenalkan Dafa kepada saya, tetapi saya tidak mempercayainya. Saya berjalan keluar lagi di hari yang lain, dan melihat banyak orang pergi ke sebuah rumah tua di desa. Penasaran dengan apa yang mereka lakukan, saya melubangi kertas jendela untuk mengintip ke dalam. Saya melihat tiga karakter besar "Sejati, Baik, Sabar" tertulis di dinding. Saya berpikir, "Saya harus berlatih 'Sabar' ini. Jika saya berlatih Sabar, saya bisa hidup lebih lama. Jika saya tidak berlatih Sabar, saya akan meninggal lebih awal." Jadi saya pergi ke sana setiap hari untuk bersantai, seperti mengunjungi teman. Saya tidak mengerti apa itu kultivasi, dan saya hanya mendengarkan, sementara yang lain membaca Fa. Setelah mendengarkan mereka membaca selama lebih dari sebulan, saya merasakan ada sesuatu yang berubah dalam diri saya secara fisik, karena saya seperti terus mengeluarkan udara dari tubuh saya. Saya juga suka mendengarkan musik latihan. Sangat indah! Saya melihat seorang praktisi tua mengenakan lambang Falun di bajunya. Lambang itu berputar, lapis demi lapis, yang sangat indah! Kemudian, saya mendapatkan buku-buku Dafa dan mulai berlatih Falun Dafa.

Saya mulai merasa ringan dan dapat melakukan pekerjaan apa pun yang diperlukan. Saya bahagia setiap hari. Mengapa saya bahagia? Saya tidak dapat menjelaskannya, tetapi saya sangat gembira! Saya tidak memiliki kebencian sejak saat itu. Saya tahu bahwa takdir menentukan segalanya, dan bahwa saya datang ke keluarga ini untuk membayar utang karma saya. Jadi saya tidak lagi merasa dirugikan.

Sebagian desa kami dihancurkan pada musim semi tahun 1999. Kakak ipar tertua dan saya pergi untuk membersihkan rumah saudara perempuan ibu mertua. Dia meninggal dunia, dan anak-anaknya tidak tinggal di dekat situ. Tidak ada seorang pun yang tinggal di rumah itu. Kami mengemasi barang-barang, menjual semua yang kami bisa, dan memberikan uangnya kepada ibu mertua.

Kemudian, ibu mertua mulai memarahi saya setiap kali dia melihat saya. Saya sudah berkultivasi Dafa dan tahu ini terjadi karena saya memiliki takdir pertemuan dengannya. Saya tidak mengatakan apa pun dan tahu bahwa ini terjadi karena saya sedang membayar utang karma. Saya pikir dia akan berhenti setelah dia lelah, tetapi dia memaki saya selama lebih dari satu jam. Tetangga yang melihat berkata, "Ayolah, Bibi, kamu sudah membentaknya selama lebih dari satu jam. Dia juga berusia lebih dari 50 tahun." Ibu mertua masuk ke rumah dan terus memaki saya. Setelah beberapa saat, ia mulai memaki istri kakak ipar. Namun, istri kakak ipar tidak tahan dan mulai memaki balik. Ibu mertua marah dan akibatnya ia terkena penyakit jantung.

Ibu mertua ingin pergi ke Beijing untuk berobat. Putra sulung dan putri keduanya sudah pensiun. Ia tidak meminta mereka menemaninya ke dokter, dan ingin saya yang mengantarnya. Saya tidak dapat menahan amarah, dan berkata, “Ibu seharusnya bergantung pada putri ibu. Ibu telah memberi semua hal yang baik kepada mereka. Namun sekarang ibu datang kepada saya saat sakit. Saya tidak akan mau menemani ibu pergi.” Namun, ia tidak berhenti mengganggu saya. Kemudian, saya berpikir, “Saya memperoleh Fa, dan Guru Li mengajarkan untuk menjadi orang baik. Saya harus melakukannya meskipun saya tidak mau!” Jadi, saya pergi menemaninya. Tidak hanya menghabiskan uang, waktu, dan tenaga untuk berobat, tetapi saya juga harus menerima perlakuan kasar. Dalam perjalanan ke sana, dia tidak berhenti memaki saya. Saya terus memikirkan Fa Guru:

“Selaku seorang praktisi Gong yang pertama-tama harus dapat dilakukan adalah dipukul tidak membalas, dicaci tidak membalas, harus sabar” (Ceramah 9, Zhuan Falun)

“Kesabaran adalah kunci untuk meningkatkan Xinxing. Bersabar dengan marah dan benci, merasa dipersalahkan, menahan air mata, itu adalah bentuk kesabaran dari seorang manusia biasa yang terikat oleh rasa khawatir. Sama sekali tidak timbul marah dan benci, tidak merasa dipersalahkan barulah merupakan kesabaran dari orang Xiulian.” (“Apa yang Dimaksud Kesabaran?”, Petunjuk Penting untuk Gigih Maju)

Setelah melafalkan bagian Fa Guru ini berkali-kali, saya tidak lagi marah atau kesal.

Suami saya memiliki tiga saudara laki-laki. Bersama-sama, mereka membelikan ibu mertua sebuah rumah pensiun dan menyumbangkan sejumlah uang untuk pensiunnya. Namun, adik laki-laki suami yang termuda mengambil rumah dan uang tersebut. Jadi, ibu mertua terus tinggal di apartemen satu lantai miliknya yang lama. Saat itu, kami membeli dan tinggal di sebuah gedung apartemen. Salju turun lebat di musim dingin tahun 2003, dan suami saya mengatakan bahwa ibunya kedinginan, jadi dia ingin menampungnya. Sejak berlatih Falun Dafa, saya pikir saya harus menjadi orang baik menurut prinsip Sejati, Baik, Sabar, dan saya tidak boleh menodai Dafa. Jadi saya setuju. Ini mudah dikatakan, tetapi saya tahu saya harus merawatnya jika dia tinggal bersama kami. Jika saya tidak berkultivasi Dafa, saya tidak akan mengizinkannya tinggal di sana.

Ketika ibu mertua sakit, putri-putrinya menjauh darinya. Mereka tidak lagi mengatakan ibu mereka dapat mengandalkan putrinya saat ia sudah tua, dan mereka tidak memberinya uang sepeser pun. Istri-istri saudara ipar saya juga tidak peduli padanya. Saya berpikir, “Saya seorang praktisi, dan tidak dapat mengabaikannya. Saya harus menunjukkan kepada orang-orang bahwa Dafa itu lurus dan baik. Karena saya seorang praktisi, saya harus menggunakan kebaikan untuk menyelesaikan masalah ini.”

Setelah suami saya meninggal, saya masih membawa pangsit dan makanan untuk ibu mertua. Kakak ipar tertua mengakui bahwa saya lebih merawat ibu mertua daripada anak-anaknya sendiri.

Ibu mertua memiliki empat orang putri. Mereka sering membuat masalah saat datang berkunjung. Setelah ibu mertua meninggal, manajer pemakaman bertanya, “Siapa yang akan menampung putri-putrinya saat mereka datang?” Kakak ipar tertua dan kedua mengatakan mereka tidak akan menerima mereka. Manajer bertanya apakah saya akan menjamu mereka. Saya berkata, “Mereka dapat datang ke rumah saya untuk makan malam.”

Selama Festival Qingming, para saudara laki-laki bergantian menjamu para saudari perempuan, tetapi mereka tidak menyediakan makanan apa pun. Ketika tiba giliran saya, saya berkata, “Saya akan menyediakan makanan hari ini. Ayo kita pergi ke restoran.”

Setelah ibu mertua meninggal, tidak ada yang peduli dengan kakak ipar tertua ketika dia berkunjung. Saya seorang praktisi, dan saya memperlakukan orang lain dengan baik. Sebelum dia pergi, saya memintanya untuk datang ke rumah saya untuk makan malam. Dia menangis dan berkata kepada putri saya, “Ibumu adalah orang yang paling berjasa dan saya berhutang budi banyak padanya.”