Falun Dafa Minghui.org www.minghui.org CETAK

Pelajaran Berat dari Tragedi Keluarga Direktur Kantor 610 di Provinsi Jilin

27 Des. 2024 |   Oleh praktisi Falun Dafa di Tiongkok

(Minghui.org) Menurut informasi orang dalam yang diperoleh Organisasi Dunia untuk Menyelidiki Penganiayaan terhadap Falun Gong (WOIPFG) pada awal Desember 2024, Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah merencanakan gelombang kampanye baru untuk menyerang Falun Gong di luar Tiongkok, yang akan dilakukan oleh agen khusus PKT dan individu yang menentang Falun Gong.

Bagi praktisi Falun Gong yang telah secara damai menentang penganiayaan selama 25 tahun, kampanye disinformasi baru PKT tampaknya menjadi napas terakhir sebelum pada akhirnya mengalami keruntuhan. Meskipun ini merupakan perayaan yang disambut baik jika PKT akhirnya runtuh, saya khawatir akan orang-orang yang mengikuti PKT dengan saksama dalam melaksanakan penganiayaan.

Saya ingin memberikan contoh pelajaran pahit dari Sun Qinglin, direktur Kantor 610 pertama di Distrik Fengman, Kota Jilin, Provinsi Jilin. Saya akan berbicara tentang keterlibatannya dalam penganiayaan dan nasib tragis keluarganya.

Kasus Penganiayaan Selama Masa Jabatan Sun sebagai Direktur Kantor 610

Sebagai direktur pertama Kantor 610 di wilayah tersebut, Sun menggalakkan kampanye penganiayaan habis-habisan untuk menyasar para praktisi.

Pusat Pencucian Otak

Di bawah arahan Kantor 610 di Distrik Fengman dan Distrik Chuanying, beberapa sesi pencucian otak diadakan di pinggiran Kota Jilin. Pada September 2009, beberapa praktisi dibawa ke sana untuk “diubah” mentalnya. Para praktisi ditahan di ruangan terpisah dan diawasi oleh dua pekerja masyarakat sepanjang waktu.

Penahanan Sewenang-wenang dan Penganiayaan Finansial

Kong Xianfang (wanita), yang saat itu berusia 62 tahun, pergi ke Beijing memohon untuk berlatih Falun Gong pada Desember 2000. Ia ditangkap dan dikawal kembali ke Jilin. Setelah 76 hari ditahan, ia dipindahkan ke pusat pencucian otak selama 6 hari. Ia dibebaskan pada 11 April 2001 setelah diperas 3.000 yuan oleh Sun.

Penyiksaan Brutal

Fu Chunsheng (pria) ditangkap pada malam hari tanggal 28 Desember 2001. Rumahnya digeledah dan buku-buku serta materi Falun Gong miliknya disita. Polisi membawanya ke Departemen Kepolisian Kota Jilin keesokan harinya untuk diinterogasi dan memindahkannya ke Pusat Penahanan Ketiga Kota Jilin pada 30 Desember. Karena ia tetap diam ketika polisi bertanya di mana ia mendapatkan materi Falun Gong, para petugas memukulinya dengan kejam. Ia dipukuli hingga meninggal pada 1 Januari 2002, namun polisi tidak menyampaikan berita kematiannya kepada keluarga hingga 3 Januari.

Menurut keluarga yang melihat jasadnya, kepalanya bengkak, telinga dan wajahnya memar, hidung dan mulutnya berdarah, dan dada, perut, punggung, serta kakinya penuh luka, namun polisi menyatakan bahwa ia meninggal karena serangan jantung.

Hukuman Penjara

Chang Shi (pria), mantan insinyur di Biro Telekomunikasi Jilin, ditangkap pada 9 Agustus 2012 bersama istrinya, Zhang Jingdong, dan putrinya, Chang Huiying. Chang, yang saat itu berusia 19 tahun, ditahan di Pusat Pencucian Otak Shahezi selama lebih dari 20 hari dan mengalami penyiksaan yang kejam. Zhang dalam kondisi kesehatan serius setelah sepuluh hari di penjara, tetapi polisi tetap membawanya ke kamp kerja paksa, ketika ia harus memakai kantong oksigen. Ia dibebaskan setelah para penjaga menolak menerimanya. Chang kemudian dijatuhi hukuman 3,5 tahun. Ia menjalani hukuman di Penjara Provinsi Jilin dan dibebaskan pada 17 Desember 2015.

Tragedi Keluarga Sun

Dalam budaya Tiongkok, prinsip pembalasan karma, yaitu, bertanggung jawab atas tindakan sendiri, diterima secara luas. Sama seperti banyak pejabat PKT lainnya yang telah menerima balasan karma karena memukul dan menyiksa praktisi Falun Gong, Sun tidak hanya mengalami nasibnya sendiri tetapi juga membawa kemalangan bagi anggota keluarganya.

Tragedi itu pertama kali menimpa putra tunggal Sun, Sun Yingjie. Tak lama setelah putranya menikah dan mendapatkan pekerjaan sebagai sopir sekitar tahun 2011, ia dirawat di rumah sakit karena merasa tidak nyaman. Ia meninggal seminggu kemudian, sebelum laporan laboratorium tentang diagnosisnya keluar. Ia baru berusia 26 tahun.

Sun Qinglin mendapat pukulan berat atas kematian putranya. Bahkan, sebelum tragedi itu terjadi, beberapa kerabatnya telah mendesak dia untuk berhenti menganiaya Falun Gong, atau hal itu akan mendatangkan karma bagi dirinya atau anggota keluarganya. Ia menolak untuk mendengarkan.

Beberapa tahun kemudian, pada November 2013, Sun dan istrinya, Liu Xianglian, pergi ke Provinsi Hainan untuk berlibur. Mereka sedang berdansa di alun-alun umum ketika Sun tiba-tiba jatuh dan meninggal.

Liu berlatih Falun Gong sebelum penganiayaan dimulai. Banyak penyakitnya membaik saat itu. Namun, karena takut akan penganiayaan, dia berhenti berlatih dan tidak berusaha menghentikan suaminya untuk menganiaya para praktisi. Dia menderita gangguan mental dan banyak penyakitnya kambuh setelah kematian putra dan suaminya. Dia terbaring di tempat tidur selama beberapa tahun, menghabiskan semua uang yang diperoleh suaminya dari penganiayaan terhadap para praktisi, lalu meninggal dunia.

Sanksi Internasional

Meskipun tidak ada pelaku kejahatan yang dapat lolos dari pengadilan dewa, hukum di bumi juga meminta pertanggungjawaban para pelaku atas kejahatan yang mereka lakukan.

Setelah AS mengesahkan Undang-Undang Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Magnitsky Global pada 2016, Inggris, Australia, Prancis, Kanada, dan negara-negara lain juga telah mengesahkan undang-undang Magnitskynya sendiri, yang bertujuan untuk menjatuhkan sanksi keuangan atau larangan bepergian kepada para pelanggar hak asasi manusia.

Pada Mei 2019, praktisi Falun Gong di AS diberitahu oleh Departemen Luar Negeri bahwa mereka memperketat pemeriksaan visa dan dapat menolak visa bagi para pelanggar hak asasi manusia dan mereka yang menganiaya keyakinan agama. Hal ini berlaku untuk visa imigrasi dan visa non-imigrasi seperti visa pariwisata dan bisnis. Pemegang visa, termasuk mereka yang telah diberikan tempat tinggal tetap (kartu hijau), dapat ditolak masuk. Pejabat yang sama juga mendesak praktisi Falun Gong untuk menyerahkan daftar pelaku yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong.

Pada 25 Juni 2024, DPR AS mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Falun Gong, yang bertujuan untuk “menghindari kerja sama apa pun dengan Republik Rakyat Tiongkok di bidang transplantasi organ selama Partai Komunis Tiongkok masih berkuasa” dan “mengambil tindakan yang tepat, termasuk menggunakan otoritas sanksi yang relevan, untuk memaksa Partai Komunis Tiongkok mengakhiri kampanye pengambilan organ yang disponsori negara.”

Selain sanksi, beberapa orang yang menganiaya Falun Gong di AS telah ditangkap dan dituntut.

Pada 25 November 2024, seorang agen PKT, Li Ping, dijatuhi hukuman empat tahun penjara, denda $250.000, dan diberi tiga tahun pembebasan bersyarat. Li telah bertindak sebagai agen pemerintah Tiongkok selama bertahun-tahun, memberikan informasi tentang praktisi Falun Gong, pembangkang Tiongkok, dan pendukung demokrasi kepada pejabat intelijen Tiongkok.

Sebulan kemudian pada 19 Desember 2024, Departemen Kehakiman AS mengumumkan penangkapan seorang tersangka berusia 64 tahun yang bertindak sebagai agen pemerintah Tiongkok yang tidak terdaftar. Yaoning (Mike) Sun diduga berkonspirasi dengan Jun (John) Chen untuk memengaruhi seorang politisi di AS atas nama pemerintah Tiongkok dan melakukan operasi di tanah AS untuk mendukung penganiayaan PKT terhadap praktisi Falun Gong.

John Chen ditangkap di AS pada Mei 2023 dan dihukum di pengadilan federal pada 19 November tahun ini karena menyuap pejabat publik untuk mencabut status bebas pajak dari sebuah organisasi nirlaba AS yang dijalankan oleh praktisi Falun Gong. Chen dijatuhi hukuman 20 bulan penjara.

Tidak peduli tindakan licik atau brutal apa pun yang dilakukan PKT terhadap Falun Gong, penindasan terhadap keyakinan sejati tidak akan pernah berhasil. Korban sebenarnya dari kampanye penganiayaan adalah pengikut PKT. Demi keselamatan dan masa depan mereka sendiri, saya mendesak mereka untuk berpikir dua kali apakah akan terus berpartisipasi dalam penganiayaan.