(Minghui.org) Seorang penduduk Distrik Changping, Beijing berusia 70 tahun, dibebaskan pada April 2024, setelah menjalani hukuman penjara 1,5 tahun karena keyakinannya pada Falun Gong, sebuah latihan jiwa raga yang dianiaya Partai Komunis Tiongkok sejak Juli 1999.
Pemenjaraan Yang Jinju dimulai dari penangkapannya pada Oktober 2022. Dia sedang melakukan latihan Falun Gong di luar rumahnya ketika tetangganya melihatnya dan melaporkannya ke polisi, yang segera tiba dan membawanya ke Pusat Penahanan Distrik Changping.
Pengadilan setempat menghukum Yang satu setengah tahun penjara. Dia mengajukan banding, namun Pengadilan Menengah Pertama Beijing memutuskan menolaknya. Tidak jelas di mana dia menjalani hukuman penjaranya.
Ini bukan pertama kalinya Yang menjadi sasaran karena keyakinannya. Dia sebelumnya menjalani tiga hukuman kerja paksa dengan total hukuman 6,5 tahun. Suaminya meninggal saat dia menjalani hukuman kerja paksa yang ketiga.
Falun Gong Mengubah Kehidupan
Yang berlatih Falun Gong pada paruh kedua tahun 1998, ketika dia berada pada titik terendah dalam hidupnya. Dia telah kehilangan ibunya karena penyakit sebelumnya. Suaminya baru-baru ini mengalami gangguan mental setelah dia diberhentikan dari pekerjaannya dan tidak mampu mengatasinya. Dia berjuang untuk merawat putranya yang masih bersekolah disekolah menengah. Selain menderita berbagai penyakit kronis, termasuk spondylosis serviks, masalah perut, trachoma, rinitis, penyakit kulit, trakeitis, sakit kepala, sakit punggung, sakit kaki, mati rasa di tangan dan kakinya, insomnia, dan takut dingin.
Yang paling tersiksa oleh insomnianya yang kronis. Beberapa malam dia sangat mengantuk namun tidak bisa tidur sehingga dia membenturkan kepalanya ke dinding. Ajaibnya, setelah tiga hari berlatih Falun Gong, dia bisa tidur nyenyak untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Sakit kepalanya hilang dalam satu minggu. Gejala lainnya hilang sepenuhnya satu bulan kemudian. Dia tidak lagi mudah tersinggung berkat kesehatannya yang telah pulih.
Yang juga belajar menjadi orang yang lebih perhatian dengan mengikuti prinsip-prinsip Falun Gong, Sejati-Baik-Sabar.
Karena dia mendapat manfaat dari Falun Gong, Yang tidak pernah goyah akan keyakinannya setelah rezim komunis mulai menganiaya latihan damai ini pada Juli 1999. Dia berulang kali menjadi sasaran pada tahun-tahun berikutnya.
Dua Hukuman Kerja Paksa
Yang dijatuhi hukuman satu tahun kerja paksa pada Oktober 2000. Dua bulan kemudian dia dibawa ke pusat pengiriman menunggu untuk dimasukkan ke kamp kerja paksa. Pada hari dia dibawa ke pusat pengiriman, dia dipaksa berjongkok dengan tangan menutupi kepala selama hampir sembilan jam sebelum diizinkan berdiri.
Kantor polisi setempat dan komite jalan menipu Yang agar keluar dari rumahnya pada akhir 2002. Dia menolak masuk ke mobil mereka ketika diberitahu bahwa mereka akan membawanya ke pusat pencucian otak. Polisi kemudian memelintir tangannya ke belakang punggung dan menekannya ke tanah. Mereka selanjutnya menekuk kakinya sebelum mengangkatnya dan memasukkannya ke dalam mobil mereka. Akibatnya, dia mengalami memar di punggung bagian bawah dan kakinya, dan rasa sakitnya berlanjut selama lebih dari sebulan.
Staf pusat pencucian otak melarang dia tidur untuk membuatnya melepaskan Falun Gong. Ketika dia masih teguh pada keyakinannya, mereka memberinya hukuman kerja paksa selama dua setengah tahun.
Hukuman Kerja Paksa Ketiga
Yang ditangkap lagi sekitar Agustus 2008 saat Olimpiade Musim Panas. Dia segera dihukum tiga tahun kerja paksa dan dibawa ke Kamp Kerja Wanita Distrik Daxing. Kapten Li Ziping dari Tim Dua menginstruksikan beberapa pecandu narkoba dan pelacur untuk memukuli Yang dengan kejam. Mereka juga memaksanya berdiri berjam-jam tanpa tidur. Akibatnya, kakinya menjadi sangat bengkak.
Narapidana juga tidak mengizinkan Yang menggunakan kamar kecil dan akibatnya dia mengompol. Namun mereka melarangnya berganti pakaian dan menyalahkannya karena menyebabkan bau busuk di dalam sel. Mereka memukul dan menghinanya sebagai hukuman. Seorang pecandu narkoba meninju dadanya dan dia langsung berkunang-kunang. Dia mengalami rasa sakit selama bertahun-tahun setelah itu.
Yang tidak berani minum banyak air agar tidak buang air kecil. Dia juga berusaha menahan kencing selama yang dia bisa karena narapidana masih membatasi penggunaan toiletnya. Tak lama kemudian, dia kesulitan buang air kecil dan mengalami sembelit. Ada 28 hari berturut-turut dia tidak bisa buang air besar. Perutnya sakit sekali karena sembelit yang parah. Namun para narapidana menjambak rambut dan menariknya keluar dari toilet. Mereka membawanya kembali ke sel dan menampar wajahnya lebih dari 20 kali hingga mereka kelelahan. Mereka juga meremas jari kakinya dengan tumit sepatu mereka, sehingga menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Akibatnya, kuku jari kakinya rontok dan tidak tumbuh kembali hingga lebih dari enam bulan kemudian.
Yang juga menjadi sasaran penghinaan dalam bentuk lain. Dia dipaksa duduk di bangku kecil atau kursi besi selama berjam-jam. Akibatnya pantatnya membusuk dan mengeluarkan nanah yang menempel di celananya. Namun dia tidak diizinkan mengganti pakaian atau membersihkan diri. Seorang pecandu narkoba bahkan memasukkan kain kotor ke dalam mulutnya, sehingga salah satu giginya patah. Pakaiannya berlumuran darah. Giginya yang lain juga kemudian tanggal.
Kapten Zhu suatu kali menarik kerah baju Yang dan mendorongnya hingga jatuh ke tanah. Butuh waktu lama baginya untuk bangun. Seluruh tubuhnya terasa sakit, namun Zhu dan ketua tim lainnya yang bermarga Xiong memberinya “ceramah” panjang tentang bagaimana dia harus setia kepada rezim komunis. Saat dia diizinkan kembali ke selnya, hari sudah tengah malam. Dia tidak bisa tidur karena rasa sakit dan segera diperintahkan untuk bangun untuk menghadapi penyiksaan di hari berikutnya.
Setelah tiga tahun penyiksaan yang panjang, Yang menjadi kurus, kehilangan arah, dan kepala terasa berat. Rambutnya juga memutih seluruhnya. Setelah dibebaskan, dia sedih mengetahui suaminya telah meninggal dunia karena tekanan mental selama penahanannya. Putra mereka masih hidup dalam ketakutan setiap hari.
Bertahun-tahun kemudian, Yang masih menderita kesehatan yang buruk akibat penyiksaan yang dialaminya di kamp kerja paksa. Dia menderita sakit kepala, sakit punggung, dan nyeri dada. Dia sering terbangun dari mimpi buruk. Kakinya tetap bengkak dan dia harus memakai sepatu dua ukuran lebih besar.
Artikel Terkait