(Minghui.org) Saya mulai berlatih Falun Dafa pada bulan Juli 1997, tahun yang sama ketika rumah baru keluarga saya dibangun. Karena keuangan terbatas, halaman rumah kami tidak ada dinding, tidak ada gudang, atau halaman lantai tidak ada keramik, kami juga tidak memiliki perabotan yang baik. Saya adalah seorang pekerja kantoran dan tidak memiliki pengalaman dengan pekerjaan konstruksi, namun saya menyaksikan tukang batu, tukang tembok, dan tukang kayu mengerjakan rumah saya. Saya tidak memiliki alat yang diperlukan, namun saya memiliki keinginan kuat untuk melakukan semuanya dengan baik.
Saya melihat tukang batu membangun tembok. Ketika saya mulai memasang batu dengan ukuran berbeda, saya merasa sulit membangun tembok yang kuat dan rapi. Saya mengutak-atiknya untuk waktu yang lama tetapi masih tidak terlihat bagus. Saya merasa frustrasi, tetapi tidak menyerah. Saya memikirkannya dan teringat saya mendengar para tukang batu berkata: “Batu itu akan punya tempatnya sendiri. Itu tergantung pada apakah anda meletakkannya dengan benar.” Saya akhirnya menemukan jawabannya dan membangun tembok halaman.
Saya juga belajar memasang batu bata dan pertukangan serta membuat furnitur sederhana. Saya kemudian memasang pintu dan keramik. Saya menemukan sebuah kotak kayu tua, saya bongkar untuk dijadikan lemari sederhana.
Hal-hal kecil ini membuat saya merasa berbakat. Tetangga memuji saya, yang membuat saya merasa lebih baik. Saya merasa mampu.
Saya juga bisa memasang lampu, peralatan rumah tangga, sambungan listrik, dan banyak lagi, yang setara dengan keterampilan seorang tukang listrik. Saya seorang pekerja kerah putih, itulah sebabnya saya lebih bangga memiliki keterampilan ini. Orang-orang sering meminta bantuan saya dan saya sering menerima banyak pujian dan hadiah. Dipuji oleh orang lain membuat saya merasa hebat.
Setelah bangunan lama milik seorang praktisi direnovasi, ia meminta saya untuk memasang listrik. Saya dan beberapa rekan praktisi menyelesaikan instalasi listrik dalam waktu kurang dari sehari. Saya terbiasa menerima pujian atas pekerjaan saya, tetapi kali ini tidak ada yang mengatakan apa pun. Saya merasakan tidak seimbang, yang merupakan wujud dari mentalitas pamer.
Suami seorang praktisi menderita stroke dan sulit bergerak. Suatu hari, pemutus sirkuitnya rusak dan dia meminta bantuan saya. Saat saya coba menggantinya, ada sekrup yang lepas dan tidak bisa dikencangkan. Saya harus pergi ke toko listrik untuk membeli yang baru.
Saat saya coba pasang kembali, saya lupa urutan pengkabelannya. Saya harus mencari sedikit demi sedikit, dan itu memakan waktu lama. Suaminya berusaha memberi saya instruksi, tetapi saya tidak mau mendengarkan. Ia merasa cemas, mulai mengerjakannya dan berhasil memasangnya meskipun dia cacat. Saya pulang ke rumah dengan perasaan malu.
Saya mencari ke dalam dan melihat mentalitas pamer saya yang kuat. Saya tahu Guru mengatur kejadian ini sehingga saya bisa melihat keterikatan saya dan melenyapkannya.
Menghilangkan mentalitas pamer adalah sebuah proses. Kejadian lain terjadi baru-baru ini yang menyadarkan saya bahwa mentalitas pamer saya masih belum sepenuhnya hilang. Waktu penyerahan naskah untuk “Hari Falun Dafa Sedunia 13 Mei” akan segera berakhir. Seorang praktisi meminta saya datang ke rumahnya untuk membantu praktisi lain menulis artikelnya. Kami bekerja bersama dan menyelesaikannya dalam beberapa jam.
Naskah itu diterbitkan di situs Minghui hanya dalam enam hari. Saya senang dan ingin berbagi kabar baik ini dengan praktisi lain.
Dalam perjalanan ke rumah praktisi, saya memeriksa diri sendiri dan melihat mentalitas pamer saya. Namun di saat yang sama, saya tetap merasa bangga dan senang.
Ketika saya tiba, kami semua bahagia. Ketika mereka memuji saya, saya berkata dengan rendah hati karena materinya bagus. Saat kami mencoba membuka file di komputer tablet saya, file tersebut tidak dapat ditemukan. Setelah mencoba dua kali, saya menyadari itu disebabkan oleh mentalitas pamer dan keterikatan pada kegembiraan hati.
Ketika saya pulang, saya memikirkan hal ini lebih lanjut. Saya memandang diri saya sebagai seorang sarjana yang suka menulis dan pandai menulis. Saya merasa kejadian ini membuktikan keahlian saya. Saya berpikir tentang apa yang Guru ajarkan kepada kita, “Dalam aspek lain dan proses Xiulian, juga perlu diperhatikan jangan timbul kegembiraan hati, perasaan semacam ini mudah diperalat oleh iblis.” (Ceramah 8, Zhuan Falun)
Saya melihat wujud dari mentalitas pamer saya: Saya merasa lebih pintar dan memiliki kemampuan melebihi orang lain. Saya mampu. Saya suka menonjolkan diri saya sendiri. Saya egois.
Melalui belajar Fa dan membaca artikel berbagi pengalaman di situs web Minghui saya sekarang memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang pepatah, “Kasau yang terbuka paling pertama membusuk.”
Orang yang memimpin belum tentu berperan menentukan. Dulu, biasanya saya yang seperti itu. Sedangkan bagi para praktisi yang berkultivasi dengan tidak menonjolkan diri, mereka bekerja dengan diam. Ketika mereka melihat ada celah, mereka diam-diam memperbaikinya. Ketika mereka melihat orang lain mengalami kesulitan, mereka dengan tulus membantunya. Mereka memandang ringan meskipun orang lain meremehkan atau membencinya. Praktisi seperti ini adalah fondasi bagi kelompok ini. Mereka tidak memiliki mentalitas pamer. Mereka selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu dan biasanya banyak melakukan pekerjaan.
Saya perlu belajar dari para praktisi ini. Saya akan berhenti menganggap keberhasilan pekerjaan sebagai kultivasi dan saya akan melepaskan keterikatan mentalitas pamer. Saya akan menghargai kesempatan langka ini, dan menjadi seorang praktisi Dafa sejati.
Ini adalah pemahaman pribadi saya. Harap tunjukkan jika ada yang tidak pantas.