Oleh Grup Minghui
Pertama kali dipublikasikan di tahun 2019
Hak Cipta © 2019 Minghui.org & Minghui Publishing Center Corporation
(Bagian 15)
(Lanjutan dari Bagian 14)
Bagian 2: Pelaku Utama Penganiayaan
Seperti kampanye-kampanye sebelumnya sepanjang sejarah Partai Komunis, kampanye anti-Falun Gong dibingkai dan dilaksanakan dalam istilah-istilah yang sebagian besar di luar kerangka hukum, misalnya, sebagai “penindasan dengan kekerasan” (douzheng) bukan sebagai aktivitas biasa dari sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, pejabat partai, hakim, dan polisi dibuat untuk beroperasi di luar kerangka hukum.
Seperti sasaran kampanye “douzheng” sebelumnya di Tiongkok, orang-orang yang diidentifikasi sebagai praktisi Falun Gong dicap sebagai “musuh negara,” “elemen yang bermusuhan,” “anti-kemanusiaan,” “anti-masyarakat,” “virus” dan pencitraan lain yang merendahkan martabat manusia untuk menghasut dan melegitimasi penindasan rezim terhadap hak asasi manusia.
Singkatnya, penganiayaan ini tidak memiliki dasar hukum.
Sorotan Utama
Mantan pemimpin PKT Jiang Zemin secara langsung merencanakan dan mengarahkan kampanye "douzheng" terhadap Falun Gong. Jiang memaksakan kehendaknya sendiri pada kepemimpinan teras partai untuk menyudutkan Falun Gong sebagai “ancaman yang didukung oleh kekuatan asing”, mendirikan “Kantor 610” (pada 10 Juni) untuk melaksanakan kampanye penindasan, serta menyiapkan gelombang propaganda fitnah yang akan digunakan sebagai alasan pembenaran bagi penindasan.
Kampanye penganiayaan dilakukan melalui Kantor 610, yang terintegrasi erat dengan Komite Urusan Politik dan Hukum (PLAC) dan menjelujur dari Komite Pusat PKT hingga ke komite partai tingkat lingkungan dan desa. Kantor 610 mengoordinasikan aparat negara untuk "mengubah" praktisi Falun Gong. Sebagai bagian dari fungsi ini, memaksa aparat peradilan dan penegak hukum untuk menangkap dan menghukum praktisi yang memegang teguh keyakinan mereka. Cabang-cabang lokal dari Kantor 610 juga secara langsung berpartisipasi dalam penangkapan, penahanan, penyiksaan, dan pencucian otak para praktisi. Sementara Jiang Zemin adalah arsitek dan dalang penggerak kampanye, pejabat tinggi lainnya memainkan peran kunci dalam menerapkan dan mewujudkan penganiayaan. Mereka termasuk:
• Luo Gan (罗干), anggota Komite Tetap Politbiro, Sekretaris PLAC Pusat, kepala Kantor 610 Pusat
• Zeng Qinghong (曾庆红), Sekretaris Sekretariat Komite Pusat PKT dan kepala Departemen Organisasi PKT
• Liu Jing (刘京), Wakil Menteri Keamanan Publik dan kepala Kantor 610
• Zhou Yongkang (周永康), Menteri Keamanan Publik
• Li Lanqing (李岚清), kepala Kantor 610 Pusat pertama
Dalam mengarahkan penganiayaan terhadap Falun Gong, Jiang Zemin telah melanggar Konstitusi Tiongkok, Hukum Pidana Tiongkok, dan hukum internasional tentang genosida dan kejahatan kemanusiaan. Sejak 2015, lebih dari 200.000 praktisi Falun Gong telah mengajukan tuntutan hukum terhadap Jiang ke pengadilan tertinggi Tiongkok atas cedera, pelanggaran hak asasi manusia, dan kerugian ekonomi yang mereka derita sebagai akibat dari perintahnya.
Bab 9: Pelaku Utama Penganiayaan
Dalam kurun tujuh tahun sejak diperkenalkannya Falun Gong ke publik pada 1992 hingga dimulainya penganiayaan pada 1999, latihan ini telah menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut saat orang-orang merasakan manfaatnya bagi kesehatan dan moralitas. Pada akhir dekade itu, diperkirakan 100 juta orang berlatih Falun Gong. Didorong oleh iri hati dan paranoia atas popularitas Falun Gong yang melonjak pesat, pemimpin PKT Jiang Zemin merencanakan, melancarkan, dan memperluas skala penganiayaan, bersumpah untuk “memusnahkan Falun Gong dalam tiga bulan.”
§9.1 Peran Jiang Zemin
Saat itu, Jiang Zemin menjabat tiga posisi utama: sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis Tiongkok/PKT (1989-2002), presiden Tiongkok (1989-2003), dan ketua Komisi Militer Pusat (1989-2005). Dengan kata lain, ia memiliki kekuasaan absolut melalui kendali atas partai, pemerintah, dan militer.
Setelah praktisi Falun Gong memohon secara damai di Kantor Negara Urusan Pengaduan di Beijing pada 25 April 1999 untuk mengupayakan pembebasan para praktisi yang telah ditangkap secara tidak semena-mena di Tianjin (lihat Lampiran 1), Jiang mengarahkan Politbiro PKT agar segera mengambil tindakan untuk menyerang Falun Gong. Ketika Politbiro menolak instruksinya, Jiang mendorong kampanyenya dengan menulis surat serta memberikan pidato kepada para pejabat teras PKT. Dia kemudian memerintahkan pembentukan “Kelompok Pimpinan Pusat untuk Menangani Masalah Falun Gong” dan cabang operasionalnya, “Kantor 610” (dinamakan berdasarkan tanggal pendiriannya pada 10 Juni), untuk melakukan penganiayaan. Jiang terus menghadapi penolakan dan akhirnya mengumumkan kampanye menindas Falun Gong melalui Kementerian Urusan Sipil.
Jiang terus mengawasi kampanye penganiayaan, bahkan setelah ia pensiun dari perannya sebagai Sekretaris Jenderal dan Presiden dengan memanfaatkan masa jabatannya yang diperpanjang sebagai Ketua Komisi Militer Pusat dan mengangkat kaki tangan setianya ke berbagai posisi kepemimpinan kunci. Dia memperluas Komite Tetap Politbiro dari tujuh menjadi sembilan anggota, menambahkan Luo Gan (yang bertanggung jawab atas aparatur keamanan sebagai kepala Komite Urusan Politik dan Hukum) dan Li Changchun (yang bertanggung jawab atas propaganda). Jiang juga mengidentifikasi sekutu lain untuk mendorong kebijakan penganiayaannya, termasuk Zeng Qinghong (anggota Komite Tetap Politbiro dan Sekretaris Sekretariat Komite Pusat PKT) dan Zhou Yongkang (Menteri Keamanan Publik).
§§9.1.1 Kebijakan Penganiayaan
Pada awal penganiayaan, Jiang Zemin mengeluarkan perintah untuk “cemarkan reputasinya, bangkrutkan finansialnya, dan hancurkan fisiknya.” Dia juga menyatakan bahwa “memukul mereka sampai mati bukanlah apa-apa; memukul mereka sampai mati dianggap sebagai bunuh diri” dan “tidak perlu memeriksa identitas mereka [setelah kematian dalam tahanan polisi] serta langsung kremasi mereka.”
› 9.1.1(a) Pencemaran Nama Baik
Untuk membenarkan kekerasan, penganiayaan yang meluas, Jiang memprakarsai serangkaian kampanye propaganda untuk menggambarkan Falun Gong sebagai "aliran sesat" dan praktisinya sebagai “individu sakit mental” yang “mengancam masyarakat”. Kampanye fitnah yang paling keji termasuk “insiden bakar diri” di Lapangan Tiananmen di mana para aktor yang mengaku sebagai praktisi Falun Gong membakar diri sendiri (lihat Lampiran 2) dan kumpulan “1.400 kematian” yang difitnahkan - disebabkan oleh Falun Gong (lihat Lampiran 3). Jiang juga memfitnah Falun Gong sebagai ancaman bagi kekuasaan PKT dengan memutarbalikkan permohonan damai oleh praktisi di Kantor Negara Urusan Pengaduan sebagai "pengepungan kompleks pemerintahan pusat” (lihat Lampiran 1) dan mengklaim bahwa Falun Gong dirancang oleh pemerintah Barat untuk mengacaukan rezim Tiongkok.
Seluruh penduduk Tiongkok sejak itu telah dibanjiri propaganda kebencian semacam ini melalui stasiun TV, surat kabar, dan media lainnya yang dikendalikan oleh partai. Seluruh generasi anak-anak telah ditanamkan benci-dendam terhadap Falun Gong sebagai akibat dari propaganda yang dimasukkan ke buku pelajaran, ujian akademik, dan kegiatan pengecaman wajib. PKT juga telah memperluas fitnahnya terhadap Falun Gong di luar Tiongkok melalui media internasional yang dikendalikan oleh partai serta melalui kedutaan dan konsulat Tiongkok.
› 9.1.1(b) Bangkrutkan Finansialnya
Seperti yang ditunjukkan dalam Bab 2, praktisi Falun Gong telah dipaksa berhenti dari pekerjaan mereka, ditangguhkan uang pensiunnya dan ditolak kesempatan pendidikannya. Pihak berwenang juga telah mengambil sejumlah besar uang dari praktisi dengan menculik mereka dan menuntut uang dari keluarga mereka sebagai imbalan pembebasan mereka (proses di luar hukum) serta menyita uang dan barang-barang pribadi dalam penggeledahan rumah.
› 9.1.1(c) Hancurkan Fisiknya
Perintah untuk “hancurkan fisiknya” telah dilakukan melalui penyiksaan di kamp kerja paksa, penjara, dan fasilitas penahanan lainnya, serta pembunuhan praktisi untuk transplantasi organ di rumah sakit negara dan militer.
§§9.1.2 Pembalasan Terhadap Praktisi karena Mengungkap Penganiayaan Secara Daring
Sementara rezim komunis Tiongkok dapat secara efektif menyensor informasi tentang penganiayaan melalui kontrol penuhnya atas media-media tradisional, peningkatan akses ke internet menimbulkan tantangan bagi rezim, yang kemudian meluncurkan gelombang pembatasan konten yang makin memberatkan serta kriteria pemantauan yang menargetkan operator situs web dan warganet.
Pada hari-hari sekitar dimulainya penganiayaan pada 20 Juli 1999, komunikasi email di seluruh Tiongkok mendadak terputus, dan layanan email populer Tiongkok seperti 163.com tidak dapat diakses. Polisi juga memantau aktivitas daring untuk konten yang berkaitan dengan Falun Gong. Pada tahun 2002, 20 provinsi memiliki personel polisi khusus yang dilatih untuk mengejar pengguna internet yang “subversif”.
Sejak awal penganiayaan, praktisi telah mengunggah informasi tentang kasus-kasus penganiayaan lokal mereka ke Minghui.org, yang kemudian mendistribusikan informasi tersebut ke semua praktisi di Tiongkok maupun di tempat lain. Oleh karena itu, pihak berwenang Tiongkok memandang semua akses ke Minghui.org sebagai "kasus besar" untuk ditargetkan, tak peduli ke mana pun informasi itu mengalir, dan menjadikan situs web ini sebagai prioritas sensor utama. Antara Juli 1999 hingga April 2004, setidaknya ada 97 kasus praktisi Falun Gong yang didokumentasikan ditahan, dipenjara, dibawa ke kamp kerja paksa, dan/atau disiksa karena mengunggah atau mengunduh informasi dari Minghui.org. Beberapa praktisi disiksa hingga meninggal, dan lainnya dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara. Di bawah ini adalah beberapa contoh.
Kasus 1: Yuan Jiang Kabur Setelah Penyiksaan, Meninggal karena Cedera272
Yuan Jiang (pria) mulai berlatih Falun Gong pada 1993. Setelah lulus dari Universitas Tsinghua di tahun 1995, dia kembali ke kampung halamannya di Provinsi Gansu dan secara sukarela menjalankan tempat latihan Falun Gong. Dia juga bekerja sebagai wakil manajer umum sebuah perusahaan teknik IT di bawah Biro Telekomunikasi Kota Lanzhou.
Setelah penganiayaan terhadap Falun Gong dimulai pada 1999, Yuan menjadi penghubung utama Minghui.org di Provinsi Gansu, mengoordinasikan pengumpulan dan distribusi informasi antara praktisi lokal dan situs web.
Yuan kemudian diturunkan dari posisi manajer umum karena dia menolak untuk melepaskan keyakinannya. Dia dipaksa meninggalkan rumah pada Januari 2001 untuk menghindari penganiayaan lebih lanjut tetapi ditangkap di dalam bus pada 30 September 2001 karena tidak membawa identitas.
Setelah penangkapannya, agen dari Biro Keamanan Umum Provinsi Gansu menyiksa Yuan selama hampir satu bulan. Yuan berhasil melarikan diri sekitar 26 Oktober. Terluka parah akibat penyiksaan dan mogok makan jangka panjang, Yuan sangat lemah. Ia kesulitan berjalan dan masuk ke sebuah gua, di mana dia jatuh pingsan selama empat hari. Sementara itu, dua hingga tiga ribu petugas polisi militer dikerahkan ke seluruh pelosok Lanzhou untuk mencarinya. Mereka menggeledah hampir semua rumah praktisi Falun Gong dan bahkan di kabupaten dan kota lain.
Yuan kemudian merangkak keluar dari gua dan pergi ke rumah seorang praktisi, di mana dia meninggal karena luka dalam pada 9 November. Seorang praktisi yang melihatnya setelah ia meninggalkan gua mengatakan bahwa ia terlihat kurus kering sulit dikenali, darah keluar dari hidung dan mulutnya, dan ia hampir tidak bisa bergerak. Tulang kering kanannya hitam dan ada potongan daging yang hilang.
Setelah Yuan meninggal, polisi melancarkan penyisiran besar-besaran dan menangkap banyak praktisi yang telah membantunya. Keluarga orang tuanya juga diawasi dengan ketat. Yu Jinfang, praktisi di Lanzhou yang telah membantu Yuan, ditangkap, kemudian juga disiksa hingga meninggal.
Kasus 2: Wang Chan Disiksa Hingga Meninggal Setelah 28 Hari Penahanan, Ibu Tanpa Sadar Mendengar Ia Dipukuli273
Wang Chan (pria) bekerja di kantor pusat Bank Rakyat Tiongkok. Setelah penganiayaan dimulai, dia mengirim informasi tentang Falun Gong ke departemen pemerintah di seluruh Tiongkok dan menulis surat kepada Jiang Zemin untuk mendesaknya menghentikan penganiayaan. Atas arahan langsung dari Jiang, polisi Beijing menahan Wang selama tiga bulan di akhir 1999 tanpa memberikan alasan.
Setelah dibebaskan, Wang terpaksa meninggalkan rumahnya untuk menghindari penganiayaan. Selama tiga tahun berikutnya, ia melakukan perjalanan ke lebih dari sepuluh provinsi dan membangun saluran komunikasi antara praktisi di daerah tersebut dan Minghui.org, memungkinkan orang-orang di dalam dan di luar Tiongkok untuk menerima berita aktual dari penganiayaan. Pihak berwenang menawarkan hadiah 100.000 yuan untuk penangkapannya.
Wang ditangkap di halte bus di Kabupaten Liangshan, Provinsi Shandong, pada sore 21 Agustus 2002. Di pusat penahanan, dia dipukuli dan dikeroyok oleh petugas, tangannya diborgol ke belakang dalam posisi yang menyiksa, dan dilarang tidur selama beberapa malam. Dia disiksa hingga meninggal dalam 28 hari. Seorang saksi mata melihat bahwa Wang mengalami luka berat dan banyak darah di bagian belakang kepalanya.
Setelah kematian Wang, Kantor 610 Kota Jining dan polisi memperingatkan kedua saudara laki-lakinya untuk tidak memberi tahu ibu mereka bahwa dia telah disiksa sampai mati. Mereka juga mengancam dua saudara tersebut, mengatakan bahwa mereka akan kehilangan pekerjaan jika membawa kasus Wang ke otoritas yang lebih tinggi. Ibu Wang tidak mengetahui tentang kematiannya sampai dia menerima surat pada 16 September dari seseorang yang mengetahui masalah tersebut.
Ibu Wang, Han Yuhua, ditangkap tak lama setelah Wang ditangkap. Ibu dan anak itu ditahan di pusat penahanan yang sama tanpa mereka sadari. Han mengingat:
Beberapa hari itu, setiap pagi pukul lima atau enam, saya bisa mendengar polisi memukuli seseorang. Saya tidak bisa membayangkan bahwa orang yang dipukul itu adalah anak saya. Saya juga tidak dapat membayangkan bahwa beberapa hari itu adalah saat-saat terdekat kami satu sama lain sebelum dia meninggal. Apalagi saya tidak bisa membayangkan bahwa anak saya akan dipukuli hingga meninggal hampir tepat di sebelah saya, sementara saya tidak tahu itu terjadi.
Pada malam dia meninggal, saya mendengar kegaduhan. Saya mengetahui setelah pembebasan saya bahwa saat itulah putra saya berada di ambang kematian. Para pelaku takut kejahatan mereka terungkap dan tidak berkata apa pun kepada saya; mereka bahkan memindahkan saya ke Pusat Penahanan Kota Yanzhou. Mereka mengkremasi tubuhnya dan tidak memberi tahu saya atau mengizinkan saya untuk melihat putra saya untuk terakhir kalinya.
Kasus 3: Lebih dari 40 Ditangkap, 10 Dihukum dengan Pasal “Membocorkan Rahasia Negara” karena Mengungkap Pemerkosaan Seorang Praktisi274
Wei Xingyan (wanita) adalah mahasiswi lulusan Universitas Chongqing berusia 28 tahun. Dua hari setelah ia ditangkap pada 11 Mei 2003, seorang petugas polisi memperkosanya di depan dua narapidana wanita di Pusat Penahanan Baihelin. Wei melakukan mogok makan sebagai protes dan cedera saat dicekok makan paksa, membuatnya tidak dapat berbicara.
Setelah praktisi lain di Chongqing mengirimkan informasi tentang kasus Wei ke Minghui.org, Kantor 610 memerintahkan Universitas Chongqing untuk menyangkal bahwa Wei bukanlah mahasiswi dan tidak ada jurusan Transmisi Arus Tegangan Tinggi di universitas tersebut.
Ketika Zhang Siping, wakil rektor universitas, ditanya tentang insiden ini di sebuah simposium di Wharton Business School di AS, ia menjawab, “Universitas kami tidak akan memecat seorang mahasiswa karena keyakinan agama mereka… kecuali Falun Gong.” Beberapa hari kemudian, Universitas Chongqing menerbitkan pemberitahuan yang menyatakan bahwa Wei adalah “gadis bar” bukan mahasiswi.
Sementara itu, Kantor 610 Chongqing menangkap lebih dari 40 praktisi Falun Gong dalam upaya untuk menangkap mereka yang mempublikasikan insiden tersebut. Setidaknya 10 praktisi dijatuhi hukuman antara 5 hingga 14 tahun penjara karena “membocorkan rahasia negara.” Terduga penulis dan pengirim artikel ke Minghui masing-masing dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
§§9.1.3 Kejahatan Jiang Zemin
Dalam penganiayaan terhadap Falun Gong, Jiang Zemin telah melanggar hukum Tiongkok maupun internasional, termasuk melakukan penyiksaan, genosida, dan kejahatan kemanusiaan.
› 9.1.3(a) Konstitusi Tiongkok
Pada Juli 1999, Jiang Zemin menyatakan Falun Gong sebagai organisasi ilegal melalui Kementerian Urusan Sipil. Meskipun Kementerian tersebut tidak memiliki kewenangan ini, namun itu digunakan sebagai dasar hukum bagi penganiayaan.
Sejak itu, sejumlah besar praktisi telah diancam, ditangkap, ditahan, dan disiksa karena keyakinan mereka. Pasal-pasal berikut dari Konstitusi Tiongkok telah dilanggar: 275
Pasal 35: Warga negara Republik Rakyat Tiongkok memiliki kebebasan berbicara, pers, berkumpul, berserikat, berprosesi, dan berunjuk rasa.
Pasal 36: Warga negara Republik Rakyat Tiongkok memiliki kebebasan beragama.
Tidak ada lembaga Negara, kelompok sosial, atau individu yang dapat memaksa warga untuk percaya, atau tidak percaya, agama apa pun, atau mendiskriminasi warga negara yang percaya atau tidak percaya pada agama apa pun.
Negara melindungi kegiatan keagamaan yang normal.
Pasal 37: Kebebasan pribadi warga negara Republik Rakyat Tiongkok tidak dapat diganggu gugat.
Tidak ada warga negara yang dapat ditangkap kecuali dengan persetujuan atau keputusan kejaksaan atau dengan keputusan pengadilan rakyat, dan penangkapan harus dilakukan oleh instansi keamanan publik.
Penahanan yang tidak sah atau perampasan atau pembatasan kebebasan warga negara dengan cara lain dilarang, dan penggeledahan yang tidak sah terhadap warga negara dilarang.
Pasal 38: Martabat pribadi warga negara Republik Rakyat Tiongkok tidak dapat diganggu gugat. Penghinaan, fitnah, dakwaan palsu, atau tuduhan palsu yang ditujukan kepada warga negara dengan cara apa pun dilarang.
Pasal 39: Tempat tinggal warga negara Republik Rakyat Tiongkok tidak dapat diganggu gugat. Penggeledahan yang melanggar hukum, atau penyusupan ke dalam, kediaman warga negara dilarang.
Pasal 40: Kebebasan dan privasi korespondensi warga negara Republik Rakyat Tiongkok dilindungi oleh hukum. Tidak ada organisasi atau individu, dengan alasan apa pun, dapat melanggar kebebasan dan privasi korespondensi warga negara, kecuali dalam kasus di mana, untuk memenuhi kebutuhan keamanan Negara atau penyelidikan kriminal, keamanan publik atau instansi kejaksaan diizinkan untuk memeriksa korespondensi sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh undang-undang.
Pasal 41: Warga negara Republik Rakyat Tiongkok memiliki hak untuk mengkritik dan memberikan saran kepada lembaga atau pejabat Negara mana pun dan memiliki hak untuk mengajukan keluhan atau tuntutan kepada lembaga Negara terkait, atau mengungkap lembaga atau pejabat Negara mana pun atas pelanggaran hukum atau kelalaian tugas, tetapi tidak boleh memalsukan atau memutarbalikkan fakta untuk tujuan fitnah atau tuduhan palsu.
› 9.1.3(b) Hukum Pidana Tiongkok
Jiang Zemin telah melanggar pasal 247, 232, 248, 254, 234(a), 236, 237, 37, 238, 397, 399, 263, 267, 270, 275, 245, 244, 251, 234, dan 246 dari Hukum Pidana Tiongkok:
Pasal 247 Hukum Pidana Republik Rakyat Tiongkok (selanjutnya disebut “Hukum Pidana Tiongkok”) melarang “untuk memperoleh pengakuan dari tersangka atau terdakwa kriminal dengan penyiksaan” atau “menggunakan paksaan untuk memperoleh kesaksian dari para saksi.”
Pasal 232 Hukum Pidana Tiongkok melarang “dengan sengaja membunuh orang lain.”
Pasal 248 Hukum Pidana Tiongkok melarang “pemukulan atau pelecehan secara fisik” tahanan di penjara, pusat penahanan, dan pos jaga lainnya.
Pasal 254 Hukum Pidana Tiongkok melarang pegawai pemerintah “menyalahgunakan wewenang mereka dengan membalas dendam atau menjebak para penuntut, pemohon, pengkritik, atau informan atas nama menjalankan tugas resmi.”
Pasal 234(a) Hukum Pidana Tiongkok melarang “mengorganisir lainnya untuk menjual organ tubuh manusia,” “mengambil organ tubuh seseorang tanpa persetujuannya,” “mengambil organ anak di bawah umur,” “memaksa atau menipu orang lain untuk menyumbangkan organ,” dan “mengambil organ tubuh orang yang telah meninggal di luar keinginannya yang dibuat ketika ia masih hidup” atau “di mana orang tersebut tidak pernah menyetujui pengambilan organnya ketika ia masih hidup” atau “di luar keinginan kerabat dekat orang yang telah meninggal itu.”
Pasal 236 Hukum Pidana Tiongkok melarang siapa pun “dengan kekerasan, pemaksaan atau cara lain, memperkosa wanita.”
Pasal 237 Hukum Pidana Tiongkok melarang siapa pun “menggunakan kekerasan, pemaksaan, atau cara lain untuk memaksa, melecehkan, atau mempermalukan wanita” atau “mengumpulkan sekelompok orang untuk melakukan” kejahatan ini.
Pasal 37 Konstitusi Republik Rakyat Tiongkok melarang pembatasan kebebasan yang tidak sah terhadap warga negara dengan penahanan atau cara lain.
Pasal 238 Hukum Pidana Tiongkok melarang “penahanan atau perampasan kebebasan orang lain secara tidak sah” dan menuntut hukuman yang lebih berat bagi “pegawai lembaga negara [yang] menyalahgunakan wewenangnya” untuk melakukan kejahatan ini.
Pasal 397 Hukum Pidana Tiongkok melarang setiap aparatur negara “menyalahgunakan kekuasaan atau melalaikan tugasnya yang menyebabkan kerugian besar terhadap harta benda publik dan kepentingan negara maupun rakyat”.
Pasal 399 Hukum Pidana Tiongkok melarang personel peradilan mana pun “bertindak dengan berat sebelah dan menggagalkan penegakan keadilan,” termasuk “penuntutan terhadap orang yang diketahui jelas tidak bersalah” dan “dengan sengaja melawan fakta dan hukum dalam persidangan pidana untuk memberikankeputusan yang menyalahgunakan hukum.”
Pasal 263 Hukum Pidana Tiongkok melarang “perampasan properti publik atau pribadi dengan kekerasan, pemaksaan atau metode lain,” termasuk “memasuki rumah orang lain untuk merampok,” “menyebabkan cedera serius atau kematian saat merampok,” dan “melakukan perampokan menggunakan senjata.”
Pasal 267 Hukum Pidana Tiongkok melarang “perampasan properti publik dan pribadi.”
Pasal 270 Hukum Pidana Tiongkok melarang “pengambilalihan properti orang lain secara tidak sah.”
Pasal 275 Hukum Pidana Tiongkok melarang “perusakan properti publik atau pribadi dengan sengaja.”
Pasal 245 Hukum Pidana Tiongkok melarang “penggeledahan fisik orang lain secara tidak sah atau penggeledahan tempat tinggal orang lain secara tidak sah” atau “memasuki tempat tinggal orang lain secara tidak sah,” dan menuntut hukuman yang lebih berat bagipersonel peradilan yang melakukan kejahatan semacam ini.
Pasal 244 Hukum Pidana Tiongkok melarang “pemaksaan orang lain untuk bekerja dengan menggunakan kekerasan, intimidasi, atau dengan cara membatasi kebebasan pribadi mereka” atau “merekrut atau mengirim personel atau membantu hal tersebut di atas.”
Pasal 251 Hukum Pidana Tiongkok melarang perampasan hak warga negara untuk beragama, dan mengganggu kebiasaan atau adat kelompok minoritas.
Pasal 234 Hukum Pidana Tiongkok melarang perbuatan melukai orang lain dengan sengaja.
Pasal 246 Hukum Pidana Tiongkok melarang pemalsuan cerita untuk menghina orang lain atau menghina orang lain melalui kekerasan fisik.
› 9.1.3(c) Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Jiang Zemin telah melanggar Konvensi Internasional tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, yang ditandatangani oleh Republik Rakyat Tiongkok pada 18 April 1983, dan diratifikasi pada 17 Juli 1983; serta melanggar Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat, yang ditandatangani oleh Republik Rakyat Tiongkok pada 12 Desember 1986, dan diratifikasi pada 4 Oktober 1988.
Pasal 1.1 dari Konvensi Menentang Penyiksaan melarang “setiap tindakan yang dengan sengaja mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan yang parah, baik fisik atau mental, pada seseorang atau orang ketiga dengan tujuan seperti, untuk memperoleh informasi atau pengakuan darinya, menghukumnya atau mengintimidasi atau memaksanya karena suatu tindakan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan olehnya atau orang ketiga, atau untuk alasan apa pun berdasarkan diskriminasi dalam bentuk apa pun, bila rasa sakit atau penderitaan itu ditimbulkan oleh atau atas dorongan dari atau dengan persetujuan dari atau persetujuan diam-diam dari pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas jabatannya.”
Pasal 2 Konvensi Menentang Genosida melarang serangkaian tindakan yang dilakukan dengan “niat untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, kelompok kebangsaan, etnis, ras atau agama,” termasuk “membunuh anggota kelompok,” “menyebabkan penderitaan fisik atau mental yang serius pada anggota kelompok,” dan “dengan sengaja merusak kondisi kehidupan kelompok tertentu yang menyebabkan kehancuran fisiknya secara keseluruhan atau sebagian.”
Jiang Zemin juga telah melanggar hukum kebiasaan internasional, praktik umum berbagai negara, yang telah diterima dan dipatuhi sebagai hukum, sebagaimana didefinisikan oleh Statuta Mahkamah Internasional, pasal. 38(1)(b), di mana Republik Rakyat Tiongkok menjadi pihak yang terikat karena telah meratifikasi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hukum kebiasaan internasional mewajibkan negara-negara untuk memberikan yurisdiksi universal atas pelanggaran norma jus cogens (asas dasar hukum internasional) berikut: penganiayaan, pengasingan secara paksa, penghilangan sebagai kejahatan kemanusiaan, dan penahanan semena-mena yang berkepanjangan.
Hukum kebiasaan internasional mendefinisikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai serangkaian tindakan tertentu ketika dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil, yang dimaksud serangan itu, termasuk penganiayaan, pengasingan secara paksa, penghilangan orang, dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Penghilangan paksa didefinisikan sebagai penangkapan, penahanan atau penculikan orang dengan atau melalui otorisasi, dukungan atau persetujuan dari negara atau organisasi politik, diikuti dengan penolakan untuk mengakui perampasan kebebasan atau penolakan untuk memberikan informasi tentang nasib atau keberadaan orang-orang tersebut, dengan maksud menjauhkan mereka dari perlindungan hukum untuk jangka waktu lama.
Pengasingan paksa didefinisikan sebagai pemindahan satu orang atau lebih ke lokasi lain dengan pengusiran atau tindakan pemaksaan lainnya.
Penganiayaan didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan terhadap kelompok atau kolektivitas yang dapat diidentifikasi atas dasar politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelaimin yang melibatkan perampasan hak-hak dasar secara sengaja dan kejam yang bertentangan dengan hukum internasional dengan alasan identitas kelompok atau kolektivitas tersebut.
Norma Jus Cogens dari hukum kebiasaan internasional melarang penahanan sewenang-wenang yang berkepanjangan terhadap seseorang.
› 9.1.3(d) Genosida
Penganiayaan terhadap Falun Gong dilancarkan oleh mantan pemimpin Partai Komunis Jiang Zemin pada 20 Juli 1999. Dengan menyalahgunakan lembaga pemerintah, undang-undang, kebijakan, dan seluruh aparat negara, Jiang menindas puluhan juta praktisi baik secara fisik maupun spiritual.
Menurut Pasal 6 dan 7 Statuta Roma untuk Pengadilan Pidana Internasional yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 17 Juli 1998, penganiayaan Jiang terhadap praktisi Falun Gong selama 20 tahun terakhir dapat dikategorikan sebagai Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan. 276
Dalam Pasal 6 Statuta Roma untuk Pengadilan Pidana Internasional, 277 “Genosida” didefinisikan sebagai:
Salah satu dari tindakan berikut yang dilakukan dengan maksud untuk memusnahkan, secara keseluruhan atau sebagian, kelompok kebangsaan, etnis, ras atau agama, seperti:
(a) Membunuh anggota kelompok;
(b) Menyebabkan penderitaan fisik atau mental yang serius pada anggota kelompok;
(c) Dengan sengaja merusak kondisi kehidupan kelompok tertentu yang menyebabkan kehancuran fisiknya secara keseluruhan atau sebagian;
(d) Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran dalam kelompok;
(e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lain.
Dalam Pasal 7 statuta tersebut, yang dimaksud dengan “Kejahatan terhadap Kemanusiaan” adalah:
Salah satu dari tindakan berikut yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil mana pun, yang dimaksud dengan serangan tersebut:
(a) Pembunuhan;
(b) Pemusnahan;
(c) Perbudakan;
(d) Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa;
(e) Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional;
(f) Penyiksaan;
(g) Pemerkosaan, perbudakan seksual, prostitusi paksa, kehamilan paksa, sterilisasi paksa, atau segala bentuk kekerasan seksual lainnya yang serupa;
(h) Penganiayaan terhadap setiap kelompok atau kolektivitas yang dapat diidentifikasi atas dasar politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin sebagaimana didefinisikan dalam paragraf 3, atau alasan lain yang secara universal diakui sebagai hal yang tidak diizinkan menurut hukum internasional, yang berkaitan dengan tindakan apa pun yang dirujuk dalam paragraf ini atau kejahatan apa pun dalam yurisdiksi Pengadilan;
(i) Penghilangan orang secara paksa;
(j) Kejahatan apartheid;
(k) Perbuatan tidak manusiawi lainnya yang sifatnya serupa dengan sengaja menyebabkan penderitaan berat atau cedera serius pada tubuh atau kesehatan mental atau fisik.
(Bersambung)