(Minghui.org) Menyambut hari Kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober kemarin, Koalisi Penyelidikan Penganiayaan terhadap Falun Gong (CIPFG) Surabaya bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Center For Indonesian Communities Studies (CICS), Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI), dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah (MGMPS) mengadakan pameran lukisan dan foto, pemutaran film dan lomba pidato untuk pelajar SMU dan SMU sederajat dengan tema Refleksi 42 tahun Keterlibatan Partai Komunis Indonesia Dalam Merongrong Pancasila dan NKRI . Pada kesempatan tersebut Pangdam V Brawijaya, Bapak Syamsul Maparepa dan Ibu, berkenan membuka acara dan memberi kata sambutan. Dalam pidato singkatnya, Pangdam menghimbau agar kegiatan-kegiatan seperti ini dapat diadakan kembali dan disosialisasikan di wilayah Jawa Timur agar para generasi muda tidak melupakan sejarah yang pernah ada. Disamping itu Ketua Umum MUI Jawa Timur, Drs. Abdul Somad, juga turut mengemukakan pandangannya bahwa pendidikan spiritual hendaknya dimulai sejak dini kepada anak-anak, agar tidak terjebak oleh paham-paham komunisme yang menyesatkan.


Para pengunjung melihat-lihat lukisan


Bapak Pangdam V Brawijaya, Syamsul Maparepa (foto kiri) dan Bpk. Drs. Abdul Somad, Ketua MUI Jatim (foto kanan) menerima kenang-kenangan dari perwakilan praktisi Falun Gong Surabaya. 

Setelah acara peresmian selesai, Pangdam beserta istri diajak berkeliling oleh panitia untuk melihat foto dan lukisan yang dipamerkan.


Bp. Pangdam beserta rombongan melihat-lihat lukisan penganiayaan praktisi Falun Gong di China


Bapak Pangdam mengamati metode-metode penganiayaan yang dilakukan PKC terhadap praktisi Falun Gong

Menurut ketua panitia acara yang juga menjabat sebagai Ketua MUI Jatim Bidang Informasi dan Komunikasi, Drs. A. Rachman Azis, M.Si. mengatakan tujuan dari kegiatan ini adalah adanya kekhawatiran terhadap generasi muda sekarang khususnya para siswa-siswi SMA yang memiliki pandangan rancu mengenai komunisme sebenarnya. “Karena saat ini banyak beredar buku-buku yang diterbitkan oleh orang-orang komunis yang membela komunisme.”


Ketua Panitia, Bapak Drs. A. Rachman Azis, M.Si.

Sebelumnya, acara pameran lukisan dan foto dari praktisi Falun Gong dan beberapa foto tentang kekejaman Partai Komunis Indonesia, telah mulai dipamerkan pada tanggal 30 September. Para pengunjung yang terdiri dari kalangan umum dan anak-anak sekolah, tampak antusias, sekaligus juga terkejut dan ngeri melihat lukisan dan foto yang menggambarkan kekejaman komunis. Kebanyakan mereka hampir tidak mempercayai hal ini masih berlangsung di Tiongkok.

Ada seorang Guru SMU yang baru saja pulang dari Guangzhou, Tiongkok, sangat terkejut dan hampir tidak percaya hal ini terjadi di Tiongkok.”Sewaktu ikut rombongan tur guru ke Tiongkok, apa yang terlihat di sana sangatlah bagus dan sama sekali tidak menampakkan hal-hal yang buruk. Komentar yang sama diberikan oleh seorang kaum ulama Islam yang baru diundang ke Tiongkok. “Setelah melihat pameran ini, saya yakin bahwa pihak pemerintah Tiongkok telah menutupi hal ini dan membohongi kita semua. Ternyata komunis di mana-mana sama kejamnya.”

Seorang siswi SMU hampir tidak percaya saat mengetahui bahwa saat ini di Tiongkok masih saja terjadi penganiayaan keji terhadap praktisi Falun Gong. Ia bahkan mengatakan, “Mengapa sampai demikian? Bukankah itu berarti pemerintah membunuh rakyatnya sendiri?”. Setelah mendapatkan penjelasan dari praktisi, siswi SMU tersebut mengatakan, “Mengapa penganiayaan ini tidak ditindaklanjuti? Pihak Falun Dafa seharusnya mendirikan wadah aspirasi untuk mengungkapkan ketidakadilan ini ke dunia internasional.”

Seorang Guru SMU yang lain mengatakan :”Penganiayaan terhadap Falun Gong ini sungguh mengerikan, lebih sadis dari PKI. Kalau mau dibunuh ya seharusnya dibunuh langsung saja, mengapa harus disiksa sedemikian kejam?”


Praktisi menjelaskan kepada pengunjung yang datang


Pengunjung yang antusias mengambil foto


Praktisi menjelaskan kepada pengunjung yang datang

Banyak pengunjung yang belum pernah mendengar tentang kejadian penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong di Tiongkok. Seorang dari Kodam mengungkapkan dukungannya atas diselenggarakannya kerjasama ini. “Bukankah ini hal baik? Saya setuju dengan kerja sama ini. Dengan demikian masyarakat akan lebih mengetahui masih eksisnya penganiayaan di Tiongkok.”

Acara yang baru pertama kali diadakan di Indonesia ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dan tertipu oleh bujukan dan rayuan dari komunis gaya baru (Neo Komunisme). “Komunisme di negara mana-pun tidak mengenal demokrasi dan HAM. Negara komunis selalu didirikan dengan cara re-volusi berdarah” kata Aruchad Djaswadi, selaku ketua CICS.

Selain pameran lukisan dan foto, acara ini juga menampilkan pemutaran film dokumenter, dan lomba pidato yang dibawakan oleh siswa-siswi SMU dengan tema kekejaman komunis.