(Minghui.org) Tanggal 5 November 2008 nanti, masa Xiulian saya akan genap terhitung tiga tahun. Namun selama sekitar dua per tiga dari rentang waktu tersebut, saya tidak pernah menyadari pentingnya melafalkan Lunyu.
 
Pada bulan Agustus 2006 saya berkesempatan mengikuti Konferensi Berbagi Pengalaman Kultivasi Falun Dafa di Jakarta. Dalam perjalanan pulang ke Bali, di dalam bus para praktisi mengisi waktu dengan membaca Lunyu dan bernyanyi bersama anak-anak Sekolah Minghui. Saat itu saya melihat dan mendengar langsung seorang rekan praktisi yang duduk di depan saya melafalkan Lunyu di luar kepala. Sejumlah anak-anak Sekolah Minghui juga melakukan hal yang sama.

Saya merasa kagum dan heran di dalam hati, “Kok bisa ya menghafal Lunyu di luar kepala seperti itu?” Walau demikian, rasa kagum ini belum cukup kuat membangkitkan niat saya untuk mengikuti rekan praktisi tersebut menghafalkan Lunyu. Untuk urusan ini, saat itu sikap saya acuh dan masa bodoh. Tidak ada greget atau rasa jengah apapun dalam diri saya.
 
Pada kesempatan lain saat berbagi cerita dengan seorang praktisi, kesadaran saya kembali terguncang. Rekan praktisi ini adalah teman sekolah saya semasa SMA. Dialah yang menghadiahkan buku Zhuan Falun kepada saya sehingga saya masuk lingkungan Xiulian Dafa. Dalam percakapan kami, ia menyatakan apresiasinya terhadap Lunyu. Menurut pemahamannya, Lunyu merupakan inti sari isi Zhuan Falun. “Bukankah luar biasa, buku setebal itu dirangkum hanya dalam tiga halaman?”, ia bertanya seakan mengkonfirmasi pernyataannya sendiri.
 
Di dalam hati saya sependapat dengannya. Menurut hemat saya, seluruh kata dan kalimat dalam Lunyu sepenuhnya mengandung makna mendalam. Misalnya kalimat terakhir pada alinea pertama, “ … dan manusia biasa selamanya merangkak dalam bingkai yang terbentuk oleh kepandirannya sendiri.” (Zhuan Falun, Cetakan kedelapan, 2008, hal.ix) Bagi saya, sepenggal kalimat ini saja mampu menjelaskan berbagai realitas dunia yang telah menyimpang dari prinsip Sejati-Baik-Sabar.
 
Sering kali saya tersenyum kecil saat berefleksi dengan kalimat itu. Bukan karena rasa puas diri atau apa. Tapi kita orang Xiulian bisa melihat manusia biasa memang mengenaskan, benar-benar bodoh, dan kasihan! Ketika berefleksi seperti ini saya merasa bersyukur telah memperolah Fa dan sedang melangkah di jalan Xiulian. Betapa tidak! Di dalam buku Zhuan Falun dikatakan bahwa orang Xiulian adalah paling berharga. Shifu juga mengatakan bahwa beliau hanya mengurus orang Xiulian, dan tidak mengurus manusia biasa. Nah, bukankah saya sungguh-sungguh orang yang beruntung?”
 
Sekalipun memiliki pemahaman seperti di atas, saya belum juga kunjung mulai belajar menghafal Lunyu. Hal itu memang belum terasa penting bagi saya. Sikap masa bodoh saya tetap tidak berubah.
 
Perubahan mulai terjadi ketika saya menghadiri acara belajar Fa bersama di Perumahan Dalung Permai hari Kamis malam. Kalau tidak salah ingat, itu terjadi sekitar akhir tahun 2007. Sebelum membaca Zhuan Falun, para praktisi setempat terlebih dahulu membaca/melafalkan Lunyu secara bersama-sama.  Sebagian besar praktisi mampu melafalkan Lunyu dengan baik, di luar kepala! Saya merasa malu karena masih membaca Lunyu dari buku Zhuan Falun.
 
Waktu terus bergulir. Saya tetap hadir  dalam acara baca bersama hari Kamis malam di Dalung. Walau hadir secara teratur, tidak berarti saya bisa secepat kilat mampu melafalkan Lunyu seperti rekan-rekan praktisi yang lain. Masa-masa  itu adalah saat-saat saya mulai berkeliling mendampingi anak-anak Sekolah Minghui di Dalung, Sedang, Carangsari, Bilukan, Payangan, dan Nusa Dua. Saya memacu diri belajar melafalkan Lunyu. Dan saya berusaha menularkan semangat yang sama kepada anak-anak Sekolah Minghui. Saya merasa melafalkan Lunyu di luar kepala adalah hal yang baik.
 
Tanpa terasa waktu berjalan cepat, satu dua bulan kemudian saya sudah mampu melafalkan Lunyu. Sejak saat itu, saya selalu melafalkan Lunyu sepanjang perjalanan ke manapun saya pergi. Apa manfaat yang saya peroleh? Pertama, saya tidak melewatkan waktu begitu saja dengan percuma. Dengan melafalkan Lunyu saya mengisi diri dengan Fa. “Orang Xiulian, terisi dengan Fa,” demikian bunyi sebuah kalimat dalam puisi Shifu “Apa Yang Ditakuti” (Hong Yin II).
 
Manfaat kedua adalah pikiran lurus saya tetap terjaga, bahkan semakin kuat. Melafalkan Lunyu adalah upaya yang saya lakukan secara sadar untuk memperkuat pikiran lurus! Ketiga, berkat melafalkan Lunyu, konsentrasi saya saat belajar Fa menjadi lebih baik. Hal ini membantu saya memperoleh pemahaman yang semakin meningkat atas Fa yang sedang saya baca. Inilah segelintir manfaat di permukaan yang bisa saya bagikan kepada sesama rekan praktisi.
 
Tetapi, apakah melafalkan Lunyu sepanjang perjalanan seperti ini selalu mulus dan lancar? Ternyata tidak! Shifu mengatakan bahwa belajar Fa dan Xiulian berarti melenyapkan karma. Karena akan dimusnahkan, maka karma tidak akan tinggal diam. Ia akan menghalangi kita, menciptakan berbagai rintangan dan kerunyaman.
 
Dalam pengalaman saya, Fa yang diajarkan Shifu kepada kita sepenuhnya terbukti benar! Pada masa-masa awal melafalkan Lunyu memang terasa baik, fokus, sadar diri, dan penuh penghayatan. Apa yang terjadi kemudian? Tanpa saya sadari, lama-kelamaan  pelafalan Lunyu yang saya lakukan berubah menjadi aktivitas pengisi waktu. Rutinitas  yang tanpa penghayatan sadar, bukankah identik dengan formalitas? Ya, tanpa terasa saya telah terperangkap dalam formalitas. Akibatnya, pelafalan Lunyu sering kali menjadi kacau. Beberapa kali saya terkejut, ketika melafalkan Lunyu saya menyelesaikannya dalam waktu lebih cepat. Setelah merenung sejenak, ternyata ada bagian yang terlompati. Atau, karena sesuatu hal, pelafalan Lunyu terhenti sementara. Ketika hendak dilanjutkan, bagian yang semestinya dilafalkan tidak teringat lagi.
 
Sesungguhnya, semua itu merupakan manifestasi pikiran saya yang tidak lurus. Itulah faktanya. Situasi lalu-lintas jalan raya bukan merupakan gangguan bagi saya. Saya mampu melafalkan Lunyu dengan baik sambil mengendarai sepeda motor. Hal-hal dari luar sama sekali tidak mengganggu saya. Gangguan itu justru datang dari dalam diri saya sendiri. Secara konkret itu adalah hal-hal yang berasal dari pikiran yang tidak lurus. Sebentar terlintas permasalahan A, sebentar kemudian muncul persoalan B, dan  lain-lain. Semua itu hadir bersamaan saat saya melafalkan Lunyu.
 
Saya menyadari situasi demikian tidaklah benar. Dan saya berusaha membenahinya dengan semakin meneguhkan lagi pikiran lurus saya. Saya berusaha tidak memikirkan hal-hal lain pada saat melafalkan Lunyu. Saya teringat Fa Shifu yang mengatakan, bahwa dalam Xiulian Falun Dafa tidak ada formalitas, semuanya tergantung hati kita. Bila saya membiarkan berbagai hal masuk ke dalam pikiran saya saat melafalkan Lunyu, bukankah  hati saya menjadi tidak tulus?
 
Dalam konteks seperti itu, bukankah berarti saya tidak fokus, dan kaki saya tidak berada dalam satu perahu? Menurut pemahaman saya, dalam hal ini juga tersirat makna “berspesialisasi tunggal”. Dalam Xiulian Falun Dafa yang sangat serius, segala sesuatu harus dilakukan dengan baik, fokus dan dengan pikiran lurus! Di sisi lain, bila saya tidak fokus, hati tidak tulus, berarti saya tidak menaruh hormat terhadap Fa Shifu. Pada sub-judul “Hati yang bersih murni” dari Ceramah 9 dalam Zhuan Falun tertulis sebagai  berikut, “Seseorang yang melafal nama Buddha harus sepenuh hati melafal dengan teratur, tidak berpikir apapun di dalam hati, melafalnya hingga bagian lainnya pada otak menjadi baal, apapun sudah tidak tahu, satu pikiran  menggantikan sepuluh ribu pikiran, sehingga setiap huruf “Amitabha” tampak di depan mata. Bukankah ini taraf pencapaian?“ (Zhuan Falun, Cetakan kedelapan, 2008, hal.371)
 
Lewat pengalaman seperti ini saya semakin disadarkan bahwa Xiulian Falun Dafa adalah hal yang luar biasa serius! Saya dituntut memiliki hati yang tulus-lurus! Apapun yang saya lakukan, saya harus melakukannya dengan pikiran lurus. Bila tidak, akan mudah tergelincir pada jalan yang menyimpang. Misalnya, saat berlatih Gong bila pikiran tidak tertuju pada musik latihan, maka tanpa disadari gerakan saya pun tidak lagi seirama dengan teman-teman praktisi lainnya. Atau, saat berada dalam barisan genderang pinggang, bila pikiran bergerak liar ke sana ke mari, maka ketukan genderang dan ayunan langkah kaki pun menjadi kacau.
 
Tentang pelafalan Lunyu, saya mengetahui tidak sedikit praktisi yang telah mampu melakukannya dengan baik. Bila ada yang mau berbagi pengalaman dan pemahaman, tentu hal itu akan memberi dampak positif bagi peningkatan Xiulian kita semua. Bila ada rekan praktisi yang berniat mulai belajar melafalkan Lunyu, secara pribadi saya ingin memberikan dukungan semangat.
 
Demikian pengalaman dan pemahaman saya yang terbatas tentang melafalkan Lunyu sepanjang perjalanan. Mohon berkenan memberikan koreksi terhadap hal-hal yang kurang tepat dalam tulisan ini sehingga saya bisa lebih meningkat lagi, lebih gigih lagi maju dalam Xiulian. Heshi.