(Minghui.org) Sebelum Hari Natal, Ruhr Nachrichten, koran lokal Jerman di Dortmund, menerbitkan kisah sebuah keluarga China dengan judul “Masa Bahagia Seorang China di Dortmund.”

Natal Pertama Mereka

Keluarga Guo, berasal dari China, tinggal 8000 km (5000 mil) jauhnya. Mereka baru-baru ini berkumpul kembali di Kota Dortmund, Jerman. Mereka baru saja merayakan hari Natal pertama mereka.

Sialnya, keluarga Guo – Suami, Jufeng; istri, Hailing; dan putra mereka, Fangzhou – bukankah cukup siap untuk keceriaan dan keramahan Jerman. Hailing berkata, “Guo mencerminkan penderitaan saat ini di China, karena dia dianiaya dalam waktu yang sangat lama.”

Kebahagiaan warga China di bawah pohon Natal (RN-Photo: Menne)

Hadiah Terbesar

Keluarga Guo di halaman koran

Hadiah terbesar bagi Guo adalah mereka dapat merayakan Natal di Dortmund sebagai satu keluarga, karena mereka telah dipisahkan dalam waktu yang sangat lama. Ayah, Jufeng, telah mengakhiri ketidakbahagiaan dari hidupnya. Pria berusia 36 tahun ini mengangkat kopernya pada 8 Januari 2008, di kampung halamannya, Kota Yingkou, sebuah kota besar di China, dan pergi ke Jerman tanpa ditemani istrinya yang sedang hamil.

Kebahagiaan di Dortmun

Keluarga disatukan kembali pada 2009 dan merayakan Natal

“Mari masuk ke dalam,” minta Guo Jufeng. Ia ingin menceritakan tentang kebahagiaan Natalnya kepada kami. Kami melihat senyuman Guo di ruang tamu apartemen kecil di bagian utara kota. Dia mengendong Fangzhou kecil di lengannya, dan memandang kami dengan mata besar keingintahu. Kami juga melihat sebuah pohon Natal kecil.

Ada pohon plastik kecil yang dihiasi dengan satu telur Paskah. Namun ini mungkin merupakan perayaan Natal terbesar bagi Guo dari seluruh hidup mereka, karena mereka kembali menyatu dalam satu keluarga, di sini di Kota Dortmund. Sayangnya, jauh dari negara asal mereka dan Kota Yingkou, China. Tapi, cerita yang kami dengar dari ayah yang bahagia ini bisa berakhir berbeda sama sekali.

"Saya berlatih Falun Gong, dan bagi Partai Komunis China, rezim yang memegang kekuasaan di China, latihan ini dilarang." Para pengikut latihan meditasi ini dianiaya, disiksa, dan bahkan dibunuh secara brutal.

Meninggalkan Negara Asalnya

"Saya sendiri mengalami pelecehan dan rasa sakit di sebuah kamp kerja paksa," katanya dan menunjukkan kepada kami foto-foto temannya yang sudah meninggal. "Saya tidak bisa meneruskan hidup seperti itu dan harus meninggalkan China.”

Keputusan yang didukung oleh istrinya dengan berat hati, telah ditetapkan. Guo Jufeng, seorang insinyur, mendapat pekerjaan di sebuah anak perusahaan distributor mobil Jerman dan meninggalkan negara asalnya pada tanggal 8 Januari 2008, 21 hari sebelum kelahiran anaknya, Fangzhou.

Keluarga Guos dipisahkan oleh 7.984 km (4.961 mil) dan ayah sendirian di lingkungan yang sama sekali asing. Ibu membesarkan Fangzhou kecil atas usaha sendiri dan masa-masa sulit menguji keluarga tersebut.

Pada pertengahan bulan Juli 2009, setelah menulis banyak surat dan bolak-balik, rezim China membolehkan Guo Heiling, 37 tahun dan Fangzhou kecil untuk berimigrasi dari China. "Saya sulit untuk mempercayainya ketika bertemu dengan mereka berdua di bandara untuk pertama kalinya sejak perpisahan kami," kata Jufeng dengan mata memancarkan kebahagiaan.

Keluarga Guo belajar lagi untuk hidup sebagai keluarga setelah ibu dan anak tiba di Dortmund. "Kami diizinkan untuk tinggal dan bekerja di sini. Kami menikmati kebebasan di sini, dan merasakan berada di rumah," pungkas Guo.

Guo tidak pernah memiliki keraguan atas keputusannya. "Kami telah melakukan semuanya dengan baik."

Dia melepaskan kesedihannya ketika mengingat teman-temannya yang telah meninggal. Kepala keluarga ini sangat bahagia dan bersyukur bisa merayakan Natal bersama istri dan putranya di Dortmund. Ia menyalakan lilin dan memeluk istri dan anaknya di pangkuannya - Selamat Natal.

Chinese: http://www.minghui.org/mh/articles/2010/1/7/215835.html
English: http://www.clearwisdom.net/html/articles/2010/1/14/113901.html