(Minghui.org) Tanggal 26 Januari 2010, tiga praktisi Falun Gong Indonesia diterima oleh Yang Mulia Javier Sanz de Urquiza, Duta Besar Republik Argentina untuk Indonesia di ruang kerjanya di Jakarta. Maksud kedatangan mereka adalah mewakili praktisi Falun Gong Indonesia untuk menyerahkan tanda tangan dukungan dan surat ucapan terima kasih kepada bangsa Argentina yang berdaulat dan sistem pengadilannya yang independen, yang mana telah bertindak tepat dengan mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Jiang Zemin dan Luo Gan atas keterlibatan mereka dalam pelanggaran HAM berat terhadap praktisi Falun Gong di China. Surat tersebut juga berisi dukungkan kepada pemerintah Argentina dan segenap sistem hukumnya agar tidak terpengaruh oleh gangguan dan tekanan dari pemerintah China yang dengan segala daya upaya untuk menggagalkan kasus ini.

Yang Mulia Javier de Sanz Urquiza dengan ramah menerima surat yang ditujukan kepada Presiden Argentina, Doktor Cristina Fernandez de Kirchner. Menurut informasi bahwa Presiden Cristina akan mengunjungi China pada tanggal 27 Januari 2010. Memanfaatkan momen kunjungan tersebut, praktisi menaruh harapan agar Presiden Cristina mengangkat pesan keprihatinan atas penindasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh pemerintah China secara ilegal dan sistematis terhadap praktisi Falun Gong. Yang Mulia Javier de Sanz Urquiza kemudian menginformasikan bahwa Presiden Cristina batal berkunjung ke China, dan berjanji akan membantu untuk menyampaikan pesan ini melalui jalur diplomatik yang ada.

Latar Belakang

Falun Gong/Falun Dafa adalah metode kultivasi watak dan raga yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Sejati-Baik-Sabar, dipublikasikan oleh Guru Li Hongzhi pada tahun 1992 di daratan China. Sampai tahun 1999, media China melaporkan bahwa ada 100 juta lebih rakyat China berlatih Falun Gong setiap hari. Pertumbuhan praktisi yang demikian pesat membuat Jiang merasa khawatir sehingga mencetuskan pelarangan dan penganiayaan brutal terhadap Falun Gong.

Pada 20 Juli 1999, pemerintah China secara resmi melarang Falun Gong di China. Pemerintah China lalu membuat fitnahan dan propaganda kebohongan tentang Falun Gong yang disebarkan ke seluruh China dan dunia. Mereka melakukan penangkapan terhadap praktisi Falun Gong secara besar-besaran. Kemudian para praktisi dipenjara secara ilegal, disiksa, dianiaya, mengalami pelecehan seksual, dibunuh dan organ mereka diambil untuk mendapatkan keuntungan.

Tahun 2005, praktisi Falun Gong Argentina mengajukan tuntutan hukum terhadap Luo Gan dengan tuduhan melakukan genosida dan penyiksaan terhadap praktisi Falun Gong di China. Tuntutan diajukan melalui Pengadilan Kriminal Ke-9 Federal Argentina.  Kasus ini kemudian ditangani oleh hakim Octavio Araos de Lamadrid. Hakim Lamadrid menemukan fakta bahwa atasan Luo Gan, Jiang Zemin, adalah dalang dari semua penindasan tersebut. Selama proses kasus ini berjalan, berbagai gangguan datang dari pemerintah China, mulai dari tekanan sampai intervensi.

Setelah melalui empat tahun proses yang melelahkan, hakim Octavio Araos de Lamadrid pada tanggal 12 Desember 2009 lalu mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Jiang Zemin dan Luo Gan untuk diadili atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Hakim Octavio Araos de Lamadrid mengatakan: “(Jiang, Luo Gan) pada saat melakukan tindakan genosida, telah mengerahkan upaya maksimalnya yang mengancam kehidupan manusia dan melecehkan kehormatan manusia. Dalam tindakan membasmi Falun Gong, keduanya menganiaya, menyiksa, menculik, membunuh, mencuci otak dan lain sebagainya, telah menjadi hal yang lazim terhadap para praktisi Falun Gong.”

Sebelumnya, hakim Ismael Moreno dari pengadilan Spanyol pada bulan Oktober 2009 juga mendakwa Jiang dan kelompoknya melakukan genosida dan penganiayaan. Penyelidik independen dari Kanada David Matas dan David Kilgour (http://organharvestinvestigation.net) pada 16 November 2009, merilis buku laporan terbaru hasil penyelidikan mereka mengenai pengambilan organ praktisi Falun Gong dari tahun 2006 – 2007.

Hakim-hakim pemberani seperti Octavio Araos de Lamadrid dan Ismael Moreno menjadi tonggak sejarah baru kemanusiaan dan pendorong bagi hakim-hakim lainnya di berbagai negara untuk berani menuntut pelaku kejahatan kemanusiaan.