(Minghui.org) Menghadiri undangan pawai ulang tahun pertama Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia Sidoarjo Jawa Timur di awal Juni 2012, Marching Band Tianquo dari Bali membawa sekitar 60 pemain berbagai usia.


Keberangkatan dan Persiapan

Kloter pertama berangkat dari Denpasar tanggal 1 Juni, pukul 19.30 menggunakan bus yang masih baru.

Diawali dengan melafalkan Lunyu, suasana di dalam bus dipenuhi dengan lingkungan Xiulian, suara lembut dalam kebersamaan sebagai satu tubuh kesatuan menambah sakralnya perjalanan ini.



Bus yang membawa rombongan pemain Tianguo Marching Band Bali


Membaca Zhuan Falun bersama di dalam bus


Baca bersama Ceramah I selesai pukul 22.15, dilanjutkan dengan istirahat sambil menunggu pemancaran pikiran lurus global pukul 23.55.

Pukul 00.30 bus menaiki kapal feri menuju Ketapang. Di atas kapal, beberapa praktisi menyebarkan brosur pengenalan Falun Dafa. Di tengah diskusi yang hangat, tak terasa satu jam telah terlewati, tibalah rombongan di Jawa Timur. Istirahat di dalam bus berlanjut sampai pukul 05.30.

Sekitar pukul 07.00 rombongan tiba di Bangil Pasuruan untuk makan pagi. Di rumah makan terdapat banyak pengunjung sedang makan dan beristirahat. Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh beberapa praktisi menyebarkan brosur klarifikasi fakta dan berbicara dengan orang-orang yang ditemui.

Perjalanan dilanjutkan dan para pemain Tianguo belajar bersama Zhuan Falun Ceramah II. Belum habis ceramah II, rombongan sudah tiba di penginapan di Sidoarjo. Menyiapkan diri kurang lebih satu jam, para praktisi kembali berkumpul di auditorium untuk melanjutkan membaca bersama Zhuan Falun Ceramah II hingga selesai, kemudian berlatih lima perangkat Falun Gong.



Berlatih Falun Gong di auditorium wisma


Setelah makan siang rombongan berlatih musik bersama rekan-rekan praktisi Jawa Timur maupun Jakarta di Alun-alun dekat Balai Kota Pemkab Sidoarjo. Derasnya hujan segera teratasi setelah seluruh praktisi memancarkan pikiran lurus bersama. Maka latihan bersamapun dapat diteruskan.

Perayaan HUT Formi Tanggal 3 Juni

Sepanjang jalan pawai banyak pengendara yang berhenti sambil menonton, mengambil foto, berfoto dekat barisan dan bahkan tertegun melihat barisan yang panjang dengan alat musik yang beraneka ragam. Penonton yang berjubel bertepuk tangan, ada yang memukul-mukul sadel sepedanya menirukan irama bass, ada yang menggoyangkan kepala, ada yang menggerakkan atau menghentakkan kakinya. Bupati sangat memuji penampilan Tianguo saat wawancara dengan media, para petugas polisi yang menjaga perempatan jalan memberi salam penuh keramahan. Suasananya sangat berbeda sekali. Bukan berpuas diri, tetapi kami merasa mahkluk hidup semua tengah menanti momen yang berharga ini. Perjalanan 12 jam tidak terasa melelahkan saat melihat suasana demikian, ini justru momen-momen bahagia dalam perjalanan seorang praktisi Dafa.

Pawai selesai pukul 09.30 pagi.

Kami keluar dari penginapan pukul 12.30 menuju Ketapang. Diawali membaca bersama Zhuan Falun Ceramah III sampai habis dan berbagi pengalaman saat keberangkatan dan sampai pulang kembali. Hampir semua praktisi berbagi kisah pengalaman dan hambatan yang dialami saat hendak berangkat ke Sidoarjo.

Sharing praktisi seputar kesulitan keuangan, hambatan keluarga, pikiran lurus dan izin atasan memerlukan keberanian dan keteguhan. Berikut kami sampaikan beberapa pengalaman.

Praktisi A mengatakan, ”Shifu benar-benar memperhatikan kami, saat akan berangkat mendapat kabar neneknya Kadek kecelakaan dibawa ke UGD RSUP Sanglah Denpasar. Saat itu terasa benar-benar panik dan memancarkan pikiran lurus terus-menerus. Hal yang mengherankan adalah kecelakaan terjadi sekitar pukul 10.00 namun baru diketahui oleh orang-orang sore. Bukannya bagus, saya berpikir jika diketahui pagi hari ceritanya mungkin lain, siapa yang akan menjaga nenek karena mamanya kadek menjaga anak kami. Saat itu juga mama langsung ke UGD untuk menjaga nenek. Kami tidak mungkin batal karena sudah naik mobil. Saat pawai juga dikomentari langkah kakinya sering salah. Saya merasa sudah benar, tapi ternyata salah juga.”

Praktisi B mengatakan, ”Sebelum berangkat saya sebenarnya belum memenuhi syarat dari segi ekonomi sehingga belum berani segera mendaftar. Saya belum mendapat izin suami, namun teman-teman semua menanyakan - saya diam saja. Habis latihan di Lotte Mart dalam perjalanan pulang saya sempat berpikir bahwa saya harus berangkat. Karena masalah dana saya belum juga mendaftar, serahkan semuanya kepada Shifu dan terus berpikir sampai di rumah. Besoknya suami berkata lain dan akhirnya saya bisa berangkat.”

Praktisi C mengatakan, ”Awalnya hanya saya seorang yang akan berangkat, tapi anak sulung juga berangkat kemudian anak bungsu juga ingin berangkat walau sudah dirayu untuk tidak ikut karena keterbatasan anggaran. Namun suami bilang, ajak saja berapa bayar kita bayar saja nanti. Sempat pula ditawari naik pesawat dengan harga murah namun setelah dipikir-pikir lebih baik naik bus bersama, bisa belajar Fa dan sharing.”

Praktisi D mengatakan, “Menggunakan bus sudah diuji coba beberapa kali dan cukup bagus. Saya juga ditawari naik pesawat udara tapi saya tolak karena di bus punya banyak waktu untuk belajar Fa, sharing, lian qong dan pengalaman lain. Untuk lagu saya harapkan semua yang kita miliki saat latihan dimainkan untuk lebih dalam penguasaan dan penjiwaan. Tidak seperti sekarang, harus belajar lagi dari awal.”

Praktisi E mengatakan, “Sejak direncanakan saya sudah berkeinginan ikut ke Sidoarjo walau hanya jadi officer. Saat itu dana belum mencukupi, namun empat hari menjelang berangkat saya memperoleh order baru, namun teorinya belum saya ketahui. Setelah dicoba akhirnya bisa. Saat berkeinginan berangkat, saya teringat ceramah Shifu “asalkan gigih berkultivasi, apa pun akan beliau urus” (bukan kata-kata persis, pemahaman pribadi). Kita punya misi khusus di masa sekarang ini membantu Shifu menyelamatkan makhluk hidup. Saya teringat Hong Yin III “Dalam Lautan manusia sangat sulit untuk bertemu, Sebuah senyuman saat berpapasan menandakan jodoh sudah terjalin.” Berbicara perihal jodoh, saya sebenarnya setelah tujuh tahun mendapatkan brosur baru mendapat Fa. Perjalanan naik bus bersama ini sangat bagus, Sharing di perjalanan seperti ini sangat bagus.”

Praktisi F mengatakan, ”Ini masalah pikiran lurus - saya belum bisa memberi kepastian berangkat karena belum ada anggaran. Hanya anak sulung saja yang berangkat. Pas mau berangkat order banyak, sampai Jumat menjelang berangkat  saya masih bekerja. Hal luar biasa lainnya adalah biasanya saya membuat sebuah papan nama memerlukan waktu dua hari, tapi saat itu sehari langsung jadi. Semua order saya selesaikan dan masalah dana telah tercukupi. Sekeluarga akhirnya bisa berangkat.”

Praktisi G mengatakan, ”Saya pikir semua dari kita pasti mempunyai halangan. Walau ada kendala dana, namun hati saya tidak diletakkan di sana. Anak bertanya, “Ma bisakah kita berangkat? Katanya biaya hanya Rp 125.000.” Saya tidak menjawab bisa atau tidak, hanya bertanya apa kamu sudah siap dengan misi kita. Melakukan tiga hal dengan baik. Saya hanya punya niat, saya harus berangkat. Saat daftar pun saya belum punya uang, pas mau berangkat baru dapat. Saya teringat dengan seorang rekan lain dan kembali mengajak dia untuk bergabung. Saya pikir teman yang tidak bisa ke luar pasti punya halangan yang belum mampu dia terobos, kewajiban kita sebagai sesama rekan membantunya. Saya berapa kali ke Jawa ini naik bus, bukan masalah dana, tapi merasakan kebersamaan. Misal di rumah satu ceramah kadang tidak habis, pikiran tidak fokus. Di sini semua bisa tenang dan fokus. Mari kita lebih semangat lagi, ke depan masih banyak yang harus kita lakukan.”

Praktisi H mengatakan, ”Keputusan berangkat baru saya sampaikan hari Kamis setelah latihan terakhir. Sebelumnya juga rekan kerja mengatakan kamu harus ikut survei ke Bedugul. Saya berpikir, ke Bedugul saya harus ikut sedang ke Sidoarjo yang lebih penting kenapa tidak ikut. Akhirnya saya putuskan berangkat ke Sidoarjo. Saat minta izin ke pimpinan biasanya dia marah-marah, namun saat itu dia sangat halus mengatakan baik, kamu berangkat saja.”

Praktisi I mengatakan, ”Praktisi Taiwan pernah mengatakan posisi Marching Band saat tampil di event besar sebaiknya menempati posisi di awal. Kemarin saat kita tampil di Sidoarjo telah menempati posisi itu.”

Praktisi J mengatakan, ”Sebenarnya momen ke Sidoarjo adalah sebuah pilihan. Pertama saya naik pesawat udara atau naik bus. Kedua saya ikut pelantikan pembina pramuka atau Marching Band. Saat tampil apa menggunakan kostum berlogo atau tidak berlogo. Majorette sekarang sudah mantap, banyak kemajuan. Saya salut.”

Praktisi K mengatakan, ”Sebagai koordinator saya tidak melarang ikut, tapi harus daftar sesuai jadwal yang telah ditentukan. Jika tidak akan merepotkan teman di tempat lain untuk mencari penginapan, makanan dan lain-lain. Seperti contoh konferensi di Surabaya, lama tidak ada yang mendaftar, namun setelah dekat baru mendaftar dan sangat banyak. Saat itu sempat terdengar keluhan teman yang mengurus kedatangan kita. Kita orang Xiulian tidak ingin merepotkan orang lain.”

Praktisi L mengatakan, ”Saya salut dengan tim bass drum dan sousaphone, membawa beban yang begitu berat, harus jalan, dan juga bermain dengan baik.”

Praktisi M mengatakan, ”Ke Sidoarjo sangat penting, saya tidak minta izin lisan tetapi membuat surat. Setelah membuat surat saya dipanggil, saat itulah saya baru mengatakan minta izin. Atasan saya mengatakan sudah diproses. Saya berpikir, kok mudah mendapatkan izin. Saya tunggu-tunggu khabar dari bagian personalia, akhirnya ditelepon mengatakan,”Pak kok minta izin 4 hari, sekalian saja 5 hari.” Saya minta izin 4 hari kog diberi 5 hari, saya bilang ya bolehlah. Biasanya saya sangat sulit minta izin. Saat bermain saya berpikir, “Lagu Indonesia Raya sudah bisa dan biasa, tapi ternyata saat main salah.” Rupanya ini juga keterikatan yang merasa sudah bisa. Mungkin konsentrasi saya terpecah saat melihat dirigen, tidak fokus ke majorette. Saat jalan pawai saya melihat teman kita tidak mengikuti teman lain yang salah, ini karena kita sudah sering latihan berbaris.”

Praktisi N mengatakan, ”Saya masih keterikatan pada anak-anak yang masih ulangan umum dan mencari sekolah. Anak bungsu sebenarnya ingin berangkat namun karena pertimbangan hari Senin harus mengikuti tpa saya tidak izinkan. Saya awalnya tidak ingin berangkat karena anak-anak tidak ada yang berangkat, namun sampai di rumah anak sulung mengatakan akan berangkat naik pesawat. Saya tanya, ”Kog naik pesawat bayar berapa, apa kamu punya uang?” Dia menjawab mengambil uang tabungannya. Saya tanya, ”Kenapa begitu?” Dia menjawab, ”Bu kapan lagi, waktu sudah mendesak.” Habis itu saya berpikir saat latihan, saya desak anak kedua agar minta izin dan berangkat. Saat tampil di Kerobokan langsung daftar dua orang. Akhir-akhir ini saya kesulitan membaca, saat di bus malam hari saya tidak bisa melihat tulisan. Walau sekarang bus sudah lebih baik.”

Praktisi O mengatakan, ”Saat keberangkatan saya tanya anak apa ikut berangkat. Dia mengatakan akan berangkat. Namun saat itu akan ulangan umum, juga belum bayar uang ulangan. Jika tidak bayar tidak boleh ikut ulangan. Saya lihat anak hari itu kog tidak sekolah lalu saya tanya. Dia mengatakan tidak boleh sekolah karena belum bayar dan ingin pergi ke Sidoarjo. Sebenarnya saat itu saya sudah memiliki uang untuk membayar ulangan sekolah, namun karena dia sudah menetapkan pilihan ke Sidoarjo maka saya urungkan membayar. Jika dibayar akan sulit mendapatkan izin lagi. Maka berangkatlah kami berdua.”

Kami tiba di Bali pukul 00.00.

Sungguh perjalanan sakral yang memerlukan banyak pengorbanan. Terima kasih Shifu telah memberikan kemudahan kepada kami semua.