(Minghui.org) Pegunungan Himalaya sepanjang sejarah selalu menjadi tempat tinggal bagi banyak orang Xiulian, orang-orang menjalani hidup dengan sederhana, setiap orang pandai menyanyi dan menari, selain ini semua -- adalah menganut Fa Buddha. Pada saat itu ada seorang praktisi Xiulian bernama Milarepa. Semua status Buddha dan Bodhisattva adalah buah hasil kultivasi dari banyak kehidupan dan kalpa, tetapi Milarepa sebaliknya telah berhasil mencapai GongDe yang sepadan seperti Buddha dan Bodhisattva ini dalam satu generasi dan kehidupan, dan kemudian hari menjadi leluhur pendiri Tantra Tibet aliran Putih.

-------------------------------------------------------------------------

(Menyambung artikel sebelumnya)

“Maha Guru datang dan bertanya kepada saya: {Kamu sekarang sudah mampu menurunkan hujan es, namun tidak tahu apakah gandum di kampung halaman kalian sudah ranum atau belum, sudah tumbuh hingga setinggi apa?} Saya berpikir sejenak kemudian berkata: {Kurang lebih tingginya sudah bisa menyembunyikan burung perkutut!}

“Setelah lewat belasan hari, Maha Guru kembali datang bertanya, saya berkata: {Kurang lebih ada setinggi padi-padian!} Maha Guru berkata: {Huh, masih kurang sedikit lagi!}”

“Setelah lewat beberapa saat, Maha Guru kembali bertanya, saya berkata: {Sekarang sudah saatnya tumbuh tangkai gandum!} Maha Guru berkata: {Kalau begitu, kamu sudah seharusnya menurunkan hujan es!} Maka diutuslah teman kelas yang dulunya pernah datang menginvestigasi ke kampung halaman saya -- untuk pergi bersama saya. Kami mengenakan pakaian seperti biksu dalam melakukan perjalanan.”

“Tahun itu, gandum di kampung halaman tumbuh luar biasa banyaknya, banyak lansia berkata dari dulu belum pernah melihat panen yang demikian bagusnya. Para penduduk desa sepakat tidak membiarkan siapa pun melakukan panen sendiri, ingin setelah semua orang melakukan perayaan, barulah secara bersama-sama melakukannya. Saya menunggu satu dua hari hingga tiba saatnya penduduk desa akan mulai memanen gandum, di atas air terjun yang mengalir ke arah desa, setelah meminjam sebuah altar Fa, dan mempersiapkan berbagai macam barang keperluan teknik mantra, maka mulailah melancarkan metode tersebut, dengan keras melafalkan mantra. Saat itu di langit, dalam jarak ribuan li tanpa awan sedikit pun. Saya dengan lantang meneriakkan nama Dewa pelindung Fa sekali, menyatakan fakta tentang penduduk desa yang menganiaya keluarga saya, menepuk dada dan mengibas pakaian, dengan suara keras menangis dan berteriak.”

“Sungguh sulit diterima akal sehat! Langit tiba-tiba muncul sekelompok awan hitam, lapis demi lapis, dalam sekejap berubah menjadi setumpuk besar awan yang pekat, cahaya listrik berkilauan, suara geledek bergemuruh, dalam waktu singkat, batu es besar satu per satu turun ke bawah; setelah turun menghujani, gandum yang dalam pandangan penduduk desa sudah siap panen -- dihantam hingga satu biji pun tidak tersisa. Dari atas gunung juga turun air banjir menyirami, sehingga gandum-gandum juga ikut tersapu pergi. Para penduduk desa yang melihat gandum tersapu pergi mengikuti banjir, semuanya menangis dengan suara keras. Pada akhirnya, di atas langit muncullah sebuah badai, karena tubuh kami berdua terasa dingin gemetaran, maka berlarilah ke dalam gua di belahan utara, dan menyalakan api untuk menghangatkan badan. Saat itu, para penduduk desa, demi merayakan tahun panen yang bagus -- telah mengatur perjamuan dan juga mempersiapkan makanan daging, maka diutuslah sekelompok orang untuk keluar berburu. Sejumlah orang yang berburu ini, kebetulan sekali melewati depan gua jurang ini, ada satu orang berkata:”

“{Huh! Tidak ada lagi orang lebih kejam dibanding Thopaga yang dapat mencelakakan penduduk desa ini. Dulu setelah membunuh demikian banyak orang masih tidak puas. Sekarang lagi-lagi membuat gandum yang demikian bagus hingga satu butir pun tidak tersisa! Andaikan bisa menangkap dia, saya ingin menguras darah dia hingga kering, mengorek keluar empedu dia hidup-hidup, itu juga belum bisa menghilangkan kebencian saya.}”

“Di antaranya ada terdengar seorang lansia berkata: {Stt! Stt! Jangan keras-keras! Suaranya kecilkan sedikit! Kamu lihatlah ke dalam gua jurang itu yang sedang menghangatkan badan, lihat siapa yang sedang berada di dalam!} Seorang anak muda berkata: {Itu adalah Thopaga! Bajingan itu tidak melihat kita, kita cepat kumpulkan orang untuk membunuh dia, jika tidak -- dia akan mencelakakan desa ini hingga habis!} Sambil berkata demikian semua orang bergegas lari pulang ke desa.”

“Rekan saya melihat di bawah ada orang yang berlarian mendekat, kira-kira sudah tahu bahwa ada orang mengetahui kami ada di dalam, maka berkata kepada saya:”

“{Kamu pulanglah lebih dahulu, saya berpakaian seperti kamu, bermain-main sejenak dengan mereka!} Kami pun sepakat, empat hari kemudian di malam hari, bertemu lagi di tempat penginapan Dingri. Tentu saja! Saya tahu dia itu memiliki banyak tenaga dan keberanian tinggi, maka dengan tenangnya membiarkan dia sendirian tinggal di dalam sana.”

“Kala itu saya sangat ingin bertemu dengan ibu, namun juga takut penduduk desa akan mencelakakan saya, oleh karena itu mau tidak mau harus meninggalkan kampung halaman, mengambil jalan putar ke arah Nyanang. Sialnya di tengah jalan seekor anjing liar telah menggigit saya beberapa gigitan, menimbulkan luka banyak sekali di kaki, sambil lari sambil terpincang-pincang, hasilnya tidak dapat mencapai tempat penginapan sesuai jadwal.”

“Teman kelas saya sebenarnya melakukan apa? Hari itu setelah saya pergi, di desa telah berkumpul sekelompok besar orang berkuda untuk membunuh saya, dia pun memakai kekuatan kaki dan keberaniannya, menerobos di tengah kerumunan orang berkuda, menerobos hingga orang dan kuda satu per satu berjatuhan ke dua sisi. Ketika dia menerobos melewatinya, penduduk desa kembali berkumpul bergegas mengejarnya. Penduduk desa mengejar dengan cepat, dia pun berlari lebih cepat; mengejar dengan pelan, dia pun dengan santai berlari dengan pelan-pelan; ketika penduduk desa melempari batu, dia pun melemparkan kembali batu yang lebih besar, dia dengan suara keras berkata:”

“{Bila ada siapa yang berani memukuli aku, maka aku akan tidak segan-segan menggunakan teknik mantra untuk mengutuk dia hingga mati! Aku telah membunuh begitu banyak orang, kalian masih tidak takutkah? Tahun ini musim panen yang begitu bagus, satu biji gandum pun telah dibuat hingga tidak terlihat, kalian masih merasa tidak cukupkah? Di kemudian hari jika kalian tidak memperlakukan ibu dan adik saya dengan baik, Tuanmu ini akan meletakkan kolam setan di pintu masuk desa, dan melancarkan mantra jahat di pintu keluar, agar kalian orang-orang yang masih hidup dan belum mati, sembilan generasinya semuanya ikut mati bersama! Jika tidak mengubah desa ini hingga menjadi abu, aku sama sekali tidak akan istirahat dengan tenang! Kalian tidak takutkah?}”

“Selesai penduduk desa mendengar perkataan dia -- semuanya ketakutan hingga badan gemetaran, semua orang saling melihat, satu per satu saling melirik, satu per satu melangkah mundur, sambil mengeluh: {Kamu saja yang bicara! Kamu saja yang bicara!} Walau berkata demikian, namun satu per satu secara diam-diam mundur kabur.”

“Dia sebaliknya malah terlebih dulu tiba di Dingri dibanding saya. Setelah tiba di penginapan, lalu bertanya kepada pemilik, ada tidak seorang biksu yang melakukan perjalanan seperti yang digambarkan tiba di penginapan ini? Sang pemilik berkata sambil berpikir: {Sepertinya belum datang, namun biksu pengembara yang kamu ceritakan itu, sekarang sepertinya sedang berada di perjamuan di dalam desa, penampilannya seperti terkena sejumlah luka. Kamu sepertinya tidak membawa mangkuk kan? Saya bisa meminjamkan sebuah mangkuk untuk kamu.} Sambil berkata lalu meminjamkan sebuah mangkuk berwarna abu dan berbentuk seperti muka Yama [Raja Neraka] kepada teman kelas saya. Dia lalu membawa mangkuk itu ke pesta di desa untuk meminta-minta makanan. Dia di pesta itu berhasil menemukan saya. Duduk di samping saya lalu berkata: {Kamu kemarin kenapa belum tiba?} Saya berkata: {Beberapa hari yang lalu, saya di jalan ketika meminta-minta makanan, digigit beberapa gigitan oleh anjing liar, itu sebabnya larinya tidak cepat, sekarang barulah membaik sedikit, secara umum sudah tidak mengkhawatirkan lagi!} Kemudian kami berdua pulang ke Kyorpo bersama-sama. Setelah memberi hormat kepada Maha Guru, Maha Guru berkata kepada saya: {Kalian berdua telah melakukan hal yang luar biasa!} Kami berdua merasa aneh, lalu berkata kepada Maha Guru: {Sebelum kami berdua pulang, siapa yang memberitahu Anda yang kami hormati?} Maha Guru berkata: {Dewa pelindung Fa dan para prajuritnya, pada saat tanggal lima belas bulan purnama -- mereka pulang memberitahu saya, kali ini adalah saya yang mengantar mereka pergi.} Selesai berkata demikian, semua orang merasa sangat gembira.”

Kala itu Yang Mulia Milarepa, setelah selesai menceritakan cerita di atas kepada pengikut yang mendengarkan Fa, lalu berkata kepada para pengikut:

“Demikianlah saya mempraktikkan praktik hitam demi membalas dendam!”

Rechungpa bertanya: “Maha Guru, Anda pernah berkata terlebih dulu menjalankan praktik hitam, kemudian menjalankan praktik putih, praktik putih hanya berarti Fa Ortodoks, Yang Mulia! Anda mempunyai Yinyuan apa hingga bisa bertemu dengan Fa Ortodoks?”

Yang Mulia Mila berkata: “Saya secara perlahan-lahan terhadap dosa kejahatan melepaskan mantra dan menurunkan hujan es, timbul hati penyesalan. Keinginan hati untuk berkultivasi Fa Ortodoks, hari demi hari bertambah kuat. Sering kali di siang hari tidak ada keinginan untuk makan, di malam hari juga tidurnya tidak nyenyak; ketika berjalan malah ingin duduk, ketika duduk malah ingin berjalan; terhadap dosa kejahatan yang telah diperbuat, sungguh menyesal sekali, ini sebabnya hati lelah dengan duniawi, sering kali meluap-luap di dalam hati, namun juga tidak berani mengungkapkan bahwa ingin berkultivasi Fa Ortodoks, selalu berpikiran: {Di tempat Maha Guru ini, apakah ada kesempatan untuk berkultivasi Fa Ortodoks? Sebaiknya bagaimana caranya menangani hal ini?}”

“Tepat ketika tanpa hentinya berpikir dengan demikian menderita, saya bertemu hal seperti berikut: Ternyata Maha Guru memiliki seorang Tanyue (sebutan untuk pengikut awam) yang sangat baik. Aset keluarga dia banyak sekali, keyakinannya terhadap Maha Guru sangat tinggi, berusaha keras menjalankan hal yang diminta Maha Guru dengan penuh hormat. Tak tahu bagaimana ceritanya tiba-tiba telah mendapat penyakit berat, demi memohon Maha Guru agar memberi dia Jiachi dan doa, lalu mengundang Maha Guru ke rumah dia.”

“Setelah lewat tiga hari, Maha Guru dengan wajah pucat kehijauan, sambil tersenyum pahit pulang ke rumah. Saya lalu bertanya kepada Maha Guru: {Shifu! Raut muka anda kenapa demikian sulit dilihat? Kenapa selalu tersenyum pahit seperti ini?}”

“Maha Guru berkata: {Segala hal di dunia tidaklah abadi, kemarin malam, pengikut awam saya yang paling baik dan paling memiliki keyakinan itu telah mati. Itu sebabnya, ah! Maka saya langsung timbul hati sedih terhadap dunia ini! Saya orang tua ini dari muda hingga masa tua rambut penuh uban ini -- senantiasa menjalankan tiga hal yaitu teknik mantra, metode kutukan, menurunkan hujan es. Kamu pengikut saya ini walaupun masih muda, sama seperti saya, juga melakukan dosa kejahatan yang besar dengan teknik mantra dan menurunkan hujan es, lembaran selubung ini takutnya di kemudian hari juga diperhitungkan ke atas kepala saya!}”

“Dalam hati saya tumbuhlah keraguan, lalu bertanya kepada Maha Guru: “Mereka yang memiliki Qing [makhluk hidup] yang kita bunuh, apakah Maha Guru tidak bisa membuat mereka terlahir di Tushita (sebutan dari Jingtu [Tanah Suci] tempat tinggal Bodhisattva Maitreya, Jingtu dari banyak orang yang berkultivasi aliran Maitreya di Tibet) atau terbebaskan?} Maha Guru berkata: {Faktanya yang sungguh-sungguh dapat membuat mereka mendapat penyelamatan ataupun kebebasan, seorang pun tidak ada yang bisa. Mulai dari sekarang, saya ingin berkultivasi dan belajar Fa Ortodoks yang memiliki efek manfaat terhadap diri sendiri dan orang lain, kamu saja yang mengajari para murid saya, di kemudian hari saya akan membimbing kamu ke Tushita dan jalan pembebasan. Atau, kamu saja yang berkultivasi Fa Ortodoks, jadi pembimbing saya agar terlahir di Tushita dan jalan pembebasan, kamu mintalah segala hal yang diperlukan untuk memperoleh Fa Ortodoks, saya akan memberi semuanya kepada kamu.}

“Wa! Saat itu setelah saya mendengarnya, dalam hati begitu senangnya! Rasa haus siang malam saya segera akan terhapuskan, segera berkata kepada Maha Guru: {Saya bersedia untuk berkultivasi Fa Ortodoks!} Maha Guru berkata: {Usia kamu masih muda, sifat gigih dan keyakinan juga kuat, maka silahkan kamu saja dengan satu hati satu niat pergi berkultivasi Fa Ortodoks!}

“Maha Guru pun sibuk membantu saya mempersiapkan baju perjalanan, meletakkan kain wol produk lokal asal Nyanang dan pakaian Tibet ke atas kuda, termasuk kuda juga ikut diberikan kepada saya. Dan memberitahu saya: Di daerah Nar itu, ada seseorang bernama Yang Mulia Lama Rongton Lhaga, adalah seorang Shangren [manusia tingkat tinggi] yang telah berhasil; kamu pergi ke tempat dia itu berkultivasi dan belajarlah Fa Ortodoks dengan baik. Saya memberi hormat perpisahan kepada Maha Guru dan Shifu, datang ke Nar, bertemu dengan istri Shangren Rongton dan beberapa muridnya, mereka berkata kepada saya: {Ini adalah kuil induk dari Lama Rongton, namun Shangren sekarang berada di kuil cabang Ningtuo Renong, tidak berada di sini.} Saya berkata kepada mereka: {Saya diutus oleh Lama Yungton Trogyel, mohon kalian mengutus seseorang mengantar saya menemui Shangren.} Juga menjelaskan secara detail semua cerita pengalaman saya, istri Shangren lalu mengutus seorang Lama untuk mengantar saya ke sana. Setelah tiba di Ningtuo Renong, memberi hormat kepada Shangren, saya berkata sambil mempersembahkan kail wol dan pakaian Tibet: {Saya datangnya dari daerah tinggi, merupakan seorang manusia yang penuh dosa kejahatan, mohon Anda berbelas kasih, mewariskan kepada saya sebuah aliran Fa yang dapat terbebas dari siklus reinkarnasi di kehidupan ini.}

“Shangren berkata: {Dafa yang saya capai; Akar, sifat dasar sangat superior; Jalan, untuk memperoleh sangat sukar; Hasil, begitu digunakan sangat hebat, siang memikirkan, siang mencapainya; malam memikirkan, malam mencapainya; yang memiliki bawaan dasar baik, orang yang memiliki akar elemen Shan, tanpa harus memikirkan, begitu mendengar Fa segera terbebaskan. Saya akan mewariskan Fa ini kepada kamu!} Kemudian Maha Guru pun memberi saya Guanding, juga mengajari saya lafalan. Saat itu saya berpikir pada diri sendiri: Dulu ketika saya berkultivasi teknik mantra, hanya berkultivasi empat belas hari saja sudah memiliki efek, metode menurunkan hujan es hanya berkultivasi tujuh hari saja sudah mencapainya. Sekarang Maha Guru mewariskan kepada saya metode yang lebih mudah dibanding teknik mantra dan menurunkan hujan es, siang memikirkan, siang mencapainya; malam memikirkan, malam mencapainya, orang yang memiliki elemen Shan -- begitu mendengar Fa segera menjadi Buddha, tanpa harus memikirkan, saya bisa bertemu dengan Dafa ini, tentu saja juga adalah orang yang memiliki akar Shan. Oleh sebab itu diri saya timbul rasa puas diri, tidak sepenuhnya memikirkan kultivasi dan belajar, manusia dan Fa saling terpisah.”

“Demikianlah setelah berlalu beberapa hari, pada suatu hari, Shangren datang bertemu saya, dan berkata kepada saya: {Kamu bilang kamu adalah orang berdosa besar yang datangnya dari daerah tinggi, perkataan ini sungguh tidak salah, Fa milik saya, juga sedikit pun tidak dibesar-besarkan, namun saya tidak bisa membimbing kamu, kamu sekarang segera berangkat ke Drowo Lung di daerah Lhobrak, bertemu dengan murid langsung dari Naropa Sang Maha Biksu India, yaitu Guru Besar Penerjemah Sutra yang Paling Mulia ---- Yang Mulia Marpa. Dia adalah biksu dari aliran baru Tantra, yang telah memperoleh tiga jenis pencapaian besar tak terpisahkan; dia dan kamu ada jodoh dari kehidupan sebelumnya, kamu pergi ke sana saja!}”

“Begitu saya mendengar nama dari Guru Penerjemah Marpa, dalam hati segera timbul suka cita yang tak terungkapkan, bulu-bulu di seluruh badan berdiri tegak, air mata bagaikan arus besar menerjang, telah timbul suka cita dan rasa tulus yang tak terhitung serta keyakinan yang tiada bandingnya.”

“Saya membawa bekal makanan untuk perjalanan dan surat pengenalan dari Maha Guru, segera bergerak melakukan perjalanan. Sepanjang jalan selalu berpikir, tidak sabar untuk segera bertemu dengan Maha Guru.”

“Malam sebelum saya tiba di Lhobrak, Maha Guru Marpa dalam mimpi bertemu dengan Sang Maha Bajik Maha Guru Naropa yang datang memberinya Guanding, Yang Mulia Naropa memberi Maha Guru Marpa sebuah tongkat Vajra [Vajra scepter untuk ritual] bercabang lima yang terbuat dari Lapis Lazuli, di ujung tongkat tersebut, sedikit basah oleh kotoran; selain itu juga memberikan sebuah botol emas yang penuh dengan embun manis, dan berkata: {Kamu gunakan air di dalam botol ini untuk membersihkan kotoran di atas tongkat Vajra ini; gantung tinggi tongkat Vajra ini di atas bendera besar, di atas -- semua Buddha bersuka cita, di bawah -- semua makhluk mendapat manfaat, dengan demikian akan dapat menuntaskan dua misi diri sendiri dan dia.} Demikianlah akhir dari perkataan itu. Maha Guru Marpa segera mengikuti perkataan Yang Mulia, menggunakan embun manis dalam botol untuk membersihkan tongkat Vajra, lalu meletakkan tongkat Vajra di atas bendera besar, tongkat Vajra tersebut tiba-tiba mengeluarkan cahaya terang benderang, menerangi seluruh tiga ribu dunia Besar. Cahaya terang menyorong ke tubuh semua makhluk dalam enam jalur reinkarnasi, dan telah menyingkirkan segala penderitaan dan kesedihan. Semua makhluk bersuka cita hingga berlompatan, dan memberi hormat kepada Maha Guru Marpa dan bendera besar; semua Buddha yang tak terhitung banyaknya seperti pasir di sungai Gangga juga memberi Kaiguang kepada bendera besar ini.”

“Setelah Maha Guru bangun pagi, dalam hati sangat gembira, tepat saat mengingat-ingat mimpi tadi malam, malah melihat Shimu dengan tergesa-gesa berlari mendekat dan berkata: {Maha Guru! Kemarin malam saya mengalami sebuah mimpi, dalam mimpi bertemu dengan dua gadis muda yang datangnya dari tanah sakral Ugyen, dua tangannya sedang menggenggam sebuah pagoda Lapis Lazuli, di atasnya ada sedikit kotoran. Mereka berkata kepada saya: ‘Ini adalah keinginan dari Maha Guru Naropa, kamu setelah memberi Kaiguang kepada pagoda ini -- taruhlah di puncak gunung.’ Saya lalu berkata: {Oleh karena Maha Guru Naropa ingin saya memberi Kaiguang, saya tentu akan melakukannya.} Dengan demikian saya lalu menggunakan air untuk membersihkan pagoda itu, juga telah memberi Kaiguang, kemudian meletakkan pagoda di atas puncak gunung, pagoda tiba-tiba mengeluarkan cahaya terang tak terukur seperti matahari dan bulan, dalam cahaya terang itu juga tampil keluar pagoda tak terhitung jumlahnya. Saya telah mengalami sebuah mimpi seperti ini, Maha Guru menurut anda mimpi ini memiliki makna apa?} Setelah Maha Guru mendengar Shimu menceritakan mimpi ini, tahu bahwa mimpi Shimu dan mimpi dirinya sendiri sepenuhnya memiliki kesamaan, dalam hati walaupun sangat gembira, namun di permukaan sebaliknya dengan muka datar berkata: {Mimpi semuanya adalah ilusi -- tidak nyata, saya juga tidak tahu mimpi kamu maknanya apa.} Sambil melanjutkan: {Hari ini saya mau ke ladang untuk bertani, kamu bantulah saya bersiap-siap!} Shimu berkata: {Seorang Maha Guru seperti Anda pergi melakukan hal semacam ini, orang lain akan menertawakan kita! Mohon anda lebih baik jangan pergi saja.} Maha Guru tidak mau mendengarkan, kembali memerintahkan: {Bawakan satu kendi arak kepada saya, saya masih harus menyambut tamu muda yang akan datang hari ini!} Maha Guru sambil membawa arak, dan membawa peralatan, lalu turun ke ladang.”

“Setelah Maha Guru Marpa turun ke ladang, terlebih dulu mengubur kendi arak ke dalam tanah, lalu menggunakan topi untuk menutupi, setelah mencangkul tanah beberapa saat, lalu duduk ke tanah, sambil beristirahat, sambil minum arak.”

“Kala itu, saya sudah hampir tiba di dekat Drolo (singkatan dari Drowo Lung Lobrak), sepanjang perjalanan ke mana-mana bertanya kepada orang-orang di mana tempat tinggal Guru Besar Penerjemah Marpa yang Paling Mulia, tak disangka-sangka bahkan tidak ada seorang pun yang pernah mendengar nama Guru Penerjemah Marpa yang Paling Mulia, ketika saya akan tiba di sebuah persimpangan dari Drolo, telah bertemu seseorang, saya juga bertanya kepada dia, dia berkata: {Marpa, sebenarnya ada orang bernama ini, namun kalau Guru Besar Penerjemah Marpa yang Paling Mulia -- belum pernah dengar!} {Kalau begitu, Drolo sebenarnya berada di mana?} Dia menunjuk ke lembah di seberang sambil berkata: {Lembah hitam Drolo tidak jauh lagi, tepatnya adalah daerah di seberang itu!} {Siapa yang tinggal di sana?} {Marpa tinggal di sana!} {Dia masih ada nama lainkah?} {Ada orang memanggilnya Marpa, juga ada orang memanggilnya Maha Guru Marpa!} Demikianlah saya tahu bahwa orang ini pastilah Maha Guru Marpa yang sangat ingin saya cari.”

“Saya kembali bertanya kepada dia: {Lereng ini dipanggil dengan nama apa ya?} {Tempat ini disebut dengan Chola Gang [Lereng Luas Fa]!} Saya dalam hati ingin melihat tempat tinggal Maha Guru di Chola Gang, Sebab-Musabab [Yuan] yang sangat baik! Dalam hati sangat gembira, sambil berjalan ke atas, sambil bertanya-tanya kepada orang. Berjalan tidak lama, bertemu dengan sekelompok orang yang menggembala domba, saya kembali bertanya kepada mereka di mana tempat tinggal Guru Penerjemah Marpa? Seorang lansia berkata tidak tahu; di antaranya ada seorang anak kecil yang sangat menarik dan sangat menawan, pakaian yang dikenakan sangat bagus mutunya, juga sangat lancar bicaranya, berkata kepada saya: {Hei! Kamu sepertinya membicarakan ayah saya! Ayah saya telah menjual habis aset keluarga, ditukar dengan emas, lalu dibawa ke India, setelah pulang kembali membawa sangat banyak kitab sutra dari daun panjang. Dia sebelumnya tidak bercocok tanam, hari ini tidak tahu ada alasan apa, di ladang sana sedang menggarap tanah!} Saya dalam hati kira-kira tidak akan salah, akan tetapi juga ada keraguan, bagaimana bisa Guru Besar Penerjemah menggarap tanah sendiri? Sambil merenung, sambil berlari, tiba-tiba telah melihat ke ladang di pinggir jalan, ada seorang Lama dengan perawakan tubuh tinggi besar dan kuat, terlahir dengan sepasang mata besar, dengan cahaya mata bersinar terang -- sedang mencangkul di sana. Saya begitu melihat dia, dalam hati segera timbul suka cita yang sulit terucapkan, di tengah antusias dan senang hati yang sulit diterima akal sehat, telah melupakan segala hal di masa lalu. Setelah lewat beberapa saat barulah tersadarkan, saya segera berlari ke depan Lama itu dan berkata:”

“{Apakah ada seorang Guru Penerjemah Marpa yang merupakan murid dari Maha Guru Naropa asal India tinggal di sini?}”

“Lama ini secara teliti melihat saya dari atas kepala hingga ujung kaki dalam waktu yang sangat lama, lalu berkata:”

“{Kamu siapa? Kamu mencari dia untuk apa?}”

“Saya berkata: {Saya adalah seorang yang berdosa besar dari daerah tinggi Shigatse, nama dari Marpa sangat terkenal, saya datang ke tempat dia ini untuk belajar Fa?}”

“Lama berkata: {Sebentar lagi saya akan membawa kamu untuk bertemu dia, kamu cepat bantu saya mencangkul ladang saja!}”

“Berkata demikian lalu menyingkirkan topinya ke samping, kendi arak yang disembunyikan di bawah tanah -- diangkat ke atas, kemudian dinikmatilah arak itu, seperti memakan sesuatu yang sangat lezat. Selesai menikmati arak, dia meletakkan kendi arak lalu pergi.”

“Setelah dia pergi, saya mengangkat kendi arak tersebut, sekali teguk -- arak langsung habis diminum; seiring saya mencangkul ladang, tidak lama kemudian, anak kecil tadi yang berpakaian bagus -- menarik dan sangat menawan di tengah kelompok orang yang menggembala domba itu berlari ke arah saya dan berkata: {Oi! Maha Guru memanggil kamu masuk ke dalam!} Saya berkata: {Saya harus membajak ladang ini hingga selesai barulah datang ke sana, barusan orang itu membantu saya untuk menyampaikan pesan kepada Maha Guru, saya juga seharusnya membantu dia membajak ladang ini hingga selesai -- itu baru benar, mohon kamu terlebih dulu menyampaikan pesan ini -- saya segera akan datang!} Saya lalu segera membajak ladang itu hingga seluruhnya beres. Di kemudian hari ladang ini disebut dengan Ladang Tuhngken [Mengikuti Takdir].”

“Selesai membajak ladang, anak kecil itu lalu membawa saya untuk bertemu Maha Guru, Lama gagah dan kuat yang tadi saya temui itu sedang duduk di tempat duduk tinggi yang tersusun dari tiga lapis alas duduk, di atas tempat duduk ada pahatan bintang Sapi Emas [Taurus] dan dekorasi burung Dapeng [burung besar dalam cerita mitologi], dia sepertinya baru saja selesai mencuci wajahnya, namun saya sepertinya masih dapat melihat di atas alisnya masih ada sedikit kotoran, tubuh dia yang gemuk, duduk di sana seperti sebuah bola besar, perut buncit menonjol ke luar. Saya mengira-ngira ukurannya, ini tepatnya adalah orang yang tadi sedang menggarap ladang, Marpa berada di mana? Itu sebabnya melihat-lihat ke seluruh penjuru mata angin, Maha Guru pun berkata sambil tertawa:”

“{Anak ini sungguh tidak mengenal saya ya! Oi! Sayalah Marpa, kamu berilah kowtow [bersujud dan kening menyentuh lantai].}”

“Saya segera dengan hormat memberi hormat, dan berkata: {Saya adalah seorang pendosa besar yang telah berbuat karma jahat dari daerah Tibet, saya mempersembahkan Tubuh, Mulut, Pikiran kepada Maha Guru; mohon Maha Guru memberi saya baju makanan dan Fa Ortodoks, dan mohon berbelas kasih menganugerahi saya aliran Fa Jishen Chengfo (bisa menjadi Buddha dengan tubuh ini).}”

“Maha Guru berkata: {Kamu adalah seorang pendosa besar, apa hubungannya dengan saya? Karma jahat tidak akan hinggap di atas kepala saya! Lagi pula bukan saya yang menyuruh kamu berbuat karma jahat! Oi! Kamu sebenarnya telah berbuat karma seperti apa?}”

“Saya lalu menceritakan secara mendetail hal di masa lalu.”

“Maha Guru berkata: {Oh! Ternyata demikian! Mempersembahkan Tubuh Mulut Pikiran kepada Maha Guru sudah seharusnya, namun saya tidak bisa memberi kamu baju dan makanan, juga sekaligus mewariskan Fa kepada kamu! Bagaimana kalau memberi kamu baju dan makanan, kamu ke tempat lain untuk belajar Fa; atau mewariskan Fa kepada kamu, kamu harus ke tempat lain untuk meminta-minta baju dan makanan, dua macam hal ini hanya dapat diberi satu saja, kamu pilihlah sejenak dengan baik-baik. Di samping itu, walaupun saya mewariskan Fa kepada kamu, juga belum tentu di kehidupan ini dapat menjadi Buddha, ini adalah sepenuhnya tergantung kepada kegigihan dari diri kamu sendiri!}”

“Saya berkata: {Saya datang ke tempat Maha Guru untuk belajar Fa, untuk baju dan pakaian saya akan pikirkan cara lain.} Selesai berkata, saya lalu mengambil sebuah kitab sutra dan pergi ke dalam aula Buddha. Maha Guru melihat hal ini lalu berkata: {Bawa kitab kamu ke luar sana, bila Dewa pelindung Fa saya mencium bau kitab sesat kamu -- mungkin akan bersin-bersin!} Saya ternganga keheranan sambil berpikir: {Maha Guru sepertinya tahu bahwa dalam kitab saya ada teknik mantra dan metode kutukan!}”

“Maha Guru memberi saya sebuah ruangan untuk ditinggali oleh saya. Setelah saya tinggal di dalam selama empat hingga lima hari, telah berhasil membuat sebuah kantong kulit untuk menyimpan barang; Shimu juga telah memberi banyak sekali makanan yang enak-enak, memperlakukan saya sangat baik.”

“Demi memberi persembahan kepada Shifu, saya lalu ke mana-mana mengemis di Lembah hitam Drolo, dan berhasil meminta dua puluh satu liter gandum. Empat belas liter gandum digunakan untuk membeli sebuah lampu tembaga besar berbentuk persegi empat yang sedikit pun belum rusak dan berkarat; menggunakan satu liter gandum untuk membeli daging dan arak; gandum sisa lainnya dimasukkan ke dalam kantong kulit yang dibuat oleh saya sendiri. Juga mengikat lampu tembaga besar itu di atas kantong, sambil menggendongnya pulang. Ketika digendong hingga di depan kediaman Maha Guru, tubuh sudah sangat kelelahan; terdengar suara barang jatuh, barang dari punggung diturunkan ke bawah. Gandum yang memenuhi kantong sangat berat, hingga mengguncang rumah. Maha Guru tepat sedang makan, segera keluar untuk melihat-lihat, begitu melihat itu adalah saya, segera berkata: {Anak ini, tenaganya sungguh tidak kecil! Oi! Apakah kamu ingin merobohkan rumah saya, agar menimpa saya hingga mati! Sungguh kurang ajar! Cepat bawa keluar kantong ini!} Sambil berkata lalu mengangkat kaki menendang saya. Saya terpaksa membawa kantong ke luar, dalam hati berpikir: ‘Maha Guru ini sungguh tidak boleh diganggu! Di kemudian hari harus lebih hati-hati melayani.’ Namun dalam hati sedikit pun tidak timbul niat tidak puas atau pandangan buruk.”

“Saya memberi hormat kepada Maha Guru, lampu tembaga besar yang dibeli juga dipersembahkan kepada Maha Guru. Maha Guru memegang lampu tembaga itu di tangan, menutup mata dan berpikir dengan senyap, tidak lama kemudian karena tidak tahan lalu meneteskan air mata. Dia sangat gembira, dengan sangat tersentuh lalu berkata: {Sebab-Musabab [Yuan] yang sangat baik! Ini untuk dipersembahkan kepada Maha Guru Naropa Sang Pelajar Da Fan.} Maha Guru melakukan Jieyin setelah memberi persembahan, lalu menggunakan tongkat untuk memukul-mukul lampu itu, lampu tembaga mengeluarkan bunyi kung kung. Maha Guru membawa lampu tembaga itu ke dalam aula Buddha, mengisi penuh lampu tembaga dengan minyak mentega, lalu memasang sumbu, dan menyalakan lampu tersebut.”

“Saya dalam hati sangat khawatir, tidak sabaran ingin meminta Fa, lalu bergegas ke hadapan Maha Guru untuk memohon: {Mohon Maha Guru mewariskan kepada saya Dafa dan lafalan!}”

“Maha Guru berkata: {Murid dan pengikut awam yang datangnya dari U Tsang ke tempat saya ini untuk belajar Fa banyak sekali, namun orang dari daerah Yadrok Taklung dan Lingpa membuat kekacauan, sering kali merampok mereka, tidak membiarkan mereka mengantar makanan dan persembahan kepada saya. Sekarang saya ingin kamu menurunkan hujan es kepada dua daerah ini, jika berhasil, maka saya akan mewariskan Fa kepada kamu!}”

“Demi memohon Fa, saya lalu sekali lagi melancarkan teknik menurunkan hujan es, dan berhasil seperti yang diharapkan. Saya kembali di depan Maha Guru memohon Fa, Maha Guru lalu berkata: {Kamu tidak lebih hanya menurunkan dua tiga bongkah batu es, lalu ingin memperoleh Fa Ortodoks yang saya peroleh dari India dengan susah payah? Jika kamu sungguh ingin memohon Fa, kalau begitu, maka saya beritahu anda: Orang-orang dari daerah Kawa sering memukuli murid saya, selalu ingin menentang saya, bila kamu sungguh memiliki metode kutukan yang lihai, maka kamu harus melepaskan mantra untuk mengutuk mereka; setelah berhasil, saya akan mewariskan kepada kamu Fa Jishen Chengfo yang diturunkan oleh Maha Guru Naropa.} Apa boleh buat, saya kembali mulai melancarkan mantra kutukan. Tidak lama, wilayah Kawa, timbul kekacauan seperti yang diharapkan, telah berhasil membunuh banyak sekali manusia, orang yang menentang kami juga semuanya telah mati. Maha Guru melihat teknik mantra saya sungguh efektif, lalu berkata: {Orang-orang berkata teknik kutukan kamu lihai, daya mantra sangat kuat, sungguh bukan omong kosong!} Sejak itu, Maha Guru pun memanggil saya dengan sebutan Dali (Daya Kuat).”

“Saya sekali lagi kembali memohon Maha Guru untuk mewariskan Fa Ortodoks, tak disangka Maha Guru berkata sambil tertawa: {Ha! Ha! Ha! Kamu telah berbuat karma yang demikian besar, masih berpikir ingin saya memberi kepada kamu dengan mudahnya, lafalan dari Maha Guru, hati utama dari Kongxingmu [Dakini] yang diperoleh dengan mempersembahkan emas, dengan mengorbankan tubuh dan hidup ke India? Ini walaupun hanya lelucon, tapi juga sudah terlalu berlebihan. Di samping itu, kamu adalah orang yang pandai menggunakan metode kutukan, hari ini jika bukan karena saya tapi orang lain, takutnya kamu sedari awal sudah dibunuh oleh dia. Baiklah! Sekarang bila kamu dapat mengembalikan panen dari Yadrok Taklung dan Lingpa, dan menghidupkan kembali orang di Kawa yang terbunuh, maka saya akan mewariskan Fa kepada kamu, jika tidak maka kamu jangan tinggal lagi di tempat saya ini.} Demikianlah saya dimarahi dengan keras. Rasa putus asa saya sudah mencapai puncak, lalu menangis dengan sangat keras, Shimu yang melihat saya merasa kasihan, lalu mendekat untuk menghibur saya.”

“Esok paginya, Maha Guru datang ke tempat saya dan berkata: {Kemarin, saya berkata sedikit terlalu keras terhadap kamu, jangan marah! Tubuh kamu sangat kuat, saya ingin kamu membangun sebuah bangunan batu untuk menyimpan kitab sutra. Bila bangunan batu ini selesai dibangun, maka saya akan mewariskan Fa kepada kamu, segala keperluan pakaian dan makanan kamu akan saya berikan!}”

“Saya lalu berkata: {Andaikan ketika saya sedang mendirikan bangunan, Fa masih belum berhasil diperoleh lalu mati, lalu harus bagaimana?}

“{Saya menjamin kamu dalam periode ini sama sekali tidak akan mati! Seorang manusia bila tidak memiliki keberanian maka tidak akan bisa berkultivasi Fa, kamu sebaliknya kelihatan seperti seorang yang tekun dan gigih. Bisa menjadi Buddha dengan tubuh ini atau tidak, sepenuhnya tergantung bagaimana gigihnya kamu sendiri. Aliran saya tidak sama dengan orang lain, memiliki daya Jiachi yang tidak umum.} Maha Guru dengan cara yang sangat ramah berkata kepada saya.”

“Oleh karena itu, saya lalu menjadi sangat bersuka cita, segera memohon Maha Guru untuk memberikan bagan pendirian bangunan tersebut kepada saya. Maha Guru berkata: {Bangunan saya ini, harus didirikan di atas gunung dengan benteng pertahanan yang strategis. Namun daerah ini, dulunya para kepala suku pernah menyepakati bahwa tidak boleh mendirikan bangunan di atas sana; untungnya saat itu saya sama sekali tidak menandatangani perjanjian itu, oleh karena itu tidak perlu dikekang oleh mereka. Saya ingin mendirikan sebuah bangunan berbentuk lingkaran di puncak gunung sebelah timur, kamu juga dapat menggunakan dalih ini untuk menyingkirkan balasan karma kamu!}”

“Demikianlah saya menerima misi dari Maha Guru, mulai mendirikan bangunan. Ketika kira-kira bangunan telah setengah jalan dikerjakan, Maha Guru datang, dan berkata kepada saya: {Beberapa saat yang lalu saya tidak berpikir dengan matang, tempat ini tidak terlalu bagus, kamu sekarang pindahkan kembali batu dan bahan bangunan ke tempat semula saja!} Saya mau tidak mau lalu memindahkan batu dan kayu, satu per satu dari atas gunung digendong hingga ke bawah gunung. Maha Guru kembali membawa saya ke puncak gunung sebelah barat, sebuah jubah dia yang berbentuk setengah bulan purnama, dirobek-robek bertumpuk-tumpuk, ditaruh di tanah dan berkata: {Kamu ikutilah bentuk ini bantu saya dirikan sebuah bangunan!} Kali ini sungguh sangat menghabiskan tenaga, sendirian mendirikan sebuah bangunan, setiap bilah bahan bangunan juga harus diri sendiri menggendongnya dari jalan beberapa Li di bawah gunung hingga ke puncak gunung, deritanya sungguh sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ketika sudah dikerjakan hingga setengah, Maha Guru kembali datang lagi, berkata: {Bangunan ini kelihatannya masih belum benar, tolong kamu bongkar; kayu, batu dan bahan bangunan tetap kembalikan ke tempat semulanya!} Mau tidak mau saya mengerjakan apa yang diminta Maha Guru, satu per satu bangunan itu dibongkar!”

“Maha Guru kembali membawa saya ke puncak Gunung di sebelah utara, dan berkata kepada saya: {Dali, beberapa hari itu saya telah minum hingga mabuk, tidak berbicara dengan jelas; sekarang, di sini bangunlah dengan baik sebuah bangunan untuk saya.}”

“Saya berkata: {Setelah selesai dibangun, kembali dirobohkan, saya sia-sia menanggung penderitaan, Shifu sia-sia menghabiskan uang, kali ini mohon Anda yang saya hormati secara teliti mempertimbangkannya.}”

“{Saya hari ini belum minum arak, bahkan sudah secara maksimal mempertimbangkannya; bangunan dari biksu pembaca mantra harus berbentuk segitiga, kamu buatlah sebuah bangunan berbentuk segitiga! Kali ini tentu saja saya tidak akan meminta kamu membongkarnya lagi!} Saya kembali memulai dari awal mendirikan bangunan berbentuk segitiga ini. Tiba saatnya jadi sepertiga bagian, Maha Guru datang lagi! Dia berkata: {Dali! Bangunan yang kamu sekarang kerjakan, siapa yang menyuruh kamu kerjakan?}”

“Saya menjadi khawatir, segera menjawab: {Ini adalah instruksi langsung dari Maha Guru anda sendiri!}”

“Maha Guru menggaruk-garuk kepala dan berkata: {Ah! Bagaimana saya tidak bisa mengingatnya! Jika perkataan kamu adalah benar, bukankah saya telah menjadi gila?}”

“{Waktu itu saya memang khawatir akan ada hal seperti ini terjadi, oleh karena itu memohon Anda yang saya hormati untuk mempertimbangkannya secara teliti. Anda yang saya hormati sudah secara maksimal mempertimbangkannya, dan berkata pasti tidak akan membongkarnya lagi, Anda seharusnya ingat dengan sangat jelas!} Saya dengan cepat berkata.”

“{Huh! Waktu itu apakah ada saksi yang hadir? Di tempat yang demikian buruk Fengshuinya mendirikan bangunan berbentuk segitiga, persis seperti altar untuk berkultivasi metode kutukan, apakah kamu ingin mencelakakan saya? Saya tidak merampok barang kamu, lebih-lebih tidak merampok aset orang tua kamu! Apabila kamu tidak berencana mencelakakan saya, sungguh-sungguh ingin memohon Fa, maka seharusnya mendengar perkataan saya -- cepat bongkar bangunan ini, pindahkan kayu batu dan bahan bangunan kembali ke bawah gunung!}”

“Karena menggendong batu, mengerjakan kerjakan kasar, telah kerja terlalu lama, juga karena setiap kalinya ingin buru-buru mendirikan bangunan, agar dapat memohon Fa, oleh karena itu bekerja terlalu keras, terlalu serius. Kala itu, daging di punggung saya telah tergesek hingga timbul beberapa lubang, setelah timbul luka, luka kembali tergesek hingga makin dalam; setelah tergesek makin dalam kembali timbul luka baru, deritanya bukan main. Saya memang awalnya ingin memperlihatkannya kepada Maha Guru, namun setelah mengetahui selain memukul dan memarahi saya, pasti tidak akan ada hasil yang lain; jika memperlihatkannya kepada Shimu, juga sepertinya ingin dengan sengaja mengeluh, itu sebabnya bahkan Shimu juga tidak diberitahu, hanya memohon Shimu membantu memohon Fa kepada Maha Guru. Shimu segera ke hadapan Maha Guru dan berkata: {Mendirikan bangunan yang tiada artinya seperti ini, tidak tahu apa tujuannya? Anda lihat Dali begitu kasihan, apakah ingin tindas dia hingga mati! Cepat wariskan sebuah Fa kepada dia!}”

“Maha Guru Marpa berkata: {Anda pergi dulu menyiapkan sayuran yang enak untuk saya, kemudian panggil Dali ke sini!} Setelah Shimu mempersiapkan makanan, lalu memanggil saya bersama-sama bertemu dengan Maha Guru. Maha Guru berkata kepada saya: {Saya yang hari ini, bukanlah saya yang kemarin, tidak usah merajuk seperti itu; bila kamu ingin memohon Fa, maka saya wariskan kepada kamu saja!} Selesai berkata demikian, lalu mewariskan ajaran Tantra biasa Tiga Aturan, Lima Pantangan kepada saya. Maha Guru berkata: {Yang diwariskan sekarang tidak lebih hanyalah Fa utama biasa, jika ingin memohon lafalan rahasia yang tidak umum (sebutan untuk yang spesial - yang luar biasa - yang tidak dimiliki oleh orang lain), harus berlaku demikian dan demikian.} Selesai berkata lalu menceritakan biografi Maha Guru Naropa kepada saya. Juga berkata kepada saya: {Jalan tapa seperti ini, takutnya kamu tidak bisa menjalaninya!} Kala itu setelah saya mendengar cerita biografi Maha Guru Naropa, tersentuh hingga meneteskan air mata, telah timbul keyakinan yang kokoh. Dalam hati bersumpah: {Semua perkataan Maha Guru, saya harus dengar dan patuhi; semua jalan tapa, juga harus saya jalani.}”

“Setelah lewat beberapa hari, saya bersama Maha Guru pergi keluar untuk berjalan-jalan, kembali tiba di tempat strategis yang dilarang mendirikan bangunan oleh kepala suku. Maha Guru berkata kepada saya: {Di sini bantu saya dirikan sebuah bangunan berbentuk persegi empat, harus bertingkat sembilan, di atasnya dirikan lagi sebuah gudang, seluruhnya sepuluh tingkat. Kali ini tidak akan dihancurkan, setelah bangunan ini dipasang atapnya, saya akan mewariskan lafalan kepada kamu, sumber daya untuk berkultivasi Fa juga akan saya berikan kepada kamu!}”

“Saya berpikir sejenak lalu berkata: {Kalau begitu, saya mengundang Shimu ke sini untuk menjadi saksi, boleh tidak?}”

“Maha Guru menyetujui permintaan saya, berkata: {Boleh!}”

“Selesai Maha guru menggambar bagan bangunan, saya segera mengundang Shimu, di depan Maha Guru dan Shimu memberi hormat tiga kali, berkata: {Maha Guru memerintahkan saya mendirikan bangunan, saya telah mendirikan tiga kali, bongkar tiga kali, pertama kali adalah karena belum dipikirkan dengan baik-baik; kedua kalinya, Shifu -- Anda yang saya hormati berkata telah mabuk karena minum arak, belum merencanakan dengan baik; ketiga kalinya, Shifu -- anda berkata anda telah gila, bagaimana mungkin menyuruh saya mendirikan bangunan berbentuk segitiga? Setelah saya menjelaskan, Anda yang saya hormati lalu berkata siapa saksinya? Lalu memarahi saya. Hari ini saya ingin mengundang Shimu sebagai saksi saya mendirikan bangunan untuk yang ke empat kalinya. Shimu, mohon Anda sekali saja menjadi saksi saya -- bolehkah?}”

“Shimu berkata: {Saya pasti menjadi saksi untuk kamu. Maha Guru! Saya ingin menjadi saksi yang sebenarnya. Tapi perencanaan dari pengerjaan bangunan ini, sangat menyulitkan. Gunung yang demikian tinggi, sebongkah batu, sepotong kayu, juga harus kamu seorang yang pindahkan dari bawah gunung ke atas, tidak tahu bangunan ini harus dibangun hingga berapa tahun barulah jadi! Sebenarnya sama sekali tidak perlu membangun bangunan di sini, selesai dibangun lebih-lebih tidak perlu untuk dibongkar. Tempat ini bukan milik kita sendiri, semua kepala suku juga pernah bersumpah bahwa tidak boleh mendirikan bangunan di sini, di kemudian hari takutnya akan ada omongan dan perselisihan!}”

“Saya berkata: {Shimu, Maha Guru Beliau yang saya hormati takutnya tidak akan mendengar perkataan Anda!}”

“Maha Guru berkata: {Jika kamu ingin menjadi saksi maka cukup jadi saksi saja, jangan banyak mulut!}”

“Dengan demikian saya segera memulai membangun gudang besar berbentuk segi empat ini. Saat saya menanamkan fondasi bangunan ini, tiga pengikut utama dari Maha Guru, Ngokton dari daerah U, Tshurton dari daerah Dol, Meton dari daerah Tsangrong, mereka dengan riang bermain-main sambil membantu, memindahkan banyak sekali batu besar; saya lalu meminta mereka memindahkan batu-batuan ini sebagai bagian dari fondasi. Ketika selesai mengerjakan dua tingkat bangunan, Maha Guru Marpa datang, dia secara teliti memeriksa di semua tempat, berkata sambil menunjuk batu-batuan yang dipindahkan kemari oleh tiga murid utama tersebut: {Batu-batuan ini asalnya dari mana?}”

“{Ini......Ini.....Ngokton, Tshurton membantu saya memindahkannya ke sini.}”

“Marpa berkata: {Kamu tidak boleh mengambil batu mereka untuk mendirikan bangunan, cepat bongkar bangunan ini, pindahkan batu-batuan ini!}”

“{Namun, Anda, Anda yang saya hormati sudah pernah bersumpah, bahwa tidak akan membongkar bangunan ini!}”

“{Tidak salah, saya memang pernah mengatakannya, tetapi para pengikut saya, semuanya adalah biksu yoga dari kultivasi tertinggi tingkat dua, tidak boleh meminta mereka sebagai pembantu kamu. Di samping itu, saya juga tidak menyuruh kamu membongkarnya sekaligus, hanya meminta kamu memindahkan batu yang mereka pindahkan -- kembali ke tempat semula!}”

“Saya tidak berdaya sama sekali, mau tidak mau membongkar lagi dari atas, membongkar hingga tingkat dasar, mengendong batu-batuan itu dari atas gunung kembali ke tempat asalnya di bawah gunung. Maha Guru datang lagi, dan berkata kepada saya: {Sekarang kamu boleh memindahkan kembali batu-batuan itu untuk dijadikan fondasi!}”

“Saya bertanya: {Bukankah Anda tidak menginginkan batu-batuan ini?}”

“Maha Guru berkata: {Saya bukan tidak menginginkan batu-batuan ini, tapi ingin kamu sendiri yang memindahkan batu itu, tidak boleh mengambil keuntungan dari orang lain.}”

“Batu yang dipindahkan oleh tiga orang, harus dipindahkan oleh saya seorang, tentu saja menggunakan banyak sekali waktu dan tenaga. Di kemudian hari -- batu-batuan yang saya pindahkan itu, orang-orang lalu menyebutnya sebagai Batu Dali (Batu Daya Besar).”

“Ketika saya selesai membangun fondasi di puncak gunung, semua kepala suku saling berdiskusi: {Marpa di atas tanah terlarang mendirikan bangunan, kita pergi halangi!} Ada seseorang berkata: {Marpa telah menjadi gila, tidak tahu dari mana datangnya seorang anak muda yang memiliki kekuatan sangat besar. Setiap puncak gunung yang tinggi, Marpa langsung menyuruh dia mendirikan bangunan di sana, setelah didirikan setengah, kembali menyuruh dia hancurkan, kayu batu dan bahan bangunan juga dikembalikan ke tempat asal. Kali ini takutnya juga akan dihancurkan. Tunggu saja ketika dia tidak menghancurkan, kita barulah pergi cepat-cepat menghalanginya, kita tunggu saja sementara waktu, lihat dia menghancurkannya atau tidak!}”

“Namun kali ini Maha Guru sebaliknya sama sekali tidak menyuruh saya menghancurkan bangunan. Saya lanjut mendirikan bangunan, ketika selesai membangun tingkat ke tujuh, pinggang saya kembali tergesek hingga muncul sebuah lubang besar.”

“Waktu itu para kepala suku melakukan pertemuan: {Huh! Kali ini sepertinya tidak akan dihancurkan lagi, dulu telah dihancurkan beberapa kali, ternyata ingin mendirikan bangunan di tempat ini; kali ini kita harus menghancurkannya!} Dengan demikian berkumpullah pasukan berkuda dan menerobos ke benteng ini. Di sana Maha Guru telah mengubah banyak sekali tubuh jelmaan, diletakkan di luar dan dalam benteng, sedari awal sudah penuh dengan jenderal dan prajurit. Para kepala suku sangat terkejut, tidak tahu dari mana datangnya -- Marpa telah mengundang begitu banyak jenderal dan prajurit! Keajaiban ini membuat orang-orang yang datang menyerang tertegun diam, semua orang tidak berani gegabah bertindak, sebaliknya memberi hormat Kowtow, memohon maaf kepada Maha Guru. Kemudian mereka semua berubah menjadi pengikut awam Maha Guru.”

“Saat itu Meton dari Tsangrong tepat sedang memohon Guanding Vajra Cakrasaṃvara (salah satu Yidam utama aliran Tantra tingkat tinggi), Shimu pun berkata: {Kali ini, kamu biar bagaimana pun harus menerima satu kali Guanding!} Saya sendiri juga terpikir: {Saya telah mendirikan begitu banyak bangunan, walaupun itu hanya sebongkah batu, sekeranjang tanah, seember air, atau setumpuk lumpur, juga tidak ada orang lain yang memberi bantuan, kali ini Maha Guru pasti akan memberi saya Guanding!}”

“Saat melakukan Guanding, saya memberi hormat kepada Maha Guru, duduk di tempat duduk penerima Fa. Maha Guru berkata: {Dali! Persembahan untuk Guanding kamu ada di mana?}”

“{Maha Guru pernah berkata kepada saya, setelah mendirikan bangunan maka akan menganugerahkan Guanding dan lafalan kepada saya, oleh karena itu saya sekarang memberanikan diri datang memohon Fa kepada Anda.}”

“Maha Guru Marpa berkata: {Kamu tidak lebih hanya secara kasar mengerjakan bangunan kecil selama beberapa hari saja, sama sekali tidak layak memperoleh Guanding dan lafalan yang saya peroleh dari jalan tapa di India; jika ada persembahan, maka bawalah ke sini; Jika tidak ada! Maka jangan duduk di tempat duduk Guanding dari aliran Tantrayana yang mendalam dan lurus!} Selesai berkata, Plak! Plok! Saya diberi dua kali tamparan, sambil menjambak rambut saya, menyeret ke luar pintu, di mulut masih dengan marahnya berkata: {Keluar!}”

“Shimu begitu melihat situasi ini, merasa sangat menyesal, mendekati saya untuk menghibur: {Beliau Maha Guru yang kita hormati sering berkata: Fa utama yang dia peroleh dari India, adalah dimohon demi kepentingan seluruh makhluk; Biasanya, walaupun seekor anjing berlalu di hadapan dia, Maha Guru juga akan membabarkan Fa dan menganugerahkan pahala kepadanya. Namun Maha Guru terhadap kamu, selalu tidak sesuai yang diharapkan, saya juga merasa aneh, tidak tahu apa penyebabnya. Akan tetapi kamu tolong jangan sesekali timbul pandangan buruk ya!}”

“Banyak keluhan yang tidak bisa diungkapkan, putus asa dan kesedihan campur aduk, saya dalam hati deritanya bukan main, pada malam hari, saya bergulingan sana-sini sambil berpikir: ‘Lebih baik bunuh diri saja!’”

“Esok paginya, Maha Guru datang bertemu saya, berkata: {Dali, kamu sekarang tidak perlu mendirikan benteng lagi, bantu saya mendirikan dulu sebuah penginapan besar berbentuk menara, harus memiliki dua belas pilar, di sampingnya juga memiliki ruang tamu; selesai didirikan, saya akan memberi kamu Guanding dan lafalan.} Dengan demikian saya kembali mendirikan fondasi bangunan dari awal, mulai membangun penginapan. Shimu sering kali membawakan makanan enak dan arak kepada saya, pada saat yang sama juga sering kali dengan baik hati menghibur saya.”

“Ketika penginapan besar itu hampir selesai dibangun, Tshurton Ouangnye dari daerah Dol datang memohon Maha Guanding Vajra Guhyasamaja (salah satu Yidam utama dari aliran Tantra tingkat tinggi).”

“Shimu berkata: {Kali ini, kamu biar bagaimana pun harus menerima Guanding -- tidak bisa tidak!} Lalu memberi saya sekantong minyak mentega, sehelai kain wol dan sebuah piring tembaga kecil, sebagai bahan persembahan. Saya sepenuh hati berharap, dengan suka cita membawa barang persembahan ke dalam aula Buddha di tempat duduk memohon Fa.”

“Maha Guru melihat saya dan berkata: {Kamu kenapa datang lagi? Kamu apakah ada persembahan untuk Guanding?} Saya dalam hati dengan sangat tenang dan dengan sangat yakin berkata: {Minyak mentega ini, kain wol, dan piring tembaga adalah persembahan saya kepada Maha Guru.}”

“{Ha! Ha! Ha! Perkataan kamu sungguh pintar! Minyak mentega ini adalah dipersembahkan oleh seorang pengikut awam kepada saya; kain wol adalah dipersembahkan oleh pengikut awam yang lain; piring tembaga adalah dipersembahkan oleh pengikut awam lainnya kepada saya. Sungguh pintar! Menggunakan barang saya untuk dipersembahkan kepada saya. Di kolong langit apakah ada aturan seperti ini? Kamu sendiri jika ada persembahan maka bawalah ke sini, jika tidak ada maka tidak boleh duduk di sini!} Sambil berkata, badan bangkit berdiri, kembali memarahi saya, dengan menggunakan kaki -- saya ditendang hingga keluar dari aula Buddha. Saya pada saat itu berharap dapat menyusup ke dalam tanah -- mungkin itu lebih baik. Setelah berpikir dengan sangat keras: {Apakah ini adalah balasan karena saya telah melepaskan mantra dan membunuh sangat banyak orang, menurunkan hujan es hingga menghancurkan banyak sekali panen? Barangkali Maha Guru tahu penyebabnya, apakah karena saya sama sekali bukan media Fa, jadi tidak boleh menerima Fa? Ataukah Maha Guru tidak cukup berbelas kasih, sehingga tidak bersedia menganugerahkan Fa kepada saya? Tidak peduli bagaimana pun, tetap tinggal di sini namun tidak bisa memperoleh Fa, itu tidak ada gunanya, tubuh sudah penuh dengan dosa kejahatan, masih lebih baik mati saja, lebih baik bunuh diri sajalah! Tepat ketika sedang kebingungan karena penuh dengan pikiran, Shimu membawa makanan hasil persembahan untuk saya, dan berusaha semampu mungkin menghibur saya.”

“Rasa kecewa dan penderitaan membuat saya sedikit pun tidak ingin makan makanan yang dibawa oleh Shimu, lalu menangis sepanjang malam. Keesokan harinya, Maha Guru datang, dan berkata: {Sekarang cepat selesaikan penginapan dan benteng, begitu selesai pekerjaan ini, saya segera mewariskan Fa Ortodoks dan lafalan kepada kamu.}”

“Saya menanggung penderitaan yang berat sekali, dengan sangat sulitnya barulah berhasil mendirikan penginapan itu. Waktu itu, di punggung kembali tergesek hingga menimbulkan sebuah lubang, tumbuhlah borok di punggung. Borok ini memiliki tiga tonjolan nanah, daging membusuk juga mengeluarkan darah nanah, busuknya hingga seperti seonggok lumpur encer.”

“Saya lalu pergi memohon kepada Shimu: {Sekarang penginapan sudah selesai dibangun, takutnya Maha Guru kembali akan melupakan janji untuk mewariskan Fa, oleh karena itu saya khusus datang memohon Anda membantu saya memohon Fa!} Sambil berkata, karena borok di punggung sakitnya sangat luar biasa, wajah tidak bisa menahan hingga memperlihatkan wajah yang sangat menderita. {Dali, kamu kenapa! Apakah jatuh sakit?} Shimu bertanya dengan sangat terkejut. Saya mau tidak mau melepaskan baju, memperlihatkan borok di punggung untuk Shimu. Begitu Shimu melihatnya, tidak dapat tahan hingga air mata mengalir turun, segera berkata: {Saya akan pergi memberitahu Maha Guru!} Segera bergegas tiba di hadapan Maha Guru dan berkata: {Maha Guru! Dali mendirikan bangunan seperti ini, hingga kaki dan tangan pun terluka, kulit pun pecah; di punggung masih tumbuh tiga borok besar, juga tergesek hingga menjadi tiga lubang, ada sebuah borok juga memiliki tiga kepala nanah, mengeluarkan darah nanah. Dulu katanya hanya kuda dan keledai yang menarik barang terlalu berat dan lama barulah akan tumbuh borok punggung; manusia tumbuh borok di punggung belum pernah dengar sebelumnya! Lebih-lebih tidak pernah terlihat sebelumnya! Hal seperti ini, bila orang-orang melihatnya atau mendengarnya, bukankah akan mencemooh kita? Maha Guru! Karena anda yang saya hormati adalah seorang Maha Lama, maka dia barulah datang melayani anda, pada awalnya bukankah anda berkata bahwa setelah selesai mendirikan benteng maka akan mewariskan Fa kepada dia? Dia sungguh sudah terlalu menyedihkan, sekarang mohon Anda mewariskan Fa kepada dia!} Maha Guru berkata: {Memang saya pernah berkata demikian, akan tetapi saya bilang ingin mendirikan menara sepuluh lantai, sekarang menara sepuluh lantai ada di mana?}”

“{Penginapan besar itu bukankah lebih besar dari menara sepuluh lantai itu?}”

“{Kamu tidak perlu berbicara sampai begitu banyak! Selesai membangun menara sepuluh lantai barulah akan mewariskan Fa kepada dia!} Maha Guru menyalahkan Shimu, tiba-tiba terpikir dengan borok di punggung saya: {Oi! Kamu barusan bilang apa? Di punggung Dali telah tumbuh borok punggung?}”

“{Punggung dipenuhi oleh borok! Mohon anda melihatnya sendiri saja! Berdarah dan bernanah, busuknya hingga menakutkan, siapa yang melihatnya juga tidak akan tahan! Ah! Sungguh kasihan!} Kata Shimu.”

“Maha Guru segera berlari ke arah tangga dan berkata: {Dali, naiklah ke atas!}”

“Saya berpikir: ‘Ah! Kali ini sudah benar! Pasti akan mewariskan Fa!’ Bergegas dengan tiga langkah menjadi dua langkah melesat ke lantai atas. Maha Guru berkata: {Dali! Perlihatkan borok punggung kepada saya!} Saya lalu memperlihatkannya kepada dia. Maha Guru secara teliti melihatnya dan berkata: {Naropa yang Paling Mulia, dua belas jalan tapa besar, dua belas jalan tapa kecil, dibandingkan kamu ini masih jauh lebih lihai! Berbagai macam dua belas jalan tapa besar maupun kecil, semuanya dapat dia tanggung. Saya sendiri juga tanpa memedulikan nyawa, tanpa menyisakan aset datang melayani Naropa. Jika kamu sungguh ingin memohon Fa, jangan sengaja berpura-pura seperti ini, kepura-puraan ini juga tidak enak dilihat, segera pergi bangun benteng saja!}”

“Saya menundukkan kepala sambil berpikir dengan teliti, perkataan Maha Guru sungguh tidak salah.”

“Maha Guru lalu membuat beberapa kantong untuk menaruh barang di baju saya, sekaligus berkata: {Kuda dan keledai walau tumbuh borok punggung, juga menggunakan kantong untuk menarik barang, saya sekarang juga membantu kamu membuat berapa kantong, yang bagus untuk diisi dengan tanah, diisi dengan batu.}”

“Saya tidak tahan untuk bertanya: {Di punggung ada borok, barang ini ada kegunaan apa?}”

“Maha Guru berkata: {Ada gunanya! Ada gunanya! Dalam kantong berisi tanah, bisa mencegah tanah berpasir menutupi borok punggung!} Saya langsung berpikir, ini lagi-lagi adalah instruksi dari Maha Guru, selain harus menahan sakit juga harus memindahkan tujuh kantong pasir ke atas puncak gunung.”

“Maha Guru melihat saya terhadap setiap perkataan yang dia ucapkan, semua tanpa terkecuali dijalankan dengan ketat; tahu bahwa saya adalah pria jantan yang tidak takut menjalankan tugas mudah maupun susah, yang sungguh membuat orang-orang tersentuh dan kagum. Di tempat yang tiada orang, secara diam-diam juga meneteskan banyak air mata.”

“Borok di punggung hari demi hari menjadi makin besar, secara bertahap sakitnya jadi tidak tertahankan, saya lalu memberitahu Shimu: {Apakah mungkin mohon Anda berkata kepada Maha Guru, lebih baik mewariskan Fa kepada saya terlebih dulu, atau paling tidak mohon dia membiarkan saya istirahat sejenak, untuk mengobati luka borok.}”

“Shimu menyampaikan perkataan saya kepada Maha Guru. Namun keinginan Maha Guru tetap sama; bangunan tidak selesai didirikan, sama sekali tidak boleh mewariskan Fa. Jika borok sungguh memerlukan perawatan, maka istirahatlah beberapa hari. Shimu juga menyarankan saya beristirahat sejenak, tunggu sampai borok sembuh barulah melanjutkan pekerjaan.”

“Saya menyembuhkan luka satu periode waktu, Shimu memberi saya banyak sekali makanan yang enak dan bergizi, juga sering kali datang untuk menghibur saya. Saya sementara waktu telah melupakan kekhawatiran karena tidak dapat memperoleh Fa.”

“Demikian setelah mengobati luka sejenak, pada hari ketika borok punggung hampir sepenuhnya sembuh, Maha Guru kembali datang memanggil saya, namun perihal tentang mewariskan Fa sedikit pun tidak disinggung; dia berkata kepada saya: {Dali! Sekarang segera pergi mendirikan bangunan!}”

“Waktu itu saya awalnya sudah bersiap-siap ingin pergi kerja, namun karena Shimu bersimpati kepada saya, lalu mengatur ingin menggunakan rencana agar Maha Guru lebih awal mewariskan Fa kepada saya. Oleh karena itu secara diam-diam telah berdiskusi dengan saya, agar berpura-pura. Setelah saya keluar dari kediaman Maha Guru, lalu menangis dengan suara kecil, pura-pura membereskan barang bawahan, membawa beberapa Zanba (makanan utama sehari-hari orang Tibet, sejenis tepung jelai yang telah dioseng) seakan-akan ingin pergi; di tempat yang dapat terlihat oleh Maha Guru, berpura-pura ingin pergi, Shimu pun berpura-pura seperti ingin menghalangi saya, menarik saya sambil berkata: {Kali ini saya pasti memohon Maha Guru mewariskan Fa kepada kamu, janganlah pergi! Janganlah pergi!} Setengah harian, dua orang tarik-menarik hingga menarik perhatian Maha Guru. Maha Guru memanggil Shimu: {Dakmema! Kalian berdua sedang apa?}”

“Begitu Shimu mendengarnya, beranggapan bahwa kesempatan telah tiba, lalu berkata: {Si Dali ini, dari tempat jauh datang ke tempat Maha Guru untuk memohon Fa, tidak hanya tidak berhasil belajar Fa Ortodoks, sebaliknya malah menjadi sasaran pukulan cacian dan melakukan kerja keras seperti Yak. Dia sekarang takut tidak dapat memohon Fa lalu mati, oleh karena itu ingin pergi ke tempat lain untuk mencari Guru. Saya walaupun menjamin dia pasti dapat memperoleh Fa, namun dia sepertinya masih ingin pergi.} Setelah Maha Guru mendengarnya, dengan penuh kemarahan masuk ke dalam rumah mengambil sebuah cambuk kulit, berlari ke luar lalu mencambuki saya membabi-buta, dan berkata: {Kamu makhluk kurang ajar, ketika pertama kali kamu datang, semua Tubuh Mulut Pikiran telah diberikan kepada saya, sekarang kamu masih terpikir ingin pergi ke mana hah? Bila saya senang, boleh saja memotong Tubuh - Mulut - Pikiran kamu menjadi ribuan potong, ini telah kamu berikan kepada saya, oleh karena itu saya berhak. Sekarang tidak peduli bagaimana pun, jika kamu ingin pergi, pergi saja, mengapa Zanba saya dibawa pergi? Ini aturan dari mana? Coba kamu katakan?} Cambuk kulit tanpa kenal ampun melayang sana sini, mencambuk saya hingga ke tanah. Maha Guru juga merebut kembali Zanba ke tangannya.”

“Saat itu dalam hati saya sungguh sedihnya bukan main, tapi juga tidak dapat berkata kepada Maha Guru bahwa ini adalah tipuan palsu yang telah dipersiapkan dengan baik oleh Shimu. Tak peduli bagaimana pun -- sikap pura-pura tidak bisa menghadapi daya kekuatan Maha Guru, terpaksa berlari masuk ke dalam rumah dan menangis. Shimu juga berkata sambil menghelakan napas: {Ah! Sekarang pertengkaran dengan Maha Guru semakin tegang, dia juga tidak akan mewariskan Fa. Tak peduli bagaimana caranya -- saya harus memikirkan cara untuk mewariskan sebuah Fa kepada kamu! Saya sendiri memiliki sebuah Fa kultivasi ‘Vajravarahi’ (salah satu Yidam aliran Tantra, sebagai wujud permukaan Boreboluomi ‘Maha Bijak’ dari Ibunda Buddha), saya wariskan saja kepada kamu!} Saya berkultivasi sesuai dengan Fa ini, walaupun tidak melahirkan pencerahan, namun dalam hati merasa sangat terhibur dan sangat damai. Saya merasa Shimu memperlakukan saya baik sekali, selalu ingin membalas kebaikan Shimu. Juga terpikir, karena Maha Guru dan Shimu, dosa kejahatan saya juga banyak dibersihkan, maka saya memutuskan untuk terus tinggal. Pada musim panas, membantu Shimu memerah susu sapi, mengoseng Qingke [Jelai daratan tinggi Tibet]. Ada kalanya, saya juga sungguh ingin mencari Maha Guru yang lain, namun setelah berpikir-pikir dengan teliti, lafalan dari Jisheng Chengfo [bisa menjadi Buddha dalam kehidupan ini], hanya dimiliki oleh Maha Guru ini, dalam kehidupan ini bila tidak berhasil menjadi Buddha, saya telah melakukan demikian banyak dosa kejahatan, bagaimana bisa terbebas? Demi memohon Fa, saya akan berkultivasi jalan tapa yang sama dengan Yang Terhormat Naropa, tak peduli bagaimana pun, harus pikirkan cara agar membuat Maha Guru senang, memperoleh lafalan dari dia, agar dalam kehidupan ini memperoleh buah sejati. Dengan demikian saya dengan satu hati satu niat memikul batu, memindahkan bahan kayu, membangun ruang kultivasi di samping penginapan besar.

(Bersambung)