(Minghui.org) Mengajar selalu menjadi profesi yang dihormati. Guru memikul tanggung jawab untuk mendidik anak-anak, membantu mereka belajar memecahkan teka-teki kehidupan, dan mengembangkan bakat siswa mereka di segala bidang.

Pada tahun 1994, UNESCO dan Organisasi Perburuhan Internasional menetapkan tanggal 5 Oktober sebagai "Hari Guru Sedunia". Orang-orang di seluruh dunia memuji dan menghargai para guru atas kontribusinya bagi pendidikan dan kemanusiaan.

Sementara sebagian besar guru di seluruh dunia dapat merayakan "Hari Guru Sedunia", di Tiongkok ada banyak yang tidak bisa, hanya karena keyakinan mereka pada Falun Gong.

Karena para guru ini menolak melepaskan hak mereka untuk berlatih Falun Gong, mereka telah dipecat dari pekerjaan mereka, ditahan, dan disiksa — seperti jutaan praktisi lainnya — sejak rezim Tiongkok melancarkan penganiayaan terhadap keyakinan mereka pada tahun 1999. Beberapa bahkan kehilangan nyawa mereka.

Guru Dianiaya karena Keyakinan Mereka

Ketika penganiayaan dimulai, rezim komunis Tiongkok memerintahkan sekolah-sekolah di setiap tingkat, sekolah dasar hingga universitas, untuk secara terbuka mencela Falun Gong. Guru dan siswa dipaksa untuk menonton video yang memfitnah Falun Gong dan secara terbuka menyerang Falun Gong.

Pejabat sekolah, Kantor 610 (badan di luar hukum yang dibuat untuk menganiaya Falun Gong), dan polisi bekerja sama untuk menganiaya guru yang berlatih Falun Gong. Mereka yang menolak melepaskan keyakinannya dibawa ke sesi pencucian otak, kamp kerja paksa, atau rumah sakit jiwa. Beberapa dijatuhi hukuman penjara.

Di Universitas Tsinghua, misalnya, salah satu perguruan tinggi paling terkemuka di Tiongkok, lebih dari 300 profesor, instruktur, dan mahasiswa menjadi sasaran keyakinan mereka.

Yu Jia adalah seorang instruktur di Bagian Ekonomi dan Manajemen di Universitas Tsinghua. Selama Tahun Baru Imlek 2000, dia pergi ke Lapangan Tiananmen untuk mengajukan permohonan atas nama Falun Gong dan ditangkap. Dia ditahan selama sebulan dan disiksa secara brutal. Dia kemudian ditangkap beberapa kali karena melakukan latihan Falun Gong di depan umum. Pada tanggal 27 November 2000, dia ditangkap dan diam-diam dijatuhi hukuman tiga setengah tahun penjara.

Di Universitas Teknologi dan Bisnis Beijing, Zhao Xin, seorang instruktur di Bagian Ekonomi, ditangkap dan ditahan karena melakukan latihan Falun Gong di sebuah taman di Beijing pada bulan Juni 2000. Tiga hari kemudian, dia dipukuli dengan sangat kejam sehingga dia patah tulang di tulang belakang ruas keempat, kelima, dan keenam dan menjadi buta di mata kirinya. Dia lumpuh dan meninggal enam bulan kemudian, pada usia 32 tahun.

Liu Limei adalah seorang profesor di Departemen Kedokteran Hewan di Universitas Pertanian Timur Laut Harbin. Karena dia menolak berhenti berlatih Falun Gong, dia ditangkap pada tahun 2001 dan ditahan di Kamp Kerja Paksa Harbin Wanjia. Dia dibebaskan beberapa bulan kemudian di ambang kematian. Dia ditangkap lagi pada Februari 2003 dan disiksa sampai meninggal pada tanggal 12 Agustus 2003, di sebuah pusat penahanan pada usia 41 tahun. Polisi memperingatkan keluarganya untuk tidak memberitahu siapa pun tentang kematiannya dan tidak mengizinkan mereka untuk memeriksa tubuhnya.

Zhang Yan, seorang guru musik sekolah menengah dari Kota Mianyang, Provinsi Sichuan, menderita masalah kesehatan kronis seperti faringitis, rematik, linu panggul, pusing, dan neurasthenia. Tetapi sembuh tidak lama setelah dia belajar Falun Gong pada Juni 1998. Dia mengikuti prinsip Sejati-Baik-Sabar dalam pekerjaannya dan membantu less siswa-siswanya tanpa memungut biaya. Dia menolak suap dan mendapatkan rasa hormat dari siswa dan orang tua siswa.

Karena berlatih Falun Gong, Zhang dipenjara selama 2.208 hari di pusat penahanan, pusat pencucian otak, kamp kerja paksa, dan penjara. Dia dipecat dari pekerjaannya dan meninggalkan rumahnya bersama orang tuanya untuk menghindari penganiayaan. Dia meninggal pada Februari 2020 pada usia 46 tahun.

Kisah tragis ketiga guru ini cerminan penganiayaan brutal terhadap jutaan praktisi Falun Gong, termasuk ribuan guru di antara mereka. Di luar Tiongkok, guru yang berlatih Falun Gong memperoleh manfaat besar dari latihan tersebut dan menyajikan gambaran yang sama sekali berbeda.

Guru di Dunia Bebas

Laurel adalah seorang guru sekolah menengah di Queensland, Australia. Dia dan suaminya mulai berlatih Falun Gong pada 1999. Dia berkata, “Itu adalah kebetulan. Seorang teman Tionghoa memberi saya dan suami saya buku Zhuan Falun. Kami tertarik dengan prinsip-prinsip dalam buku tersebut dan berlatih bersama. Saya memiliki masalah kesehatan pada saat itu dan tidak dapat bekerja. Setelah berlatih Falun Gong, saya segera pulih dan kembali ke sekolah untuk mengajar. Saat berlatih Falun Gong, saya belajar untuk mempertimbangkan orang lain dalam segala hal yang saya lakukan. Saya berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik baik di kantor maupun di rumah.”

Laurel (di sebelah kiri) dan tiga generasi dari keluarganya berpose untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada pencipta Falun Gong.

Mary Manthey adalah seorang guru sekolah dasar di Ann Arbor, Michigan. Dia berkata, “Dulu, saya sering merasa cemas dan menderita depresi. Saya mengalami kesulitan menghadapi hidup. Perhatian dan dukungan keluarga dan teman-teman tidak dapat menyelamatkan saya. Pada April 2017, saya mulai berlatih Falun Gong. Saya membaca buku-buku Falun Gong, dan Guru Li Hongzhi membantu saya melewati hari-hari tergelap dalam hidup saya. Dia mengajari saya bagaimana menjadi seorang praktisi Falun Gong yang jujur, baik hati, kuat, dan rajin. Saya sulit mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada Guru Li dengan kata-kata. Falun Gong memberi saya kebahagiaan abadi."

Chang Meijuan, seorang guru bahasa Mandarin di Sekolah Menengah Chung Gang Kota Taichung di Taiwan, mengalami peningkatan yang signifikan dalam pikiran dan tubuhnya setelah dia berlatih Falun Gong pada tahun 2002. Rasa sakit di lutut dan nyeri haid yang disebabkan oleh endometriosis semuanya hilang. Ibunya memberi tahu semua orang bahwa putrinya sembuh dengan berlatih Falun Gong.

Chang mulai melayani sebagai wali kelas pada tahun 2006 dan telah membimbing siswanya dengan prinsip-prinsip Sejati-Baik-Sabar sejak saat itu. Dia berinteraksi dengan murid-muridnya dengan ketulusan, kebaikan, dan ketekunan. Kelasnya diakui sebagai "teladan" di sekolah selama tiga tahun, dan dia memenangkan penghargaan Staf Pendidikan Kota Taichung yang Sangat Baik tahun 2009.

Lee Min-yu adalah seorang guru di Sekolah Dasar Ming Yih di Kabupaten Hualian, Taiwan. Dia memiliki pertanyaan tentang kehidupan sejak masa kanak-kanak dan telah mencari jawaban sampai tahun 2001, ketika dia mulai berlatih Falun Gong. Dari membaca Zhuan Falun, dia memahami bahwa tujuan hidup adalah kembali ke jati diri yang asli. Setelah dia berlatih beberapa saat, suami dan kerabatnya memberi tahu dia bahwa dia semakin muda dan semakin cantik.

Nona Lee dengan senang hati merekomendasikan Falun Gong kepada kerabat, kolega, dan siswanya. Dia mengajar murid-muridnya untuk menjadi benar-benar baik, baik dalam apa yang mereka katakan maupun apa yang mereka lakukan. Pada pertemuan klub mingguan, dia mengajari mereka lima perangkat latihan Falun Gong dan membaca puisi dari Hong Yin. Dia bercerita untuk menggambarkan apa itu ketulusan, kebaikan, dan toleransi. Bimbingan dan pengaruhnya menuntun murid-muridnya untuk berusaha menjadi baik. Dia memenangkan penghargaan Guru Luar Biasa Khusus Kabupaten Hualien pada September 2003.

Pada hari olahraga sekolah di bulan April 2004, Lee dan lebih dari 300 anak di kelas empat memperagakan lima perangkat latihan Falun Gong bersama-sama. Mereka mendapat pujian dari hadirin para guru, siswa, orang tua, dan tamu. Foto dan video yang memperkenalkan Falun Gong dan mengungkap penganiayaan yang sedang berlangsung di Tiongkok juga dipajang.

Di acara tersebut, Lee berkata dengan semangat, "Anak-anak di Taiwan dapat belajar dan berlatih Falun Gong dengan bebas untuk keuntungan fisik dan mentalnya. Tapi di sisi lain dunia, siswa di Tiongkok akan dipaksa putus sekolah atau ditahan karena mengatakan 'Falun Gong baik' atau 'Sejati-Baik-Sabar baik.' Mereka adalah dunia yang sama sekali berbeda.”