(Minghui.org) Jenderal Xu Yun dari Zaman Samkok (Tiga Negara)bertunangan dengan putri pejabat keamanan istana Ruan Gong. Karena pernikahan yang dijodohkan, Xu tidak pernah bertemu istrinya sampai hari pernikahan. Pada hari itu, ia bingung melihat penampilannya dan menolak untuk masuk ke kamar pengantin.

Kebetulan bendahara negara, Heng Fan, datang mengunjunginya. Xu berbagi kekecewaannya dengan Heng. Heng meyakinkannya bahwa keluarga Ruan menikahkan putri mereka dengannya, pasti ada sesuatu yang luar biasa pada putrinya.

Dengan hati yang cemas, Xu masuk ke kamar pengantin, dan merasa jijik melihat pengantinnya. Ia berbalik dan hendak melarikan diri, pada waktu itu pengantinnya menarik baju Xu. Xu bertanya padanya, dari empat kebajikan seorang wanita antara lain, cara berbicara, moralitas, penampilan, dan kemampuan menjahit—mana yang dikuasainya. Putri menjawab kepadanya, “Dari empat kebajikan, saya hanya tidak memiliki penampilan yang menarik. Tetapi untuk kebajikan yang harus ada sebagai seorang intelektual, mana yang anda miliki?” Xu menjawab bahwa ia memiliki semuanya.

Putri berkata kepadanya, “Sebagai seorang intelektual, kebajikan dan moralitas adalah yang paling penting. Tetapi anda lebih mengutamakan penampilan dari pada moralitas, jadi bagaimana anda bisa mengatakan bahwa anda memiliki semuanya?”

Xu merasa malu mendengar kata-kata putri. Ia juga menjadi mengerti bahwa putri ini adalah seorang wanita yang berbudi luhur. Sejak saat itu, mereka saling menghormati dan hidup bersama dengan bahagia.

Dari zaman kuno hingga zaman modern, saling pengertian dan saling hormat dapat ditemukan dalam banyak pernikahan yang langgeng dan harmonis. Bukan penampilan fisik, tetapi kecantikan dari lubuk hati dan kebaikan seseorang yang bisa menyatukan pasangan suami isteri.

Sementara kisah Xu berawal hampir 1.800 tahun yang lalu, Liang Yusheng (1924-2009) dari zaman modern mungkin menemukan beberapa persamaan dalam pernikahannya.

Liang adalah seorang penulis novel seni bela diri yang terkenal. Buku-bukunya Romance of the White Haired Maiden, Seven Swordsmen dan lainnya sering menggambarkan kisah cinta yang tragis. Namun kenyataannya, ia dan istrinya telah bersama selama 53 tahun. Pernikahan mereka bahagia dan memuaskan.

Ketika Liang berusia 32 tahun, ia sudah menjadi penulis utama Ta Kung Pao Hong Kong dan penulis untuk beberapa surat kabar. Melihat bahwa ia masih lajang, Li Zongying, wakil pemimpin redaksi, dengan antusias memperkenalkan keponakan istrinya, Lin Cuiru, kepadanya.

Ketika Liang melakukan kencan buta, Lin berusia 26 tahun, adalah seorang pegawai negeri yang berpenghasilan dua kali lipat gaji Liang. Lin seorang yang hangat dan murah hati, tetapi Liang tidak langsung jatuh cinta padanya.

Kemudian, mereka mengatur beberapa kali pertemuan lagi dan Lin mulai membeli New Evening Post dan membaca “The Dragon and the Tiger in Beijing,” yang telah diserialkan Liang. Liang juga secara perlahan melihat kebaikan Lin, karena Lin menjadi sukarelawan di sebuah gereja setiap akhir pekan dan telah melakukannya selama lima tahun.

Ketika Liang masuk rumah sakit untuk mengangkat polip hidung, Lin pergi merawatnya. Lin juga menjemputnya ketika ia keluar dari rumah sakit. Liang berlutut dan memohon, “Saya miskin, tetapi selama saya rajin menulis, saya bisa mendukung kamu. Maukah kamu menikah dengan saya?”

Setelah delapan bulan berkenalan, Lin, yang berasal dari keluarga bergengsi, menikahi Liang. Setelah menikah, Lin melanjutkan sifat penyayang, perhatian, dan dukungannya meskipun suaminya mempunyai kekurangan. Lin tidak mencoba mengubahnya, tapi terus merawatnya dan memberi dukungan kepadanya untuk melakukan apa yang Liang kuasai.

Liang berhenti menulis pada usia enam puluh tahun. Ia membawa istrinya berkeliling dunia selama tiga tahun dan berimigrasi ke Australia, yang merupakan tempat favoritnya.

Pengorbanan dan Saling Pengertian dalam Pernikahan

Dalam hubungan apa pun, kepribadian, karakter, dan kekurangan setiap orang pasti akan muncul ke permukaan dan dapat menyebabkan ketegangan, kesalahpahaman, dan kebencian. Bagaimana seseorang menghadapinya dapat menentukan seberapa sukses pernikahan itu.

Katja jatuh cinta pada Heinz pada usia enam belas tahun, dan beberapa tahun kemudian ia menikah dengan cinta pertamanya sesuai keinginannya. Namun, dengan kelahiran tiga anak, yang menghabiskan seluruh waktu dan energinya, pasangan itu tumbuh terpisah dan pernikahan mereka berada di ambang kehancuran.

Heinz sering keluar sendirian. Melihat Katja hanya sebagai ibu dari anak-anak, ia bahkan berpikir untuk mencari pendamping baru. Katja menyadari bahwa pernikahannya sedang dalam krisis. Ia khawatir dan tertekan, dan ia kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri. Ia bekerja keras setiap hari untuk merawat suami dan anak-anaknya, tetapi ia tidak bisa mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari suaminya. Ia merasa kehilangan.

Seorang teman yang telah lama tidak ketemu membawakan Zhuan Falun, buku utama dari ajaran kuno spiritual dan meditasi Falun Dafa, musik dan video instruksi latihan kepadanya. Katja dan suaminya membaca habis buku itu dalam dua hari. Katja merasa itu adalah buku paling menakjubkan yang pernah ia baca. Ia menyadari bahwa ia juga ikut berperan dalam krisis pernikahan.

“Saya pasti telah menyakitinya di beberapa hal dalam kehidupan sebelumnya atau memperlakukannya dengan buruk, atau secara tidak sengaja telah melakukan sesuatu yang mengakibatkan situasi saat ini. Melalui kesadaran baru ini, saya perlahan-lahan mengubah mentalitas korban saya. Bagaimana saya bisa meminta pertanggungjawaban orang lain atas pernikahan yang gagal? Saya menyadari bahwa mentalitas korban sebenarnya memainkan peran, dan sulit untuk mengatakan siapa yang sepenuhnya benar atau salah, dan satu-satunya hal yang dapat saya lakukan adalah mengubah diri saya sendiri.”

“Contoh, saya sering merasa sulit untuk mengungkapkan perasaan saya dengan kata-kata, sementara suami saya lebih tertarik mendengar jawaban yang jelas dan terus terang. Butuh bertahun-tahun bagi saya untuk memahami ini. Sekarang saya tidak lagi bersikeras pada sudut pandang saya, kami lebih memerhatikan dan menghargai satu sama lain, dan hubungan kami berangsur-angsur membaik sampai menjadi benar-benar harmonis.”

Kultivasi diri dan meditasi dalam Dafa membantu Katja menenangkan pikiran dan melihat ke dalam. Ketika ia bisa mencapai ketenangan, ia bisa melihat pikiran apa yang masih aktif dan motivasi di balik pikiran yang tidak terkendali itu. Dengan mempelajari ajaran Dafa, Katja dapat tetap tenang ketika menghadapi kesulitan dalam hidup dan melihat segala sesuatu secara rasional.

Katja berkata, “Falun Dafa mengubah hidup saya sepenuhnya. Ajaran Dafa membimbing saya untuk melihat berbagai hal secara berbeda. Saya dapat memikirkan orang lain terlebih dahulu dan menjadi perhatian kepada orang lain, dan saya dapat merasakan perubahan positif saya setiap hari.”

“Contoh, di masa lalu, kebebasan, bagi saya, berarti segala sesuatunya berjalan seperti yang saya inginkan. Ini adalah pemahaman yang sama sekali berbeda sekarang: Kebebasan berarti saya akan menerima apa pun yang saya hadapi dengan tenang, meskipun itu adalah sebuah tantangan. Saya mempunyai prinsip Sejati-Baik-Sabar untuk memandu saya, dan saya akan melakukan dengan lebih baik setiap hari.”

“Ini adalah perasaan baru saya tentang kata 'kebebasan.' Jika saya tidak berkultivasi Dafa, kemungkinan besar saya tidak bisa melakukan ini. Saya harus memperkenalkan Dafa kepada orang lain sehingga setiap orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari Dafa. Pada saat yang sama, mereka juga dapat belajar tentang penganiayaan dan bekerja sama dengan kita untuk menghentikannya.”

Katja mengatakan bahwa cobaan dan kesengsaraan dalam hidupnya ternyata hanya sejumlah anak tangga untuk menaiki tangga. Ia yakin bahwa dalam kultivasi Falun Dafa, perjalanannya akan menjadi lebih percaya diri, optimis dan teguh.

Dalam sebuah artikel, seorang praktisi Falun Dafa mengatakan bahwa ketika ia mencoba menganggarkan pengeluarannya dengan baik dan hidup hemat, suaminya, seorang non-praktisi, sembrono dalam hal ini dan sering menghamburkan uang. Hal itu menjadi sumber konflik di antara mereka.

Ketika mereka pergi berbelanja bersama, sang istri selalu membeli makanan yang cukup untuk satu atau dua kali makan, tetapi sang suami sering kali membeli secara berlebihan. Contoh, setengah kilo seledri sudah cukup, tetapi sang suami harus membeli seikat besar. Banyak sayur yang akhirnya dibuang ke tempat sampah.

Setelah istrinya mulai berlatih Falun Dafa, ia belajar untuk mencari kekurangan setiap kali konflik muncul. Ia menemukan bahwa ia membenci karena suaminya tidak tahu bagaimana membuat anggaran dan hidup hemat. Tapi ia juga belajar bahwa setiap orang mempunyai takdirnya sendiri dan kekayaan seseorang ditentukan oleh takdir. Sejak saat itu, ia tidak lagi mengeluh tentang gaya belanjanya tetapi mencoba mengakomodasinya. Jika suaminya membeli terlalu banyak makanan, ia akan berbagi dengan tetangganya. Suaminya juga mengubah dan tidak lagi membeli bahan makanan yang tidak perlu.

Ia dulu seorang wanita dengan budaya Partai Komunis, mendominasi dan sombong. Suaminya harus selalu menuruti keinginannya untuk menghindari pertengkaran. Dengan ajaran Falun Dafa, ia mulai mengevaluasi berbagai hal dari sudut yang berbeda. Ia belajar untuk menghargainya apa adanya dan mampu mencari kekurangannya sendiri. Pernikahan mereka dengan demikian menjadi harmonis.