20 Juli 2013 menandai 14 tahun penganiayaan rejim komunis China terhadap Falun Gong. Situs web Minghui sejauh ini telah memverifikasi korban meninggal sebanyak 3.716 praktisi sebagai akibat langsung dari penganiayaan, penyiksaan yang rejim komunis China terapkan terhadap praktisi. Jumlah korban sesungguhnya diperkirakan jauh lebih besar, terutama para praktisi yang organ tubuhnya diambil secara paksa dan hidup-hidup untuk memenuhi kebutuhan industri transplantasi organ China – jumlahnya tidak terdata karena korban secara otomatis terbunuh dalam proses tersebut dan langsung dikremasi oleh otoritas. Industri transplantasi China sejak awal tahun 2000-an melonjak tajam (tidak lama setelah dilancarkannya penganiayaan terhadap Falun Gong).

(Minghui.org)

Para praktisi Falun Gong di Jakarta mengadakan serangkaian kegiatan pada hari tersebut, untuk menyerukan penghentian penganiayaan terhadap Falun Gong di China serta mengungkap kekejaman dan kejahatan kemanusiaan rejim Partai Komunis China (PKC).

Kegiatan pertama berlangsung pagi hingga siang hari di muka Kedubes China di Jakarta. Dalam kegiatan tersebut para praktisi membentang spanduk-spanduk yang menyerukan penghentian penganiayaan, pembubaran kamp-kamp kerja paksa serta penghentian praktek perampasan organ hidup-hidup dari para praktisi. Selain spanduk, praktisi juga mengusung foto-foto puluhan rekan mereka yang meninggal akibat penyiksaan dan melakukan orasi.

Juru bicara Himpunan Falun Dafa Indonesia, Gatot dalam orasinya mengutarakan keprihatinan mendalam atas praktek-praktek penyiksaan, pembunuhan, penahanan ilegal serta pengambilan organ yang dilakukan rejim secara sistematis dan menghimbau masyarakat luas agar membantu menghentikan genosida tersebut.

 

Fadjar, juru bicara GHURE, sebuah organisasi HAM mengutuk keras penganiayaan PKC terhadap Falun Gong dan menyerukan pembubaran kamp-kamp kerja paksa dan penghentian praktek pengambilan organ paksa.


Sementara Rani, seorang praktisi Falun Gong, dalam puisinya mengingatkan bahwa dunia sesungguhnya memerlukan Sejati-Baik-Sabar (prinsip dasar dari Falun Gong atau disebut pula Falun Dafa); mengingatkan agar setiap insan mengambil pelajaran dari sejarah dalam menentukan pilihan antara kebaikan dan kejahatan, hal mana akan menentukan masa depan mereka.

Beberapa petugas dan komandan polisi yang bertugas mengamankan kegiatan, secara pribadi menunjukkan rasa simpati serta dukungan mereka. “Tetap konsisten,” ujar seorang polisi.











Sore harinya, para praktisi kembali berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia yang ramai. Praktisi kembali membentang spanduk-spanduk yang menyerukan penghentian penganiayaan, serta menampilkan Tian Guo Marching Band yang musiknya segera menarik perhatian banyak pengendara mobil yang melintas. Banyak pengendara kendaraan bermotor yang menerima brosur dan tabloid klarifikasi dari praktisi, atau memperlambat laju kendaraan mereka untuk membaca spanduk-spanduk yang dibentang. Melalui kegiatan tersebut, semakin banyak khalayak yang mengetahui fakta penganiayaan terhadap Falun Gong di daratan China dan diharapkan mereka dapat meneruskan informasi tersebut kepada rekan, kerabat dan keluarga mereka, serta mengulurkan tangan untuk membantu upaya-upaya global para praktisi di seluruh dunia untuk menghentikan genosida PKC yang irasional dan paranoid ini.

Meskipun hujan lebat, para praktisi tetap bertahan hingga kegiatan selesai setelah pukul 17.15.