BAB 1

NEGARA YANG MENJADI PUSAT - KEBUDAYAAN HASIL WARISAN DEWATA

Sejarah panjang lima ribu tahun bagai arus pasang dan surut, peradaban besar yang dulunya sangat megah semuanya telah buyar bagaikan debu dan asap, namun hanya peradaban bangsa Tionghoa saja yang terwariskan hingga sekarang. Tiongkok dulunya pernah mencapai kejayaan maha megah sehingga menjadi negeri yang wajib dikunjungi bagi berbagai negara di sekitarnya, dan dihormati sebagai “Negara Wahid Dinasti Langit”, dengan kebudayaan yang secara mendalam memengaruhi seluruh Asia Timur, membentuk lingkar besar budaya Tionghoa. Dengan dibukanya jalur sutra dan empat penemuan besar [1] yang menyebar hingga ke Barat telah mendorong maju peradaban dunia, dan telah memberi konstribusi terhadap abad Renaisans [2] di Eropa serta penemuan benua baru.

Bangsa Tionghoa juga telah mengalami banyak kesulitan. Terutama di zaman modern awal [3], pertikaian internal dan agresi dari luar berlangsung terus-menerus. Pada pertengahan abad ke-20, setelah roh gentayangan dari Barat yaitu partai komunis merebut kekuasaan, terjadi pembantaian rakyat, penghancuran kebudayaan dan pengrusakan lingkungan, sehingga mencemari gunung dan sungai, para makhluk hidup menderita, peradaban yang dulunya maha megah menjadi meredup, nyaris punah dalam sekejap.

Mengapa setelah partai komunis memperoleh kekuasaan, masih saja tanpa henti melancarkan berbagai macam gerakan, dan bahkan meluncurkan Revolusi Kebudayaan [4] yang “belum pernah terjadi dalam sejarah”? Mengapa PKT memperlakukan rakyat dan kebudayaan Tiongkok sebagai musuh yang harus dihabisi untuk merasa puas? Mengapa dalam satu abad terakhir, Tiongkok menjadi bangsa yang dikendalikan paling kuat dan yang dianiaya paling kejam oleh roh jahat komunis?

Buku ini untuk pertama kali mengungkap bahwa komunisme bukanlah semacam arus pemikiran dan teori, ataupun sebuah percobaan gagal saat umat manusia mencari semacam jalan keluar. Ia adalah iblis, juga dikenal sebagai roh jahat komunis, yang terbentuk dari kebencian dan berbagai materi sampah dari ruang dimensi tingkat rendah alam semesta, dan tujuan terakhirnya adalah memusnahkan umat manusia.

Sebuah jurus paling busuk dari roh jahat komunis untuk memusnahkan umat manusia, tepatnya adalah dengan merusak kebudayaan warisan Dewa, atau yang disebut dengan kebudayaan tradisional Tiongkok yang diciptakan oleh Sang Pencipta demi menyelamatkan semua makhluk hidup.

I. NEGARA YANG MENJADI PUSAT

Banjir besar yang menutupi seluruh dunia 4.000 tahun lalu, membuat umat manusia pada masa itu hampir seluruhnya berada dalam kondisi musnah. Dalam ingatan berbagai bangsa mengenai kejadian banjir besar ini, rata-rata hanya sedikit manusia bertahan hidup yang berkembang lagi dari awal sebagai ras manusia.

Dalam sejarah Tiongkok, saat itu bertepatan dengan masa kekuasaan Kaisar Yao [5]. Di tengah banjir yang menenggelamkan banyak gunung tinggi, bangsa Tionghoa sebaliknya secara utuh berhasil bertahan hidup, di saat yang sama juga mempertahankan peradaban maha megah masa lalu, termasuk hal-hal yang masih sulit dimengerti oleh manusia modern sampai hari ini antara lain Taichi, Hetu, Luoshu, Zhouyi, Bagua, dan lain-lain.

Menurut catatan, pada saat Kaisar Yao memberikan persembahan, Tuhan menunjukkan mukjizat serta menasihati Kaisar Yao: “Air Bah Berbahaya, Perintah Putra Selamatkan” (banjir besar sangat berbahaya bagi manusia, kau harus menyelamatkan rakyat. Membaca kitab Gu Jin Yue Lu [6]), dimulailah keajaiban Da Yu [7] mengendalikan air bah. Di masa Yao – Shun – Yu, merupakan awal pulihnya bangsa Tionghoa dari kemusnahan akibat banjir besar. Da Yu menata aliran sungai dan gunung, menciptakan lingkungan hidup baru bagi bangsa Tionghoa, sampai sekarang.

Ini adalah perhatian khusus dari Tuhan pada bangsa Tionghoa. Tanpa perlindungan dari Tuhan, bangsa Tionghoa akan bernasib sama seperti bangsa lain di atas dunia, tidak akan selamat dari bencana yang menenggelamkan dunia ini. Di antara sekian banyak suku bangsa, Tuhan telah memilih bangsa Tionghoa, mengajarkan kebudayaan warisan Dewa yang dikenal pula sebagai kebudayaan semi Dewa, yang tentunya juga merupakan persiapan yang dibuat demi pengaturan yang lebih besar di kemudian hari.

Tiongkok dari dinasti berbeda mempunyai wilayah yang berbeda. Secara hakiki, “Tiongkok” bukanlah dalam konsep letak geografis, melainkan berarti “negara yang menjadi pusat”, yang bersumber dari pengaturan Tuhan terhadap kebudayaan Tionghoa dengan status, karakteristik, struktur dan unsur pembentuk yang penuh karunia Langit.

Bumi pertiwi bangsa Tionghoa unik tiada duanya, adalah negara yang menjadi pusat yang dipilih Tuhan, Fa [8] terakhir untuk menyelamatkan manusia di dunia pada masa akhir zaman akan disebarkan di sini. Oleh karenanya, segala yang ada di Tiongkok, mulai dari lingkungan alam dan penyebaran populasi secara permukaan, hingga proses perkembangan sejarah di tingkat yang mendalam dan pembentukan kebudayaan, serta pemahaman pada berbagai macam agama dan aliran Fa xiulian [9] dan lain sebagainya, semuanya berasal dari penataan Tuhan yang teratur dan sistematis.

Di dalam sejarah panjang bangsa Tionghoa, Sang Pencipta bereinkarnasi menjadi kaisar agung, sastrawan, bhiksu, pendeta Tao, maha guru dunia persilatan, punggawa dan panglima besar, untuk memimpin jiwa-jiwa yang asal-usulnya tidak sembarangan, menciptakan lingkungan kehidupan bagi rakyat Shenzhou [10], menetapkan kriteria moral, memperkaya muatan pemikiran, membentuk kebudayaan ortodoks, dan menegakkan sistem hukum. Lalu bermunculan satu persatu satu Putra Langit di setiap dinasti, rakyat di setiap dinasti, kebudayaan di setiap dinasti, model busana pada setiap dinasti, adat istiadat setiap dinasti dan keunikan karakteristik pada setiap dinasti yang muncul di Tiongkok, datang silih berganti, gemerlap bagai lautan bintang, tersebar jauh di empat samudera, mengguncang delapan penjuru, akhirnya menjadi kebudayaan hasil warisan Dewata lima ribu tahun yang megah itu.

Para tokoh heroik, dengan kepribadian dan keahliannya yang mengagumkan sepanjang zaman. Kaisar Qin [11] – HanWu [12] – Wei Wu [13] – Zhuge Wuhou [14] – Tang Taizong [15] – Jenghis Khan– Kubilai Khan – Ming Chengzu [16] – Kangxi Dadi [17] dan para kaisar agung dan pejabat ternama lainnya, yang telah meluaskan wilayah kekuasaan, menjalin hubungan dengan berbagai negara sekitarnya, serta membawa kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa tersebar jauh ke negeri orang.

Pada masa Dinasti Qin dan Dinasti Han, enam kerajaan telah dipersatukan, pengembangan wilayah Barat [18], menaklukkan Utara hingga Wuhuan (dipimpin oleh Cao Cao) dan menaklukkanNanman dengan Yi [19]. Lalu pada era dua Dinasti Jin (Barat dan Timur) dan Dinasti Nan Bei (Utara Selatan), terjadi peristiwaperadaban menyeberang ke Selatan [20], lima Hu masuk menempati Zhong Yuan [21]. Selama era Dinasti Sui dan Dinasti Tang hingga Wu Dai (Generasi Lima), bangsa-bangsa di sekitar Tiongkok melakukan hubungan dengan ZhongYuan dalam bentuk bergabung di bawah kekuasaannya sebagai negara vassal (negara taklukan) dan membayar upeti, atau berperang dan diplomasi matrimonial (diplomasi melalui perkawinan), atau pertukaran pelajar dan lalu lintas perdagangan, atau berbagai bentuk lainnya. Pada era dua Dinasti Song (Utara dan Selatan), kebangkitan suku Qidan (Khitan) dan suku Jurchen [22], disusul terjadinya perang antara Dinasti Song – Liao dan Dinasti Song – Jin. Jenghis Khan menyatukan wilayah gurun dan ekspedisi jauh ke daratan Eropa; Ming Chengzu [23] mengutus orang berlayar menyeberangi lautan. Berbagai jenis aksi heroik, mengguncang Langit dan Bumi, mengharukan hantu dan Dewa; terlihat tidak teratur, sesungguhnya teratur; terlihat kebetulan, sesungguhnya adalah keniscayaan.

Tuhan tidak meninggalkan kehidupan mana pun di dunia, secara tertata telah mengatur kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa untuk disebarkan pengaruhnya ke seluruh dunia, demi meletakkan fondasi nilai-nilai universal yang seharusnya dimiliki oleh manusia di seluruh dunia.

Di atas panggung megah Shenzhou, anda dan saya bermain di panggung silih berganti, sang pemeran bermain menjiwai, sang penonton sampai lupa diri. Alur cerita pertunjukan besar ribuan tahun ini hingga kandungan makna mendalam yang tersembunyi di belakangnya, diam-diam telah secara mendalam menyusup ke dalam pembuluh darah rakyat Shenzhou, ditambah melalui catatan otentik sejarah tanpa henti selama lima ribu tahun, yang ditinggalkan untuk generasi selanjutnya, sehingga membuat moralitas terjaga pada standar yang relatif tidak rusak.

II. KEBUDAYAAN WARISAN DEWATA

Kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa adalah terhubung dengan Langit. Dalam tradisi bangsa Tionghoa, “Langit” tidak sekadar “alam raya” seperti yang dipahami oleh manusia modern. “Langit” memiliki jiwa, segala sesuatu benda yang berada di antara Langit dan Bumi disebut dengan “ciptaan”, yang berarti diciptakan dan ditumbuh-besarkan. Sedangkan yang menciptakan dan membesarkan adalah penguasa dari Langit Bumi Alam Semesta, yang disebut “Kaisar Langit” dan “Maha Kaisar Langit Raya”, di kalangan rakyat disebut “Tuan Langit” yakni: Tuhan tertinggi tanpa banding. Orang Tiongkok menyebut negara sendiri sebagai Shenzhou (Tanah Dewata), orang Tiongkok menyebut kaisar sebagai “Putra Langit”. Tempat tujuan akhir manusia, adalah kembali ke Kerajaan Langit milik Tuhan yang dicapai setelah meningkatkan moralitas.

Kehendak dari Tuhan disebut “kehendak Langit”, seluruh makhluk di antara Langit dan Bumi bertindak mengikuti kehendak Langit, yang dianggap sebagai “Tao Langit” (Jalan Langit). Kehendak Langit muncul melalui fenomena Langit. Dalam kebudayaan bangsa Tionghoa, Kaisar Langit akan menurunkan berbagai bencana alam sebagai peringatan kepada orang-orang yang berseberangan dengan kehendak Langit, dan memperlihatkan berbagai pertanda baik, merestui orang-orang yang memiliki De [24] yang selaras dengan Langit serta patuh terhadap kehendak Langit. Tuhan juga mengatur para kaisar agung yang arif bijaksana turun ke dunia, untuk mengajarkan kepada masyarakat, agar manusia dapat membaca fenomena Langit dan memahami kehendak Langit.

Di dalam kitab “Yi – bagian Xi Ci Shang” disebutkan: “Langit menurunkan pertanda, melihat baik buruknya, Orang Suci menafsirkannya. Sungai menghasilkan peta, Luo menghasilkan kitab [25], Orang Suci menaatinya.” Secara umum artinya, orang suci mendapat mandat Langit memperlihatkan fenomena Langit (ilmu astronomi) semacam ini kepada manusia, agar menjadi pemikiran, kepercayaan, perilaku manusia, sampai etika yang paling mendasar, norma perilaku, sistem dan hukum dan lain-lain, dengan demikian, “ilmu langit” (astronomi) diubah menjadi “ilmu manusia” (humaniora), itulah sumber peradaban bangsa Tionghoa.

“Orang suci” yang menginterpretasikan peradaban bangsa Tionghoa dan mendidik masyarakat, adalah Dewa, atau setengah Dewa. Seperti yang terlihat pada aksara “Suci” (聖, Shèng) [26], Mereka adalah raja yang memahami Mandat Langit sekaligus juga pencipta ilmu (kebudayaan) manusia, seperti Pangu [27] – Nuwa [28] – Fuxi [29] – Shennong [30] dan Dewa-Dewa lainnya; begitu juga dengan Huangdi (Kaisar Kuning), Yao (Tang Yao), Shun, Yu (Dayu) dan para raja suci lainnya yang melaksanakan pekerjaan Dewa dengan tubuh manusia.

Menurut catatan kitab kuno, orang Tiongkok percaya bahwa Kaisar Huang Di Xuan Yuan yang disebut sebagai “leluhur pertama ilmu manusia” setelah menyelesaikan misi mendidik manusia, mencapai kesempurnaan Tao lalu terbang kembali ke Kerajaan Langit, sejak saat itu mewariskan kepada umat manusia budaya kultivasi bagi manusia untuk kembali pada Dewa. Pakaian yang dikenakan Kaisar Huang Di sebelum terbang kembali ke Langit dikubur oleh masyarakat masa itu di Gunung Qiaoshan (Provinsi Shaanxi), lalu membuat makamnya dan menjadikannya sebagai makam Kaisar Huang Di, yang dihormati hingga kini.

Pada setiap dinasti setelahnya, Dewa telah bereinkarnasi tanpa henti ke dunia sebagai raja suci atau kaisar agung bagi bangsa Huaxia [31], dalam rentang waktu yang sangat panjang itu, selangkah demi selangkah membangun dan memperkaya sistem peradaban kebudayaan warisan Dewata milik bangsa Tionghoa. Kebudayaan bangsa Tionghoa bersumber dari kebijaksanaan Dewata, kandungan maknanya sangat luas mendalam, sarat akan rahasia Langit dan mukjizat Tuhan.

III. STRUKTUR TATANAN RIBUAN TAHUN

Setelah banjir besar, tiga raja suci Yao, Shun dan Yu datang ke dunia silih berganti, mengembalikan susunan pergantian empat musim di alam, mengendalikan air dan tanah, mengharmoniskan Yin dan Yang, memusnahkan iblis dan siluman, dan membangun lingkungan hidup untuk umat manusia. Dengan kebajikan besar memimpin negeri, dengan moralitas sebagai inti, membangun sistem kebudayaan dimana manusia menyatu dengan Langit, bersama menyelesaikan proses mendirikan panggung besar Shenzhou.

Dua Dinasti Xia dan Shang, di tengah periode dimana manusia eksis bersama Dewa, banyak Dewa-Dewi dan manusia sejati (Zhenren) hidup bersama manusia, mewariskan berbagai macam kebudayaan, kesenian kepada manusia, membangun, menetapkan moralitas umat manusia dan makna pemikiran.

Dari Dinasti Zhou Barat sampai Dinasti Qin, perubahan besar selama delapan ratus tahun, Lima Hegemoni (periode Musim Semi dan Gugur) muncul dengan cepat, tujuh ksatria bertarung sengit (periode Negara Berperang). Kaisar Qin Shi Huang yang agung, mengikuti pertanda Langit, memperoleh keuntungan geografis, menyesuaikan harmonisasi manusia, menyatukan seluruh dataran, mendirikan kekaisaran tradisional bangsa Tionghoa yang pertama.

Han Wudi [32] membuka perbatasan memperluas wilayah, ekspansi ke selatan dan menaklukkan utara, keperkasaan bangsa Han yang agung, berhasil merebut wilayah Barat. Membentuk sistem pemerintahan di dalam negeri, membangun fondasi ribuan tahun kebudayaan bangsa Han; ke luar negeri, membuka akses ke wilayah Barat, untuk membawa kebudayaan bangsa Tionghoa ke seluruh daratan Eurasia. Seterusnya sampai Dinasti Qing selama periode dua ribu tahun itu, Tiongkok senantiasa mewarisi sistem dan paradigma dinasti kekaisaran yang diformula oleh Dinasti Qin dan Han.

Kaisar Taizong dari Dinasti Tang yang agung, Li Shimin, menggunakan kebijaksanaan yang tidak pernah ada sebelumnya dan kehebatan militernya untuk menenangkan kelompok bandit, menentramkan Zhong Yuan (Daratan Tiongkok), menyatukan negeri, mendorong peradaban lima ribu tahun bangsa Tionghoa ke puncak tertinggi. Dinasti Kerajaan Tang, raja memimpin seluruh negeri, kewibawaannya mengguncang delapan penjuru, berjiwa besar bagai lautan yang mampu menampung ratusan sungai, bersikap percaya diri dan toleran tinggi, cemerlang dan kuat tak tertandingi, menerangi dari dulu hingga sekarang!

Pada awal abad ke-13, penguasa Mongolia dan Dinasti Yuan Jenghis Khan beserta klan Huangjin [33] membuka akses ke wilayah Barat, menyapu bersih Eurasia, menetapkan struktur tatanan Eropa, membawa peradaban Huaxia [34] ke mana pun perginya. Dimulai dari abad Renaisans Eropa yang berumur ratusan tahun, hingga peradaban Barat mengalami kemajuan pesat. Penguasa Yuan yakni Khubilai Khan memimpin Dinasti Langit Yuan masuk memimpin Zhong Yuan (Tiongkok) memainkan peran besar sejarah selama ratusan tahun, wilayah kekuasaan Dinasti Yuan Agung sangat luas, jauh melampaui Dinasti Han dan Tang, bahkan menggabungkan dunia menjadi panggung raksasa, menjadi landasan struktur tatanan seluruh dunia.

Kaisar Chengzu dari Dinasti Ming, Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing dan para pemimpin bijak dan suci lainnya, bermoral tinggi dan berhati nurani, kaya akan pengetahuan dan mahir dalam militer, hal ini membuat empat suku minoritas takluk. Berlayar menyeberangi lautan, menaklukkan Mongolia dan Rusia, menyatukan alam semesta, kebudayaan bangsa Tionghoa hebat dan megah, dan pengaruhnya menyebar ke seluruh dunia.

Para pemimpin bijak dan suci dari berbagai dinasti di Tiongkok ini, telah menciptakan sejarah, meletakkan fondasi, memutar-balikkan alam semesta, agar kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa terus berlangsung tanpa henti, membawakan kemegahan bagi peradaban Tiongkok bahkan juga seluruh dunia. Setiap dinasti dan generasi di Tiongkok selalu dalam lindungan Tuhan, secara teratur meletakkan fondasi sekaligus menyempurnakan kebudayaan manusia yang luas dan mendalam, berikut juga makna ideologisnya.

IV. TOLERANSI CERMIN JIWA YANG BESAR

Mayoritas kebudayaan berbagai suku bangsa dunia, semua didirikan pada landasan agama kepercayaan bangsa tersebut. Akan tetapi umumnya pengikut agama mengatakan kepercayaan yang dianutnya sebagai “satu-satunya Tuhan sejati”, memandang agama kepercayaan lain sebagai sesat. Dalam sejarah Barat perang agama terus terjadi tiada henti. Bahkan ada akademisi beranggapan, perang antara negara berbeda di dunia, penyebab fundamentalnya adalah konflik yang timbul akibat kepercayaan yang berbeda.

Sedangkan di Tiongkok, gereja dan kuil dari kepercayaan yang berbeda, saling berhadapan hanya terpisah oleh jalan, tenang dan tidak ada masalah. Di dalam sejarah Tiongkok tidak pernah terjadi perang agama yang serius. Bahkan dalam sejarah bangsa yang masuk ke Zhong Yuan (Tiongkok), seperti suku Mongol dan Manchuria, juga mendapat manfaat kebaikan dari kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa, juga memasukkan esensi kebudayaan mereka pada bangsa Tionghoa, menjadi bagian dari kebudayaan Tionghoa. Inilah sifat toleransi kebudayaan Tiongkok yang besar.

Dewa di alam semesta mencakup Buddha, Tao, juga Dewa dengan bentuk lain, itulah sebabnya dalam kebudayaan Tiongkok juga terus tertanam konsep “Buddha – Tao – Dewa”, juga tentang bagaimana berkultivasi; di saat yang sama juga menanamkan etika moralitas – berbagai macam nilai universal, yaitu “Tao, Moral, Kebajikan, Yi, Etika, Kebijaksanaan, Integritas” [35] dan lain-lain.

Dalam kebudayaan berbagai bangsa juga tercatat, bahwa pada masa akhir jaman Sang Pencipta pasti akan datang menyelamatkan umat manusia. Jika benar demikian, kebudayaan bangsa Tionghoa yang bersifat “lautan yang menampung ratusan sungai, toleransi yang mencerminkan kebesaran jiwa” dipilih Sang Pencipta, karena di sini akan disebarkan Fa terakhir yang akan menyelamatkan manusia, yang akan menyelamatkan semua bangsa, umat semua kepercayaan, maka menjadi mudah untuk dipahami.

Di satu sisi, penempatan pondasi kebudayaan semacam ini membuat manusia dari berbagai sumber kehidupan berbeda dan budaya kepercayaan berbeda di dunia dapat memahami unsur dari Fa Langit yang menyelamatkan manusia di saat terakhir; di sisi lain, menyebarkan Fa Langit di dalam kebudayaan semacam ini, akan mudah diterima oleh orang-orang dengan agama yang berbeda-beda. Tentu saja, dari sudut pandang lain, kebudayaan yang sangat kaya dengan sifat toleransi maha besar semacam ini, pasti telah diatur secara sistematis oleh Sang Pencipta sejak masa lalu, selangkah demi selangkah diendapkan, dikembangkan sekaligus diwariskan sampai hari ini, dengan tujuan menyelamatkan semua manusia dunia di masa akhir jaman ini.

V. BERKALI-KALI MENGALAMI BENCANA NAMUN TIDAK MUSNAH

Kebudayaan tradisional Tionghoa berkat lindungan Tuhan, telah melewati masa ribuan tahun namun tidak melemah, terus diwariskan hingga pertengahan abad ke-19. Peradaban Barat dengan Revolusi Industri mendatangkan keunggulan teknologi, kekuatan militer dikerahkan, menimbulkan “situasi gejolak yang tak pernah terjadi selama ribuan tahun”. Setelah itu, di dataran Tionghoa, pergolakan dan kekacauan silih berganti, roh jahat dari Barat, menyusup dengan memanfaatkan kesempatan ini. Budaya bangsa Tionghoa mengalami kerusakan, satu per satu berguguran, dengan nasib hanya tergantung pada seutas tali.

Setelah melewati bertahun-tahun berdirinya partai komunis, berbagai macam gerakan politiknya, serta bencana besar Revolusi Kebudayaan selama satu dekade, juga berbagai represi kekerasan, pengrusakan agama, menghapus agama kepercayaan, ditambah lagi budaya partai, didikan dan doktrin ateisme, generasi muda sejak lama sudah kehilangan kepercayaan kepada Buddha – Tao – Dewa, masyarakat generasi tua diam karena takut, takut dibantai, represi telah menghancurkan nyali mereka; bangunan tradisional, situs kuno, kuil, perkakas, benda budaya dan lain-lain dihancurkan, hubungan antara Tuhan dan manusia pun telah terpotong.

Namun setelah menghancurkan Konfusianisme, Buddhisme, Taoisme dan berbagai aliran agama lainnya, tidak berarti manusia di dunia tidak bisa disadarkan lagi oleh Tuhan. Sari pati dan daya hidup tak terkalahkan dari kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa yang ditanamkan oleh Tuhan untuk umat manusia pada saat ini tampil keluar secara maksimal.

Setelah Revolusi Kebudayaan, masyarakat Tiongkok telah hampir sepenuhnya kehilangan kepercayaan akan Tuhan, jiwanya menjadi hampa, kehidupan budaya ekstrim minim. Namun ketika masyarakat Tiongkok mendengar sandiwara radio Kisah Keluarga Jenderal Yang, Biografi Yuefei, Kisah Tiga Kerajaan (Samkok), Kisah Batas Air [36] dan karya terkenal lainnya, dalam waktu singkat jalanan menjadi sepi, setiap keluarga mendengarkan dengan seksama, seakan takut ketinggalan satu seri pun, bahkan polisi pun enggan bertugas. Dengan adanya pengendapan dari kebudayaan hasil warisan Dewa selama ribuan tahun, telah membangunkan kembali pikiran lurus dan ingatan lama di lubuk hati masyarakat Tiongkok.

Mengapa masyarakat begitu mengagumi Yi (義, kesetiaan) yang ditampilkan dalam Kisah Tiga Kerajaan (Samkok)?

Setiap kali seseorang menyinggung aksara Yi (義) [37], segera teringat Yi yang ditampilkan pada zaman Tiga Kerajaan (Samkok). Yi yang ditampilkan oleh tiga pahlawan Liu Bei, Guan Yu, Zhang Fei yang bersumpah mengikat persaudaraan, membuat generasi berikutnya terkagum-kagum, menirunya, sifat menjunjung tinggi Yi dibanding materi, tindakan serta perbuatan yang siap mengorbankan jiwa demi mempertahankan Yi, adalah peristiwa yang mengagumkan. Zhuge Liang membantu Liu Bei, “mengabdi hingga akhir hayat bagi negara” telah menjadi teladan pejabat setia bagi generasi selanjutnya, mendapat gelar sebagai perdana menteri nomor satu sepanjang masa. Kaisar Agung Wei Wu Caocao, siang bicara strategi militer, malam membahas kisah klasik, merencanakan logistik menentukan kemenangan, berhasil menyatukan wilayah utara; pada pertemuan plum muda memasak arak [38] menyanjung Liu Bei sebagai pahlawan, dan sama sekali tidak mengambil keuntungan dari posisi gentingnya; perkataannya dapat dipercaya, dia membebaskan Guanyu; dengan Yi seorang bangsawan memenangkan hati rakyat seluruh negeri. Yi yang ditampilkan dalam Kisah Tiga Kerajaan selama ratusan tahun telah menjadi standar moral dan perilaku yang dikategorikan dalam kebudayaan tradisional Tiongkok berusia lima ribu tahun, yang ditulis dengan tinta emas.

Mengapa masyarakat begitu tersentuh oleh kesetiaan Yang Liulang (Yang Yanzhao, 958-1014) dan Yuefei (1103-1142)?

Liu Lang dari Dinasti Song Utara, gagah mengguncang tiga gerbang lintasan, jenderal wanita dari Keluarga Yang membasmi musuh dan membela negara sangat menyentuh perasaan. Yue Fei dari Dinasti Song Selatan telah tertempa ratusan pertempuran dan tidak pernah sekalipun kalah. Sayangnya di saat menghancurkan sarang musuh dan merebut kembali wilayah kerajaan, ia dicelakai oleh pejabat pengkhianat Qin Hui dan dieksekusi mati secara tragis di Fengboting [39]. Cerita Liu Lang dan Yue Fei tersebar sepanjang masa, bahkan rakyat jelata yang buta huruf, yang tidak dapat membaca buku sejarah, tetap mengetahui peristiwa tersebut lewat cerita yang didengar dan dari dialog opera, dapat mengenali manusia licik dan jahat serta mengagumi pejabat setia, terus diwariskan dari mulut ke mulut, mendidik generasi penerus.

Dalam pemaparan kejayaan dan kemerosotan, kemuliaan dan kehinaan bangsa Tionghoa selama lima ribu tahun, satu demi satu pertunjukan besar mengguncang hati, satu per satu alur cerita menyentuh hati, tidak saja membuat manusia dapat mengenali baik dan jahat, mengerti antara benar dan salah, membedakan asli atau palsu serta dapat membandingkan antara setia dan khianat, mempertahankan energi lurus bangsa Tionghoa yang sudah ada sejak masa lampau, pun dalam ideologi, spiritual dan pemikiran meninggalkan tanda yang tidak bisa dihapus dalam pembuluh darah masyarakat Tiongkok, bagaimanapun rezim PKT menekan dan mengelabui, tak akan mampu membinasakan energi hidup yang bagaikan menyambut datangnya musim semi.

KESIMPULAN

Dari 7 miliar makhluk hidup di atas dunia, bukan semua orang percaya agama dan juga tidak setiap orang percaya Tuhan. Sang Pencipta tidak ingin meninggalkan seorang pun, namun setidaknya manusia harus memiliki batas minimum moralitas, barulah layak menjadi manusia. Itulah mengapa Tuhan dalam banyak agama di dunia berulang kali memperingatkan manusia, harus menjaga batas minimum moralitas demi menunggu kembalinya Sang Pencipta.

Di saat moralitas manusia terperosok jatuh sampai ujung kehancuran, itulah saat dimana bencana yang menenggelamkan itu datang mendekat. Dan pada waktu itu, hanya Tuhan yang mampu mengulurkan tanganNya yang maha besar untuk mengendalikan Langit dan Bumi, memutar balik alam semesta, menyelamatkan orang baik agar terhindar dari maha bencana paling akhir.

Landasan kebudayaan dan pondasi moralitas yang telah Tuhan tanamkan pada manusia, merupakan jalan bagi umatNya untuk terlahir kembali, manusia yang berada pada momentum paling berbahaya, dapat memahami rahasia Langit yang diungkap oleh Tuhan, inilah satu-satunya cara agar diselamatkan. Sebaliknya merusak jalan penyelamatan manusia ini, berarti memusnahkan umat manusia.

Di tengah gerakan politik tanpa henti PKT berniat buruk memusnahkan kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa, membuat manusia dalam saat-saat bencana keruntuhan moral, terhalang segala jalan keluarnya. Ketika manusia kehilangan kebudayaan semacam itu, dan berada di bawah pengaruh moral dan pendidikan kebudayaan seperti ini, maka manusia tidak akan mampu lagi memahami Tuhan yang menyelamatkan manusia dan Fa [40] yang diajarkan Tuhan, juga akan kehilangan peluang takdir untuk memperoleh penyelamatan terakhir.

Kebudayaan tradisional bangsa Tionghoa tepatnya adalah kebudayaan bagi Tiongkok yang diciptakan oleh Sang Pencipta, demi menyelamatkan semua makhluk di saat terakhir. Inilah pengaturan khusus dan tujuan dari kebudayaan tradisional Tionghoa.



Keterangan:

[1] Kertas, percetakan, kompas, mesiu.

[2] Berasal dari bahasa Prancis, renaissance, yang artinya adalah “lahir kembali” atau “kelahiran kembali”. Sebuah gerakan budaya yang berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada Abad Pertengahan Akhir dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa.

[3] Kalangan Ilmu Sejarah Tiongkok menetapkan zaman modern awal dimulai pada Perang Candu I pada 1840 sampai dengan 1949, perebutan kekuasaan oleh PKT di Tiongkok.

[4] Revolusi Kebudayaan (1966 - 1976) adalah ketika Mao Zedong menggunakan gerakan politik untuk memulai perebutan kekuasaan, kekuasaan terpusat dan kultus individu serta sejumlah drama-drama absurd dipaksa-pentaskan di Tiongkok.

[5] Seorang penguasa Tiongkok kuno yang legendaris (hidup tahun 2356 – 2255 Sebelum Masehi), menurut berbagai sumber, salah satu dari Tiga Penguasa dan Lima Kaisar.

[6] Gu Jin Yue Lu adalah karya kaum Sramana cendekia zaman dulu dari Dinasti Selatan, totalnya ada 12 kitab. Walaupun kitab aslinya telah musnah, namun kitab Yue Fu Shi Ji dan lain-lain banyak mengutip naskahnya. Kitab ini merupakan sebuah karya penting yang meneliti karya sastra enam dinasti dari Dinasti Han sampai Dinasti Wei.

[7] Yu Agung, penguasa legendaris di Tiongkok kuno (hidup tahun 2200 – 2100 Sebelum Masehi) yang terkenal karena berhasil mengendalikan banjir besar dan karakter moralnya yang lurus. Ia meresmikan kekuasaan dinasti pertama di Tiongkok dengan mendirikan Dinasti Xia.

[8] Fa = hukum alam semesta.

[9] Xiulian = kultivasi, pertapaan.

[10] Tanah Dewata, sebutan Tiongkok zaman dulu.

[11] Atau disebut Qin Shi Huang (260 SM - 210 SM), kaisar pertama yang menyatukan Tiongkok, menyatukan aksara baku mandarin, alat ukur standar dan juga meneruskan pembangunan Tembok Besar.

[12] Kaisar Wu dari Dinasti Han (156 SM - 87 SM), tokoh militer, di masanya dinasti Han mencapai ekspansi terjauh, orang Han mendapatkan namanya dari kaisar ini.

[13] Atau disebut Cao Cao (155-220) dari Kerajaan Wei, seorang tokoh dari zaman Tiga Negara.

[14] Zhuge Liang (181–234), perdana menteri kerajaan Shu Han, seorang ahli strategi militer Tiongkok kuno yang terkenal, salah satu tokoh sentral di balik berdirinya Tiga Kerajaan.

[15] Kaisar Dinasti Tang kedua (598 - 649), sebagai salah satu kaisar yang berhasil memimpin Tiongkok. Masa pemerintahannya yang disebut “Era Zhenguan” dianggap sebagai salah satu masa keemasan dalam sejarah.

[16] Kaisar Yongle (1360 - 1424), kaisar ke-3 dari Dinasti Ming, prestasi salah satu kaisar terbaik yang pernah memimpin Tiongkok ini antara lain mengirim Laksamana Zheng He melakukan expedisi pelayaran ke Nusantara, Tim-teng hingga Afrika Utara.

[17] Kaisar Kangxi (1654 - 1722) dari Dinasti Qing, kaisar yang paling lama (61 tahun) bertahta dalam sejarah Tiongkok, memimpin kekaisaran terbesar di dunia dengan wilayah terluas, populasi terbanyak, pasukan kuat dan kekayaan melimpah.

[18] Istilah di zaman Dinasti Han untuk wilayah di luar Lintasan Yumen.

[19] Liu Bei baru saja meninggal, Nanman (suku Barbar Selatan) memberontak, Zhuge Liang dengan kemuliaan jiwanya (Yi) menaklukkan Raja Nanman melalui 7 kali pengampunan.

[20] Pusat pemerintahan Dinasti Jin pindah dari Sungai Kuning (utara) ke Sungai Yangtze (selatan).

[21] Lima suku non-Han: Xiongnu, Xianbei, Jie, Di, Qiang masuk ke Daratan Tengah (Zhong Yuan).

[22] Tungus, leluhur Manchu pendiri Dinasti Jin dan Qing.

[23] Kaisar Yongle dari Dinasti Ming.

[24] De = pahala, sejenis substansi putih yang dihasilkan dari perbuatan baik, ikhlas menanggung penderitaan dan sebagainya.

[25] Yang terkenal dengan sebutan He Tu – Luo Shu.

[26] Sheng, dengan aksara telinga (耳, Ěr) dan mulut (口, Kǒu) di atas aksara raja.

[27] Pencipta alam semesta dalam mitologi Tiongkok.

[28] Pencipta manusia dalam mitologi Tiongkok.

[29] Pencipta perikanan, perangkap, dan tulis menulis dalam mitologi Tiongkok.

[30] Pencipta agrikultural dalam mitologi Tiongkok.

[31] Nama kuno Tiongkok.

[32] Kaisar Wu dari Dinasti Han.

[33] Klan yang terdiri dari elit Mongol dan bangsa utara lainnya

[34] Sebutan untuk Tiongkok kuno sebelum Dinasti Han

[35] Tao (moralitas) - De (kebajikan) - Ren (kasih) - Yi (kebenaran) - Li (etika) - Zhi (kebijaksanaan) - Xin (keyakinan)

[36] Shui Hu Zhuan, Kisah 108 Pendekar Liang Shan.

[37] Perkataan dan perilaku yang terpuji dan beretika, kewajiban langit yang harus ditunaikan, hubungan persaudaraan angkat, kesetiaan, kebenaran, loyalitas.

[38] Dua orang duduk berhadapan; dengan sepiring plum muda dan memasak sebotol arak; menyatakan isi hati.

[39] Nama kuil di Hangzhou.

[40] Fa = hukum alam semesta.