(Minghui.org) Apa yang terjadi ketika hak asasi manusia yang mendasar diingkari? Ini adalah pertanyaan yang diajukan para siswa di empat sekolah Manitoba di Musium HAM (Hak Asasi Manusia) Kanada di Winnipeg pada tanggal 28 Februari 2019.

Musium nasional yang dibuka pada tahun 2014, adalah musium pertama yang didedikasikan untuk hak asasi manusia di Kanada. Tujuannya adalah untuk mempromosikan penghormatan dan pemahaman akan hak asasi manusia, dan dengan demikian mengarah pada perubahan positif di dunia.

Para siswa (kelas 7 hingga 11) menghabiskan aktivitas dan refreksi seharian dengan bijaksana, belajar tentang pelanggaran hak di seluruh dunia dan dampaknya terhadap Kanada.

Anastasia Lin, Miss World Kanada 2015, siap untuk berbagi kisahnya sendiri dalam mengungkap pelanggaran di Tiongkok, dan para siswa muda tersentuh oleh keberaniannya dalam menghadapi rezim Tiongkok.

Dipersembahkan oleh Asosiasi Hak dan Kebebasan Manitoba (MARL) dan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, acara tersebut merupakan kesempatan langka bagi sekolah-sekolah setempat untuk mengajar siswa mereka tentang pelanggaran HAM dan genosida secara interaktif dan menarik.

Penyelenggara acara, Estelle Lamoureux, perwakilan MARL dan Ketua Komisi Sektoral Pendidikan untuk CCUNESCO (Komisi Kanada untuk UNESCO) adalah mantan kepala sekolah yang berkomitmen untuk mengangkat kesadaran HAM anak-anak.

“Yang saya temukan adalah bahwa banyak siswa yang lebih muda tidak mendapatkan banyak kesempatan untuk berbicara tentang HAM. Dan itu adalah kelompok sasaran yang kami lewatkan,”kata Lamoureux yang percaya anak-anak sangat terbuka untuk belajar tentang masalah-masalah penting ini.

“Dalam satu atau dua minggu, tempat-tempat tersebut sudah terisi penuh. Responsnya luar biasa,”kata profesor Universitas Manitoba Maria Cheung, seorang ahli pelanggaran HAM di Tiongkok yang diundang untuk berpartisipasi dalam acara tersebut.

Pelajaran dari masa lalu dan saat ini

Para siswa memulai pagi hari dengan ceramah untuk membantu mereka memahami konsep pelanggaran HAM. Staf musium kemudian membantu membimbing mereka untuk menjelajah stasiun di galeri musium yang menampilkan berbagai aspek genosida, termasuk yang asli dan propaganda. Para siswa mengisi lembaran kerja dan kemudian kembali ke ruang kelas musium untuk merefleksikan pengalaman mereka, serta belajar tentang Deklarasi HAM.

Pada sore hari, mereka mendapat kesempatan untuk bertemu Lin dan mendengarkan kisahnya dalam menyuarakan dan menentang kekejaman HAM di Tiongkok, khususnya penganiayaan terhadap disiplin meditasi Falun Gong. Dia memberi tahu para siswa bagaimana ayahnya sendiri di Tiongkok diancam oleh pemerintah setempat karena membela HAM. Dia juga menceritakan bagaimana rezim Tiongkok melarangnya memasuki Sanya, Tiongkok, tempat kompetisi Miss World 2015 diselenggarakan.

Para siswa juga memiliki kesempatan untuk mengalami perjalanannya melalui film dokumenter pendek "Anastasia Lin: Mahkota." Diproduksi oleh pembuat film yang berbasis di Toronto, Kacey Cox, film tersebut menunjukkan kebulatan tekad dari Lin dalam mewakili Kanada dalam kompetisi tersebut, dan juga penolakannya untuk tetap diam di hadapan pelanggaran HAM, meskipun ada ancaman terhadap keluarganya.

Para siswa menonton dan mendengarkan dengan penuh semangat kisah Lin yang tetap setia pada keyakinannya. Presentasinya diikuti oleh peragaan latihan Falun Gong, yang juga dia praktekkan, dan para siswa bergabung untuk mempelajari gerakan latihan tersebut.

Falun Gong (juga dikenal sebagai Falun Dafa) adalah latihan Tiongkok yang berfokus pada peningkatan pikiran dan raga. Terdiri dari empat latihan lembut dan sebuah latihan meditasi duduk, serta peningkatan karakter berdasarkan prinsip-prinsip Sejati, Baik, Sabar. Namun, sejak tahun 1999, rezim komunis Tiongkok telah menargetkan latihan damai tersebut, memenjarakan, menyiksa, dan secara brutal membunuh para praktisi. Penganiayaan tersebut, sekarang mulai dikenal sebagai genosida, adalah salah satu pelanggaran HAM terburuk di zaman modern, yang berdampak pada puluhan juta warga negara Tiongkok.

“Saya bertanya kepada para siswa, alasan apa yang masuk akal hingga kelompok meditator yang damai ini dianiaya oleh rezim Tiongkok. Tidak semua orangdapat menjawab pertanyaan itu, namun saya ingat salah satu dari mereka benar-benar menjawab bahwa [rezim menginginkan] kekuasaan dan kendali atas pikiran masyarakat. Itu cukup tepat,”kata Cheung.

Yolanda Papini-Pollock, pembuat film HAM dan mantan guru, hadir pada audiensi hari itu. Film-film Papini-Pollock berfokus pada pengungkapan genosida, seperti Holocaust dan penganiayaan terhadap Falun Gong. Di acara tersebut, dia sangat tersentuh oleh efek meditasi pada anak-anak. "Setiap sekolah harus memulai dengan (latihan Falun Gong) di pagi hari ... itu akan sangat membantu dalam mengatur kelas," katanya.

Cheung setuju. “Ada banyak bukti empiris bahwa latihan ini telah meningkatkan kebijaksanaan siswa dan menyeimbangkan perilaku dan emosi mereka. Ada bukti ilmiah bahwa latihan ini cocok untuk anak-anak,”katanya, dimana dia menyebutkan ada banyak sekolah di India mengajarkan para siswanya latihan Falun Gong.

Lamoureux mengatakan dia sangat senang dengan dampak acara tersebut pada para siswa muda, karena selain menarik, juga relevan dengan kehidupan mereka sendiri. "Di akhir acara, banyak dari mereka mendatangi saya dan ingin tahu lebih banyak tentang HAM."

“Saya pikir ada semacam perasaan bahwa anak-anak ini tidak cukup dewasa. Namun itu tidak benar,”tambah Lamoureux, yang berharap dapat mengorganisir lebih banyak acara semacam ini untuk membantu anak-anak memahami genosida dan implikasinya.