(Minghui.org) Xu Xinyang, berusia sekitar 21 tahun, tumbuh dengan perasaan berbeda dibandingkan anak-anak lainnya. Sementara anak-anak lain memiliki kedua orang tuanya, dia tidak melihat ayahnya untuk pertama kalinya sampai dia berusia tujuh tahun, ketika ayahnya menjalani tahun terakhir dari hukuman 8 tahun karena berlatih Falun Gong, sebuah disiplin spiritual dan meditasi kuno. Ayahnya, Xu Dawei, ingin menggendongnya. Tetapi, Xu Xinyang takut dan bersembunyi di pelukan ibunya. Dia mengatakan bahwa ini adalah penyesalan terbesar dalam hidupnya.

Ketika ayahnya dibebaskan satu tahun kemudian, pada bulan Februari 2009, Xu masih takut untuk dekat dengannya karena tubuhnya dipenuhi bekas luka. Dia kesulitan bernapas. Terkadang pikirannya jernih, terkadang tidak. Setelah menghabiskan tiga belas hari bersama keluarganya, dia meninggal pada usia 36 tahun.

Xu bukanlah praktisi Falun Gong pertama dan terkini yang meninggal akibat penganiayaan yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap keyakinan mereka. Pada tanggal 20 November 2023, 5.010 praktisi telah dipastikan kehilangan nyawa mereka selama 24 tahun terakhir. Meninggalnya Chen Ying, seorang siswa sekolah menengah berusia 17 tahun di Kota Jiamusi, Provinsi Heilongjiang, adalah kematian pertama yang didokumentasikan oleh Minghui.org.

Jumlah korban meninggal sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi mengingat sensor ekstrem di Tiongkok. Lebih banyak lagi praktisi Falun Gong yang tidak bersalah menjadi korban kejahatan pengambilan organ paksa yang dilakukan oleh PKT. Berdasarkan perkiraan 60.000-100.000 transplantasi yang dilakukan di Tiongkok oleh rumah sakit besar setiap tahunnya, jumlah kematian dalam 24 tahun terakhir berpotensi mencapai jutaan.

Kebrutalan yang mengejutkan dalam pembunuhan terhadap 5.010 pria dan wanita memberikan gambaran pembantaian berdarah oleh rezim komunis terhadap warga negara yang taat hukum karena keyakinan mereka, setelah dunia berjanji “Jangan Lagi” melakukan Holocaust dan genosida lainnya.

Karena Falun Gong diberi label sebagai “musuh negara” utama oleh PKT, pejabat pemerintah di setiap tingkatan di seluruh negeri dimobilisasi untuk melakukan penganiayaan sesuai dengan tiga kebijakan mantan ketua PKT Jiang Zemin terhadap praktisi Falun Gong, “mencemarkan nama baik mereka, menghancurkan mereka secara finansial, dan menghancurkan mereka secara fisik.” Sebagai akibat dari kebijakan pemberantasan ekstrim, kasus kematian praktisi Falun Gong dilaporkan di 22 provinsi, 4 kotamadya, dan 5 daerah otonom di Tiongkok.

Wilayah timur laut Tiongkok, tempat Falun Gong pertama kali diperkenalkan kepada publik, memiliki angka kematian tertinggi dibandingkan wilayah lain di negara tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh semakin banyaknya praktisi dan upaya mereka yang tak kenal takut dalam meningkatkan kesadaran mengenai penganiayaan yang mengakibatkan meningkatnya pembalasan, serta kedekatan wilayah tersebut dengan Beijing.

Heilongjiang, provinsi paling utara, melaporkan angka kematian tertinggi yaitu 646 kasus; Liaoning, provinsi timur laut lainnya, memiliki kasus tertinggi kedua yaitu 629 kasus; Hebei, provinsi terpadat keenam di Tiongkok yang mengelilingi Beijing, memiliki kasus kematian terbanyak ketiga yaitu 650 kasus; Jilin, tempat kelahiran Falun Gong, menduduki peringkat keempat dengan 530 kasus; dan Shandong, provinsi terpadat kedua dan merupakan provinsi pertanian, memiliki 464 kasus.

Setelah lima provinsi teratas, tujuh wilayah lainnya, termasuk Sichuan, Hubei, Henan, Hunan, Beijing, Chongqing, dan Guangdong, juga memiliki tiga digit kasus yang berkisar antara 107 hingga 320 kasus. Sembilan belas wilayah lainnya, memiliki kasus antara 1 dan 94 kasus.

Sembilan provinsi tempat praktisi berada tidak diketahui dan mereka dikeluarkan dari analisis selanjutnya dalam laporan ini.

Di antara 5.001 praktisi yang provinsinya diketahui, 2.728 (54,5%) adalah perempuan, 2.226 (44,5%) adalah laki-laki, dan 47 (0,9%) tidak diketahui jenis kelaminnya. Dalam hal distribusi usia, 11 dari 5.001 praktisi berusia 19 tahun atau lebih muda pada saat kematian mereka, 20 berusia 90 tahun atau lebih, 417 tidak diketahui usianya, dan sisanya berusia antara 20 dan 89 tahun. Yang termuda berusia 15 tahun, dan praktisi tertua adalah Jia Yuzhi, seorang penduduk Kota Xuchang, Provinsi Henan, berusia 98 tahun.

Penyebab kematian 5.001 praktisi termasuk penyiksaan (3.370), pemberian obat secara paksa (161), gangguan dan trauma mental (1.292), dan penghilangan/pengungsian/lain-lain (178). Sebagai catatan, banyak praktisi yang meninggal dunia menjadi sasaran lebih dari satu jenis penganiayaan dan distribusi berdasarkan penyebab kematian didasarkan pada kerugian paling parah yang menimpa mereka.

Di antara 3.531 (=3.370+161) kematian akibat penyiksaan atau pemberian obat secara paksa, 1.326 terjadi ketika praktisi masih dalam tahanan, termasuk 1.287 kasus akibat penyiksaan, dan 39 kasus pemberian obat secara paksa. Dari 1.326 kematian dalam tahanan, 358 terjadi di penjara, 322 di pusat penahanan, 307 di kantor polisi, 207 di kamp kerja paksa, 53 di pusat pencucian otak, 29 di rumah sakit jiwa, 25 di Kantor 610, dan 25 lainnya di lembaga pemerintah lainnya. Beberapa praktisi dipukuli hingga meninggal beberapa jam atau hari setelah penangkapan mereka. Kasus ekstrim dimana praktisi dikremasi hidup-hidup juga dilaporkan.

Dari 3.531 praktisi yang meninggal karena penyiksaan atau pemberian obat secara paksa, masing-masing 2.083 dan 122 praktisi lainnya meninggal di rumah akibat penyiksaan dan pemberian obat secara paksa yang mereka alami di dalam tahanan. Dalam banyak kasus, penjara atau pusat penahanan membebaskan praktisi dengan pembebasan bersyarat medis, hanya ketika mereka berada di ambang kematian. Dan para praktisi meninggal dunia dalam beberapa jam, hari, atau bulan setelahnya.

Sebanyak 1.292 praktisi meninggal karena tekanan mental, baik setelah mengalami gangguan berulang kali, hidup dalam ketakutan selama bertahun-tahun, atau mendapat pukulan keras ketika orang yang mereka cintai meninggal akibat penganiayaan karena berlatih Falun Gong. 178 kematian lainnya termasuk praktisi yang hilang selama penganiayaan, meninggal dunia setelah terpaksa tinggal jauh dari rumah untuk menghindari penganiayaan, serta tiga kematian yang terjadi selama sidang pengadilan praktisi.

Meskipun para praktisi ini telah kehilangan tubuh fisik mereka, semangat mereka untuk membela kebenaran dan keadilan tetap hidup dan terus menginspirasi lebih banyak praktisi untuk terus melanjutkan dan tekun dalam meningkatkan kesadaran mengenai kekejaman ini. Meskipun penganiayaan masih berlangsung, semakin banyak orang yang memahami fakta kebenaran tentang Falun Gong dan bergabung dengan praktisi dalam menentang peraturan otoriter PKT. Hanya ketika komunisme benar-benar diusir dari Tiongkok, praktisi Falun Gong dan masyarakat Tiongkok lainnya dapat menikmati kebebasan sejati dan menjalani kehidupan damai tanpa rasa takut dan teror.

Tantangan dalam Menyelidiki Kematian Akibat Penganiayaan

Meskipun PKT berupaya keras menganiaya Falun Gong, mereka juga melakukan segala cara untuk menutupi pembunuhan dan penindasan tersebut.

• Memusnahkan Bukti Langsung

Jenazah praktisi yang disiksa hingga meninggal terkadang dikremasi tanpa sepengetahuan keluarga mereka. Ketika keluarga menerima pemberitahuan tentang kematian orang yang mereka cintai, mereka sering kali harus menyaksikan jenazah dibawa pergi untuk dikremasi di luar keinginan mereka. Polisi memaksa keluarga untuk menandatangani formulir persetujuan atau memalsukan tanda tangannya sendiri. Dalam beberapa kasus, polisi bahkan tidak peduli mendapatkan persetujuan.

• Menghapus Bukti Periferal

Setelah kematian seorang praktisi karena penyiksaan, pihak berwenang sering kali memindahkan individu (pelaku dan pendukung) yang terlibat dalam penyiksaan, pembunuhan, dan kremasi orang yang meninggal ke berbagai posisi. Barang bukti fisik, termasuk dokumen, klip audio dan video, catatan medis, dan bahkan foto praktisi dan kartu registrasi rumah tangga, dimusnahkan. Kadang-kadang, pihak berwenang bertindak lebih jauh dengan menangkap atau membunuh saksi mata penyiksaan atau pembunuhan tersebut.

• Melarang Pengumpulan Barang Bukti

Pihak berwenang juga menggunakan segala cara untuk mencegah keluarga mengumpulkan bukti penyiksaan dan pembunuhan. Keluarga dilarang mengambil gambar dan/atau merekam video jenazah. Mereka juga tidak dapat menyewa pemeriksa medis untuk melakukan otopsi independen.

• Memblokir Berita Kematian

Pihak berwenang bekerja keras untuk mencegah orang-orang berkabung di depan umum atas meninggalnya praktisi karena takut berita kematian praktisi akibat penyiksaan disebarluaskan. Anggota keluarga, tetangga, rekan kerja, dan teman sering kali diancam untuk tetap diam. Banyak keluarga yang diancam karena berusaha mencari tahu penyebab kematian dan mencari keadilan bagi orang yang mereka cintai.

• Kasus Kremasi Paksa

Zhao Jing, saat itu berusia 19 tahun, dari Provinsi Jilin, dipukuli hingga meninggal setelah penangkapannya di Beijing karena mengajukan petisi kepada pemerintah pusat untuk berhenti menganiaya Falun Gong. Polisi mengkremasi tubuhnya pada hari yang sama dan tidak mengizinkan ayahnya memotret tubuhnya yang dipenuhi bekas pemukulan.Zhao Jing.

Shi Zhongya dari Provinsi Liaoning meninggal tiga hari setelah dicekoki makan secara paksa pada bulan April 2003. Dia berusia 45 tahun. Tak lama setelah kematian Shi, polisi menyita jenazahnya di depan keluarganya dan membawanya ke krematorium sebelum fajar. Polisi mengatakan kepada keluarganya bahwa jika mereka ingin melihat jenazahnya, mereka harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak keluarga. Empat hari kemudian, polisi mengkremasi jenazahnya di luar keinginan keluarga dan abunya bahkan tidak dikembalikan kepada keluarga.

Shi Zhongya.

Zhang Dezhen, seorang guru sekolah menengah berusia 38 tahun di Kabupaten Mengyin, Provinsi Shandong, dipukuli hingga meninggal di Pusat Penahanan Kabupaten Mengyin pada tanggal 29 Januari 2003. Para pelaku memberi tahu keluarganya bahwa dia meninggal karena serangan jantung.

Agen dari Kantor 610 Mengyin memerintahkan polisi untuk segera mengkremasinya. Ketika saudara laki-lakinya, Zhang Dewen, menolak menandatangani dokumen, dia dipukuli dengan kejam. Akhirnya, dia dipaksa menandatangani perjanjian kremasi.

Praktisi Liu Shufen menyaksikan para penjaga memukuli Zhang. Beberapa hari setelah kematian Zhang, polisi mengatakan bahwa Liu perlu menjalani operasi pada otaknya dan menyatakan bahwa dia menderita penyakit otak. Dia meninggal di meja operasi akibat pendarahan di otak. Dia berusia 39 tahun.

Setelah kematian Zhang dan Liu, polisi pergi ke rumah mereka dan menyita semua foto mereka.

Zhang Dezhen.

Kekejaman yang Tak Terbayangkan

Dalam kasus-kasus berikutnya, pihak berwenang sangat ingin membunuh para praktisi sehingga mereka membakar praktisi sampai meninggal, mendorong mereka dari gedung-gedung tinggi, atau mengkremasi mereka bahkan sebelum mereka meninggal.

• Dilumuri Bensin dan Dibakar Hingga Meninggal

Karena Wang Huajun, berusia 30 tahun, dari Kota Baiguo, Provinsi Hubei, menyatakan untuk membatalkan pernyataan bahwa dia dipaksa menandatangani dokumen di pusat pencucian otak untuk melepaskan Falun Gong, Xu Shiqian, kepala Komite Urusan Politik dan Hukum (PLAC), memukulnya sampai pingsan. Petugas polisi menyeretnya ke Lapangan Jinqiao di depan gedung administrasi kota. Setelah menuangkan bensin ke tubuhnya dan membakarnya sampai meninggal, petugas mengatakan kepada masyarakat bahwa Wang bunuh diri dengan membakar diri.

Menurut seorang saksi, Wang tergeletak di tanah ketika api mulai menyala. Dia bergerak sedikit dan mencoba untuk bangun tetapi terlalu lemah. Petugas polisi di lokasi kejadian panik karena khawatir dia akan berteriak dan menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi.

Wang meninggalkan dua putranya yang masih kecil. Saat warga desa melihat jenazahnya, mereka hanya menemukan luka bakar di bagian depan, bukan punggung. Dia kehilangan satu telinga dan ada sayatan pisau yang dalam di tenggorokan dan bagian belakang kepalanya.

Kemudian, tiga praktisi pria yang mengetahui kejadian ini ditangkap, diikat ke sepeda motor, dan ditarik dengan kecepatan tinggi hingga meninggal.

Wang Huajun.

• Pembunuhan yang Disamarkan sebagai Bunuh Diri

Su Qionghua, berusia 32 tahun, adalah seorang praktisi Falun Gong di Kota Suining, Provinsi Sichuan. Polisi dari Kota Suining dan Distrik Chuanshan pergi ke rumahnya pada tanggal 17 Desember 2000. Su menolak membuka pintu, dan polisi mengepung rumahnya selama tiga hari dan berteriak bahwa mereka akan membunuhnya.

Ketika Su sedang berbicara dengan sekitar 300 orang penonton tentang apa yang terjadi, seorang petugas polisi menerobos masuk sekitar pukul 18.30, tanggal 20 Desember dan menendangnya. Ketika dia memegang kaki petugas itu dengan kedua tangannya, petugas itu menendangnya lagi dan menjatuhkannya. Dia jatuh dari lantai enam. Orang-orang yang melihatnya terkejut dan berteriak, “Polisi membunuhnya! Polisi membunuhnya!”

Setelah Su terjatuh, polisi tidak melakukan apa pun untuk membantunya. Sebaliknya, mereka menggendongnya, yang masih hidup, dan memasukkannya ke dalam jaring pengaman. Mereka mengumumkan bahwa dia bunuh diri dengan melompat dari gedung dan polisi menyelamatkannya dengan jaring. Sebelum berangkat membawa jenazahnya, mereka mengambil foto dan menunggu hingga dia meninggal.

Su Qionghua.

• Dikremasi Hidup-hidup

Jiang Xiqing, mantan petugas Administrasi Pajak Kota Jingjin di Chongqing, dipukuli oleh penjaga Kamp Kerja Paksa Xishanping pada bulan Januari 2009 dan dia kehilangan kesadaran. Para penjaga mengumumkan bahwa dia meninggal karena penyakit jantung pada tanggal 28 Januari tahun itu.

Setelah keluarganya diberitahu tentang kematiannya, mereka pergi ke krematorium. Ketika mereka mengeluarkan laci Jiang dari lemari es, Jiang Hong, menantu laki-lakinya, memperhatikan wajah dan dada Jiang masih hangat. Dia berteriak, “Ayah mertua saya masih hidup!” Anggota keluarga lainnya juga memperhatikan hal ini.

Petugas polisi mencoba mendorong Jiang kembali ke dalam laci, namun keluarga menolak dan menelepon hotline polisi untuk meminta bantuan. Petugas di lokasi mendorong keluarga tersebut keluar ruangan dan mendorong Jiang kembali ke dalam laci dan mengkremasinya saat dia masih hidup.

Jiang Xiqing dan istrinya Luo Zehui.

Disiksa Sampai Meninggal

Untuk memaksa praktisi melepaskan Falun Gong, pihak berwenang sering menerapkan berbagai bentuk penyiksaan pada saat yang bersamaan, termasuk pemukulan, disetrum dengan tongkat listrik, dicekoki makan secara paksa, digantung di pergelangan tangan, dilarang tidur, dan lain-lain. Total metode penyiksaan yang terdokumentasi lebih dari 100.

• Banyak Bekas Luka Sengatan Listrik di Badan

Huang Meiling ditangkap pada tanggal 30 November 2011 dan disiksa di dalam tahanan sebelum dibebaskan. Ketika putranya mengunjunginya pada tanggal 4 Desember 2011, dia terkejut menemukan ibunya terbaring tak sadarkan diri di lantai kamar mandi rumahnya. Dia memanggil ambulans dan membawanya ke rumah sakit. Ada banyak bekas luka bakar di kepala, ketiak, paha bagian dalam, bokong, lengan, dan kaki. Putranya meminta dokter untuk mengidentifikasi penyebab bekas luka tersebut. Namun, dokter tidak mengatakan apa-apa, meski jelas hal itu disebabkan oleh sengatan listrik.

Selama dirawat di rumah sakit, Huang tidak pernah membuka matanya atau menceritakan apa yang terjadi padanya. Dokter mengatakan bahwa ada cairan di otak dan ginjalnya, serta perutnya berdarah. Setelah enam hari perawatan, Huang, dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, meninggal dunia pada pukul 04:00, tanggal 10 Desember 2011, pada usia 63 tahun.

Tetangganya melihatnya pada tanggal 29 November 2011, namun menemukannya hilang keesokan harinya.

Huang Meiling dan bekas luka di kakinya.

• Pemukulan yang Biadab

Setelah penangkapannya pada bulan Januari 2001, Chen Guibin, yang saat itu berusia 35 tahun, dibawa ke kantor keamanan di tempat kerjanya dan dipukuli dengan kejam oleh empat petugas keamanan. Dua tulang di lehernya patah dan tubuhnya lumpuh. Setelah pemukulan, para penjaga melemparkannya ke luar dan membiarkannya berbaring di salju selama lebih dari satu jam.

Ketika dia akhirnya dilarikan ke rumah sakit, semuanya sudah terlambat. Dia mengalami kesulitan bernapas, menderita dehidrasi, dan ketidakmampuan buang air kecil. Dalam kesakitan yang luar biasa, dia meninggal pada tanggal 7 Februari 2001.

Chen Guibin, dari Kabupaten Wucheng, Provinsi Shandong, dan keluarganya.

• Dokter Penyakit Dalam Heilongjiang Dipukuli Hingga Meninggal

Wang Shukun, seorang dokter berusia 66 tahun di Kota Haining, Provinsi Heilongjiang, diperintahkan untuk melepaskan Falun Gong pada akhir Juni 2020. Karena dia menolak untuk mematuhinya, polisi memukulinya selama berjam-jam. Dia menderita sakit yang menusuk di kakinya dan memohon kepada petugas untuk melepaskannya. Mereka setuju, namun mengancam akan datang menemuinya lagi beberapa hari kemudian.

Dr Wang merangkak menaiki tangga untuk kembali ke unit apartemennya. Suaminya memperhatikan bahwa dia mengalami memar di tubuhnya. Tempurung lututnya patah, dan dia basah oleh keringat. Dia menderita pendarahan otak pada sore hari, tanggal 1 Juli. Dia sangat pusing dan ingin muntah. Dia meninggal sekitar pukul 04:25, tanggal 2 Juli 2020.

• Wanita Dipukuli dengan Kejam, Meninggal 16 Hari setelah Penangkapan

Li Ling dari Kota Penglai, Provinsi Shandong, ditangkap oleh pejabat desa dan tentara paramiliter pada tanggal 28 Juni 2020, setelah dilaporkan memiliki literatur Falun Gong. Dia dibawa ke sebuah rumah kosong di daerah pegunungan dan dipukuli dengan kejam. Mulutnya terluka parah dan dia kehilangan sejumlah gigi akibat pemukulan. Ada luka memar di tulang rusuk kirinya dan seluruh tubuhnya memar. Menurut seorang penduduk desa lanjut usia yang disuruh mengawasinya, salah seorang tentara juga menusuk dada Li dengan keras menggunakan tongkat.

Li masih menolak berhenti berlatih atau menjawab pertanyaan. Salah satu penyiksanya membawanya keluar untuk “memperbaikinya.” Dia menendangnya begitu keras hingga dia kehilangan keseimbangan dan pinggulnya terbentur batu. Ketika hujan mulai turun, dia menyuruhnya berdiri di tengah hujan untuk waktu yang lama. Dia melakukan mogok makan untuk memprotes penyiksaan tersebut.

Li dilarikan ke klinik swasta pada tanggal 13 Juli 2020 untuk perawatan darurat dan dinyatakan meninggal pada saat kedatangan. Dia berusia 55 tahun.

• Kematian Akibat “Penyiksaan Jangkar” Lebih dari Sepuluh Jam

Li Xiwang dibawa ke Penjara Gangbei (sekarang dikenal sebagai Penjara Binhai) di Tianjin pada tanggal 18 Juli 2011, untuk menjalani hukuman 8 tahun. Ia dikenakan “jangkar tanah” pada tanggal 29 Juli. Dalam penyiksaan, kaki korban dijaga tetap lurus dan diikat, sementara tangannya dibelenggu ke tanah. Punggungnya melengkung dan kakinya tidak bisa bergerak. Meskipun daya tahan maksimum para narapidana adalah dua jam, Li ditahan selama lebih dari 10 jam, sebelum ia ditemukan meninggal pada tengah malam. Dia berusia 49 tahun.

Ilustrasi penyiksaan: “jangkar di darat”.

• Keluarga Menduga Adanya Permainan Keji dalam Kematian Mendadak Pria Berusia 72 Tahun di Penjara Jidong

Wang Jian, seorang warga Kota Zunhua, Provinsi Hebei, ditangkap di rumahnya pada tanggal 6 Juli 2019 dan kemudian dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dengan denda 5.000 yuan. Dia tampak baik-baik saja dan bersemangat ketika keluarganya mengunjunginya pada tanggal 19 Maret. Namun, keluarga tersebut menerima panggilan telepon kejutan dari penjara pada tanggal 3 April 2019 yang menyampaikan berita kematiannya. Dia berusia 72 tahun.

Wang mengalami memar yang luas di sekitar telinga dan punggungnya, serta beberapa memar di punggung tangan kanannya. Ada bekas lingkaran di dadanya dan beberapa goresan di punggungnya. Ketika petugas pemeriksa mayat membalikkan tubuhnya, cairan keluar dari telinga kirinya.

Penjara mengklaim bahwa Wang meninggal mendadak karena suatu penyakit, namun tanpa menyebutkan secara spesifik penyakitnya. Bagi keluarga, memar di kepala dan punggung Wang tampak tidak biasa dan bukan disebabkan oleh penyakit normal. Mereka bertanya apakah hal tersebut disebabkan oleh penyiksaan atau penganiayaan lain yang coba disembunyikan oleh penjara.

• Pemilik Toko Roti Meninggal Setelah 90 Hari Disiksa di Pusat Penahanan

Wang Haijin dari Kota Qinhuangdao, Provinsi Hebei, ditangkap di toko rotinya pada tanggal 22 April 2014 dan dibawa ke Pusat Penahanan Kabupaten Funing. Selama 90 hari dia ditahan di sana, dia dicekoki makan secara paksa, dipukuli secara kejam, dianiaya secara seksual, dan dipaksa melakukan kerja paksa.

Wang Haijin.

Pria dengan tinggi 146 cm ini kehilangan berat badan 27 kg di pusat penahanan, beratnya hanya 63 kg pada saat dia dibebaskan. Ia sering muntah setelah makan, padahal ia hanya minum air putih. Bahkan sebulan setelah dia kembali ke rumah, Wang tidak bisa tidur di malam hari karena kenangan akan penyiksaan selama penahanannya. Saat berbaring di tempat tidur, anggota tubuhnya meregang tak terkendali ke samping, seolah-olah dia sedang dicekoki makan secara paksa. Tidak bisa makan atau tidur nyenyak, dia tetap sangat lemah. Ia meninggal dunia pada tanggal 9 Oktober 2014 pada usia 46 tahun.

Gangguan Psikiatri dan Pemberian Obat Secara Paksa terhadap Praktisi Falun Gong

Banyak orang telah mendengar tentang kamar gas di kamp konsentrasi Nazi, namun mereka mungkin tidak tahu bahwa praktisi Falun Gong di Tiongkok yang jumlahnya tak terhitung jumlahnya telah menjadi sasaran penganiayaan psikiatris dan eksperimen manusia dalam penganiayaan tersebut. Banyak praktisi menjadi cacat, menjadi gila, atau bahkan terbunuh sebagai akibatnya.

Di Tiongkok, penganiayaan psikiatris tidak hanya terjadi di rumah sakit jiwa, namun juga terjadi di penjara, kamp kerja paksa (yang dihapuskan pada tahun 2013), dan pusat penahanan. Praktisi yang sehat dan tidak memiliki penyakit mental diberi obat-obatan sehingga mengakibatkan kerusakan organ dan gangguan mental. Beberapa praktisi menjadi sasaran pemberian obat secara paksa selama lebih dari 10 tahun.

Obat-obatan yang diberikan kepada praktisi di luar kemauannya antara lain Dongmianling (klorpromazin), Dongmian No. 1 (campuran klorpromazin, prometazin, meperidine), obat hilang ingatan, ekstasi, narkotika, perangsang nafsu berahi, klozapin, sulpirida, natrium valproat, buprenorfin, flubutanol, dan zat lain yang tidak diketahui.

Setelah diberikan obat-obatan yang merusak saraf ini, praktisi yang tadinya sehat mengalami berbagai tingkat kantuk, kelemahan, ucapan dan tindakan yang lamban, dada terasa sesak, sesak napas, dan penurunan daya ingat yang cepat. Gejala tambahannya meliputi hilangnya kemampuan berpikir normal, gangguan fisiologis, lesu, demensia, dan gangguan mental. Beberapa obat secara langsung merusak organ dalam yang menyebabkan rasa sakit yang luar biasa sehingga korbannya berguling-guling di lantai, mengalami kram di sekujur tubuh, merasa seolah-olah semua organ dalam meledak di luar tubuh, detak jantung sangat cepat, dada dan perut bengkak, atau kegagalan organ. Beberapa korban terpaksa membenturkan kepalanya ke dinding karena rasa sakit yang luar biasa.

Pemberian obat-obatan terhadap praktisi Falun Gong adalah tindakan yang kejam, keji, dan sangat rahasia, karena tidak meninggalkan luka fisik seperti hukuman fisik dan dengan demikian menjadi taktik yang umum digunakan oleh PKT untuk menyembunyikan kejahatan mereka.

Zhang Fuzhen adalah seorang karyawan Taman Xianhe di Kota Pingdu, Provinsi Shandong. Polisi menangkapnya dan menahannya di pusat pencucian otak di Kantor 610 Pingdu. Dia diikat ke tempat tidur dalam posisi elang untuk waktu yang lama. Dia harus buang air kecil dan besar di tempat tidur. Menurut seorang saksi, penjaga melepas semua pakaiannya, mencukur rambutnya, menyiksanya, dan mempermalukannya. Mereka kemudian menyuntikkan zat yang tidak diketahui ke dalam tubuhnya yang menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Dia berjuang di tempat tidur sampai dia meninggal dalam kesakitan. Dia berusia 38 tahun. Pejabat di semua tingkatan Kantor 610 mengawasi seluruh proses.

Zhang Fuzhen.

• Pria Berusia 33 Tahun Meninggal Dua Hari Setelah Dibebaskan

Ju Yajun adalah seorang petani di Kota Yuquan, Kota Acheng, Provinsi Heilongjiang. Dia sangat sehat dan jujur, dan sangat dihormati oleh masyarakat. Karena berlatih Falun Gong, dia ditahan di Kamp Kerja Paksa Changlinzi di Harbin (ibu kota provinsi). Pada sore hari, tanggal 21 Oktober 2001, dia dibawa ke pusat kesehatan kamp kerja paksa dan secara paksa disuntik dengan obat-obatan yang tidak diketahui jenisnya. Sejak saat itu, Ju tidak dapat mengangkat kepalanya lagi dan pikirannya tidak jernih lagi. Selain itu, ia sering membuka mulutnya lebar-lebar, terengah-engah, berbicara dengan susah payah, dan terus menunjuk ke lengannya sambil berkata, “Saya mendapat suntikan, saya mendapat suntikan…”

Untuk menghindari tanggung jawab, petugas kamp kerja paksa memulangkannya pada tanggal 24 Oktober 2001. Dua hari kemudian, Ju meninggal dunia pada usia 33 tahun.

• Pusat Pencucian Otak Xinjin

Pusat Pencucian Otak Xinjin, juga dikenal sebagai “Pusat Pendidikan Hukum Xinjin,” terletak di Kota Huaqiao, Kabupaten Xinjin, Provinsi Sichuan. Mereka menggunakan berbagai metode seperti penyiksaan mental, intimidasi, manipulasi psikologis, kekerasan, dan pemberian obat-obatan terlarang untuk memaksa praktisi Falun Gong melepaskan keyakinan mereka. Setidaknya, tujuh praktisi meninggal di pusat pencucian otak dan lima di antaranya disebabkan oleh pemberian obat secara paksa.

Xie Deqing, berusia 69 tahun, adalah pensiunan karyawan Institut Penelitian Survei dan Desain Chengdu di Provinsi Sichuan. Pada pagi hari, tanggal 29 April 2009, Xie dan istrinya ditangkap di Chengdu dan dibawa ke Pusat Pencucian Otak Xinjin. Hanya dalam waktu 20 hari, Xie, yang dalam keadaan sehat dan memiliki wajah berseri-seri, disiksa hingga berada di ambang kematian. Dia kurus, tidak bugar, menderita inkontinensia urin, kesulitan menelan, dan menderita angina pectoris (nyeri dada) yang parah. Kemudian, dia dibebaskan. Dalam empat hari sejak dia kembali ke rumah, dia hampir selalu koma. Dalam keadaan koma, dia menekan dadanya, membolak-balikkan dan mengerang kesakitan, seolah organ dalamnya terkoyak. Ia meninggal pada malam hari, tanggal 27 Mei 2009. Tangannya menjadi hitam, dan tubuhnya berangsur-angsur menjadi hitam, yang merupakan indikasi keracunan obat.

Xie Deqing (sebelum ditangkap)

Xie Deqing (setelah meninggal)

• Korban Pemberian narkoba di Pusat Pencucian Otak Gunung Yusun di Wuhan

Dalam dua dekade terakhir, Pusat Pencucian Otak Gunung Yusun di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, secara aktif menganiaya praktisi Falun Gong. Praktisi yang ditahan di pusat tersebut secara rutin mengalami kelaparan dan keracunan.

Yu Yimin menderita gangguan mental setelah disuntik dengan obat-obatan yang tidak diketahui di sana. Awalnya, dia merasakan sakit yang menjalar dari kakinya dan kemudian secara bertahap kehilangan ingatannya, rasa di kakinya, dan kemampuan untuk berjalan. Penjaga di pusat pencucian otak juga memukulinya dengan kejam dan membenturkan kepalanya ke dinding. Dia meninggal pada tanggal 5 Agustus 2011 pada usia 49 tahun.

Yu Yimin sebelum penganiayaan.

Yu Yimin menderita gangguan mental akibat penganiayaan.

Wang Jinping, berusia 42 tahun, menceritakan bahwa ketika dia ditahan di pusat pencucian otak pada bulan Maret 2015, para penjaga menambahkan beberapa obat yang tidak diketahui ke dalam makanannya dan bahkan menaruh obat tersebut di bantal dan selimutnya. Dia tidak bisa tidur. Dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya dan matanya menjadi kusam.

Bahkan Orang Lanjut Usia pun Tidak Terluputkan

Meskipun menghormati orang lanjut usia tetap menjadi salah satu kebajikan paling penting di Tiongkok selama ribuan tahun, hal ini tidak lagi berlaku setelah PKT mengambil alih kekuasaan pada tahun 1949. Dalam penganiayaan terhadap Falun Gong, praktisi lanjut usia bahkan lebih rentan mengalami penyiksaan secara fisik dan mental seiring bertambahnya usia mereka.

• Wanita Berusia 82 Tahun Meninggal Beberapa Jam Setelah Ditangkap karena Menyebarkan Materi Informasi Falun Gong

Guo Zhenxiang, seorang wanita dari Kota Zhaoyuan, Provinsi Shandong, ditangkap pada tanggal 11 Januari 2019, saat dia membagikan materi informasi tentang Falun Gong di terminal bus. Dalam beberapa jam, polisi memberi tahu keluarganya bahwa dia telah meninggal selama penahanan.

Putranya mengetahui bahwa Guo sangat sehat dan menduga kematiannya disebabkan oleh penyiksaan. Dia menyewa dua pengacara untuk mencari keadilan bagi ibunya. Pejabat setempat mengancam akan mencabut izin pengacara jika mereka menyelidiki kasus tersebut. Selain itu, para pejabat menyadap telepon para pengacara dan mengirim agen untuk mengikuti mereka 24 jam sehari. Para pengacara merasa bahwa mereka tidak punya pilihan selain berhenti membela praktisi.

• Tidak Ada Makanan, Tidak Ada Akses ke Toilet, dan Tidak Ada Tidur

Li Guirong, Kepala Sekolah Dasar Hezuo di Kota Shenyang, Provinsi Liaoning, pernah diakui sebagai salah satu kepala sekolah terbaik di wilayahnya. Namun karena dia berlatih Falun Gong, dia ditangkap pada bulan Oktober 2006 dan kemudian dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara.

Setelah ditangkap lagi pada bulan Februari 2015, Li dijatuhi hukuman lima tahun oleh Pengadilan Hunnan dan dikirim ke Penjara Wanita Liaoning. Di Bangsal 5, yang dirancang untuk menampung orang lanjut usia dan orang lemah, para penjaga dan narapidana memukulinya dengan kejam dan memukul tangannya dengan sepatu mereka. Li mengalami memar di sekujur tubuhnya.

Seorang narapidana pernah menjambak rambut Li dan menyeretnya berkeliling ruangan. Banyak rambutnya yang rontok hari itu. Penjaga dan narapidana juga memaksanya jongkok tanpa bergerak selama 36 jam dan satu kali lagi selama lebih dari 60 jam. Untuk memaksanya melepaskan keyakinannya pada Falun Gong, mereka melarang dia makan dan tidur serta tidak mengizinkan dia menggunakan kamar kecil selama waktu tersebut. Li meninggal pada bulan Januari 2020 pada usia 78 tahun.

• Narapidana: “Membuat Hidup Kamu Seperti Neraka”

Gong Piqi adalah mantan Wakil Kepala Staf Divisi Artileri Antipesawat Cadangan di Provinsi Shandong. Berdasarkan instruksi dari Komite Urusan Politik dan Hukum Qingdao (PLAC), Kantor 610, dan Biro Keamanan Domestik Shibei, Kejaksaan Shibei mendakwa dia dan Pengadilan Shibei menjatuhkan hukuman tujuh setengah tahun penjara pada tanggal 20 Juli 2018. Dia diperintahkan untuk menjalani hukuman di Penjara Shandong di Jinan.

Dia meninggal di penjara pada tanggal 12 April 2021. Usianya 66 tahun. Keluarganya melihat luka di kepalanya yang juga basah dan bengkak. Ada darah yang menetes dari telinganya.

Penjara Shandong terkenal karena menyiksa praktisi Falun Gong. Banyak praktisi terbunuh, cacat, dan terluka di sana. Dihasut oleh penjaga untuk menyiksa praktisi, beberapa narapidana berkata, “Kami diberitahu untuk tidak membunuh kamu, tetapi membuat hidup kamu seperti neraka sehingga kamu akan lebih memilih mati daripada hidup.”

• “Kali ini, Kami Akan Membiarkannya Mati Di Dalam!”

Ketika istri Liu Xiyong meminta pembebasannya di kantor polisi setempat setelah penangkapannya pada tanggal 9 April 2018, seorang petugas berkata kepadanya, “Kami akan membiarkan dia mati di dalam kali ini!” Kemudian, dia dijatuhi hukuman tiga tahun.

Pada tanggal 9 April 2021, ketika keluarga Liu pergi ke penjara untuk menjemputnya, mereka sangat terpukul saat mengetahui bahwa pria berusia 80 tahun itu telah dibawa pergi oleh polisi. Kemudian, dia dijatuhi hukuman empat tahun lagi. Empat bulan kemudian, dia menderita diabetes dan penumpukan cairan di dadanya. Pihak berwenang memborgol dan membelenggunya di ranjang rumah sakit saat dia dirawat.

Liu, seorang warga Kota Dalian, Provinsi Liaoning, kembali mengalami kondisi medis serius pada tanggal 9 Desember 2021. Dia menggunakan kursi roda yang ditempatkan di dalam sangkar logam di bagian belakang mobil van saat dia dibawa ke rumah sakit. Keluarganya terkejut melihat wajah, tangan, dan kaki Liu bengkak. Dia tampak tidak mampu berbicara dengan jelas. Ketika cucunya mencoba menyesuaikan masker wajahnya, para penjaga mengintimidasinya dan tidak mengizinkan keluarganya mendekat.

Liu meninggal dunia di rumah sakit pada tanggal 29 Desember 2021. Staf penjara tidak mengizinkan putranya mengambil jenazahnya. Mereka sendiri yang membawanya ke rumah duka karena takut keluarganya akan mengajukan pengaduan terhadap mereka. Polisi menjaga jenazahnya hingga dikremasi pada tanggal 1 Januari 2022.

Liu Xiyong

• Setelah Dua Kali Dihukum Penjara dan Gangguan Tanpa Henti, Tunawisma Berusia 87 Tahun Meninggal Beberapa Minggu Setelah Kembali ke Rumah

Luo Zhenggui adalah pensiunan pejabat pemerintah dari Kota Shibao di Kabupaten Gulin, Provinsi Sichuan. Dia berlatih Falun Gong pada bulan April 1999. Dia memuji latihan ini karena menyembuhkan kanker perutnya dan banyak masalah lainnya seperti pneumonia, bronkitis, dan nefritis.

Setelah penganiayaan dimulai, Luo dan istrinya dijatuhi hukuman dua kali karena menjunjung keyakinan mereka. Pensiun Luo ditangguhkan dan rumahnya digerebek.

Penangkapan terakhir Luo terjadi pada tanggal 5 November 2021 ketika dia dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi bank. Polisi mendobrak kunci apartemen sewaannya dan menggerebek tempat itu. Untuk menghindari penganiayaan lebih lanjut, dia dan istrinya tinggal jauh dari rumah dan menjadi tunawisma.

Ketika kesehatan Luo mulai menurun saat tinggal jauh dari rumah, dia dan istrinya kembali ke rumah. Namun tak lama setelah itu, ia meninggal dunia pada tanggal 6 Juli 2022.

Praktisi Muda Meninggal Terlalu Dini

Selain praktisi lanjut usia, penganiayaan terhadap generasi muda juga sama memilukannya. Banyak praktisi muda berbagi bahwa berlatih Falun Gong membantu mereka menjauhi pengaruh buruk masyarakat, lebih fokus pada studi, dan menangani konflik dan kesulitan dengan lebih baik saat mereka bertransisi ke masa dewasa. Namun karena penganiayaan, banyak dari jiwa-jiwa muda ini meninggal terlalu dini sebelum mereka mendapat kesempatan untuk merasakan kehidupan sepenuhnya.

• Gadis Berusia Delapan Belas Tahun Dikeluarkan dari Sekolah, Diperkosa Preman, dan Meninggal karena TBC setelah Menjadi Tunawisma

Zhang Yichao, seorang gadis yang bersemangat dan berpikiran terbuka yang sangat dicintai oleh orang tua, kerabat, dan teman-temannya, dikeluarkan dari sekolah karena kedua orang tuanya berlatih Falun Gong dan dia menolak menandatangani petisi anti-Falun Gong.

Setelah perusahaan orang-tuanya turun tangan, sekolah setuju untuk mengizinkannya kembali. Namun, sekretaris Partai di sekolah tersebut, Meng Xianmin, meneleponnya untuk berdiskusi setiap minggu. Dia meminta dia menulis laporan setiap minggu dan menjauhkan diri dari Falun Gong dan orang tuanya.

Saat kedua orang tuanya ditahan, sekelompok anak yang membenci Falun Gong karena propaganda mendobrak pintu dan beberapa jendela di rumahnya. Yichao, yang berada di rumah sendirian, sangat ketakutan.

Beberapa bulan kemudian, kedua orangtuanya dikirim ke kamp kerja paksa dan Yichao dikeluarkan secara permanen dari sekolah. Pada usia 15 tahun, dia terpaksa tinggal jauh dari rumah dan sering berpindah-pindah untuk menghindari gangguan terus-menerus dari pihak berwenang. Suatu malam, seorang preman memecahkan jendela, masuk ke kamarnya, dan memperkosanya.

Kemudian, Yichao tertular TBC ketika dia melakukan pekerjaan serabutan. Dia tidak punya uang untuk berobat ke dokter dan tidak mau pulang. Pada pagi hari, tanggal 6 April 2005, dia meninggal di rumah sakit. Dia berusia 18 tahun. Delapan bulan setelah Yichao meninggal dunia, pada tanggal 17 Desember 2005, ibunya, Fu Guiying, juga meninggal akibat penganiayaan.

• Remaja Berusia 19 Tahun Dipukuli Hingga Meninggal

Chu Congrui pergi ke Beijing pada tanggal 1 Desember 2000 untuk mengajukan permohonan bagi Falun Gong dan ditangkap di Lapangan Tiananmen. Dia meninggal di Penjara Haidian Beijing pada tanggal 13 Desember 2000, pada usia 19 tahun. Polisi menyatakan bahwa dia meninggal akibat mogok makan dan dehidrasi. Namun, hasil otopsi menunjukkan bahwa wajahnya berlumuran darah dan hidungnya patah. Wajahnya rusak akibat luka-lukanya. Kakeknya pergi ke Beijing untuk mengambil jenazahnya. Ketika dia melihat wajah cucunya yang rusak, dia kehilangan kendali dan menangis sekeras-kerasnya sambil memegangi mayat cucunya.

Chu Congrui

• Anak Berusia 15 Tahun Meninggal Setelah Penyakit Jantungnya Kambuh

Tang Shiyu adalah seorang siswa di Sekolah Dasar Fucun, Kota Dandong, Provinsi Liaoning. Pada tahun 1995, pihak rumah sakit mengklaim dia hanya punya waktu enam bulan untuk hidup akibat penyakit jantung yang dideritanya sejak masa kanak-kanak. Setelah dia mulai berlatih Falun Gong pada tahun 1996, kesehatannya membaik dan dia bisa bersekolah. Setelah PKT mulai menganiaya Falun Gong, rumah Tang digeledah sebanyak lima kali. Dia ditahan satu kali dan orang tuanya dipenjara. Dia berada di bawah tekanan besar dan menderita sakit psikologis. Belakangan, penyakit jantungnya kambuh lagi. Dia meninggal pada tanggal 25 April 2005, pada usia 15 tahun.

• Mantan Penyiar Radio Berusia 30 Tahun Dipukuli Hingga Meninggal di Penjara

Seorang mantan penyiar Stasiun Radio Rakyat Sichuan berusia 30 tahun dipukuli hingga meninggal pada tanggal 2 Desember 2022, saat menjalani hukuman lima tahun di Penjara Jiazhou, Provinsi Sichuan.

Pang Xun.

Tubuh Pang Xun dipenuhi memar akibat pemukulan, ada bekas sengatan listrik, dan diikat erat dengan tali. Dia juga mengompol karena penyiksaan.

Penjara menyangkal telah menyiksa Pang dan menyatakan bahwa dia meninggal karena hipertiroidisme.

Pang ditangkap pada tanggal 27 Juli 2020 karena menyebarkan materi Falun Gong dan kemudian dijatuhi hukuman lima tahun di Penjara Jiazhou.

Pang Xun dipenuhi memar ketika dia meninggal.

Keluarga Berantakan

Keluarga adalah landasan dari masyarakat mana pun. Meninggalnya praktisi dalam penganiayaan juga menyebabkan keluarga mereka berantakan, baik orang tua lanjut usia kehilangan anak-anak mereka yang sudah dewasa, pasangan yang saling mencintai kehilangan pasangannya, atau anak-anak kecil menjadi yatim piatu ketika kedua orang tua mereka dianiaya hingga meninggal.

Bocah Berusia 9 Tahun Menjadi Yatim Piatu

Wang Kemin adalah seorang guru sekolah menengah di Kota Daqing, Provinsi Heilongjiang. Istrinya meninggal dalam kecelakaan mobil segera setelah dia ditangkap dan dikirim ke kamp kerja paksa pada tahun 2000. Tiga tahun kemudian, dia ditangkap lagi saat sering berpindah tempat untuk menghindari penganiayaan. Dia meninggal pada hari dia ditangkap. Putranya yang berusia sembilan tahun menjadi yatim piatu.

Keluarga Disatukan dan Terpisah Lagi

Sejak dia berusia 3 tahun, Shao Linyao berulang kali menyaksikan polisi membawa orang tuanya pergi. Dia kesepian, ketakutan, dan sedih karena merindukan keluarganya. Setelah ibunya, Mu Ping, dibebaskan dengan jaminan setelah hampir tiga tahun disiksa di kamp kerja paksa, Linyao tidak pernah meninggalkannya karena takut dia akan kehilangan ibunya lagi. Dia tidak mau tidur sampai ibunya pulang setelah keluar. Dia hanya duduk di sana sampai dia pulang. Dia berkata sambil menangis, “Saya sangat takut ibu ditangkap lagi oleh orang jahat. Jika ibu tidak kembali, saya tidak bisa tenang.” Namun, Linyao tidak mengetahui bahwa ayahnya, Shao Hui, telah dianiaya hingga meninggal pada tahun 2002.

Mu ditangkap lagi pada tahun 2006 dan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Setelah ibunya ditangkap, Linyao tinggal bersama kakek dan neneknya, meski kesehatan mereka memburuk dan kehidupan mereka sulit.

• Kehilangan Delapan Anggota Keluarga dalam Penganiayaan

Dalam tuntutan pidana yang diajukan ke Kejaksaan Agung pada tanggal 29 Juli 2015 terhadap Jiang Zemin, mantan ketua PKT yang memerintahkan penganiayaan terhadap Falun Gong, seorang pemilik restoran di Kota Shijiazhuang, Provinsi Hebei, merinci bagaimana dia kehilangan delapan anggota keluarganya dalam penganiayaan.

Menurut Jia Rongjuan, pada usia 70-an tahun, adik laki-lakinya, Jia Zhenjie, dipenjara dan disiksa pada tahun-tahun awal penganiayaan; dia meninggal pada tahun 2002. Ibu mereka meninggal karena tekanan mental akibat penganiayaan pada tahun 2004, hanya 15 hari sebelum Jia dibebaskan dari kamp kerja paksa. Pada tahun 2006 dan 2008, mertua Jia meninggal dunia. Dalam waktu tiga bulan antara bulan Maret dan Juni 2010, Jia kehilangan saudara iparnya, Wang Limin, saudara perempuannya, Jia Rongfen, dan suaminya He Zhiyong. Setahun kemudian, pada bulan Juni 2011, saudara ipar perempuan Jia yang lain, Yu Guofen, menjadi anggota keluarga kedelapan yang meninggal dalam penganiayaan karena penderitaan mental.

• Suami dan Istri Kehilangan Nyawanya karena Penganiayaan dalam Selang Waktu 16 Tahun

Seorang pria duda di Kota Dalian, Provinsi Liaoning, mengalami penganiayaan selama dua dekade karena keyakinannya pada Falun Gong dan meninggal dunia pada usia 56 tahun, pada tanggal 20 Januari 2021. Kematian Yang Chuanjun diawali dengan beberapa penangkapan dan dua kali hukuman penjara selama total sembilan tahun.

Istri Yang, Dai Zhijuan, juga seorang praktisi Falun Gong, telah meninggal 16 tahun yang lalu setelah bertahun-tahun mengalami gangguan dan penyiksaan. Dai adalah dokter senior yang bekerja di Rumah Sakit Wanita dan Anak Kota Dalian. Dia ditangkap ketika pergi ke Beijing untuk mengajukan permohonan bagi Falun Gong pada bulan April 2000 dan ditahan di Kamp Kerja Paksa Masanjia, di mana dia menjadi sasaran pemukulan, larangan tidur, kerja paksa, isolasi dan pengawasan, suntikan obat-obatan yang tidak diketahui jenisnya, dan banyak lagi. Dia disiksa sampai pada titik di mana dia tidak bisa mengurus dirinya sendiri dan dibebaskan dengan alasan kesehatan.

Pasangan ini ditangkap bersama pada tanggal 24 April 2002 dan Dai dijatuhi hukuman kedua di Kamp Kerja Masanjia selama tiga tahun. Penyiksaan itu membuatnya hancur baik secara mental maupun fisik. Dia tidak bisa makan dan kembali dibebaskan dengan alasan medis. Ketika polisi berusaha menangkapnya lagi, dia terpaksa tinggal jauh dari rumah untuk menghindari penganiayaan. Dia meninggal pada tanggal 21 Desember 2005.

• Ibu Lansia Terpukul atas Kepergian Putrinya

Kong Hongyun, seorang penduduk di Kota Baoding, Provinsi Hebei, mengalami koma pada tanggal 8 Maret 2019, saat ditahan di Pusat Penahanan Baoding karena keyakinannya pada Falun Gong. Trakeotomi dilakukan padanya tanpa persetujuan keluarganya tiga hari kemudian. Dia tidak pernah sadarkan diri dan meninggal pada tanggal 12 Juni 2019, pada usia 47 tahun.

Kong Hongyun.

Penangkapan terakhir Kong dan juga penangkapannya yang ke-11 dalam penganiayaan, terjadi pada tanggal 2 Januari 2019. Ibunya yang berusia 80-an tahun bekerja sama dengan pengacara untuk menyelamatkannya, namun tidak berhasil. Wanita lansia itu sangat sedih dan cepat menua dalam semalam setelah mendengar tentang kematian putrinya.

Penangkapan terakhir Kong terjadi hanya satu tahun setelah dia menyelesaikan hukuman empat tahun penjaranya karena berbicara kepada orang-orang tentang Falun Gong. Sebelum sidang pada tanggal 26 Desember 2014, ibunya yang lanjut usia melakukan protes di dekat pintu masuk pengadilan untuk menuntut pihak berwenang agar membebaskannya.

Ibu Kong melakukan protes di dekat pintu masuk Pengadilan Distrik Xinshi sebelum sidang sebelumnya pada tanggal 26 Desember 2014.

Ibu dan Anak Meninggal Dalam Dua Minggu

Wang Shouhui dan putranya, Liu Boyang, dari Kota Changchun, Provinsi Jilin, keduanya ditangkap pada tanggal 28 Oktober 2005. Liu, seorang ahli radiologi berusia 29 tahun, disiksa hingga meninggal pada malam hari dan polisi melemparkan tubuhnya keluar dari gedung. Beberapa hari kemudian, polisi memberi tahu keluarganya tentang kematiannya dan mengklaim bahwa dia “bunuh diri” dan melompat hingga meninggal.

Otopsi dilakukan atas permintaan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa kepalanya terdapat tiga lubang akibat benda tumpul, kaki dan tulang rusuknya patah, serta ditemukan darah di paru-parunya. Berdasarkan analisa medis, tiga lubang di kepalanya menjadi penyebab kematiannya.

Dua minggu setelah Liu dibunuh, ibunya juga disiksa hingga meninggal pada tanggal 11 November 2005. Matanya dipenuhi memar ungu dan ada darah di telinga kirinya. Dia masih belum mengetahui tentang kematian putranya sebelum dia meninggal.

Wang Shouhui.

Liu Boyang.

Berbicara dan Kehilangan Nyawa di Tangan Rezim

Dalam penganiayaan terhadap Falun Gong, kampanye propaganda PKT secara menyeluruh bagaikan oli mesin yang membuat seluruh peralatan tetap bekerja. Dengan membanjiri gelombang udara, surat kabar, dan majalah dengan cerita-cerita yang tak terhitung jumlahnya yang memfitnah Falun Gong dan penciptanya, Guru Li Hongzhi, PKT memasukkan seluruh masyarakat ke dalam kelompok penganiaya, dan menciptakan lingkungan di mana para praktisi tidak memiliki hak dan rasa aman. Mereka dapat diserang tanpa mendapat hukuman oleh siapa pun dengan alasan apa pun.

Dikondisikan untuk membenci Falun Gong oleh media, menjadi mudah bagi masyarakat Tiongkok untuk memalingkan muka ketika menyaksikan ketidakadilan terjadi dan menutup telinga terhadap tangisan orang-orang tak berdosa yang disiksa.

Untuk menyangkal kebohongan dan membantu masyarakat Tiongkok memahami fakta sebenarnya tentang Falun Gong, penganiayaan dan sifat sebenarnya dari PKT, banyak praktisi Falun Gong yang melangkah maju untuk berbicara dan beberapa dari mereka kehilangan nyawa di tangan rezim komunis.

• Mengungkap Penyiksaan yang Berisiko Kehilangan Nyawanya

Gao Rongrong, yang bekerja di Akademi Seni Rupa Luxun di Kota Shenyang, Provinsi Liaoning, disetrum dengan tongkat listrik oleh penjaga di Kamp Kerja Paksa Longshan selama enam jam pada tanggal 7 Mei 2004. Wajahnya terbakar parah dan cacat. Saat dia dirawat di rumah sakit, beberapa praktisi Falun Gong setempat berhasil menyelamatkannya pada tanggal 5 Oktober 2004. Meskipun sangat berbahaya jika mengungkap penyiksaan, Gao membiarkan praktisi mengambil fotonya dan mengirimkannya ke Minghui.org.

Khawatir Gao akan meninggalkan Tiongkok, PKT membentuk satuan tugas khusus untuk melacaknya. Dia ditangkap lagi enam bulan kemudian pada tanggal 6 Maret 2005. Dia ditahan di rumah sakit penjara dan meninggal karena kelaparan pada tanggal 16 Juni 2005. Dia berusia 37 tahun.

Gao Rongrong sebelum dan sesudah penyiksaan dengan sengatan listrik.

• Kematian Tiga Koresponden Minghui di Tiongkok

Yuan Jiang, lulusan Universitas Tsinghua, adalah seorang guru. Ayahnya adalah seorang profesor di Northwest Normal University dan ibunya adalah seorang guru senior di sebuah sekolah menengah. Setelah rezim memulai penganiayaan pada tahun 1999, Yuan bekerja dengan praktisi di Provinsi Gansu dan berperan sebagai kontributor utama Minghui di wilayah tersebut dalam upaya melawan penganiayaan. Ketika dia ditangkap pada tanggal 30 September 2001, polisi segera mengumpulkan dua mobil berisi alat penyiksaan untuk menginterogasinya.

Sekitar tanggal 26 Oktober 2001, Yuan berhasil melarikan diri dari tahanan polisi. Namun karena penyiksaan yang tak terbayangkan yang dideritanya, dia tidak bisa berjalan terlalu jauh dan bersembunyi di dalam gua. Di dalam gua itu, dia kehilangan kesadaran selama empat hari. Setelah sadar, dia keluar dari gua dan pergi ke rumah seorang praktisi. Dia tinggal di sana sampai dia meninggal pada tanggal 9 November 2001 karena luka dalam. Dia baru berusia 29 tahun saat itu. Setelah dia meninggal, polisi memulai pencarian besar-besaran. Banyak praktisi yang membantu Yuan ditangkap dan orang tuanya diawasi secara ketat oleh polisi.

Yuan Jiang.

Wang Chan pernah bekerja di kantor pusat Bank Rakyat Tiongkok dan dikenal sebagai salah satu orang elit di bidang teknologi tinggi. Namun, dia dipecat dari pekerjaannya dan menjadi tunawisma pada tahun 1999 karena penganiayaan. Kemudian, dia mulai mengirimkan artikel penganiayaan ke Minghui.org dan mendorong lebih banyak praktisi dari berbagai kota untuk bergabung dalam upaya ini.

Hanya dalam beberapa tahun, Wang pergi ke beberapa provinsi di Tiongkok dan menjadi salah satu koordinator utama di negara tersebut. Dia memainkan peran penting dalam menciptakan dan melindungi saluran informasi untuk situs Minghui. Namun, Wang ditangkap di Provinsi Shandong pada tanggal 21 Agustus 2002. Satu minggu kemudian, dia disiksa hingga meninggal saat sesi interogasi pada tanggal 28 Agustus, pada usia 39 tahun. Setelah dia meninggal, polisi setempat segera mengkremasi tubuhnya.

Wang Chan.

Dulunya, Li Zhongmin bekerja di sebuah perusahaan asing di Kota Dalian, Provinsi Liaoning. Sebagai koresponden Minghui, dia mengelola tempat produksi materi dan sering berbicara dengan orang-orang tentang penganiayaan. Untuk menangkapnya, polisi menurunkan sekitar 180 petugas dari seluruh kantor polisi setempat. Dia ditangkap pada tanggal 11 Januari 2002 dan kemudian dijatuhi hukuman 15 tahun. Dia mengalami berbagai penyiksaan di penjara, termasuk dicekoki makan secara paksa, diikat dalam posisi elang, digantung dan dipukuli, serta bangku harimau. Ia meninggal pada tanggal 4 Maret 2003. Usianya 31 tahun. Menurut seorang saksi, ada banyak luka serius di tubuhnya, kepala bagian belakang, paha bagian dalam banyak memar, punggung banyak bintik merah, dan mata menjadi cekung.

Li Zhongmin.

• Menginterupsi Sinyal TV di Tiongkok

Delapan belas praktisi Falun Gong mengakses jaringan siaran televisi kabel negara di Kota Changchun, Provinsi Jilin, sekitar pukul 20.00, tanggal 5 Maret 2002. Program “Bakar Diri atau Hoax?” dan “Falun Dafa Menyebar ke Seluruh Dunia” disiarkan di delapan saluran secara bersamaan selama sekitar 45 menit.

Dalam beberapa hari, lebih dari 5.000 praktisi di wilayah Changchun ditangkap. Tujuh dari mereka dipukuli hingga meninggal beberapa hari kemudian.

Li Rong, seorang lulusan Universitas Jilin, berusia 35 tahun ketika meninggal, bekerja di Institut Penelitian Farmasi Provinsi Jilin. Dia ditangkap pada bulan Maret 2002 dan meninggal saat berada dalam tahanan sekitar akhir bulan Maret atau awal April. Rincian kematiannya tidak diketahui.

Shen Jianli, seorang dosen di Departemen Matematika Terapan Universitas Jilin, ditangkap sehari setelah kejadian. Dia meninggal sekitar akhir April 2002, pada usia 34 tahun.

Shen Jianli.

Liu Haibo ditangkap di rumahnya pada malam hari, tanggal 11 Maret 2002. Polisi memukulinya di depan istri dan putranya serta mematahkan salah satu pergelangan kakinya. Mereka menyiksa dan menginterogasinya hingga pukul 01.00 malam itu, hingga denyut nadinya hilang. Meski sempat dilarikan ke rumah sakit, dokter berusia 34 tahun itu meninggal dunia saat dirawat.

Liu Haibo.

Seorang praktisi yang diyakini berusia 30-an tahun dipukuli hingga meninggal di Departemen Kepolisian Jinchen di Changchun pada tanggal 16 Maret 2002. Menurut seorang saksi, ia memperlihatkan beberapa luka yang terlihat dan menunjukkan tanda-tanda pendarahan internal setelah pemukulan.

Liu Yi dipukuli sampai meninggal pada usia 34 tahun di kantor Departemen Kepolisian Distrik Luyuan.

Liu Yi.

Pada tanggal 20 Maret 2002, Li Shuqin, wanita berusia 54 tahun, ditangkap oleh petugas Kantor Polisi Jalan Changjiu dan kemudian disiksa hingga meninggal di Pusat Penahanan ke-3 di Changchun.

Hou Mingkai dipukuli hingga meninggal beberapa jam setelah dia ditangkap di rumahnya pada tanggal 20 Agustus 2002. Dia berusia 34 tahun.

Selain tujuh praktisi yang disebutkan di atas, empat praktisi lainnya yang mengambil bagian dalam aksi berani ini juga dianiaya hingga meninggal pada tahun-tahun berikutnya, termasuk Liu Chengjun, Li Shuqin, Lei Ming, dan Liang.

Diduga Korban Pengambilan Organ Tubuh

Pada bulan Maret 2006, seorang wanita Tiongkok, Annie (nama samaran), menerbitkan sebuah pernyataan di Washington D.C. Dia mengatakan bahwa mantan suaminya, seorang ahli bedah di Rumah Sakit Sujiatun di Kota Shenyang, Provinsi Liaoning, telah mengungkapkan kepadanya bahwa dia telah mengambil kornea dari 2.000 praktisi Falun Gong yang masih hidup antara tahun 2002 dan 2005. Dokter lain di rumah sakit juga mengambil organ dari lebih banyak praktisi. Para korban ini dibunuh dalam proses tersebut dan tubuh mereka dikremasi untuk menghilangkan bukti. Organ-organ tersebut dijual kepada warga Tiongkok kaya atau orang asing yang berada di Tiongkok untuk wisata transplantasi.

Sebuah organisasi non-pemerintah di Kanada menghubungi pengacara hak asasi manusia David Matas dan mendiang David Kilgour, mantan Menteri Luar Negeri Asia Pasifik, mengundang mereka untuk melakukan penyelidikan independen mengenai masalah ini.

Setelah melakukan penyelidikan selama berbulan-bulan, Matas dan Kilgour menerbitkan laporan setebal 140 halaman pada bulan Juli 2006, yang menarik “kesimpulan yang disesalkan bahwa tuduhan tersebut benar.” Mereka juga menemukan bahwa kekejaman tersebut tidak hanya terjadi di rumah sakit tempat mantan suami Annie bekerja, namun juga di banyak rumah sakit lain di seluruh Tiongkok.

Meskipun tidak ada korban langsung yang dapat menceritakan tentang kejahatan pengambilan organ yang dilakukan terhadap mereka, beberapa kasus perut praktisi yang cekung atau sayatan yang mencurigakan setelah kematian mereka menimbulkan kecurigaan dari keluarga mereka bahwa orang yang mereka cintai mungkin telah menjadi korban kejahatan keji ini.

• Beberapa Organ Hilang

Gao Yixi adalah seorang praktisi Falun Gong di Kota Mudanjiang, Provinsi Heilongjiang. Sebelas hari setelah penangkapannya, keluarganya diberitahu oleh polisi bahwa Gao yang berusia 45 tahun “tiba-tiba” meninggal pada tanggal 29 April 2016.

Keesokan paginya, saudara laki-laki Gao melihat jenazahnya di ruang otopsi. Gao telanjang dengan kedua mata terbuka dan terlihat jelas luka di tubuhnya. Ketika kakaknya mencoba menutup matanya secara perlahan, secara mengejutkan dia menemukan Gao meneteskan air mata di sudut matanya.

Meskipun keluarganya menolak menandatangani dokumen, petugas tetap melanjutkan otopsi, yang selesai sekitar pukul 19:00 malam itu. Otak besar, otak kecil, jantung, paru-paru, hati, kandung empedu, pankreas, dan ginjalnya diambil. Saat jenazah yang hampir kosong dipindahkan ke ruangan lain untuk layanan tata rias kamar mayat, secara mengejutkan keluarganya menemukan banyak darah segar yang keluar. Beberapa handuk basah oleh darah dan itu membuat keluarga mencurigai bahwa Gao masih hidup ketika otopsi dilakukan.

• Sayatan Mencurigakan di Dada dan Punggung

He Lifang, seorang penduduk di Kota Qingdao, Provinsi Shandong, meninggal dalam tahanan pada tanggal 2 Juli 2019, dua bulan setelah penangkapan terakhirnya karena berlatih Falun Gong.

Keluarga He melihat ada sayatan yang dijahit di dadanya dan sayatan terbuka di punggungnya. Awalnya, polisi mengklaim bahwa sayatan tersebut adalah hasil otopsi sebelum mengubah cerita mereka dengan mengatakan bahwa pemeriksa medis akan segera datang. Tetapi tidak ada petugas koroner yang datang.

Orang-orang terdekat He curiga bahwa organ tubuhnya mungkin telah diambil ketika dia masih hidup atau segera setelah kematiannya, dan itulah alasan sebenarnya dari sayatan tersebut. Mereka juga mencurigai adanya penganiayaan kejiwaan karena dia kehilangan kemampuan bicaranya dan menjadi tidak bisa bereaksi hanya dalam waktu 17 hari setelah penahanannya.

Diperkirakan sekitar 200 petugas polisi dan lebih dari 20 mobil polisi dikerahkan antara tanggal 30 Juni, hari ketika He dipindahkan dari Pusat Penahanan Pudong di Distrik Jimo ke Rumah Sakit Ketiga Chengyang, dan tanggal 3 Juli 2019, sehari setelah kematiannya. Berasal dari Departemen Kepolisian Distrik Jimo dan kantor polisi bawahannya, para petugas ini membawa borgol tambahan dan berpatroli di rumah sakit dan sekitarnya. Mereka siap menangkap siapa pun yang datang ke rumah sakit untuk menunjukkan dukungan kepada He. Seorang petugas bermarga Yao dari Komite Lingkungan Beian secara khusus memperingatkan praktisi Falun Gong untuk menjauh.

• Istri Diduga Menjadi Korban Pengambilan Organ Tubuh, Suami Dibunuh untuk Menyembunyikan Fakta

He Xiulin, seorang praktisi Falun Gong berusia 52 tahun di Kota Yantai, Provinsi Shandong, dibawa ke Rumah Sakit Yantai Yuhuangding pada tanggal 8 Maret 2004 setelah dia dianiaya hingga di ambang kematian di Pusat Penahanan Yantai Nanjiao.

Dua hari kemudian, suaminya, Xu Chengben, menerima telepon dari Li Wenguang, kepala Kantor 610 Distrik Zhifu, yang mengatakan bahwa He sakit dan dirawat di Rumah Sakit Yuhuangding dan Xu boleh mengunjunginya. Setelah pukul 19:00 malam itu, Xu menemukan istrinya di bangsal neurologi. Dia berada di ambang kematian dan tidak dapat berbicara lagi. Dia telanjang dari pinggang ke bawah, salah satu tangannya diborgol ke kepala tempat tidur, dan di pergelangan tangannya terdapat bekas luka. Rumah sakit mendiagnosisnya menderita Meningitis Tuberkulosis. Dia tidak terlihat diberi perawatan atau makanan apa pun, dan dia dijaga oleh seorang pria dan seorang wanita.

Pada pukul 07:00, tanggal 31 Maret 2004, Li dari Kantor 610 memberi tahu Xu melalui telepon bahwa He telah meninggal, namun dia tidak mengizinkan keluarganya melihat atau memberi pakaian pada jenazahnya. Setelah adanya permintaan yang kuat dari keluarga, mereka akhirnya diizinkan untuk menjenguknya di kamar mayat rumah sakit pada pukul 11:00. Pada saat itu, tangan dan kaki He masih hangat, area di sekitar mata kirinya berwarna hitam dan ungu, dan ada perban di pinggangnya.

Adik perempuan He meratap, “Kakak, bagaimana anda bisa berakhir seperti ini? Buka mata anda dan lihat saya!” Saat dia berteriak, dua aliran air mata mengalir dari mata, para kerabat kemudian melihat banyak butiran keringat muncul di wajah He. Melihat He masih hidup, kerabatnya naik ke atas untuk memohon dokter agar menyadarkannya. Namun, para dokter tidak menanggapinya dan tidak melakukan resusitasi.

Keesokan harinya, kerabatnya tidak diizinkan menemui He. Ketika mereka diizinkan untuk menemuinya lagi pada hari ketiga, detak jantung dan denyut nadinya tidak lagi terasa dan ekstremitasnya terasa dingin.

Ketika kejahatan pengambilan organ terungkap pada bulan Maret 2006, Xu menjadi curiga bahwa istrinya dibunuh untuk diambil organnya. Dia memuat informasi tersebut di situs luar negeri pada tanggal 19 April 2006, namun ditangkap keesokan harinya. Putranya juga dipaksa untuk mengkremasi jenazah He yang disimpan di kamar mayat.

Xu ditahan. Dia dengan cepat menjadi kurus dan kehilangan keseimbangan. Ia meninggal mendadak pada tanggal 27 Februari 2008. Saat keluarganya sedang mendandani jenazahnya, mereka melihat kulitnya telah membusuk dan menempel di bajunya. Mereka memanggil pemeriksa medis, yang menyimpulkan bahwa Xu meninggal karena keracunan.

Referensi: Dua Puluh Empat Tahun Penganiayaan, Dua Puluh Empat Kasus Kematian Terpilih

- Kejahatan yang Tak Terpikirkan

Kasus 1: Practitioners Killed by Officials to Cover Up Their Acts of Violence

Kasus 2: Pejabat Memerintahkan Wanita Beriman Dikremasi Hidup-hidup

Kasus 3: Eyewitness Exposes “Killing with No Mercy” Policy Following TV Interception to Expose Self-immolation Hoax

- Dirampok dan hidup dipersingkat

Kasus 4: For Liu Zhimei, Time Stopped Years Ago at Age 21

Kasus 5: Driven Insane at 22, Deceased at 40

Kasus 6: Wanita Usia 34 Tahun Disiksa Sampai Meninggal Setelah Dua Bulan Setelah Penangkapannya pada 2007

Kasus 7: Pria Shandong 45 Tahun Meninggal di Tahanan, Keluarga Menyangka Adanya Pebganiayaan dan Pengambilan Organ

Kasus 8: A Mother Recounts a Young Man’s Tragic Death and Injustice Suffered for His Belief

- Kematian Profesional

Kasus 9: Seorang Penulis dan Tenaga Pendidik Meninggal Setelah Enam Hari Dimasukkan ke Penjara karena Keyakinannya pada Falun Gong

Kasus 10: Juara Seni Bela Diri Disiksa di Penjara selama 13 Tahun, Meninggal Lima Tahun Kemudian

Kasus 11: Dihukum Penjara Saat Masih Koma, Guru Matematika Meninggal Dunia

- Kematian Lansia

Kasus 12: Retired Engineer Dies in Misery After Being Blinded with Drugs and Suffering Broken Legs

Kasus 13: Polisi Menahan Sertifikat Kematian Wanita Berusia 88 Tahun yang Meninggal Dua Jam Setelah Ditangkap Karena Keyakinannya

Kasus 14: Wanita Lansia Meninggal Karena Serangan Jantung Setelah Pendaftaran Perguruan Tinggi Cucunya Dicabut dan Rumahnya Digeledah

- Kematian Banyak Anggota dalam Keluarga yang Sama

Kasus 15: Five Members of One Family Tortured to Death

Kasus 16: Tiga Bersaudara dan Ayah Mereka Meninggal Dunia Dalam Penganiayaan terhadap Keyakinan Mereka

Kasus 17: Ditangkap Satu Bulan Setelah Kematian Suami Akibat Penganiayaan, Mantan Perawat Juga Meninggal Sembilan Tahun Kemudian

Kasus 18: Gadis Yatim Piatu Berusia Enam Tahun dalam Penganiayaan terhadap Falun Gong

- Lebih Banyak Kematian Akibat Penyiksaan

Kasus 19: “Jika Saya Mati, Itu Akibat Penyiksaan”

Kasus 20: Imprisoned Mother of U.S. Resident Dies Nine Months Before Scheduled Release, Family Suspects Foul Play

Kasus 21: Dipukul Setiap Hari Selama Lima Tahun Penjara, Wanita Meninggal Setahun Setelah Pembebasan

Kasus 22: Kaki Diamputasi Akibat Penganiayaan terhadap Keyakinannya, Pria Heilongjiang Meninggal Setelah Dua Dekade Penderitaan

Kasus 23: Pria Sehat Meninggal Dua Hari setelah Rawat Inap karena Mogok Makan

Kasus 24: “If She Doesn’t Die, She Will Be Like a Bomb”