Pengalaman Ibu Astutik - Sidoarjo
Dibacakan pada Konferensi Berbagi Pengalaman di Surabaya 2007

(Minghui.org) Salam kepada Guru yang Terhormat.
Salam kepada rekan-rekan praktisi sekalian.

Perkenalkan, nama saya ibu Astutik, yang berasal dari sebuah kota kecil Sidoarjo-Jawa Timur. Hari ini saya merasa mendapat kehormatan, karena bisa membacakan pengalaman kultivasi saya di atas mimbar kehormatan ini. Dimana saya akan bercerita tentang pengalaman selama 3 tahun saya berkultivasi Falun Dafa. Walaupun saya belum pernah bertemu dengan guru, melalui kultivasi yang terus-menerus, meskipun kadang-kadang masih jatuh bangun, saya merasakan bahwa Dafa adalah agung dan penuh keajaiban!

Saya mulai berlatih Falun Gong pada akhir Agustus tahun 2004. Lima tahun sebelum saya berlatih Falun Gong, saya menderita penyakit Diabetes Mellitus yang cukup parah. Sampai saya harus rela kehilangan salah satu mata saya. Mata saya yang satu masih normal, tapi kalau untuk melihat hingga jarak 2 meter, sudah kabur semua. Apalagi kalau untuk melihat tulisan, yang telihat hanyalah sederetan warna hitam di atas kertas putih. Bahkan makanpun saya harus disuapi oleh anak-anak saya yang masih balita. Bukankah ini terbalik?

Bisa dibayangkan bagaimana penderitaan saya waktu itu. Sedang kedua putra-putri saya masih kecil-kecil. Mereka butuh perhatian dan kasih sayang dari seorang ibu. Sedangkan saya tidak bisa memberikan apa-apa terhadap mereka. Bagaimana bisa, membawa piring saja saya tidak kuat? Tiap hari hidup saya hanya berkutat penyakit, rumah sakit, dan rasa sakit.

Sudah kering rasanya air mata ini. Karena tiada hari tanpa sebuah tangis penderitaan. Perekonomian pun jadi kacau balau. Pernah saya harus menjual barang-barang di rumah, hanya demi menyambung seutas nafas ini. Belum lagi soal makanan, pagi hari saya harus makan 6 sendok, siang dan sore harus makan 8 sendok, itupun tidak boleh penuh. Bukankah saya terus berada dalam keadaan kelaparan? Bukankah itu hal yang mengerikan?

Jadi lengkaplah sudah penderitaan saya. Akhirnya timbul dalam hati sebuah kata cela : Tuhan tidak adil pada saya. Mengapa di usia saya yang masih muda, saya harus menanggung semua penderitaan ini? Hingga pada suatu hari yang sunyi, saya sempat punya keinginan untuk mengakhiri hidup, yang ada di dalam pikiran saya waktu itu adalah kaleng pembasmi nyamuk. Karena saya pikir, dengan jalan ini semuanya akan selesai. Saya bimbang, antara ya dan tidak. Mungkin Tuhan masih sayang pada saya. Sehingga ditampilkan wajah-wajah kecil anak-anak saya, maka urunglah niat saya yang buruk itu.

Di saat saya merasa benar-benar terpuruk, datanglah pencerahan itu. Takdir juga yang mempertemukan saya dengan Falun Dafa. Lewat seorang ibu yang cantik, saya diperkenalkan dengan Falun Gong. Tanpa pikir panjang, besok paginya saya ikut berlatih. Terus terang, saya datang membawa misi ingin sembuh dari sakit. Pertama kali saya menginjakkan kaki di arena tempat latihan, saya merasa asing dengan musik latihan. Dan di situ pula saya merasakan suasana yang damai, hening, dan penuh misteri. Orang-orang yang saya temui, adalah orang-orang yang baik dan ramah. Satu kali ikut latihan, saya sudah bisa merasakan, bahwa saya berjodoh dengan latihan Falun Gong ini. Karena begitu selesai latihan, saya merasakan sekujur tubuh saya menjadi ringan, dan hati saya menjadi lapang. Akhirnya saya mantapkan hati, hanya berlatih Falun Gong saja.

Delapan bulan setelah saya berlatih Falun gong, saya masih bergantung pada obat dan rumah sakit. Konsep-konsep manusia biasa masih terlalu kuat membelenggu saya. Karena waktu itu saya masih mengabaikan 3 hal permintaan Guru. Saya masih terlena dalam kehidupan duniawi yang semu, keruh, dan palsu ini. Mungkin ini ujian dari Guru, atau saya yang masih terdapat kebocoran. Hingga pada suatu hari saya check up rutin di rumah sakit, hasilnya kadar gula saya naik menjadi 768,..... dan saya tidak merasakan apapun. Bahkan saya masih giat bekerja. Dokter yang memeriksa saya juga bilang," Ibu kuat, dan ini mukjizat, kalau orang lain mungkin sudah berangkat." Saya tersenyum dalam hati. Senyum yang penuh kesombongan dan rasa bangga.

Akhirnya dokter menyuruh saya untuk opname. Karena kalau tidak, pihak rumah sakit tidak mau betanggungjawab kalau misalnya terjadi sesuatu. Langsung saja badan saya lemas, karena rasa takut dan khawatir. Sambil berjalan untuk mencari kamar yang kosong, saya sempat ragu-ragu, apakah saya harus opname? Padahal saya kan tidak merasa sakit? Begitu masuk ruangan, dokter masuk, saya langsung dapat injeksi pertama. Tujuannya adalah untuk menurunkan kadar gula saya. Beberapa menit kemudian badan saya kejang-kejang karena kadar gula saya terlalu rendah. Inipun dokter sempat memuji saya lagi, katanya "Ibu ini sungguh kuat, dengan kadar gula serendah ini masih kuat bercakap-cakap." Akhirnya saya diinjeksi yang kedua, untuk menaikkan lagi kadar gula saya. Keadaan saya semakin kacau, dan malah semakin parah. Benar-benar sakit.

Hari ke 4 saya opname, Bapak Pembina di tempat latihan saya datang untuk memberi semangat pada saya. Dan saya masih ingat sepenggal kalimat dari beliau, "Kalau kita pakai konsep manusia biasa, ya harus ke rumah sakit." Setelah beliau pergi, saya semakin resah. Karena terus terngiang semua di telinga, kata-kata beliau. Lalu timbul rasa malu dalam hati. Apa bisa seorang praktisi opname di rumah sakit?! Inilah yang memberanikan diri untuk minta pulang. Saya nekat meninggalkan rumah sakit, meskipun kadar gula saya masih tinggi. Setelah tiba di rumah, saya masih mengkonsumsi segala macam obat, tapi tiap kali saya minum obat, perut saya selalu terasa sakit, lalu saya berpikir apakah sudah saatnya saya harus meninggalkan obat? Tidak yakin dan banyak keraguan. Akhirnya saya mencari jawaban di dalam buku Zhuan Falun Ceramah 7 Bab : Penyembuhan Rumah Sakit dan Penyembuhan Qigong. Guru berkata, "Perihal Qigong dapat menyembuhkan penyakit tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Qigong tersebar luas sekian lama dalam masyarakat melalui berlatih Gong ada sejumlah orang memang nyata berhasil mencapai tujuan menghalau penyakit dan menyehatkan tubuh." Kalimat inilah yang membuat saya berani meninggalkan obat. Akhirnya sedikit demi sedikit mulai saya kurangi mengkonsumsi obat. Sebagai gantinya, saya mulai rajin latihan gerakan, membaca buku Zhuan Falun dan ceramah-ceramah Guru yang lain. Dan hasilnya, saya semakin sehat jiwa dan raga. Seiring saya tekun belajar Fa, seiring itu pula saya mulai meingkatkan diri dalam kultivasi. Meskipun kadang-kadang masih jatuh bangun, saya pantang menyerah. Karena saya tahu, penderitaan adalah suatu keputusan. Keputusan kita di masa lalu. Maka, saya tidak menganggap penderitaan itu hal yang menyakitkan.

Seiring berjalannya waktu, pelan tapi pasti, saya mulai menapaki kehidupan dengan hati yang lurus dan tulus. Dafa benar-benar telah mengubah hidup saya. Dafa juga telah memberikan jawaban pada saya tentang misteri yang selama ini belum terjawab. Dafa membimbing saya dalam kehidupan sekarang dan akan datang. Dafa memberikan segalanya. Meskipun banyak keterikatan-keterikatan hati yang belum bisa saya lepas, guru tetap penuh belas kasih. Meskipun saya masih tertatih-tatih menapaki jalan ini, Guru dengan senyum ramah dan sabar memapah dan memberi penyelamatan. Hati dan nafas ini senantiasa menghembuskan kesejatian, kebaikan, dan kesabaran. Guru mendengar dan melihatnya. Maka, tidak ada apapun yang tidak mungkin. Dafa adalah obatnya kehidupan. Dan Dafa memberikan segalanya..

FALUN DAFA HAO
Terima kasih Guru,
Terima kasih Bapak pembina,
Dan terima kasih rekan-rekan praktisi sekalian