Mengenang Kembali Hari-Hari Ketika Saya Menghadiri Ceramah Guru di Wuhan
Oleh praktisi di Provinsi Hubei

(Minghui.org) Bulan September 1993, bersama dengan delapan orang teman dan anggota keluarga, saya menghadiri seri ceramah Guru yang ketiga di Kota Wuhan, Provinsi Hubei. Guru memberikan ceramah pada aula Fakultas Ekonomi dan Keuangan, Universitas Zhongnan (sekarang disebut Universitas Politik dan Hukum Zhongnan). Guru juga telah membersihkan tubuh para peserta (menyembuhkan berbagai penyakit serta menyingkirkan substansi buruk dari badan para peserta), mengajarkan perangkat latihan, berfoto bersama peserta. Setelah mengikuti kelas, setiap murid menerima sertifikat tanda kepesertaan, dimana tertera nama Guru, lambang Falun dan foto peserta.  

Guru mengenakan jas polos dan berbadan tinggi besar. Beliau terlihat tenang dan damai. Aula dipenuhi lebih dari 1000 orang. Kebanyakan waktu, suasana aula tenang dan damai, baik selama Guru sedang memberi ceramah maupun jam istirahat. Para peserta menahan diri agar tidak membuat gaduh dan tidak saling mendorong untuk mendekati Guru. Guru mengajarkan prinsip besar kebenaran dari alam semesta dan dengan jelas menerangkan tujuan sesungguhnya serta makna hidup manusia. Pada sesi ceramah terakhir, Guru menjawab pertanyaan para peserta, termasuk pertanyaan, yang menurut pandangan saya, terdengar kekanak-kanakan. Beliau juga memberi semangat para peserta untuk berkultivasi dengan gigih setelah mereka pulang ke rumah. Para peserta seperti apakah? Suatu hari, satu dari keluarga saya mendengar dua orang peserta sedang berbincang-bincang setelah menghadiri kelas. Salah satu berkata, “Saya melihat Guru Li di podium dalam wujud Buddha emas yang penuh kemilau, sementara para peserta yang duduk di aula tubuhnya dipenuhi oleh substansi hitam. Kita semua dipenuhi karma.”

Sebelum kelas berakhir, Guru meminta para peserta untuk menuliskan pengalaman mereka untuk diserahkan. Sebelum menghadiri kelas, saya memiliki banyak keterikatan hati. Sebagai akibatnya, saya mengalami patah hati, hidup dipenuhi kekecewaan dan kebingungan tentang makna hidup dan masa depan. Saya sedemikian ingin menemukan makna kehidupan ini. Sebelum ikut kelas, saya pernah berlatih qigong palsu yang diajarkan seorang master di Timur Laut China. Saya mengikuti kelas ceramah dengan harapan tinggi dan sebuah pikiran yang penuh pertanyaan. Ceramah Guru mengguncang bagian terdalam hidup saya, namun di permukaan saya masih mengabaikannya. Dalam artikel berbagi pengalaman, saya melantur tentang kesakitan dan kesukaran yang pernah saya derita. Sebelum sesi ceramah ke-delapan, banyak murid berkumpul di muka aula. Saya dapat melihat dari jarak tertentu, Guru berdiri di tengah kerumunan. Saya menghampiri Beliau dan menyerahkan artikel berbagi pengalaman kepada Beliau. Guru memasukkan ke dalam kantung jasnya. Murid lain juga menyerahkan artikel berbagi pengalamannya. Guru menerima semuanya dengan ekpresi wajah yang lembut. Tubuh Guru yang tinggi, memancarkan kedamaian bagai gunung yang indah.

Ketika murid-murid keluar aula setelah ceramah terakhir, saya tidak dapat menahan keinginan untuk melihat ke arah podium, memandangi Guru. Guru dan dua asisten masih berdiri di sana. Saya dengan gugup bertanya kepada Guru, “Guru Li, saya pernah berlatih qigong lain sebelumnya. Apakah tubuh saya masih memiliki benda-benda dari latihan terdahulu?” Guru menjawab dengan tegas, “Tidak. Semuanya telah dibersihkan.” Saya melanjutkan, sambil merasa sedikit malu, “Guru Li, apakah anda telah menandatangani dua foto yang saya sertakan pada artikel berbagi pengalaman saya?” Seorang asisten menghampiri saya, dan Guru memintanya memberikan foto-foto itu kepada saya. Saya mendapatkan foto-foto itu dan berterima kasih kepada Guru dari lubuk hati terdalam. Seorang asisten lain memberi tahu Guru, hari sudah malam dan kendaraan tengah menunggu di luar aula.

Saya merasa sedih melihat kepergian Guru. Pada waktu itu, walaupun saya belum memutuskan untuk berkultivasi Falun Dafa, entah kenapa saya ingin tinggal lebih lama dengan Guru. Saya berjalan ke luar aula dengan seorang saudara dan melihat seorang peserta dengan kamera di tangan, mencari seseorang agar dapat memotretnya bersama Guru. Ia meminta saudara saya untuk membantu memotretnya. Setelah ia berfoto bersama Guru, saya bergegas berdiri di samping Guru dan berkata kepada peserta itu, “Apakah anda keberatan memotret saya bersama Guru?” Ia setuju. Guru tersenyum dan berkata, “Tentu. Kita memiliki jodoh pertemuan.” Saudara saya dan saya berdiri di dekat Guru, satu di kiri satu di kanan. Saya berdiri di sisi kiri Guru, merasa seperti anak kecil. Pada saat itu saya merasa tenang dan damai. Asisten kemudian meminta Guru agar naik ke mobil. Guru duduk di bangku belakang dengan jendela terbuka. Karena kendaraan belum berjalan, saya menghampiri Guru dan bertanya, “Guru Li, anda selalu sibuk dan tidak dapat pulang ke rumah untuk waktu yang lama. Apakah anda merindukan keluarga?” Guru menjawab dengan tenang, “Saya tidak punya pilihan. Saya harus menyebarkan Fa.” Saya ingin berkata lebih banyak, tetapi kendaraan mulai berjalan. Saya enggan melihat kepergian Guru.

Pada foto untuk saya dan saudara saya, Guru telah menuliskan dua kalimat berikut: “Masa depan cemerlang dibangun dengan menahan penderitaan” dan “Xiulian (kultivasi) adalah hal yang terpenting di antara banyak hal dalam hidup anda.” Hampir 14 tahun telah berlalu, dan kami semakin memahami petunjuk Guru. Guru telah melakukan demikian banyak upaya agar dapat menyelamatkan kita, yang terpikat oleh ilusi dan hampir jatuh ke neraka serta berenang dalam lautan karma. Para praktisi tidak akan pernah dapat membayar kembali apa yang Guru telah berikan kepada kita. Mari bangkit sesuai harapan Guru, jangan takut penderitaan dan rintangan, senantiasa memandang Xiulian sebagai satu-satunya hal terpenting dalam hidup, dan lakukan tiga hal dengan baik sehingga kita dapat pulang ke rumah bersama Guru.

Chinese: http://minghui.ca/mh/articles/2007/4/20/153110.html
English: http://www.clearwisdom.net/emh/articles/2007/5/3/85196.html