Dibalik kejayaan ekonomi dan kemeriahan Olimpiade, tidak diragukan bahwa Republik Rakyat China dikuasai oleh satu partai yang diktator. Penyensoran dan pelanggaran HAM secara luas, seperti menggunakan penyiksaan secara sistematis, telah terjadi setiap hari.

(Minghui.org)

24 April 2009



RRC menolak hak dasar manusia yang fundamental rakyatnya dan mengancam demokratis.  Ancaman ini, penganiayaan sistematik dan pelanggaran HAM, termasuk jutaan pekerja budak yang disebutkan kamp pendidikan ulang, sangat jarang diketahui umum.

Semena-mena dan intimidasi yang dilakukan oleh otoritas, yang dikontrol oleh PKC (Partai Komunis China), terjadi setiap hari. Mereka melakukannya untuk melanggengkan dominasi kekuasaan mereka dan memperkaya diri para pejabat sendiri. Tujuan melestarikan sistem semacam itu dicapai dengan menggunakan cara-cara intimidasi di pengadilan hukum, menjatuhkan hukuman sebelumnya oleh PKC, penangkapan secara semena-mena, kerja paksa menyerupai perbudakan di lembaga untuk “pendidikan ulang” dan menindas kemunculan demokrasi masyarakat. Metode yang paling efektif adalah menempatkan orang di kamp kerja paksa, dimana mereka dididik ulang dan dianiaya.

Penyiksaan Sistematik

Penyiksaan dilakukan secara luas dan diterapkan secara sistematis oleh otoritas China, walaupun penyiksaan dilarang secara resmi. Para korban seringkali pengacara HAM, anggota serikat buruh, aktivis demokrasi, anggota dari gereja Kristen yang tidak dikendalikan oleh pemerintah atau aliran meditasi  Buddha dan perwakilan dari etnis minoritas, seperti Tibet dan Uyghur. Penyiksaan dilakukan di kantor polisi, kamp penjara dan pendidikan ulang, pusat interogasi, penjara, pusat pendidikan ulang, rumah sakit jiwa dan tempat-tempat penahanan lainnya. Ratusan ribu orang China menjadi korban dari perlakuan keji yang tak tertahankan ini.

Bertentangan dengan Konvensi Anti Penyiksaan

Republik Rakyat China merupakan negara-negara pertama yang menandatangani Konvensi PBB menentang Penyiksaan pada 12 Desember 1986 dan ratifikasi pada  tanggal 4 Oktober 1988. Konvensi ini bersifat kontrak internasional. Diduga alasan PKC menerima ini dengan dua syarat. Mereka menolak penafsiran arti dari menjamin tidak ada penyiksaan: “(1) Pemerintah China tidak mengakui wewenang Komite Anti Penyiksaan PBB, seperti yang dijelaskan pada pasal 20 Kovensi. (2) Pemerintah China tidak terikat oleh paragraf pertama dari pasal 30 Konvensi.“ Tanpa opsi kontrol atau keputusan, konvensi tidak akan efektif. Ratifikasi semata-mata bertujuan untuk menumbangkan citra positif China, dalam hal penyiksaan.

Pelapor Khusus PBB Mengenai Penyiksaan

Adalah kejutan besar ketika setelah 10 tahun berusaha; PKC mengijinkan kunjungan dari seorang profesor hukum dari Wina, Manfred Nowak. Selama kunjungannya dari 20 Nopember sampai 2 Desember 2005, Pelapor Khusus PBB di bidang penyiksaan dan kekejaman lain, perlakuan atau hukuman yang tidak berperikemanusiaan diijinkan untuk mengunjungi beberapa penjara. Ia tidak diperbolehkan untuk melakukan secara independen dan harus mematuhi banyak pembatasan. Di akhir kunjungannya, pada konferensi pers pada tanggal 2 Desember 2005, dia menyatakan, tanpa menghiraukan etika diplomatik yang biasa, ”Bahwa beberapa pejabat pemerintah, khususnya Menteri Pertahanan dan Keamanan, berulang-ulang berusaha untuk membatasi dan merintangi usahanya untuk mencari informasi, selama kunjungannya. Dia dan kelompoknya sering diikuti di hotel mereka di Beijing dan juga oleh agen rahasia. Ada beberapa korban dan anggota keluarga mereka diintimidasi oleh petugas keamanan dan dibawah pengawasan polisi. Mereka diinstruksikan untuk tidak menemui Pelapor Khusus PBB atau mereka dipaksa untuk tidak melakukannya.(…)”

“Pelapor Khusus mengungkapkan bahwa pendahulu mereka pernah mendengar tentang laporan-laporan penyiksaan dan bentuk kekerasan lainnya yang tak terhitung jumlahnya di China sepanjang tahun, dimana dipersembahkan kepada pemerintah sebagai pernyataan publik. Laporan-laporan ini selalu mengandung pola sistematik dalam penyiksaan terhadap etnis minoritas, khususnya rakyat Tibet, Uyghur, lawan politik, aktivis HAM, praktisi Falun Gong dan kelompok gereja rumah. Dakwaan ini masih dan sedang didokumentasikan oleh organisasi-organisasi HAM internasional.”

“Kalau hukum di China (…) juga melarang penyiksaan (--), maka definisi China terhadap penyiksaan tidak sesuai dengan standar internasional yakni Konvensi anti Penyiksaan. Khususnya penyiksaan fisik atau mental yang tidak meninggalkan bukti, membuatnya tidak mungkin untuk memajukan hukuman apapun. (Sebenarnya dalam bahasa Mandarin untuk penyiksaan, kuxing, umumnya menjelaskan tentang penganiayaan fisik). Perlawanan terhadap penyiksaan di China masih mengalami kesulitan karena tidak ada perlindungan prosedural, yang mana dibutuhkan untuk melarang penyiksaaan secara efektif, (…)”

“Selama misinya, Pelapor Khusus ini mencatat ketidakefektifan dari sistem pengaduan sekarang. Dia diberitahu, sebagai contoh, bahwa di penjara nomor 4 di Urumqi, tidak ada pengacara yang menerima pengaduan tentang penyiksaan selama 10 tahun. (…)”

Kerja Paksa dan “Pendidikan Ulang”

Setiap warga negara China boleh, menurut undang-undang Republik Rakyat China, dipaksa untuk bekerja di kamp selama tiga tahun, yang disebut “pendidikan ulang dengan bekerja” tanpa tuduhan atas kejahatan, pembelaan di pengadilan, menerima hukuman atau diperbolehkan untuk membela. Semua itu diperlukan sebuah keputusan oleh polisi yang tergantung pada PKC. Alasan dari ketiadaan hak untuk menyatakan suara sekarang ini masih berdasarkan politik sewenang-wenang. Untuk dikirim ke salah satu dari sekian banyak kamp pendidikan ulang, ini semua diperlukan adalah mengecam  PKC, para kader yang korup, sekitar tentang penyensoran, menginginkan wakil pekerja atau secara bebas menyatakan opini seseorang.

Pendiri dan manajer Laogai Research Foundation, Harry Wu, anggota ISHR di luar negeri, berhasil mengindentifikasi 1000 kamp. Jumlah tahanan di kamp-kamp ini diperkirakan 4.000.000 orang. Jutaan rakyat China menjadi korban pengasingan  semacam ini. Mereka disalahgunakan sebagai budak pekerja, sementara pemerintah China bersolek diri dalam Pertandingan Olimpiade yang semarak.

Hampir semua tahanan di China pernah atau mengalami tendangan dan pemukulan. Ini paling sering digunakan dan seringkali sangat jelas terlihat ketika tahanan dilepaskan, karena mereka menderita lebam dan luka-luka di tubuh.

Tidak Ada Bukti Berarti untuk Diperlihatkan

Sejumlah korban melaporkan bahwa beberapa minggu sebelum dilepaskan, siksaan fisik, yang mana akan meninggalkan bukti, telah dihentikan. Pemukulan atau metode penyiksaan lain yang meninggalkan luka pada korban, dimana tidak mendapat perhatian medis atau dirawat selelah sangat parah. Pembengkakan dan rasa sakit yang lebih hebat adalah akibat dari kekerasan berikutnya.

Tahanan politik tidak hanya dipukul dengan kepalan tangan, tetapi juga dengan kabel, ikat pingngang dan juga gesper atau dengan tongkat. Beberapa petugas polisi yang merupakan anggota dari Kementerian Keamanan dan yang mana adalah sebagai sipir penjara dan anggota pendidikan ulang PKC, menurut para tahanan yang selamat dari penyiksaan, mencapai tingkat keahlian maksimal dalam penyiksaan. Mereka bisa menyebabkan orang menderita kesakitan yang tak terbayangkan tanpa banyak usaha, sebagai contoh, memukul alat kelamin atau membakar luka dan lain-lain.

Metode penyiksaan

Penyiksaan yang paling umum dilakukan adalah dengan memukul, menendang dan menyetrum. Yang sering dipakai untuk menyiksa adalah menyulut dengan rokok, membiarkan dalam waktu lama dalam posisi menyakitkan, yang mana bisa berhari-hari, atau dipukuli oleh sesama tahanan karena diperintahkan oleh sipir untuk melakukan ini, merentang paksa bagian tubuh, dan menolak untuk perawatan dan pemberian obat.

  
 

Metode penyiksaan dan kekerasan di Republik Rakyat China…

Kekerasan secara Seksual

Tahanan politik wanita adalah sangat beresiko untuk diperkosa atau diperkosa beramai-ramai selama waktu mereka dididik ulang.

Korban bisa disiksa oleh polisi dan sipir penjara atau mereka yang ditempatkan satu sel dengan tahanan laki-laki. Beberapa wanita ditelanjangi bahkan sebelum masuk ke sel. Sipir kemudian memberitahu kepada tahanan pria bahwa mereka bisa menyiksa wanita tanpa takut kena hukuman. Tahanan politik laki-laki juga bisa menjadi mangsa dari tahanan homo atau sipir homo.

Perbuatan tak wajar dari anggota Institusi Keamanan China tanpa batas menurut para korban penganiayaan yang selamat. Polisi dan anggota dari Kementerian Keamanan Negara, sebagai contoh, memaksa memasukkan benda, seperti botol, tongkat dan sikat ke dalam kemaluan wanita atau dubur.

Korban dari penyiksaan ini diketahui sangat susah melaporkan penyiksaan yang dialaminya. Para penyerang yang mendapat persetujuan dan sepengetahuan PKC, tidak punya rasa takut bahwa tindakannya akan dihukum. Sebaliknya, pengacara HAM dan aktivis hak-hak sipil meminta untuk diterapkan secara resmi ratifikasi konvensi pencegahan penyiksaan terhadap korban pelecehan, intimidasi dan penangkapan. Beberapa dari mereka, seperti aktivis yang paling terkenal Gao Zhisheng, telah “dilenyapkan” semenjak penangkapannya.

Sumber: http://www.ishr.org/index.php?id=1268
English: http://www.clearwisdom.net/emh/articles/2009/4/26/106819.html