(Minghui.org) Perkenalkan nama saya Slamet Hariadi. Saya berasal dari sebuah kampung kecil di Banyuwangi, Jawa Timur. Sejak tahun 2000 saya tinggal di Bali dan bekerja di sebuah toko grosir palen–palen di Denpasar  Saya menjadi praktisi Falun Dafa sejak tahun 2007, awalnya diperkenalkan oleh pemilik toko di mana saya bekerja. Banyak hal yang telah saya alami selama saya berkultivasi Falun Dafa. Berikut ini adalah beberapa cuplikan pengalaman yang ingin saya sampaikan kepada teman-teman praktisi.

Berspesialisasi tunggal.

Sebelum saya menjadi praktisi saya adalah pengikut Qigong aliran lain dan memiliki banyak buku Qigong aliran tersebut. Namun sejak saya kultivasi Falun Dafa, buku-buku tersebut saya berikan kepada orang lain dan saya gantikan dengan buku-buku Falun Dafa. Ini saya lakukan karena saya memahami bahwa seorang praktisi Falun Dafa tidak boleh mencampurkan ajaran Falun Dafa dengan ajaran Qigong lain. Dalam buku Zhuan Falun Ceramah III - Shifu mengatakan: “Xiulian harus berspesialisasi tunggal, bagaimanapun anda berkultivasi, tidak boleh anda mengacaukan kultivasi dengan mencampur ajaran lain.”

Meredam Xinxing yang buruk.


Sebelum saya menjadi praktisi, saya selalu siap sedia dengan segala macam jenis obat–obatan seperti obat flu, demam, sakit kepala dan sebagainya. Ini saya lakukan karena saya sering sakit dan sangat tergantung pada obat–obatan tersebut. Tidak hanya sakit fisik yang saya derita tetapi juga sakit psikis. Saya sangat emosional, mudah marah, egois dan banyak lagi sifat–sifat buruk lainnya. Di tempat kerja, saya pernah mengalami konflik besar sebagai akibat dari kesalahpahaman dengan teman sekerja. Saya marah–marah, berteriak sekeras–kerasnya dan mengumpatnya, dan saya tidak mau mengalah karena saya merasa benar. Usai bekerja, saya pulang dan sesampainya di rumah kepala saya sakit sebelah, sakitnya luar biasa, saya merasa kepala saya mau pecah. Kejadian seperti ini berulang kali saya alami, setiap saya usai marah-marah kepala saya sakit terasa akan pecah. Karena kejadian ini selalu berulang, akhirnya saya berusaha mencari ke dalam, mencari akar dari permasalahannnya dan menemukan bahwa masalahnya adalah karena faktor Xinxing (kualitas moral), yakni kualitas Xinxing saya demikian rendah. Saya sadar dan akhirnya berusaha untuk memperbaikinya. Shifu pada Ceramah IV berujar: “Kita selaku praktisi Gong tiba-tiba dilanda persoalan jadi harus bagaimana? Jika biasanya anda mempertahankan hati selalu dalam belas kasih, suatu sikap mental yang tenang dan damai, maka ketika berjumpa masalah akan dapat diatasi dengan baik, karena ia masih menyisakan kesempatan meredam terpaan.”

Mengatasi Keputusasaan & Keinginan Mengakhiri Hidup

Pada bulan Agustus 2009, tepatnya hari Minggu, saat saya akan berangkat latihan, tiba-tiba saya menerima telepon dari kampung yang mengabarkan ayah saya meninggal dunia. Saya lalu pulang ke kampung di Jember, dan saat saya melihat jenasah beliau, saya benar-benar merasa kehilangan dan merasa sangat terpukul menghadapi kejadian yang saya tidak duga sebelumnya. Namun bagaimanapun juga beratnya rasa kehilangan beliau, pada akhirnya saya mengikhlaskan kepergiannya.

Setelah 7 hari ayah saya meninggal, istri saya yang hamil lima bulan tiba-tiba saja keguguran dan mengalami pendarahan yang banyak sekali. Saya panik dan saya melarikannya ke rumah sakit dan syukur istri saya bisa tertolong, namun bayi tidak terselamatkan. Saya kehilangan untuk kedua kalinya. Dalam kurun waktu 7 hari saya mengalami dua pukulan yang terasa begitu berat saya hadapi.

Setelah istri sehat, saya kembali ke Denpasar untuk balik bekerja. Selang beberapa bulan kemudian, tiba- tiba saya kembali menerima telepon dari kampung yang mengabarkan kalau istri saya sakit keras dan masuk rumah sakit. Saya bergegas  pulang kampung lagi, langsung ke rumah sakit dan menemukan istri saya tergeletak lemah akibat demam berdarah. Saya merasa terenyuh melihatnya dan menjaganya selama tiga hari tiga malam. Tetapi takdir berkata lain, istri saya tidak tertolong, ia meninggal dunia di hadapan saya. Saat itu saya kembali merasakan pukulan yang terasa jauh lebih berat dibandingkan ketika saya kehilangan ayah dan anak saya. Dada terasa sangat sesak namun di hadapan orang banyak saat pemakamannya, saya berusaha tegar menghadapi kenyataan pahit ini. Selesai pemakaman saya pulang ke rumah, mata dan hati saya terasa gelap, pikiran saya kacau tidak bisa saya kendalikan, saya merasa putus asa, hidup terasa hampa dan tidak berguna. Orang-orang yang saya cintai dan saya sayangi satu persatu meninggalkan saya,  saya berpikir lebih baik mati saja. Saya lalu mengambil tali, dan bermaksud untuk menggantung diri. Lama saya termenung memegang tali, tetapi tiba-tiba saja saya tersadar kalau gantung diri adalah sesat dan menimbulkan karma yang sangat besar. Saya memang telah kehilangan tetapi saya tersadarkan kalau saya masih punya Shifu yang agung dan maha belas kasih. Saya membatalkan niat saya untuk bunuh diri, dan saya merasakan Shifu telah menyelamatkan diri saya.

Saya berpikir, mungkin di masa lalu sebelum saya reinkarnasi saya telah membunuh banyak kehidupan, menghilangkan nyawa orang, melakukan sesuatu yang tidak benar dan telah menyimpang dari karakter Zhen Shan Ren (Sejati-Baik-Sabar), sehingga menyebabkan karma yang besar seperti yang saya alami sekarang ini. Saya menyadari segala sesuatu pasti ada sebabnya. Jadi, bagaimanapun, kapanpun, apa pun cobaan dan ujian itu datang, waspadalah – kita harus bisa mematut diri dengan ketat, jangan mudah goyah dan jangan mudah menyerah.

Dalam Zhuan Falun, Ceramah VI, Shifu mengatakan: “Manusia biasa mungkin tidak bisa memahami, jika anda terikat dengan hal ini anda tentu tidak akan dapat Xiulian, oleh karena itu dalam agama Buddha tidak ada konotasi ini jika anda ingin Xiulian Qing (perasaan) manusia harus dapat dilepas.”

Berdasarkan ajaran Shifu ini saya berusaha untuk melewati penderitaan yang saya alami, menembus batas dan menerobosnya untuk membebaskan diri dari keterikatan hati yang membelenggu diri saya ini.

Melakukan Klarifikasi di Lapangan Puputan.


Suatu hari saya melakukan klarifikasi di Lapangan Puputan, Denpasar. Banyak orang yang duduk santai di pinggir lapangan. “Permisi pak”, sambil menyodorkan brosur ke orang-orang saya melakukan klarifikasi pada mereka, lalu mereka menerima dan membaca brosur tersebut. Namun ada salah satu dari mereka yang marah- marah pada saya dan tidak mau menerima brosur yang saya sodorkan. Dia bersikeras dan mengatakan “Falun Dafa itu dilarang, organisasi ilegal, dan berpolitik”. Sambil marah-marah dia mempengaruhi orang-orang yang sudah menerima brosur, menyuruh mereka mengembalikan brosur, mengumpat dan mengusir saya. Tidak jauh dari tempat kejadian ada seorang anak muda, nampaknya dia mengamati kejadian tadi. Dia bertanya: ”Mas, kenapa bapak tadi marah–marah?” Saya jawab bapak itu tidak mau menerima brosur. Anak muda itu bertanya lagi: “Brosur apa itu?” Saya katakan brosur informasi tentang Falun Dafa. Dia minta brosur itu dan membacanya. “Wah, brosur ini bagus sekali, mungkin bapak itu telah teracuni,” kata anak muda itu. Saya kaget, dari mana dia mendapatkan kata-kata “teracuni”, padahal baru kali ini dia mengenal Falun Dafa. Mungkin Shifu yang telah membimbingnya, untuk membesarkan hati saya dan mengingatkan saya agar selalu berpikiran lurus, jangan mudah tergerak dan gigih maju terus.

Klarifikasi Dalam Acara Pawai di Denpasar.

Setiap kali pawai, seperti biasa saya mengambil tugas klarifikasi dan menyebarkan brosur di sepanjang jalan. Target utama saya adalah orang-orang keturunan Tionghoa. Saya berjalan menuju sebuah dealer mobil, saya lihat sebagian karyawannya orang Tionghoa. Saya menyodorkan brosur ke pimpinan dealer tersebut, “Apa itu?” Saya menjawab: “Informasi tentang Falun Dafa.” Setelah saya klarifikasi, dia menganggukkan kepala, dan setelah itu semua karyawannya minta brosur sambil berkata: “Makasih ya, Koko”. Saya dipanggil koko, mereka mengira saya ini keturunan Tionghoa. Saya tidak tahu saya ini keturunan Tionghoa generasi ke berapa.

Saya melanjutkan perjalanan, di suatu trotoar saya melihat dua orang nyonya keturunan Tionghoa. Saya mendekati mereka: “Permisi bu”, sambil menyodorkan brosur. “Apa itu?” tanya nyonya yang tua. “Informasi tentang senam kesehatan Falun Dafa.” Nyonya tua itu menggumam: ”Falun Dafa? Tidaaaak …!!!” Kedua nyonya tersebut berteriak sambil lari terbirit-birit. Saya tidak mengerti kenapa mereka begitu ketakutan, mungkin mereka seperti inilah yang dimaksud kelompok manusia yang telah teracuni (oleh propaganda kebencian terhadap Falun Dafa yang disebarkan oleh Partai komunis China).

Saya kemudian melanjutkan perjalanan memasuki sebuah gang, di sana ada rumah besar yang dihuni oleh keluarga Tionghoa, kebetulan seluruh keluarga sedang berkumpul di rumah itu. Saya menyodorkan brosur kepada orang yang paling tua di rumah itu. “Apa itu?” Belum sempat saya menjawab, tiba-tiba salah satu dari anaknya nyeletuk: “Ma, mama, ada orang China gosong datang. Sssttt … diam!” Mamanya menenangkan anaknya. Saya tertawa dalam hati dibilang China gosong, mungkin karena kulit saya yang hitam ini. Setelah saya klarifikasi dan menjelaskannya kalau yang ikut Falun Dafa bukan hanya orang Tionghoa saja, tetapi  juga orang Bali dan Jawa – dari berbagai bangsa dan agama, dia menganggukkan kepala dan mengerti.

Jadi menurut pemahaman saya, klarifikasi fakta membutuhkan sikap yang tenang dan sabar, disertai pikiran lurus yang kuat, tidak mudah goyah. Melalui kejadian-kejadian tersebut di atas saya semakin rajin untuk belajar Fa dan berlatih Gong, bertekad untuk semakin gigih maju.

Demikian pengalaman saya, jika ada kekurangan, mohon diluruskan.

Falun Dafa Hao!