(Minghui.org) Pada 14 Juli 2012, para praktisi Falun Gong Indonesia mengadakan aksi damai di depan Kedubes China di Mega Kuningan, Jakarta untuk memerotes 13 tahun penindasan Partai Komunis China (PKC) terhadap Falun Gong. Selama aksi damai yang berlangsung sekitar tiga jam tersebut, Tian Guo Marching Band Indonesia serta barisan Genderang Pinggang praktisi Dafa memainkan beberapa lagu yang menggemakan kebaikan dan kesakralan Dafa.

Tian Guo Marching Band Indonesia

Barisan Genderang Pinggang

Berbagai spanduk dan poster yang menyuarakan penghentian segera penganiayaan di China – ditampilkan dan dibentang, termasuk spanduk yang menyuarakan agar para pelaku utama kejahatan, yaitu: Jiang Zemin, Luo Gan, Liu Jing dan Zhou Yongkang - diajukan ke pengadilan atas kejahatan genosida mereka.

Jiang Zemin, Luo Gan, Liu Jing dan Zhou Yongkang diajukan ke pengadilan atas kejahatan genosida mereka

Menyingkap kejahatan PKC

Di seberang gedung Kedubes China, foto-foto korban meninggal maupun korban penyiksaan diusung oleh para praktisi. Situs Minghui hingga hari ini mencatat 3.574 korban meninggal yang telah diverifikasi kebenarannya, sebagai akibat langsung dari penganiayaan PKC terhadap Falun Gong. Bila diperhitungkan dengan ribuan praktisi yang organ tubuhnya dirampas hidup-hidup oleh rejim komunis untuk industri transplantasi China, maka angka tersebut barulah merupakan puncak kecil dari sebuah gunung es.

Foto-foto korban penyiksaan oleh rezim komunis China

Selama mimbar bebas dengan motto: “Bersama-sama mengakhiri penganiayaan Falun Gong di China,” dibacakan surat pernyataan dari berbagai organisasi dan pegiat HAM. Sinung Karto, kepala divisi Advokasi dan HAM KontraS menyatakan dalam orasinya, “KontraS sangat mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh praktisi Falun Dafa untuk mengusut, mengungkap praktek-praktek kekerasan yang terjadi di China, bahkan untuk menghentikan praktek-praktek tersebut, serta menghukum penanggung jawab pelaku-pelaku kekerasan yang dilakukan terhadap anggota Falun Dafa.”

Sinung Karto, kepala divisi Advokasi dan HAM KontraS turut menyampaikan orasinya

Sofian Munawar Asgart, Direktur Eksekutif DEMOS (Demokrasi dan Hak Asasi) menyatakan dalam suratnya, “Sudah saatnya komunitas HAM dunia mengecam keras Partai Komunis China (PKC) dan menuntut otoritas pemerintah China untuk menjamin kebebasan berkeyakinan dan berekspresi bagi semua warga negara tanpa kecuali, sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.”

Sementara, Bharata Ibnu Reza, Direktur Operasional The Indonesia Human Rights Monitor (Imparsial) menulis, “Falun Gong adalah sebuah kegiatan positif, yang tidak memiliki aspek politik, sehingga tidak boleh ditakuti dan dia berkembang di setiap negara di dunia... Keadaan di China jelas berbeda, mengingat pemerintah setempat melakukan penyiksaan terhadap praktisi Falun Gong, dan mencoba mendekati negara-negara lain untuk juga melakukan kebijakan yang sama dengan pemerintah mereka.”

Usman Hamid, SH, ketua dewan pengurus KontraS, menyatakan, “Sejak direpresinya kelompok Falun Gong pada Juli 1999, isu Falun Gong masuk dalam daftar persoalan HAM akut dan kronis di RRC.  Pengambilan organ para praktisi Falun Gong ini menunjukkan adanya problem turunan baru dari kejahatan HAM yang paling serius.”

Hendardi, ketua badan pengurus SETARA Institute, yang selama ini mengedepankan isu-isu HAM, menyampaikan dalam suratnya, “Apa yang dilakukan rezim Jiang Zemin pada 20 Juli 1999, dengan menangkap dan memenjarakan praktisi Falun Gong, mempekerjakan secara paksa, hingga menjual organ tubuh untuk operasi transplantasi, jelas merupakan kejahatan kemanusiaan yang melanggar hak asasi manusia dan hati nurani.”

Pakar HAM dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Heru Susetyo menulis, “Saya pribadi amat mendukung perjuangan teman-teman Falun Gong atas nama kemanusiaan dan HAM.”

Sementara Gatot Machali, ketua Himpunan Falun Dafa Indonesia dalam orasinya - mengajak “pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mengulurkan tangan menghentikan penindasan yang dialami praktisi Falun Dafa di China.” Dalam kesempatan yang sama, Gatot mengutarakan telah terjadinya perubahan dalam konstelasi politik di China, di mana faksi Jiang Zemin yang memelopori penganiayaan Falun Gong, mulai tersingkir dari kancah kekuasaan. Gatot lebih lanjut menyatakan, “Kami meyakini bahwa kebenaran akan mengalahkan kejahatan, dan kekuasaan yang dibangun dengan darah dan air mata rakyatnya, tidak akan dapat bertahan lama. Rakyat China kini sudah mulai menentang penganiayaan ini, bahkan sudah lebih dari 115 juta orang mengundurkan diri dari PKC dan organisasi underbouw-nya. Kami percaya tidak lama lagi akan terjadi perubahan besar di China, di mana semua orang akan mengetahui kebenaran Falun Dafa, dan para pelaku penindasan akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas kejahatannya.”

Sore harinya, para praktisi melanjutkan kegiatan mereka di Bundaran Hotel Indonesia, yang ramai dilintasi oleh para pengendara mobil. Di Bundaran Hotel Indonesia, yang menjadi tempat utama untuk mengekspresikan pendapat di Ibukota, para praktisi melingkari bundaran air mancur tersebut dan membentang spanduk-spanduk yang mengungkap dan menyerukan penghentian penganiayaan. Aksi damai dalam bentuk penampilan Marching Band dan  Genderang Pinggang, banyak menarik perhatian dan simpati pengendara mobil. Banyak dari mereka menurunkan kaca untuk meminta brosur yang disebarkan oleh para praktisi.





Menyingkap kejahatan PKC di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta


Membagikan brosur kepada para pengendara mobil


Ketua Himpunan Falun Dafa Indonesia, Gatot Machali diwawancarai oleh reporter salah satu stasiun TV

Para praktisi mengakhiri kegiatan mereka dengan tertib dan tenang. Para petugas kepolisian yang menjaga keamanan kedubes maupun di Bundaran HI juga bersikap bersahabat, dan banyak dari mereka telah memahami fakta Falun Dafa. Banyak pejalan kaki yang melintas baik warga lokal, maupun asing berbincang-bincang dengan para praktisi dan memahami fakta kebenaran.