(Minghui.org) Dalam rangka menyambut hari HAM 10 Desember 2016 dan mengungkap kejahatan perampasan serta penjualan organ ilegal di Tiongkok, perwakilan DAFOH (Doctors Against Forced Organ Harvesting) Bali untuk pertama kalinya memutar film dokumenter berjudul Human Harvest pada Minggu 4 Desember 2016 di ruang Gayatri Hotel Inna Bali. Acara ini dimulai pukul 10:00 wita sampai 11:30 wita

Sekitar 60 orang undangan menghadiri acara tersebut, baik dari kalangan Pemerintahan, Kepolisian, Kedokteran, Media, Wakil Rakyat, Industri Perhotelan, Akademisi dan mahasiswa. Pemutaran film ini memberi arti tersendiri bagi peserta. Human Harvest secara informatif mengungkapkan sisi gelap perdagangan organ ilegal di Tiongkok, yang saat ini telah menjadi tujuan dari ribuan bahkan puluhan ribu pasien transplantasi manca negara (termasuk pasien dari Indonesia). Bahkan banyak dari mereka tidak mengetahui asal-usul organ tubuh yang mereka terima.

Pada kesempatan itu hadir juga I Wayan Manuh selaku perwakilan DAFOH Bali. Dalam paparannya Wayan Manuh mengatakan bahwa pemutaran film ini bertujuan untuk mengedukasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat luas akan pentingnya transplantasi organ yang sesuai etika medis, norma agama dan rasa hormat terhadap nilai-nilai kehidupan.

I Wayan Manuh Perwakilan DAFOH

Tanggapan dari berbagai kalangan:

Seperti Bapak I Wayan Sugiada selaku utusan dari Gebernur berkata, “Hal ini sangat biadab, sangat keji, sangat mengerikan. Bagaimana dengan keluarga mereka yang tertimpa? Diambil organ tubuhnya tanpa mengenal unsur kemanusiaan. Untuk mencegah hal ini terjadi perlu ada regulasi yang mewadahi, bahwa hal ini tidak boleh dilakukan.”

I Wayan Sugiada utusan Gubernur

Bapak Gede Ngurah Wididana yang sering disapa Pak Oles selaku Anggota DPRD Bali dan pengusaha memberi tanggapan bahwa hal ini harus dihentikan, membuat regulasi agar tidak membeli organ yang tidak jelas. Dia juga menambahkan, “Yang pertama sosialisasikan pada pemerintah sehingga terketuk hatinya untuk membuat aturan, mengutuk kejahatan ini, agar kesengsaraan orang-orang ini berkurang. Sosialisasikan juga pada masyarakat, khususnya mahasiswa.”

Bapak Gede Ngurah Wididana (Pak Oles)

Acara ini juga dihadiri oleh Bapak Gede Gupita Dharma yang berprofesi sebagai dokter. Sebagai dokter tentunya harus mematuhi kode etik kedokteran. Pak Gede juga berpendapat, “Menyaksikan film ini, hati saya sangat sedih. Karena saya seorang dokter. Kita dididik untuk menolong orang sakit, bagaimana pun caranya memberikan kesembuhan pada pasien, tetapi di sini yang saya lihat justru kebalikannya. Membunuh, mengambil organ yang tidak menandatangani perjanjian mendonorkan organnya. Yang saya ketahui jika seseorang akan mendonorkan organnya terlebih dahulu harus menandatangani “CONSENT”, persetujuan mendonorkan organnya. Saya rasa masyarakat luas harus diberitahu untuk mencegah hal-hal ini, kejelasan dari mana donor itu berasal jika mereka melakukan transplantasi.”

Bapak Dr. Gede Gupita Dharma

Ibu Ani bekerja pada salah satu radio di Bali juga menyampaikan pendapatnya. Dia berkata, “Saya memejamkan mata saat menyaksikan adegan mengerikan ini, namun walau mata terpejam pikiran saya menjadi lebih liar. Ini adalah kejahatan yang luar biasa, entah kejahatan level berapa. Dia juga membayangkan si penerima organ.”

Ibu Ani

Tidak hanya dari Kepolisian, Dokter maupun dari Pemerintahan, hadir juga Bapak Andi selaku hotel excekutif juga berpendapat, “Saya merasa larut oleh kondisi menyedihkan ini, saya berharap hal ini bisa kami infokan pada lebih banyak kolega. Karena hal ini memang sangat tidak berperikemanusiaan. Saya sangat mendukung acara ini, terima kasih telah memberi tahu. Saya berharap panitia bisa memutarnya untuk karyawan kami.”

Bapak Andi

Menandatangani Petisi DAFOH

Setelah selesai diskusi para penonton memberi dukungan dengan menandatangani petisi yang menyerukan agar pengambilan organ paksa ini segera diakhiri oleh rezim komunis Tiongkok.

Penonton Menandatangani Petisi

Para Penonton dan Panitia Foto Bersama