(Minghui.org) Pada Senin, 22 Oktober 2018 praktisi Bali melakukan kegiatan protes diam sambil duduk bermeditasi serta gelar spanduk di depan Konsulat Jenderal Tiongkok di kawasan Renon, Denpasar Selatan. Dua spanduk tersebut menyampaikan pesan: “Falun Dafa Baik” serta “Hentikan Penindasan (terhadap) Falun Gong di Tiongkok.”

Praktisi melakukan meditasi dan bentang spanduk di seberang Konjen Tiongkok di Denpasar

Kegiatan tersebut bertujuan untuk memprotes penganiayaan Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap praktisi Falun Dafa (disebut pula Falun Gong) di Tiongkok Daratan. Kejahatan kemanusiaan tersebut sudah berlangsung hampir dua dekade, dimulai sejak tahun 1999 atas perintah langsung dari ketua PKT saat itu dan mantan diktator Tiongkok, Jiang Zemin.

Untuk memaksa praktisi Falun Dafa agar melepaskan keyakinannya pada prinsip Sejati-Baik-Sabar, rejim komunis telah menerapkan berbagai metode penganiayaan yang di luar nalar sehat dan nurani sebagai manusia beradab, seperti: menyetrum dengan tongkat listrik di area kemaluan, mulut; menelanjangi dan memasukkan praktisi Dafa perempuan ke sel-sel tahanan pria; melarang praktisi menggunakan toilet; melarang praktisi tidur untuk waktu lama; menyuntikkan obat-obatan perusak saraf; memaksa praktisi menonton video-video yang memfitnah Falun Dafa; memaksa praktisi melakukan kerja paksa/berat dan lain-lain. Namun puncak dari keiblisan adalah temuan tim independen Kanada yang laporannya pertama kali dipublikasikan pada tahun 2006. Tim yang dimotori oleh mantan Sektretaris Negara Kanada (urusan Asia Pasifik) David Kilgour dan Pengacara HAM internasional David Matas menemukan bahwa rejim komunis Tiongkok secara sistematis telah mencangkok dan memperdagangkan organ tubuh puluhan ribu praktisi Falun Dafa demi keuntungan besar. Kedua David menyebut kejahatan tersebut sebagai “Kejahatan yang belum pernah ada di planet bumi ini.”

Hal kedua adalah, Konjen Tiongkok di Denpasar sejak kehadirannya beberapa tahun lalu, telah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan tugas misi diplomatik sebuah negara sahabat, antara lain mencemarkan Falun Dafa kepada jajaran pemerintah setempat, sehingga banyak pejabat pemerintah di Bali yang memiliki kesalahpahaman terhadap Falun Dafa (Falun Gong) setelah menerima informasi sepihak yang negatif tersebut.

Kedamaian yang direfleksikan para praktisi selama kegiatan telah mencairkan ketegangan aparat beberapa instansi yang hadir di depan Konjen. Beberapa petugas polisi hanya mengetahui bahwa Falun Gong dilarang di Tiongkok, tetapi tidak mengetahui mengapa rejim komunis demikian paranoid dengan perkembangan pesat Falun Dafa, sebuah metode penempaan jiwa raga Tiongkok tradisional yang berpedoman pada prinsip universal “Sejati-Baik-Sabar” tersebut. Setelah mendengar penjelasan praktisi dan mengamati perilaku damai dari praktisi, banyak petugas mulai bersedia menerima materi klarifikasi Falun Dafa. Secara keseluruhan para petugas yang hadir bersikap simpatik, demikian pula dari pihak desa memberikan pengamanan bagi kegiatan tersebut.

Banyak pengendara mobil dan motor melambatkan kecepatan untuk menerima materi klarifikasi fakta Falun Dafa. Beberapa dari mereka mengutarakan dukungan moril mereka bagi upaya damai praktisi untuk menghentikan penganiayaan terhadap rekan-rekan di Tiongkok. Seorang pria mengatakan dia merasa sangat terharu melihat kegiatan praktisi yang demikian damai dan mendukung upaya praktisi.

Pengendara motor ini menyampaikan dukungan mereka bagi aksi damai praktisi, sambil berkata: “Selamat berjuang dan terus berjuang untuk menyuarakan keadilan.”