(Minghui.org) Salam Shifu! Salam rekan praktisi!

Suatu hari, ketika sedang membaca Zhuan Falun tentang praktisi yang membawa putranya jalan-jalan di pusat perbelanjaan Qianmen setelah makan malam dan membeli tiket lotre, saya mendapatkan pemahaman baru dari beberapa kalimat di paragraf itu dan saya hendak membagikannya.

Dalam Zhuan Falun, “Sesampainya di rumah, makin dipikirkan dia makin gelisah, lebih baik kembalikan uang kepada mereka. Setelah dipertimbangkan lagi, dia berpendapat: “Kupon lotre sudah tidak ada, jika uang saya berikan kepada mereka, bukankah uang itu malah akan dibagi-bagi di antara mereka? Lebih baik uangnya saya sumbangkan ke tempat kerja sebagai donasi.” (Zhuan Falun, Ceramah 4)

Saya berpikir, jika saya adalah praktisi yang membelikan anaknya lotre, saya akan mengembalikan uang, tetapi tidak akan berpikir panjang lagi. Saya tidak akan menganggap mereka yang menjual tiket lotre akan menyimpan uangnya. Pikiran saya adalah: Yah, saya telah mengembalikan uangnya padamu, jadi saya tidak akan kehilangan “De (kebajikan)” dari memenangkan sepeda ini. Dari situ, saya menyadari punya pola pikir ceroboh, mengembalikan demi membayar, melakukan sesuatu hal hanya demi syarat -- sebuah sifat yang lalai atau ceroboh.

Nyatanya, saya selalu ceroboh, bahkan ketika masih pelajar. Ketika masih SMP, PR saya banyak setiap harinya. Awalnya saya lakukan dengan serius, tidak bisa menyelesaikannya hingga jam 3 pagi. Setelah semester berakhir, saya begitu kelelahan dan tidak mau melakukannya lagi, jadi saya menjadi ceroboh. Guru memberi PR untuk menuliskan kosa kata baru sebanyak tiga kali. Saya akan mengikatkan tiga pen dan dengan menuliskannya sekali saya mendapat tiga salinan. Maka saya bisa menyelesaikan PR sebelum jam 12 malam, saya merasa amat bangga. Lama-lama saya mulai menganggap semuanya kurang serius dan mulai mencari jalan pintas lebih banyak. Ketika harus menyiapkan tes Inggris sebelum sekolah ke luar negeri, saya ikut kelas ulasan, di mana guru menunjukkan kira-kira tes mana yang akan keluar. Meski saya menebak kebanyakan soal itu dengan benar, hasil tesnya tidak memuaskan dan tidak memenuhi nilai yang dibutuhkan sekolah. Akhirnya saya harus meninjau ulang selama sebulan, memfokuskan pada bahasa Inggris dan bukan pada ujian. Kedua kalinya nilai tes saya naik 20 poin. Kecerobohan dan mengambil jalan pintas adalah “kebudayaan partai” dan tidak lurus. Pada akhirnya saya akan kena lagi.

Ketika belajar di luar negeri, saya bertemu seorang bibi praktisi Korea. Ia menceritakan kisah ini. Suaminya membelikan sepatu, tetapi tidak muat, jadi ia mengembalikannya. Ketika suaminya membeli sepatu, sedang obral. Tetapi saat ia mengembalikannya, promosinya telah berakhir. Akhirnya, ia menerima kembalian harga normal. Ia bilang uangnya melebihi yang dibayarnya, tetapi toko bilang mereka hanya bisa mengembalikan uang menurut harga yang tertera di komputer. Maka, ia mendonasikan uang kelebihannya untuk berlangganan koran Epoch Times dan dikirimkan ke toko itu.

Beberapa hari kemudian setelah mendengar cerita ini, saya juga mengembalikan kelebihan tiga dolar ke toko. Berdasarkan pengalaman rekan praktisi, saya tidak menjelaskannya ke toko dan langsung segera menyumbangkan uang. Saat itu, saya amat bangga, membandingkannya pada situasi lotere. Tetapi memikirkan dengan saksama pendekatan saya waktu itu, saya mendonasikan uang karena takut kehilangan “De”. Ini mencerminkan mental egois dan ceroboh dari berusaha mengambil jalan pintas. Saya hanya meniru praktisi lain dan tidak memikirkan tentang tindakan sendiri, adalah untuk menyesuaikan dengan tindakan praktisi dan bukan dengan prinsip Fa. Berkultivasi bukanlah ajang peniruan, bagaimana bisa segampang itu?

Desember lalu, saya tidak sengaja melihat beberapa nomor sertifikat orang yang mundur dari Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan organisasi pemudanya di catatan saya. Saya amat gembira dan pergi ke situs Tuidang Epoch Times untuk mencari sertifikat itu. Hasilnya amat mengejutkan. Ketika saya masih pelajar, saya sering ke tempat turis untuk melakukan klarifikasi fakta di waktu senggang. Ketika saya menolong turis daratan untuk mundur dari PKT dan organisasi pemuda, saya hanya menggunakan dua alias untuk menghemat waktu: De Fu (memperoleh keberuntungan) dan Ping An (Damai). Ketika saya mengecek nomor serial sertifikat, setidaknya ada tiga nomor yang tidak sah. Komentar yang diberikan oleh sukarelawan situs pemunduran, “Shifu berkata ketika mengambil alias untuk orang, harus dianggap dengan serius.” Karena saya memasukkan “De Fu” dan “Ping An” beberapa kali dalam sehari, praktisi menganggap ini tidak bertanggungjawab dan menganggap mereka tidak sah. Saya merasa tidak enak, itu semua karena sifat kecerobohan dan kemalasan dan kecenderungan untuk mengambil jalan pintas. Saya segera menjawab ke praktisi, minta maaf dan menjelaskan bahwa saya sungguh menolong orang-orang ini mundur dari PKT dan organisasi pemudanya. Akhirnya, nomor tidak sah itu diverifikasi dan dihitung. Melihat balik, saya ambil waktu pagi di tempat turis dan bergegas ke sekolah pada sorenya. Setiap hari, saya harus meminta praktisi Korea ini untuk menolong saya ke situs Tuidang Epoch Times untuk mendaftarkan mereka yang mundur. Saya bertanya-tanya, dari semua orang yang didaftarkannya, berapa banyak yang berhasil didaftarkan? Saya sungguh menyesalinya.

Saya pernah membaca artikel berbagi rekan praktisi. Artikel itu mengutip pengajaran Fa yang diberikan Shifu dalam Petunjuk Penting untuk Gigih Maju – “Eksis Untuk Siapa?”

“Sehubungan dengan masalah yang besar dan penting, jika suatu kehidupan benar-benar mampu mempertimbangkan masalah tanpa menganut konsep apa pun, berarti orang ini benar-benar mampu menjadi tuan atas dirinya, kesadaran jernih semacam ini adalah arif bijaksana namun berbeda dengan kecerdasan yang dimaksud oleh orang pada umumnya. Jika tidak mampu demikian, maka orang tersebut telah didominasi oleh konsep sesudah lahir atau oleh pikiran dari luar, bahkan seumur hidup berjuang untuknya, sehingga di saat hari tua juga tidak tahu apa yang dilakukan diri sendiri sepanjang hidup. Walaupun tiada yang diperoleh sepanjang hidup, tetapi di bawah dominasi konsep yang terbentuk sesudah lahir, telah berbuat banyak kesalahan yang tak terbilang. Mengakibatkan diri sendiri dalam kehidupan berikutnya akan membayar karma sesuai dengan kesalahan yang pernah dilakukan.”

“kesadaran jernih semacam ini adalah arif bijaksana namun berbeda dengan kecerdasan yang dimaksud oleh orang pada umumnya.”

Ini amat mengena ---- perbedaan antara kebijaksanaan dan kecerdasan dibukakan pada saya. Tingkat pemahaman saya sekarang adalah kecerdasan dengan pikiran jernih adalah kebijaksanaan yang sesungguhnya dan kecerdasan yang tidak jernih bukanlah kebijaksanaan dan bahkan bisa disalahgunakan oleh orang dengan niat buruk. Kesadaran jernih ini juga manifestasi dari kesadaran utama yang kuat. Orang harusnya tahu apa yang dilakukannya, pilihan dia dan paling penting bisa menyakinkan dirinya, hanya dengan berbuat begitu, tidak akan ada penyesalan.

Sekarang ini pertanyaannya, mengapa saya memilih bekerja di media? Saya selalu bilang ke rekan praktisi lain sungguh suka lingkungan kultivasi di media. Satu hari saya temukan berdasarkan kenyataan bahwa saya memerlukan dorongan untuk berkultivasi. Dorongan ini bukan seperti orang tua memaksamu melakukan sesuatu, tetapi lebih ke cara bermain untuk meyakinkan saya. Saya sering melakukan latihan dengan teman-teman di siang dan sore hari. Begitu teman pergi urusan bisnis, saya segera mengendur. Saya amat malas dan amat sulit memulai latihan. Tetapi, begitu mulai dan selesai, saya amat bangga. Itu terjadi lagi berulangkali. Pernah ketika sendirian latihan, pikiran saya tidak bisa tenang dan akhirnya menyelesaikan latihan dengan mata terbuka. Mengapa? Apa yang salah dengan saya? Untuk siapa saya latihan? Untuk siapa saya berkultivasi ini?

Suatu hari, saya pergi makan malam ke rumah teman dan menceritakan tentang bagaimana terlalu aktifnya pikiran saya. Ibu teman saya bertanya, “Inikah alasannya kamu berlatih kultivasi?” Saya terkejut! Saya tidak pernah memikirkan ini! Saya pikir: Apakah demi mendapatkan tubuh sehat? Tetapi saya tidak pernah sakit. Apakah supaya menjadi orang baik? Tetapi saya tidak melakukan hal yang terlalu jahat. Apakah demi membantu Shifu dalam pelurusan Fa? Ya pasti, tetapi topik ini terlalu luas untuk disejajarkan langsung dengan kebiasaan sehari-hari saya. Adalah supaya bisa berasimilasi dengan Dafa!

Ya, ini supaya bisa berasimilasi dengan Dafa dan tidak hanya mengikuti kata-kata ibu saya, ataupun berlatih dengan teman-teman demi kesenangan atau mendengar lainnya memuji saya. Ini semua karena Falun Dafa mengkultivasikan pikiran dan tubuh, latihan adalah untuk transformasi Benti. Inilah mengapa saya melakukan latihan. Saya melakukan sejam latihan demi diri saya bukan demi menyelesaikan tugas yang diberikan oleh seseorang. Latihan yang Shifu ajarkan menjernihkan hati, memurnikan tubuh dan membetulkan keadaan tidak tepat. Ini bukan demi saya mendapatkan sejam waktu senggang untuk memikirkan hal-hal tidak berguna, pikiran melayang ke mana-mana atau karena kelelahan dan tidur siang.

Saya bahkan tidak menyadari prinsip amat dasar ini. Saya merasa proses pelurusan Fa telah mencapai periode baru, makin banyak praktisi bisa merasionalisasikan kesulitan-kesulitan dan kesengsaraan-kesengsaraan yang mereka temui, melihat apakah ini sejajar dengan Fa dan jika tidak, maka membenarkannya setepat-tepatnya. Banyak praktisi bisa menangkap pikiran yang tidak lurus yang paling kecil, yang dengan rajin digunakan untuk menggali keterikatan-keterikatan. Saya berusaha menemukan alasan bagi diri sendiri dalam berbagai kesempatan, mengatakan: Saya paham prinsip Fa, tetapi tidak bisa melakukannya. Berpikir mendalam, saya sadar bisa memahami arti kata Fa di permukaan tetapi tidak bisa menerapkan dalam tindakan sehari-hari. Saya bertanya sendiri, “Apa arti Fa sebenarnya? Apakah sikap saya sejajar dengan Fa? Mengapa saya tidak bisa melakukannya? Di mana saya menghambat diri sendiri? Mengapa saya melakukan hal bertentangan dengan prinsip Fa? Apa yang menghalangi saya mengikuti Fa Shifu?”

Akhirnya, saya hendak membagikan pemahaman baru akan belas kasih. Kurangnya belas kasih akan tampak sebagai iri hati, kurang ajar, merasa tidak adil dan pikiran negatif tentang lainnya. Ada istilah di kalangan orang biasa “hukum ketertarikan”, yang artinya orang, hal-hal dan materi-materi di sekitarmu akan terpengaruh oleh emosimu. Ketika saya belajar Fa, saya melihat ini dalam Falun Gong: “Kita harus punya sebuah hati yang berbelas kasih, selalu menaruh belas kasih dalam menghadapi segala urusan, sehingga tidak mudah timbul masalah. Terhadap kepentingan pribadi pandanglah lebih hambar, dengan sikap hati yang lebih baik, segala hal yang anda lakukan akan berada di bawah kekangannya, oleh karena itu, anda tidak akan sampai melakukan hal buruk. Bila tidak percaya coba anda perhatikan, sekiranya anda selalu bersikap uring-uringan, selalu ingin bertengkar dan bersaing, maka urusan baik sekalipun bila sampai di hadapan anda juga akan jadi rusak.”

Coba anda perhatikan, ketika orang kesal atau bertengkar dengan orang lain, gerakan mereka kelihatan kaku, pikiran mereka tidak bisa konsentrasi dan tidak bisa menaruh perhatian pada rincian. Saya sadar ketika kesal, semua pikiran difokuskan pada kemarahan dan ketidakadilan dan saya tidak bisa fokus, menaruh perhatian pada rincian dan memperhatikan. Saya hanya hendak menyelesaikan urusan tanpa hati tulus dan kemudian bergegas melakukan hal berikutnya. Ketika orang bergegas melakukan semuanya di bawah tekanan, banyak masalah akan muncul. Kontrasnya, jika saya belas kasih, lebih mendahulukan orang lain dan bisa dengan tenang dan cepat mencari penyelesaian untuk membereskan masalah dan sering kali tanpa kesalahan-kesalahan. Saya bisa merasakan Shifu sedang menolong dan memberikan kebijaksanaan. Saya menyarankan untuk membaca atau mendengarkan Minghui Weekly ketika kamu merasa gelisah.

Saya berharap semuanya sadar jernih, ramah dan murni.

Terima kasih, Shifu yang maha belas kasih! Terima kasih rekan praktisi!

(Dipersembahkan di Konferensi NTD dan Epoch Times 2018)