(Minghui.org) Sebuah kegiatan untuk mengisi akhir liburan sekolah digagas oleh beberapa pembimbing praktisi remaja di Bali. Acara tersebut diadakan di Denpasar Bali, melibatkan praktisi remaja dan anak-anak. Ada 50 lebih praktisi yang ikut serta dalam kegiatan ini. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 30 Juni hingga 1 Juli 2018. Acara ini mereka namakan Minghui Base Camp 2018. Kegiatan serupa sempat jeda dilakukan dua tahun terakhir. Ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang biasanya dilakukan oleh para praktisi yang bergabung dalam Sekolah Minghui Bali. Acara selama dua hari ini benar-benar padat. Karena mereka wajib tinggal di pondokan dengan keadaan yang sangat sederhana. Mereka menempati dua ruangan yang hanya beralaskan tikar yang mereka gelar. Satu ruangan untuk praktisi perempuan dan satu ruangan lagi untuk praktisi pria.

Di hari pertama acara dimulai dengan belajar Fa setelah melakukan pemancaran pikiran lurus. Berbagai proyek Dafa juga diperkenalkan kepada seluruh peserta, Tian Guo Marching Band dipaparkan oleh salah seorang pembina musik dari proyek ini. Beberapa anggota Marching memperkenalkan alat musik dan juga pengenalan pentas dari Tian Guo Marching Band. Tujuan dari penyampaian proyek ini, untuk memberi wawasan kepada para peserta, jika mereka ada minat untuk bergabung. Disampaikan juga bahwa banyak alat yang ada belum ada yang memanfaatkan.

Berbagi Pengalaman

Yang paling menarik dari acara ini adalah sharing praktisi remaja tentang krusialnya kecanduan terhadap perangkat elektronik. Ini adalah kelanjutan dari pembacaan artikel praktisi yang menjelaskan bagaimana kekuatan lama menggunakan teknologi ini untuk menghancurkan manusia. Ada 10 praktisi yang dengan antusias menyampaikan pengalaman mereka kecanduan perangkat elektronik. Termasuk yang keterikatan mereka terhadap menonton televisi dan main game. Kebanyakan mengatakan bahwa betapa sulitnya untuk melepaskan diri dari permainan ini. Sampai akhirnya mereka membaca artikel sharing tentang topik ini dan memahami lebih jelas benda-benda itu sebenarnya adalah hal yang buruk.

Nita seorang praktisi Denpasar menceritakan bagaimana orang tuanya menggunakan ponsel untuk mengurangi kerewelan adiknya. “Dulu kalau dia rewel diberi ponsel untuk dimainkan, sekarang kalau tidak diberikan ponsel dia rewel,” jadi sudah dibuat kecanduan seperti itu.

Made Septriyana praktisi remaja asal Denpasar, menyampaikan bahwa dia bisa berjam-jam menghabiskan waktu untuk bermain game dan tidak mendengarkan saran orang tua untuk membaca buku Fa. “Aduuh nanti saja saya belajar Pak”, katanya dalam sharing. Saya mencoba untuk berhenti, dengan tanpa membeli kuota, tetapi saya kadang nebeng hotspot ke kakak (wanita), karena dia juga main game, katanya lebih lanjut. Tidak hanya main game tetapi bersamaan juga menghidupkan televisi berjam-jam sambil main ponsel. Kemudian sang kakak juga sharing bagaimana dia bersaudara bisa saling berkata hal yang tidak baik terhadap adiknya dalam permainan game. Berapa banyak De yang saya lemparkan keluar. Kami bertekad untuk secara perlahan menghilangkan kebiasaan buruk ini. Sampai akhirnya terbit artikel tentang penggunaan perangkat elektronik.

Acara malam hari berlanjut dengan pelajaran menulis karakter Mandarin, “Falun Dafa Hao” dan “Zhen Shan Ren Hao.” Hampir semua peserta mampu menulis karakter Mandarin -- baik yang tradisional maupun yang disederhanakan. Terutama dalam penulisan Falun Dafa, di mana karakter “Lun” ada versi yang tradisional dan yang disederhanakan.

Api unggun diadakan malam pertama, semua praktisi sudah ditugaskan untuk menghafal satu Hong Yin. Mereka bergiliran memegang mic dan melafalkan Hong Yin. Hanya satu dua yang mengalami kesulitan menghafal bagiannya masing-masing. Suasananya jadi sakral saat Hong Yin dibacakan karena diiringi dengan lagu-lagu Dafa.

Hari kedua para peserta harus bangun lebih awal, karena jam 5:30 sudah harus berangkat ke tempat latihan. Keterbatasan fasilitas mengharuskan mereka antri untuk mandi. Juga menjadi tantangan dan ujian bagi para peserta. Namun demikian mereka semua dengan antusias melakukannya. Termasuk anak-anak di bawah 10 tahun yang tanpa kehadiran orang tua di pondokan, juga melakukan dengan sangat baik.

Latihan Bersama Falun Gong

Belajar Fa adalah kelanjutan dari acara hari kedua, termasuk selipan acara menonton film Ride to Freedom, kegiatan bersepeda praktisi remaja di Amerika Serikat yang menyuarakan kebebasan bagi rekan-rekan Falun Gong di Tiongkok.

Cerita Setelah Mengikuti Kegiatan

Di akhir acara para peserta saling berbagi pengalaman tentang kesan dan pesan dari pengalaman mengikuti acara Base Camp selama dua hari.

Ayu Dwara praktisi remaja dari Denpasar mengatakan sangat senang bisa bergabung kembali, setelah sekian tahun menunggu diadakannya acara ini. Sejujurnya saya sedang mengalami kemalasan dalam kultivasi saya dan terlena dengan kegiatan di luar kultivasi. Di sini saya dapat berkumpul dan berbagi pengalaman dengan praktisi remaja lainnya. Saya menyadari bahwa saya masih belum layak untuk disebut praktisi. Terlalu banyak menyia-nyiakan waktu dan tidak berkultivasi dengan baik. Shifu telah berbelas kasih memberi kesempatan lagi dan mengingatkan saya ikut bergabung di acara ini dan gigih maju. Saya menyarankan acara ini diadakan secara berkala dan harinya ditambah.

Yunita dari Denpasar mengatakan acara yang seru, membuat para peserta dapat meningkat bersama, membuat diri sendiri tersadarkan agar tidak terlena dengan kenyamanan, banyak proyek klarifikasi yang kekurangan tenaga, sebenarnya bisa diisi oleh praktisi remaja.

Kadek dari Gianyar mengungkapkan rasa senangnya ikut base camp karena punya teman baru dan juga senang bisa belajar menulis Mandarin.

Lain lagi dengan Arya dari Denpasar, mengharapkan kegiatan serupa diadakan enam bulan sekali karena acara ini sangat dia tunggu-tunggu. Ini membuat dia bisa mencari ke dalam dengan baik.

Intya dari Tabanan mengatakan bahwa acara ini menyadarkannya agar gigih maju karena selama ini dirinya mengendur hingga kurang membaca Fa dan latihan Gong. Dia berkata, “Dari sini saya merasa bahwa saya tidak boleh seperti ini.”