(Minghui.org) Film dokumenter “Painful Truth—The Falun Gong Genocide” telah diputar di Berney Theater pada tanggal 9 Januari 2020. Film ini dibuat oleh Never Again Production, sebuah perusahaan Film Kanada. Acara ini diselenggarakan oleh B’Nai Brith Canada, League for Human Rights, dan Winnipeg Friends of Israel.

Sembilan praktisi Falun Gong memperagakan latihan sebelum pemutaran film pada tanggal 9 Januari 2020.

Produser Yolanda Pappini-Pollock berkata pada hadirin, mengapa dia membuat dokumenter tentang genosida Falun Gong. “Sebagai seorang wanita Yahudi, dan putri seorang korban Holocoust, saya tahu pasti arti delegitimasi, penyerangan, serta penganiayaan karena keyakinan anda, ras, serta etnis. Saya mengerti betul rasanya menjadi kaum minoritas yang tertindas tanpa sarana untuk berjuang demi hak, martabat, atau harapan,” jelasnya.

“Dengan membuat film tentang hak asasi manusia, saya terinspirasi untuk membantu korban penganiayaan merasakan adanya harapan. Saya ingin memastikan bahwa kisah mereka akan didengar dan penderitaan mereka didokumentasikan. Sebagai pembuat film, saya merasa terhormat bisa menjadi instrumen yang kuat untuk memberikan suara kepada para korban penganiayaan dan membawa kisah mereka ke masyarakat umum. Saya ingin para korban tahu bahwa kami mendengar mereka, dan merasa terdorong untuk membantu mereka.”

Film dokumenter Yolanda Papini Pollock “Broken Promise,” yang diproduksi pada tahun 2016, menggambarkan genosida kaum Yahudi, Rowanda, Yazidi, dan penduduk asli Kanada.

Dokumentasi “Painful Truth” berdasarkan sebuah makalah penelitian ilmiah “Cold Genocide: Falun Gong in China” oleh profesor Maria Cheung dari University of Manitoba dan lainnya.

Banyak hadirin merasa terkejut mengetahui bahwa penganiayaan yang begitu kejam dan berskala besar masih berlangsung hingga saat ini.

Profesor Cheung dan pengacara HAM David Matas ikut hadir dalam forum terbuka setelah pemutaran film dan menjawab pertanyaan.

Matas berkata, “Film ini memberikan kontribusi berbeda untuk setiap film dokumenter tentang masalah ini karena perkembangan itu memperlihatkan dari penyiksaan sampai pengambilan organ secara paksa. Salah satu perjuangan konstan yang kita hadapi dalam meningkatkan kesadaran publik adalah keraguan bahwa pembunuhan orang tak berdosa dalam skala industri bisa terjadi. Seseorang bahkan merasa ragu terhadap film ini.

“Satu jawaban bagaimana kekerasan ini bisa terjadi adalah kekejaman progresif dari pelaku penganiayaan, yang digambarkan oleh film secara grafis dan fasih. Penyiksaan ini tidak hanya membahayakan tapi juga sebuah ancaman. Para penganiaya tidak ingin memberikan ancaman kosong dengan tidak melakukan apa pun bagi yang bertahan terhadap penyiksaan. Tapi apa yang akan mereka lakukan? Bagi Tiongkok, film menjawab pertanyaan itu.”

Setelah pemutaran film, penonton dapat mengajukan pertanyaan mengenai penganiayaan di Tiongkok.

Salah satu penonton berkata bahwa film ini dikerjakan dengan sangat baik, “Film ini meliputi fakta mengerikan dari penganiayaan dengan cara yang bisa diterima oleh orang-orang—yakni menyajikan film yang menurunkan tingkat kekejamannya.”

Dia menambahkan, “Diskusi yang diberikan produser dan David Matas setelah pemutaran film sangat informatif. Pesan yang saya terima adalah rakyat Tiongkok tidak mendapat kebebasan berbicara karena mendapat pengekangan dari pemerintah PKT. Maka menjadi tanggung jawab kita yang tinggal di negara yang memiliki kebebasan untuk berbicara—membela para korban di Tiongkok. Saya sangat menikmati peragaan latihan Falun Gong di awal tadi karena membantu menciptakan suasana damai.”

Seorang penonton memberikan pandangannya bahwa dia, “sangat tersentuh oleh film itu. Kekejaman yang dilakukan terhadap Falun Gong telah membuka mata. Film ini perlu disiarkan secara luas.”

Seorang lagi berkata bahwa film dokumenter itu sungguh cemerlang dan mengungkapkan kebenaran. “Semua orang perlu melihat film ini—tentang apa yang terjadi pada sekeliling mereka. Kita perlu konsisten dan melakukan peran kita untuk membantu mewujudkan dunia yang lebih baik.”