(Minghui.org) Infeksi virus corona ditemukan pertama kali pada Desember 2019. Sebagai pusat epidemi, Wuhan mulai diisolasi pada tanggal 23 Januari 2020, dua hari sebelum Tahun Baru Imlek, namun virus tersebut telah terlanjur menyebar ke wilayah lain.
Sebagai ibu kota Provinsi Hubei dan pusat lalu lintas darat maupun udara yang terletak di tepi Sungai Yangtze, Wuhan memiliki populasi perkotaan 9 juta jiwa, ditambah 5 juta penduduk sementara. Menurut pernyataan walikota Wuhan, Zhou Xianwang pada 26 Januari lalu, sekitar 5 juta orang berhasil lolos dari kota itu setelah perintah penutupan dikeluarkan.
Pada 6 Maret, virus corona telah menyebar ke hampir 100 negara dan wilayah dengan menginfeksi lebih dari 100 ribu orang. Jumlah kematian mendekati 3500 jiwa di seluruh dunia.
Sejak merebaknya virus corona tiga bulan lalu, pejabat maupun media yang dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah mengecilkan epidemi tersebut. Langkah yang diambil di setiap jenjang pemerintahan adalah untuk melaporkan berkurangnya jumlah infeksi. Pada tanggal 6 Maret 2020, pejabat Tiongkok mengklaim terjadi 80.813 kasus, termasuk 67.592 kasus di Wuhan. Jumlah kematian di Tiongkok dilaporkan ada 3073 kasus.
Seperti yang dijelaskan dalam laporan singkat tiga bulan ini, kemungkinan jumlah infeksi dan angka kematian sekarang ini bisa lebih tinggi, karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan atau sengaja ditutupi oleh PKT.
Awal Wabah (Desember 2019 sampai 20 Januari 2020)
“Ada bukti bahwa penularan antarmanusia terjadi melalui kontak dekat sejak pertengahan Desember 2019,” lapor sebuah artikel tertanggal 29 Januari 2020 dari New England Journal of Medicine.
Artikel yang berjudul, “Dinamika Transmisi Awal dari Novel Coronavirus-Infeksi Pneumonia di Wuhan, Tiongkok,” ditulis oleh sekelompok ilmuwan di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Tiongkok (CCDC).
Namun CCDC tidak mengatakan bahwa penyakit tersebut dapat menulari sesama manusia sampai 20 Januari, sebulan setelah terjadinya epidemi. Selama bulan itu, pejabat Wuhan berulang kali mengatakan bahwa virus tersebut dapat “dikendalikan dan dicegah,” dan mereka tidak mengambil langkah yang diperlukan dalam mencegah penyebaran virus.
Pada tanggal 31 Desember 2019, Komisi Kesehatan Kotamadya Wuhan mengeluarkan “Pemberitahuan mendesak mengenai perawatan pneumonia yang tidak dikenal” ke fasilitas medis setempat, memperingatkan bahwa sejumlah pembeli di Pasar Makanan Laut Huanan telah menunjukkan gejala pneumonia. Pemberitahuan ini mendesak agar setiap institusi mendata pasien mereka dengan gejala yang sama. Penduduk Wuhan mengira bahwa mereka akan menghadapi kambuhnya sindrom pernapasan akut parah yang disebut SARS di tahun 2003 lalu.
Pada tanggal yang sama dengan pemberitahuan itu, para ahli medis dari Beijing tiba di Wuhan dan mengeluarkan tiga kategori bagi pasien yang dianggap telah terkonfirmasi kasusnya, yakni: a) pernah berkunjung ke Pasar Makanan Laut Huanan, b) mengalami demam, c) verifikasi dari seluruh komposisi genom. Sebuah artikel dari media berita keuangan Caixin Weekly mengatakan bahwa kategori semacam itu terlalu ketat untuk diterapkan dalam mengidentifikasi kasus tanpa gejala, hasilnya membuat penyebaran terus berlanjut.
Pada 1 Januari 2020, delapan dokter mendapat sanksi dari kepolisian Wuhan karena berbicara mengenai wabah yang merebak pada sejumlah orang. Polisi mengatakan bahwa penyakit ini telah terkendali dan tidak akan menular antarmanusia. Kedelapan dokter tadi didakwa dengan “tindakan ilegal memalsukan dan menyebarkan desas-desus dan mengganggu tatanan sosial.” Salah satu dokter bernama Li Wenliang dari Rumah Sakit Pusat Wuhan, terinfeksi virus dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 6 Februari 2020.
Pada tanggal 1 Januari 2020, Pasar Makanan Laut Huanan ditutup untuk pembersihan. Keesokan harinya, Naval University of Engineering milik Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) yang berada di Wuhan, mengeluarkan pemberitahuan yang melarang personil eksternal memasuki kampusnya. Ini menunjukkan bahwa angkatan laut Tiongkok telah mengetahui infeksi tersebut pada tahun 2019 dan mengeluarkan kebijakan (2019-298) untuk mengendalikannya. Demikian pula Rumah Sakit Umum Teater Pusat Tentara Pembebasan Rakyat mengetahui situasi penyebaran virus.
Pada tanggal 3 Januari 2020, para pejabat di Wuhan melaporkan 44 kasus infeksi, meski sedikit fakta yang diketahui terkait sumber, rute penyebaran, dan mutasi virus, media berita di Tiongkok mengatakan penyakit ini “dapat dicegah dan dikendalikan.” Pada 10 Januari, Kantor Berita Xinhua mewawancarai Wang Hailong, seorang dokter yang terlibat dalam upaya penanggulangan penyebaran SARS pada tahun 2003. Wang berkata bahwa tidak ada kematian, infeksi terhadap petugas kesehatan atau penularan antarmanusia. Dia meyakinkan masyarakat agar tidak perlu khawatir.
Pada tanggal 5 Januari 2020, Pusat Klinik Kesehatan Masyarakat Shanghai (berafiliasi dengan Universitas Shanghai Fudan) menyerahkan laporan internal kepada Komisi Kesehatan Nasional. Pusat klinik mengklaim bahwa virus corona terdeteksi melalui cairan lavage dari saluran pernapasan seorang pasien dengan gejala pneumonia yang berhubungan dengan Pasar Makanan Laut Huanan. Komposisi genom keseluruhan menunjukkan materi genetik virus sebesar 89,11% serupa dengan SARS, dan virus baru ini disebut Wuhan-Hu-1.
Pada tanggal 8 Januari, virus ini ditetapkan menjadi coronavirus baru dan dinamakan 2019-nCoV.
Wang Guangfa, kepala ahli bedah paru-paru dari Rumah Sakit Universitas Peking Pertama dan departemen medis gawat darurat, mengumumkan pada tanggal 11 Januari melalui People Daily bahwa virus tersebut lemah dalam menyebabkan penyakit. Dia juga berkata bahwa para pasien dan situasi penyebaran virus secara keseluruhan dalam kondisi “terkendali.”
Pada 14 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan infeksi terbatas coronavirus baru antarmanusia telah diamati, terutama dalam kelompok kecil seperti keluarga. Maria Van Kerkhove, yang menjabat sebagai kepala unit penyakit menular WHO, mengatakan bahwa lembaga tersebut telah memberikan panduan pada setiap rumah sakit di seluruh dunia mengenai pengendalian infeksi dalam kasus penyebarannya, termasuk melalui kegiatan “penyebaran luar biasa” dalam rangka mencegah epidemi.
Namun tak lama setelah itu, WHO mengutip pernyataan pejabat Tiongkok yang mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan virus itu menular antarmanusia. Pagi hari, tanggal 15 Januari 2020, Komisi Kesehatan Kotamadya Wuhan mengatakan bahwa meski tidak ada bukti ditemukan penularan antarmanusia, tetapi tidak dapat mengesampingkan kemungkinan penularan terbatas antarmanusia.
Pada 17 Januari 2020, sebuah laporan dari MRC Center untuk Analisis Penyakit Menular Global dari London Imperial Collage mengatakan bahwa, ada kemungkinan “kasusnya jauh lebih banyak.” Laporan ini memperkirakan ada 1723 kasus di Wuhan, pada tanggal 12 Januari.
Meski pada Desember 2019, para pejabat sudah mengetahui bahwa virus ini dapat menyebar antarmanusia, warga Baibuting di Wuhan diminta menghadiri pesta tahunan pada tanggal 18 Januari 2020. Diselenggarakan oleh pemerintah Wuhan, lebih dari 40 ribu keluarga mempersiapkan 14 ribu hidangan untuk disajikan. Beberapa hari kemudian, komunitas tersebut mulai menunjukkan gejala infeksi virus corona. Lima hari kemudian tepatnya tanggal 23 Januari, Kota Wuhan ditutup.
Seorang sukarelawan yang bekerja di acara itu mengungkapkan bahwa ia bersama sejumlah staf komunitas menerima informasi dari orang dalam bahwa Wuhan akan ditutup, tapi mereka diberitahu bahwa pesta harus tetap dilanjutkan. Salah satu anggota komite lingkungan berkata bahwa mereka telah mendengar tentang virus ini sejak awal Januari. Setelah mendapat pemberitahuan pada tanggal 15 Januari bahwa penyakit ini dapat berjangkit dari orang ke orang, dia dan koleganya menyarankan agar perjamuan dibatalkan, namun permintaan tersebut ditolak.
Pada 19 Januari 2020, Chutian Metropolis Daily melaporkan bahwa sebuah acara berskala besar akan diselenggarakan oleh Biro Wisatawan dan Budaya Wuhan esok harinya dengan estimasi pengunjung sekitar 200 ribu orang.
Menurut Pembela Hak Asasi Manusia Tiongkok, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Washington, D.C., polisi Tiongkok telah menangkap setidaknya 325 warga hanya dalam kurun 22 – 28 Januari. Kebanyakan dari mereka didakwa dengan pasal “menyebarkan desas-desus,” “menciptakan kepanikan,” atau “mengganggu tatanan sosial.” Mereka dihukum dengan penahanan, denda, atau pendidikan kedisiplinan.
Kronologi Setelah PKT Mengumumkan Penularan Antarmanusia
Pada malam 20 Januari 2020, Zhong Nanshan, kepala Satuan Tugas Coronavirus Komite Kesehatan Nasional, mengatakan dalam konferensi pers bahwa bukti menunjukkan coronavirus baru dapat menular antarmanusia.
Pada pagi tanggal 21 Januari 2020, Komisi Kesehatan Kota Wuhan mengatakan bahwa 15 anggota staf medis di kota itu telah didiagnosis terinfeksi virus corona, dengan dugaan tambahan kasus. Di antara 16 kasus, satu dalam kondisi kritis. Berita ini memicu kemarahan masyarakat karena pemerintah menutupi epidemi ini sebelumnya.
Sore harinya masih di tanggal yang sama, Pusat Pengendalian Penyakit Menular (CDC) Amerika mengumumkan bahwa seorang warga AS yang pernah ke Wuhan telah terinfeksi corona. Ini merupakan kasus pertama di Amerika.
Pada tanggal 23 Januari 2020, Wuhan ditutup dan seluruh transportasi umum termasuk bus, kereta api, kapal feri, dan penerbangan tidak beroperasi. Kemudian penutupan ini diikuti 15 kota di Provinsi Hebei. Beijing dan 12 provinsi lainnya termasuk sejumlah kota di tingkat provinsi juga mengaktifkan sistem Manajemen Darurat Kesehatan Masyarakat. Namun saat itu epidemi telah menyebar ke lebih 26 provinsi.
Pada tanggal 24 Januari 2020, menjelang Tahun Baru Imlek, Presiden Xi Jinping berpidato yang disiarkan ke seluruh negeri, dan tak sedikit pun menyinggung virus corona.
Pada tanggal 25 Januari 2020, Eric Feigl-Ding, seorang peneliti kesehatan masyarakat di Universitas Harvard selama 15 tahun berkomentar di Twitter, “Ini merupakan pandemi buruk tingkat termonuklir…saya tidak melebih-lebihkan.” Dia berkata bahwa virus ini akan lebih buruk dari epidemi sebelumnya. Covid-19 dilaporkan memiliki tingkat infeksi, R0 (dieja “R naught”) 3,8 yang artinya satu orang terinfeksi dapat menularkan virus kepada rata-rata 3,8 orang lainnya. Sebagai perbandingan pandemi flu 2009 (atau dikenal sebagai flu babi telah menyebabkan ratusan ribu korban jiwa) memiliki Ro 1,48 dan flu Spanyol tahun 1918 (menyebabkan kematian 50-100 juta jiwa) memiliki Ro 1,80.
Pada tanggal 27 Januari 2020, Walikota Wuhan Zhou Xianwang mengakui terlambat mengetahui status virus corona dan menjelaskan dia tidak berwenang mengungkapkan informasi lebih awal. “Pemerintah pusat sebagian bertanggung jawab atas kurangnya transparansi yang melemahkan respon terhadap krisis kesehatan yang berkembang cepat,” ucapnya.
Pada tanggal 28 Januari 2020, Beijing menon-aktifkan sejumlah transportasi kereta api dan Tianjin mengaktifkan sistem penanganan darurat perang.
Pada tanggal 28 Januari 2020, pejabat senior AS berkata bahwa Beijing menolak tawaran mereka untuk membantu memerangi epidemi. Sekretaris Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Alex Azar berkata bahwa Beijing telah menolak permintaan akses CDC ke Tiongkok sejak tanggal 6 Januari.
Pada tanggal 29 Januari 2020, sebuah artikel dipublikasikan di New England Journal of Medicine menyatakan, “Terdapat bukti bahwa penularan antarmanusia telah terjadi melalui kontak dekat sejak pertengahan Desember 2019.” (“Dinamika Transmisi Awal dari Novel Coronavirus-Infeksi Pneumonia di Wuhan, Tiongkok”) Penulis berasal dari CCDC dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Provinsi Hubei, dan mereka telah mempelajari 425 kasus yang terkonfirmasi di Wuhan sejak Desember 2019 dan Januari 2020.
Pada tanggal 30 Januari 2020, mantan pejabat kementerian kesehatan Tiongkok, Chen Bingzhong mengatakan pada The Epoch Times bahwa epidemi tersebut berada di luar kendali dan Wuhan dalam situasi yang sangat berbahaya. Angka kasus sebenarnya jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan secara resmi.
Pada tanggal 30 Januari 2020, Italia mengkonfirmasi dua kasus pertamanya melalui konferensi pers oleh Perdana Menteri Giuseppe Conte. Mereka adalah dua turis Tiongkok yang baru-baru ini bepergian ke Italia.
Pada tanggal 31 Januari 2020, Sekretaris Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, Alex Azar menyatakanan bahwa virus corona menjadi masalah darurat kesehatan masyarakat dan perlunya penerapan tindakan sementara untuk melindungi warga AS. Dia berkata setiap warga AS yang kembali dari daerah di Provinsi Hubei, wajib dikarantina selama 14 hari. Selain itu setiap warga negara AS yang kembali dari daerah lain di Tiongkok akan menjalani pemeriksaan kesehatan di beberapa pelabuhan masuk dan dikarantina selama 14 hari.
Selain itu Presiden Trump menandatangani proklamasi yang sementara waktu menangguhkan masuknya warga negara asing mana pun ke AS yang membawa resiko terinfeksi virus. Kebijakan ini termasuk warga negara asing selain keluarga dekat warga negara atau penduduk tetap AS yang melakukan perjalanan ke Tiongkok selama 14 hari sebelumnya.
Juga efektif mulai tanggal 2 Februari, semua penerbangan menuju AS yang mengangkut para penumpang yang belum lama ini berada di Tiongkok, diarahkan mendarat di salah satu dari tujuh bandara dengan sumber daya kesehatan yang mampu menerapkan peningkatan prosedur deteksi virus corona. Tujuh bandara ini dirancang oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) yakni Bandara Internasional John F. Kennedy di New York, Bandara Internasional Chicago O’Hare, Bandara Internasional San Francisco, Bandara Internasional Seattle-Tacoma, Bandara Internasional Daniel K. Inouye di Honolulu, Bandara Internasional Los Angeles, dan Bandara Internasional Hartsfield-Jackson Atlanta.
Kebanyakan maskapai telah membatalkan jadwal penerbangan keberangkatan maupun tiba dari Tiongkok. American Airlines menangguhkan penerbangan ke Tiongkok mulai tanggal 2 Februari - 27 Maret. Delta menangguhkan semua penerbangan dari AS ke Tiongkok mulai tanggal 6 Februari - 30 April, sementara United memperpanjang penangguhan penerbangan antara AS dengan Beijing, Chengdu, Shanghai, dan Hong Kong sampai tanggal 24 April.
Keputusan ini dibuat setelah Departemen Luar Negeri AS, meningkatkan peringatan perjalanan ke level tertinggi yakni Level 4, pada tanggal 30 Januari 2020: “Jangan berpergian ke Tiongkok karena novel coronavirus pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok. Pada tanggal 30 Januari, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan wabah epidemi yang menyebar cepat sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (PHEIC).”
Pada tanggal 3 Februari, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying mengatakan dalam konferesi pers bahwa, “Sejak tanggal 3 Januari, kami telah memberi tahu AS tentang epidemi dan upaya pengendalian kami sebanyak 30 kali.” Seperti yang dibahas sebelumnya, beberapa institusi Tiongkok seperti kemiliteran dan Komite Kesehatan Nasional telah mengetahui wabah ini pada akhir 2019, namun masyarakat umum telah diberikan informasi yang keliru tentang skala dan tingkat keparahan epidemi selama ini.
Pada tanggal 5 Februari, Neil Ferguson, direktur Pusat MRC untuk Analisis Penyakit Menular Global di Imperial Collage London, mengatakan bahwa angka kasus “terus meningkat.” Dia memperkirakan bahwa hanya 10 persen dari semua infeksi di Tiongkok yang terdeteksi saat itu.
Pada tanggal 6 Februari 2020, sejumlah kantor berita melaporkan bahwa banyak negara termasuk AS, Inggris, Jepang, Australia, dan Indonesia, melakukan evakuasi warganya dengan maskapai sewaan.
Pada tanggal 7 Februari 2020, Li Wenliang, salah satu dari 8 dokter yang dihukum karena memberi tahu adanya wabah coronavirus, meninggal dunia setelah terinfeksi. Berita ini menjadi trending nomor satu di Weibo, salah satu situs microblogging paling populer di Tiongkok dengan jangkauan 540 juta. Namun postingan berita ini dengan cepat dihapus dari situs.
Pada tanggal 8 Februari, Kedubes AS di Tiongkok mengatakan warga negara AS yang pertama terinfeksi virus corona telah meninggal dunia. Pasien ini berusia 60 tahun dan meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Wuhan.
Pada tanggal 9 Februari, WHO mengatakan Tiongkok telah mengkonfirmasi 40.213 jumlah kasus dan 811 kematian. Jumlah ini melampaui angka kematian SARS pada tahun 2003. Kasus lain banyak ditemukan di luar Tiongkok seperti Hong Kong (10 kasus lagi, dengan jumlah 36 kasus), Singapura (tiga kasus, dengan total 43 kasus), dan Korea Selatan (tiga kasus lagi, total menjadi 27 kasus). Enam kasus baru dikonfirmasi di kapal pesiar Diamond Princess, sehingga jumlah kasus di kapal menjadi 70, dan Jepang memiliki 96 kasus.
Pada tanggal 11 Februari, Dewan Negara Tiongkok mendesak warga Tionghoa kembali bekerja pada tanggal 18 Februari, kecuali bagi mereka yang berada di Provinsi Hubei. Pada saat itu, WHO memberi nama baru bagi virus corona yakni, COVID-19.
Pada tanggal 24 Februari, Beijing mengumumkan penundaan Kongres Rakyat Nasional (NPC) dan Komite Nasional Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok (CPPCC), dua konferensi politik paling penting yang biasa diadakan pada tanggal 5 Maret. Perintah untuk kembali bekerja yang dikeluarkan secara bersamaan dengan penundaan konferensi telah memicu kemarahan rakyat Tiongkok. “Apa hidup saya tidak berharga?” tulis seorang netizen di kolom komentar.
Jumlah Kasus yang Tidak Dilaporkan
Sejumlah besar bukti menunjukkan bahwa kasus virus corona telah ditutupi atau tidak dilaporkan oleh para pejabat PKT.
Salah satu contoh adalah panti jompo di Distrik Jiahua, Kota Qiqihar, Provinsi Heilongjiang, pada akhir 2019, 23 dari 48 penghuni di panti jompo tersebut telah terinfeksi oleh pengunjung yang terinfeksi virus corona. Kasus ini dikonfirmasi pada pertengahan Februari, tapi tidak dimasukkan dalam kasus yang dilaporkan.
Menurut artikel yang diterbitkan oleh CCDC di Chinese Journal of Epodemiology, sekitar 104 kasus virus corona telah diamati di Wuhan dan daerah lain di Provinsi Hubei sebelum tanggal 31 Desember 2019, namun sebuah laporan dari Komisi Kesehatan Kota Wuhan pada hari itu menyatakan hanya memiliki 27 kasus.
Perbedaan ini terus berlanjut. Artikel di atas juga melaporkan adanya peningkatan sebanyak 653 kasus di Tiongkok dari tanggal 1 – 10 Januari 2020, 88,5 persen diantaranya terjadi di Provinsi Hubei. Namun sebuah laporan dari Komisi Kesehatan Kotamadya Wuhan pada tanggal 11 Januari mengindikasi hanya ada 41 kasus selama masa itu.
Menurut laporan internal yang dipublikasikan, setidaknya 49 kasus teridentifikasi di Provinsi Shandong pada tanggal 19 Januari 2020, namun pada hari itu hanya dua kasus yang muncul dalam laporan resmi.
Pada tanggal 23 Februari 2020, Wuhan sudah memasuki bulan kedua sejak diisolasi. Korea Selatan telah mengkonfirmasi 169 kasus baru sehingga jumlah seluruhnya meningkat menjadi 602 kasus. Peningkatan ini mendorong negara tersebut meningkatkan kewaspadaan wabah coronavirus sampai ke tingkat darurat. Pada hari yang sama, 57 kasus lain terindentifikasi di kapal pesiar Diamond Princess, sehinggal total menjadi 691 kasus.
Pada tanggal 24 Februari 2020, pukul 11 siang pemerintah Wuhan mengumumkan akan membuka kembali kota tersebut, namun dalam waktu tiga jam, pemberitahuan itu ditarik kembali.
Menurut informasi dari Departemen Kepolisian Hubei, pada tanggal 25 Februari, 293 polisi dan 111 polisi paramiliter telah terinfeksi virus corona, empat diantaranya meninggal dunia. Hampir separuh dari kasus ini atau 47,4 persen berasal dari para petugas di berbagai kantor kepolisian.
Pada tanggal 26 Februari, COVID-19 telah ditemukan di semua benua kecuali Antartika. Jumlah kasus yang terjadi di Korea Selatan, Iran, maupun Italia meningkat drastis.
Pada tanggal 27 Februari, CDC AS memperbarui kriteria untuk memandu pemeriksaan orang-orang yang kemungkinan terjangkit COVID-19. Esok harinya, CDC mengeluarkan Jaringan Waspada Kesehatan (HAN): Situasi Terkeni dan Panduan Sementara tentang Wabah COVID-19.
Jumlah penularan COVID-19 meningkat tajam di Italia. Beatrice Lorenzin, mantan menteri kesehatan Italia berkata bahwa kemungkinan ini disebabkan oleh orang-orang yang terinfeksi yang melakukan perjalanan dari Tiongkok ke Italia, yang menggunakan penerbangan tidak langsung tanpa memberi tahu titik keberangkatan asli mereka atau menempatkan diri untuk dikarantina secara sukarela selama masa inkubasi virus.
Pada tanggal 29 Februari, Italia melaporkan munculnya 239 kasus baru dan 8 kasus kematian baru, sehingga jumlah keseluruhan infeksi naik menjadi 1128 kasus dan jumlah kematian 29 jiwa. Amerika meningkatkan waspada perjalanan ke Italia dari Level 3 (pertimbangkan kembali perjalanan) menjadi Level 4 (Jangan bepergian).
Pada tanggal 29 Februari 2020, sebuah sumber melaporkan bahwa departemen CT Scan dari Rumah Sakit Pertama Qiqihar, Provinsi Heilongjiang, terdapat lebih dari 100 orang terinfeksi virus corona, termasuk para petugas kesehatan. Namun angka ini tidak dilaporkan untuk menghindari pertentangan dengan angka yang dipublikasikan secara resmi.
Da Guo Zhan Yi (Bagaimana Bangsa Besar Melawan Epidemi) sebuah buku yang disusun oleh Departemen Publikasi dan Kantor Informasi Dewan Negara, diterbitkan pada Februari 2020, yang menggambarkan para pejabat PKT sebagai pahlawan yang menaklukan infeksi virus corona. Buku ini tiba-tiba lenyap dari seluruh toko buku di Tiongkok, pada tanggal 1 Maret 2020.
Masyarakat Menjadi Korban Propaganda
Seperti kejadian lain dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah PKT secara rutin mengecilkan bencana dan berusaha mengendalikan opini publik demi mendapatkan kredit bagi diri mereka sendiri. Namun setiap kali ini terjadi, rakyat biasa selalu menjadi korban dan masyarakat luar Tiongkok diberi informasi yang keliru.
Meski pejabat Wuhan dan Hubei mengetahui epidemi ini pada awal Januari, mereka tidak mengambil tindakan sampai tanggal 20 Januari dan baru bergegas membentuk satuan tugas penanganan penyakit menular pada tanggal 26 Januari. Namun sebagian anggota gugus tugas tersebut mewakili lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas kontrol media dan “menjaga stabilitas.” Ini menyiratkan bahwa fungsi utama satuan tugas tersebut adalah untuk mengendalikan informasi daripada menangani penyebaran epidemi.
Demi mengurangi jumlah kasus yang dilaporkan, pemerintah PKT kini meninggalkan Baibuting, di mana pesta 40 ribu keluarga pernah diadakan. “Banyak orang terinfeksi virus ini. Namun para pejabat Wuhan memberi kami satu alat uji per hari untuk satu kompleks, yang terdiri 4000 keluarga,” tulis seorang warga Baibuting di situs blogging. Postingan tersebut segera dihapus.
Sementara walikota Wuhan Zhou Xianwang mengatakan upaya pengendalian epidemi tertunda karena dia tidak berwenang untuk bertindak, sedangkan presiden PKT Xi Jinping berkata telah memberikan instruksi mengenai pengendalian dan pencegahan epidemi pada tanggal 7 Januari.
Komisi Kesehatan Nasional dan CCDC Wuhan juga saling menyalahkan. Mereka mempublikasi banyak makalah di sejumlah jurnal baik di Tiongkok maupun internasional bahwa wabah itu sudah diketahui sejak dini namun menyebar luas karena tidak adanya tindakan dari pemerintah PKT.
Saat layanan medis, pemerintah lokal, dan pejabat tinggi di pusat pemerintahan saling menyalahkan atas epidemi ini, masalah sebenarnya muncul dari pemblokiran informasi dan opini publik yang dikendalikan PKT secara sistematis.
“Barron’s,” sebuah majalah Amerika tentang keuangan dan statistik, belum lama ini memuat sebuah artikel berjudul “Angka Virus Corona Tiongkok Jangan Bertambah.” “Jumlah angka kematian kumulatif yang dilaporkan - diperoleh dari rumus matematika sederhana - dengan tingkat akurasi sangat tinggi,” tulis Lisa Beilfuss, “Varian mendekati sempurna yakni 99,99 persen yang dapat dijelaskan melalui persamaan.” Analis data berkata model prediksi yang hampir sempurna ini hampir tidak mungkin terjadi secara alamiah, dan ini menimbulkan keraguan terhadap kebenaran angka kasus yang dilaporkan Tiongkok kepada WHO.
Artikel “Barron’s” mengutip pernyataan Melody Goodman, profesor biostatistik di Sekolah Kesehatan Masyarakat Global di Universitas New York mengatakan bahwa, “Sebelum ini saya belum pernah melihat Koefisien Determinasi (r-squared) 0,99. Sebagai ahli statistik, ini membuat saya meragukan data.” Dia berkata data manusia nyata tidak pernah dapat diprediksi secara sempurna ketika muncul sesuatu seperti epidemi, karena ada banyak cara seseorang melakukan kontak dengan virus. Misalnya Koefisien Determinasi “sangat baik”, dalam data kesehatan masyarakat, akan menjadi 0,7. “Apa pun yang menjadi 0,99 akan membuat saya berpikir bahwa seseorang sedang mensimulasikan data. Ini berarti anda sudah tahu apa yang akan terjadi,” katanya.
Pada tanggal 25 Februari, menlu AS Mike Pompeo mengatakan pada wartawan, “Seandainya Tiongkok mengizinkan para jurnalis dan tenaga medis dari negara lain untuk berbicara dan melakukan penyelidikan secara bebas, pemerintah Tiongkok dan negara lain akan memiliki persiapan yang jauh lebih matang dalam menghadapi tantangan ini.” Pada tanggal 6 Maret, dia mengungkapkan kekesalannya dalam wawancara CNBC bahwa penolakan Tiongkok untuk berbagi data telah menempatkan AS “tertinggal” dalam upaya memerangi epidemi.
Zeng Guang, kepala ahli epidemiologi untuk CCDC, mengungkapkan metodologi pengambilan keputusan PKT dalam sebuah wawancara dengan Global Times pada tanggal 30 Januari 2020. Dia berkata bahwa pemerintah PKT perlu mempertimbangkan segi politik, stabilitas sosial, dan masalah ekonomi dan pendapat para ilmuan hanyalah “sebagian dari dasar pengambilan keputusan mereka.” Dengan kata lain, politik berada di prioritas tertinggi, diikuti oleh stabilitas dan ekonomi. Sebagai perbandingan, kehidupan manusia tampaknya tidaklah penting.
Stephen Bannon, mantan Kepala Strategi Gedung Putih, mengatakan dalam sebuah acara "Zoom in with Simone Gao," sebuah program pelaporan investigasi mingguan, bahwa PKT tidak mempedulikan seberapa banyak korban yang jatuh akibat terinfeksi virus karena mereka hanya khawatir terhadap kelanggengan kekuasaan mereka. Dia menyerukan agar firewall Tiongkok diturunkan sehingga warga Tiongkok dapat berkomunikasi dengan seluruh dunia.
Seluruh konten dilindungi oleh hak cipta © 2023 Minghui.org