(Minghui.org) Banyak kisah kebijaksanaan kuno telah dilestarikan dan diwariskan selama berabad-abad. Bagi mereka yang berpikiran terbuka, kisah-kisah ini mungkin lebih dari sekadar mitos dan legenda sederhana.

Zhang Daoling, seorang Taois terkenal selama Dinasti Han Timur (206 SM - 220 M), memiliki puluhan ribu murid. Seperti Taois lainnya, dia fokus pada peningkatan karakter dan pencerahan spiritual. Satu cerita yang terkenal dalam sejarah Tiongkok disebut 7 ujian, serangkaian uji coba yang dibuat Zhang untuk menguji muridnya Zhao Sheng. Ini termasuk ujian kesabaran, nafsu, ketamakan, ketakutan, kemarahan, simpati dan iman. Zhao melewati itu semua dan dia juga menjadi seorang Taois yang terkenal.

Selain mengajar murid-muridnya, Zhang juga membimbing masyarakat untuk mengupayakan standar moral yang lebih tinggi dan perilaku yang lebih baik. Salah satu contoh adalah cara uniknya menghadapi wabah.

Mengobati Wabah dengan Pertobatan

Zhang meminta mereka yang terinfeksi untuk menuliskan semua kesalahan yang pernah mereka lakukan sepanjang hidup mereka. Kemudian mereka harus meletakkan kertas itu di air dan bersumpah kepada Yang Maha Kuasa untuk tidak melakukan hal-hal buruk lagi. Mereka juga harus berjanji bahwa, dari pada berbuat salah lagi, mereka lebih baik mengakhiri hidup mereka.

Banyak orang mengikuti saran ini dan pulih. Lebih banyak orang mendengar tentang ini, melakukan seperti yang diperintahkan dan sembuh dari penyakit. Akhirnya, Zhang dan murid-muridnya menyelamatkan ratusan ribu nyawa.

Kaisar Bertobat dari Kesalahan Mereka

He Xiu, seorang sarjana Konfusianisme terkenal yang hidup pada zaman Zhang Daoling, percaya bahwa wabah disebabkan oleh pikiran dan tindakan jahat. "Ketika orang sakit atau terinfeksi wabah, itu karena qi jahat (atau energi jahat) di dalam diri mereka," tulisnya.

Sepanjang sejarah Tiongkok, dari kaisar hingga warga negara biasa, orang cenderung mencari ke dalam ketika bencana melanda dan merenungkan salah apa yang telah mereka lakukan yang mungkin mengundang wabah atau kemalangan lainnya. Mereka kemudian akan memperbaiki kesalahan mereka dan meningkatkan diri mereka sendiri. Kaisar Wu dari Dinasti Han, misalnya, mengeluarkan dekrit yang merefleksikan kesalahan politiknya, yang dikenal sebagai "Perintah Pertobatan dari Luntai:"

Saya menerima sebuah proposal, menyarankan agar setiap orang membayar pajak tambahan 30 koin untuk mempertahankan perbatasan. Ini akan menjadi beban, terutama pada orang tua, kaum miskin atau mereka kaum terlantar,” tulis Kaisar Wu. “... Tugas paling penting saat ini adalah untuk melarang pejabat di semua tingkatan dari bersikap keras atau kejam terhadap rakyat dan untuk mencegah mereka menaikkan pajak tanpa izin. Dengan melakukan itu, akan sangat mungkin untuk meningkatkan produksi pertanian.”

Beberapa kaisar di dinasti kemudian mengeluarkan dekrit pertobatan yang serupa. Mereka termasuk Kaisar Ming dari Han, Kaisar Taizong dari Tang, Kaisar Lizong dari Song, Kaisar Xizong dari Ming dan Kaisar Yongzheng dari Dinasti Qing.

Konsekuensi Penganiayaan Agama

Langkah-langkah yang diambil oleh Zhang Daoling juga telah terlihat di dunia Barat. Setelah Kaisar Romawi Nero memulai penganiayaan terhadap orang-orang Kristen pada tahun 64 M, setidaknya 10 kaisar yang memerintah setelahnya terus menganiaya mereka yang beragama Kristen. Kekaisaran itu dilanda beberapa wabah besar.

Pada 680, orang-orang mulai merenungkan kekejaman terhadap orang-orang Kristen, serta kerusakan moral masyarakat secara umum. Pada tahun 680, warga negara Romawi membawa tulang belulang Santo Sebastian (256 - 288, terbunuh selama penganiayaan oleh Diokletianus) dalam sebuah prosesi khidmat melalui jalan-jalan. Ketika orang-orang bertobat dari kesalahan mereka, wabah itu secara ajaib lenyap di Roma.

Ratusan, bahkan ribuan tahun telah berlalu, tetapi mungkinkah kisah-kisah kuno ini masih bernilai bagi kita dan untuk generasi mendatang?