(Minghui.org) Pandemi virus corona telah merusak dunia sejak tahun 2020, dan banyak orang cemas dengan masa depan mereka. Saya ingin membagikan beberapa data dan pemikiran tentang bagaimana kita memandang situasi ini dari sudut pandang yang berbeda dan mengamankan masa depan yang lebih baik bagi diri kita sendiri.

Pandemi Tak Terkendali

Saya mengumpulkan dan menganalisa data yang diumumkan tentang kasus virus corona dan ini adalah temuan utama saya.

Jumlah kasus baru secara global masih terus meningkat. Contohnya, ada lebih dari 10 juta kasus pada enam bulan pertama tahun 2020 dan lebih dari 70 juta kasus pada enam bulan terakhir tahun 2020. Namun, pada enam bulan pertama tahun 2021 saja sudah terdapat 99 juta kasus, yang mana melampaui jumlah total 83 juta kasus di tahun 2020.

Butuh waktu lebih dari 180 hari (sejak bulan Desember 2019 hingga 28 Juni 2020) untuk mencapai 10 juta kasus terkonfirmasi pertama secara global dan tambahan 43 hari (29 Juni hingga 10 Agustus 2020) untuk mencapai kasus 10 juta yang kedua.

Kasus terus meningkat sebesar 13 juta selama 49 hari berikutnya (11 Agustus hingga 28 September 2020), dengan rata-rata 37,69 (=49/13) hari yang dibutuhkan untuk tiap kali mencapai tambahan 10 juta kasus. Sejak tanggal 29 September hingga 31 Desember 2020 (94 hari), terjadi peningkatan 5,01 juta kasus, dengan rata-rata 18,76 (94/5,01) hari dibutuhkan untuk tiap kali mencapai tambahan 10 juta kasus.

Total 98.921.930 kasus tercatat selama enam bulan pertama tahun 2021 (dengan total 181 hari), rata-rata 18,3 (=181/9,892193) hari dibutuhkan untuk tiap kali mencapai tambahan 10 juta kasus.

Ini mengindikasikan bahwa semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tambahan 10 juta kasus terkonfirmasi. Kami juga mengamati kecenderungan serupa dengan kasus kematian. Butuh waktu 9 bulan (sejak Desember 2019 hingga September 2020) hingga mencapai angka satu juta orang pertama yang meninggal, lalu hanya butuh waktu 4 bulan (sejak September 2020 hingga Januari 2021) bagi kematian mencapai dua juta, 3 bulan (Januari hingga April 2021) hingga mencapai tiga juta kematian, dan kurang dari tiga bulan (sejak April hingga Juli 2021) untuk mencapai empat juta kematian di bulan Juli ini. Lebih spesifik lagi, pada enam bulan pertama tahun 2021 saja tercatat 2.129.715 kematian virus corona, 1,175 kali dari jumlah total (1,821 juta) dari seluruh tahun 2020.

Di bawah ini adalah linimasa yang lebih rinci:

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Universitas John Hopkins (JHU), penumpukan kasus yang terkonfirmasi mencapai 10 juta pada tanggal 28 Juni 2020, dan mencapai 20 juta pada tanggal 10 Agustus 2020 (Catatan: Bukti menunjukkan bahwa Tiongkok secara signifikan tidak melaporkan kasus, jadi angka sebenarnya bisa saja jauh lebih tinggi.)

Pada tanggal 28 September 2020, sudah ada 33 juta kasus virus dan satu juta kematian.

Pada tanggal 8 November 2020, jumlah kasus telah mencapai angka 50 juta.

Berdasarkan data waktu nyata dari Worldometer hingga tanggal 31 Desember 2020, terdapat 83,1 juta kasus dengan angka kematian mencapai 1,812 juta; 58,89 juta pasien bisa pulih sepenuhnya.

Berdasarkan data JHU, angka kematian mencapai dua juta pada tanggal 15 Januari 2021.

Hingga tanggal 26 Januari 2021, total jumlah kasus yang terkonfirmasi melampaui 100 juta, dengan angka kematian 2.149.818.

Total kematian berada di atas angka tiga juta hingga tanggal 17 April 2021.

Pada tanggal 30 April, kasus yang terkonfirmasi mencapai 150 juta, itu berarti 1 di antara 50 orang di dunia telah terinfeksi, kurang dari 13 bulan setelah Organisasi Kesehatan Dunia mendeklarasikan merebaknya virus corona sebagai pandemi global.

Total 1.884.146 orang telah kehilangan nyawa mereka karena virus corona di enam bulan pertama tahun 2021 saja (antara tanggal 1 Januari dan 10 Juni), sedangkan angka kematian di tahun 2020 1.880.510. Dengan kata lain, virus membunuh lebih banyak orang di setengah waktu dari total tahun lalu.

Hingga tanggal 7 Juli, total kematian melampaui 4 juta, yang mana lebih dari setengah populasi Hong Kong, atau mendekati setengah populasi Kota New York. Institut Penelitian Perdamaian Oslo memperkirakan bahwa angka ini setara dengan semua kematian perang global sejak tahun 1982. Di akhir bulan Juli 2021, terdapat lebih dari 197 juta kasus dan lebih dari 4,2 juta kematian.

Varian Baru

Saat jumlah kematian mencapai angka 4 juta pada tanggal 7 Juli, para ahli mengatakan bahwa situasinya telah berubah dan sekarang adalah pertarungan antara vaksin dan varian yang sangat menular seperti Delta.

Kekhawatiran semacam itu muncul akibat awal lonjakan kasus mendadak pada akhir bulan Juni 2021. Israel, sebagai contohnya, menemukan bahwa 90% kasus barunya adalah varian Delta. Dan yang lebih parah lagi, sekitar 50% orang dewasa yang baru tertular sudah divaksin lengkap. Di antara 9,3 juta orang di negara tersebut, sekitar 55% telah menerima dua dosis vaksin Pfizer, termasuk anak-anak usia 12-15 tahun.

Situasi yang sama juga terlihat di tempat lain. The Wall Street Journal pada tanggal 2 Juli dalam sebuah artikel berjudul, “Sebagian Orang yang Divaksinasi Meninggal Akibat Covid-19. Ini Alasan Mengapa Ilmuan Sudah Menduganya” melaporkan bahwa, “Dengan virus corona varian Delta meningkat melalui Inggris, hampir setengah dari kematian Covid-19 terbaru negara tersebut adalah orang-orang yang telah divaksinasi.”

Bahkan, pada tanggal 6 Juli, Inggris melaporkan jumlah kasus baru terbesar (28.773) dalam satu hari sejak tanggal 29 Januari 2021. Inggris juga mengalami angka kematian tertinggi (37) sejak tanggal 23 April 2021. Ini membingungkan bila dilihat dari sudut pandang kekebalan kelompok, yang membutuhkan sekitar 60-70% populasi divaksinasi atau telah terpapar virus, karena 86,2% orang dewasa Inggris setidaknya sudah mendapatkan satu dosis vaksin dan 64,3% sudah mendapatkan dua dosis vaksin.

Dengan kasus baru harian meningkat secara mengejutkan yakni 500.000 kasus di seluruh dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pada tanggal 15 Juli bahwa varian baru, dan berpotensi berbahaya, mungkin muncul di waktu mendatang. Didier Houssin dari WHO mengatakan, “Pandemi ini masih jauh dari kata usai.”

Kekhawatiran semacam itu didukung oleh meningkatnya penyebaran penyakit ini. Data menunjukkan bahwa 15,03 juta kasus baru tercatat pada bulan Juli 2021 saja, jauh lebih banyak dari bulan Juni 2021.

Sejauh ini, empat varian telah mendominasi pandemi virus corona, termasuk Alpha, Beta, Gamma, dan Delta. Setelah muncul di India pada bulan Oktober 2020, varian Delta kini telah menyebar ke lebih dari 130 negara.

Michael Ryan, Direktur Eksekutif Darurat Kesehatan WHO pada tanggal 30 Juli memperingatkan, “Delta adalah peringatan bahwa virus sedang berkembang, namun ini juga adalah seruan untuk bertindak sebelum varian yang lebih berbahaya muncul.”

Pandemi dan Nilai-Nilai Tradisional

Satu setengah tahun terakhir adalah masa yang sangat kacau. Ahli medis dan pemerintah berusaha keras untuk menahan virus serta mengendalikan penyebarannya. Namun upaya mereka sangat terbatas. Mungkin sudah saatnya mundur selangkah dan mengevaluasi masalah ini secara holistik.

Di zaman kuno, terutama di Tiongkok, orang-orang secara umum percaya dengan keharmonisan langit, bumi, dan manusia. Saat nilai-nilai moral diabaikan dan masyarakat menjadi bobrok, wabah dan bencana lain sering terjadi.

Keterbatasan Tindakan Saat Ini

Melihat kembali wabah di masa lalu, seringnya wabah berada di luar kendali manusia. Meskipun ada teknologi modern, orang-orang masih bisa saja tidak siap saat bencana tertentu seperti tsunami dan perang terjadi. Pandemi yang saat ini berlangsung adalah contoh lainnya.

Sebagai akibat dari penutupan yang sistematis dan informasi salah yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT), virus menyebar dengan cepat ke negara lain. Pada bulan Maret 2020, Italia mengumumkan telah mengunci kota-kotanya serta menerapkan kebijakan karantina, namun Italia masih terpukul parah oleh virus. Setelah sebuah varian diidentifikasi di Inggris pada bulan Desember 2020, negara tersebut langsung memulai tindakan isolasi yang ketat. Namun kasus baru terus meningkat selama beberapa minggu berikutnya, baik kasus baru harian dan kasus kematian harian keduanya memecahkan rekor pada bulan Januari. Di AS, California, yang memiliki kebijakan terketat, juga memiliki jumlah kasus dan kematian tertinggi.

Steven Riley, Profesor Dinamika Penyakit Menular di Imperial College London berkomentar, “Di babak penelitian ini kami telah melihat bahwa jumlah orang yang terinfeksi tetap tinggi dan kami tidak memiliki bukti yang cukup bahwa infeksi menurun di Inggris.” “Kami berupaya memahami lebih baik mengapa kami melihat kecenderungan ini saat negara tengah melakukan penguncian wilayah, termasuk penelitian varian baru, jadi pembuat kebijakan dapat segera memberi tanggapan untuk membantu menurunkan angka infeksi dan menyelamatkan nyawa.”

Sebagian anggota tim ekonomi Gedung Putih juga menemukan bahwa penguncian wilayah yang ketat tidak menahan virus dan terkadang membuat masalahnya menjadi lebih buruk. Namun, banyak negara, termasuk Tiongkok, terus melanjutkan kebijakan penguncian wilayah ini, seiring jumlah kasus baru meningkat secara dramatis di berbagai tempat.

Sekarang saatnya memikirkan situasinya kembali. Sebagai contoh, pemerintah Inggris mencabut semua pembatasan COVID-19 pada tanggal 19 Juli, termasuk jaga jarak dan penggunaan masker. Namun jumlah kasus baru terus menurun selama 7 hari berikutnya. Ini mungkin memberikan kita beberapa ide alternatif dalam menangani pandemi.

Topik terkait lainnya adalah vaksinasi. Di bawah Otorisasi Penggunaan Darurat (EUA), beberapa vaksin dengan cepat disetujui dan kelompok pertama orang-orang (utamanya di negara berkembang) telah divaksin di akhir tahun 2020.

Pandemi masih mengamuk di tahun 2021, mengakibatkan lebih banyak kasus dan kematian. Bahkan setelah lebih banyak orang divaksin, virus masih menyebar dengan luas, memusnahkan harapan orang-orang atas kemenangan cepat melawan virus dengan cara vaksinasi.

Wabah Memiliki Mata

Pandemi mirip dengan hujan lebat yang brutal sesaat namun kurang keras setelah beberapa waktu. Saat banjir mengikuti curah hujan, orang-orang bergegas menerapkan tindakan jangka pendek untuk mengurangi dampak banjir, sama halnya dengan karantina dan penguncian wilayah dalam kasus pandemi. Seiring hujan menjadi gerimis atau bahkan sementara berhenti, orang-orang merayakan “kesuksesan” pengendalian banjir dan kembali menikmati kehidupan sehari-hari seperti biasa. Begitupun dengan kasus pandemi yang turun sementara, orang-orang lupa tentang rasa sakit dan terus melanjutkan kehidupan normal mereka.

Namun karena sebab fundamental masih tidak diketahui, malapetaka semacam itu kembali lagi. Sepanjang sejarah, banjir datang dan pergi, begitu pula wabah seperti cacar, wabah pes, Kematian Kelam, SARS, dan sekarang Covid-19.

Dalam lintas budaya, ada kepercayaan sejak zaman kuno bahwa wabah datang karena sebuah alasan dan itu berfungsi sebagai peringatan (atau hukuman) atas perbuatan buruk orang-orang. Bahkan, ada banyak indikasi bahwa orang baik akan diberkati dan lebih kecil kemungkinannya terinfeksi selama wabah.

Salah satu contohnya adalah Kekaisaran Roma kuno, yang diserbu oleh gelombang wabah. Pada waktu itu, beberapa kaisar dan banyak prajurit yang menganiaya umat Kristen kehilangan nyawa mereka karena wabah. Sebaliknya, umat Kristen secara umum kebal dan sangat sedikit yang terinfeksi. Ternyata, penyakit tersebut datang karena penindasan terhadap umat Kristen. Setelah beberapa abad, wabah menghilang secara misterius saat Kekaisaran Roma berakhir.

Situasi serupa terjadi pada akhir Dinasti Ming di Tiongkok. Wabah yang merebak hanya menginfeksi prajurit Dinasti Ming namun tidak menginfeksi tentara Manchu. Namun, saat Kaisar Shunzhi mendeklarasikan didirikannya Dinasti Qing, wabah menghilang secara misterius.

Pandemi yang masih berlangsung tampaknya juga tidak menginfeksi orang-orang secara acak. Data menunjukkan bahwa virus pergi ke tempat-tempat yang sangat dipengaruhi oleh PKT. Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara Barat menggandeng PKT dengan alasan ekonomi sembari mengabaikan pelanggaran HAM tercela yang dilakukan PKT. Kebanyakan negara-negara ini terpukul parah saat pandemi. Sebaliknya, baik tingkat infeksi dan kematian di Taiwan sangat rendah meski jaraknya sangat dekat dengan Tiongkok daratan. Bahkan, pejabat dan warga negara biasa di Taiwan sangat waspada dengan infiltrasi PKT. Mereka juga melakukan tindakan nyata dalam melawannya.

Kecenderungan semacam itu juga terlihat di dalam Tiongkok. Dari daftar beberapa perusahaan yang beredar secara daring, tingkat kematian anggota PKT akibat virus jauh lebih tinggi dibandingkan warga negara biasa. Meski anggota PKT hanya 6,4% dari populasi Tiongkok, tingkat kematian mereka mencapai persentase 64% hingga 88%.

Hubungan Jiwa-Raga

Dulu di masa Kekaisaran Roma, banyak orang terkejut melihat sangat sedikit umat Kristen yang terinfeksi wabah. Setelah memikirkannya, mereka akhirnya menerima ajaran Kristen dan bertobat atas perbuatan buruk mereka, serta banyak orang sembuh secara ajaib dari penyakit ini.

Huangdi Neijing (Aturan Dalam Kaisar Kuning), salah satu contoh ilmu pengobatan Tiongkok yang paling awal dan paling terkenal menulis, “Saat seseorang memiliki qi (energi) yang lurus di dalam diri, tidak ada kejahatan yang sanggup menyerbu.”

Saat ini, PKT adalah satu-satunya ancaman terbesar bagi dunia. Penutupan informasi yang sistematis dan pemberian informasi yang salah oleh rezim ini membuat virus menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Inilah mengapa banyak orang menyebut patogen ini sebagai virus PKT.

Di dalam Tiongkok, Falun Gong adalah kelompok terbesar yang ditindas oleh PKT. Sekitar 100 juta praktisi telah dianiaya oleh rezim sejak tahun 1999 karena keyakinan mereka terhadap prinsip Sejati-Baik-Sabar. Minghui melaporkan banyak kasus dimana orang-orang diberkati dengan kesehatan dan keselamatan setelah mengingat kalimat “Falun Dafa baik, Sejati-Baik-Sabar baik.”

Perhatikan Peringatan

Banyak contoh dalam sejarah yang telah menunjukkan bahwa, saat moralitas masyarakat bobrok, mereka dapat terancam bahaya. Salah satu contohnya adalah Pompeii dan budayanya yang merosot, yang terkubur dalam abu gunung berapi.

Abhigya Anand, seorang peramal muda di India, membuat banyak prediksi tentang pandemi, banyak di antaranya menjadi kenyataan. Dia mengatakan bahwa pandemi terkait dengan nilai-nilai moral yang buruk dan vaksin tidak akan menyelesaikan semua masalah. Bahkan, terlalu banyak bergantung pada obat-obatan dan vaksin mungkin akan membuat penyakit bertambah parah. Dia berkata bahwa satu-satunya solusi yang layak adalah menyadarkan hati orang-orang, seperti kembali pada keyakinan.

Anand juga memprediksi bahwa pandemi bisa bertambah parah. Ramalan lainnya, seperti ramalan Liu Bowen dari Dinasti Ming Tiongkok, juga memprediksi pandemi.

Ringkasan

Sejak berkuasa tahun 1949, PKT telah membunuh puluhan juta rakyat yang tidak bersalah selama kampanye politiknya. Bencana Kelaparan Besar Tiongkok (1959-1961) saja telah merenggut nyawa setidaknya 45 juta. Namun, melalui dorongan ekonomi dan infiltrasi ideologi, rezim telah secara aktif mendorong agenda komunisnya ke seluruh dunia.

Pandemi virus corona mungkin adalah sebuah peringatan. PKT tidak hanya menyebarkan virus ke dunia namun juga menyembunyikan jumlah kematian dan menggembar-gemborkan “kesuksesannya” dalam menjual vaksinnya secara global. Meski vaksin ini gagal mengendalikan infeksi, namun PKT menganggap dirinya sebagai “juru penyelamat” dunia.

Sejak Sembilan Komentar Mengenai Partai Komunis diterbitkan tahun 2004, lebih dari 380 juta rakyat Tiongkok telah mundur dari organisasi PKT. Dengan menolak PKT, baik rakyat Tiongkok maupun orang-orang di negara lain akan diberkati dengan masa depan yang lebih aman.