(Minghui.org) Selama lebih dari 20 tahun berkultivasi, saya telah melepaskan kesempatan untuk memiliki kehidupan yang baik sekali dan sekali lagi. Saya hanya ingin menjadi orang baik.

Setelah mendapat keberuntungan besar menjadi seorang praktisi Falun Dafa, saya tidak terikat pada kehidupan yang nyaman dan mudah. Akibatnya, saya memiliki banyak kesempatan untuk menyelamatkan orang dan membuktikan kebenaran Fa.

Sejak mulai berlatih Dafa, saya telah menyerahkan diri saya kepada pengaturan Guru Li Hongzhi (pencipta Falun Dafa). Bagi saya, kultivasi sangat sakral dan sangat berterima kasih atas keajaiban dan berkah yang telah saya saksikan.

  1. Penderitaan Sejak Kecil

Saya lahir dalam keluarga miskin di pedesaan dan menghabiskan waktu bertahun-tahun berusaha mencari tahu tentang apa arti hidup yang sebenarnya. Orang tua saya memiliki lima anak dan saya anak kedua. Seperti penduduk desa lain di daerah kami, anak laki-laki lebih disukai daripada perempuan. Meskipun demikian, orang tua saya tidak masalah dengan anak sulung mereka perempuan, tetapi mereka kesal karena saya juga terlahir perempuan. Setelah saya, lahir dua anak laki-laki, keduanya berharga seperti permata. Anak terakhir adalah perempuan juga. Tapi karena dia anak bungsu, juga tidak masalah. Saya dianggap anggota keluarga yang paling tidak berguna.

Ada sembilan orang di keluarga kami: lima anak, orang tua saya, dan orang tua ayah saya. Tetapi hanya orang tua saya yang bekerja, dan sulit untuk mencari nafkah. Karena saya tidak berguna, tidak ada yang memperlakukan saya dengan baik. Ketika saya berusia lima tahun, orang dewasa dalam keluarga menyuruh saya merangkak di tanah seperti sapi, agar saudara laki-laki saya yang berusia tiga tahun terhibur.

Diskriminasi adalah normal bagi saya, dan ketika orang berbicara tentang cinta orang tua, saya tidak tahu apa itu. Saya sering dipukul dan dimaki kakek. Suatu kali ibu memberi saya 50 sen untuk biaya pendaftaran sekolah dan ibu berkata, “Kami tidak berharap banyak. Selama kamu tahu nama kamu dan kamar mandi pria dan wanita, itu sudah cukup."

Nilai saya melebihi rata-rata. Tetapi begitu pulang ke rumah setiap hari, saya harus mengumpulkan sayuran untuk babi dan memberi mereka makan serta memotong rumput untuk sapi. Di malam hari, saya mengerjakan pekerjaan rumah di bawah cahaya lampu minyak tanah yang murah. Pagi-pagi sekali, saya bangun dan mengambil kotoran ayam untuk mendapatkan poin kerja bagi keluarga. Pada usia 10 tahun, saya harus mencuci pakaian semua anggota keluarga dengan tangan dan memasak, dan kakek terus memukuli saya. Setelah kakek meninggal, ayah mulai memukuli saya, tidak peduli seberapa rajinnya saya bekerja. "Kita pasti pernah berseteru di kehidupan sebelumnya," serunya dengan menggertakkan gigi sambil berteriak menyuruh saya mati di suatu tempat. Setelah dipukuli berkali-kali, saya takut untuk pulang pada malam hari. Ini terjadi beberapa kali dan tidak ada yang mencari saya.

Pada tahun 1977, kakak perempuan saya menyelesaikan sekolah menengah dan saya menyelesaikan sekolah dasar, dan itulah terakhir kami sekolah. Dia bekerja bersama orang dewasa, meskipun dia hanya mendapat setengah dari poin pekerjaan yang mereka lakukan. Selain mencuci dan memasak, saya juga harus memotong rumput untuk sapi desa. Empat puluh kilo (atau 88 lbs) rumput akan sama dengan poin kerja yang diperoleh orang dewasa setiap hari. Kadang-kadang saya memotong dua atau tiga kali lipat, tetapi saya masih dipukuli ketika sampai di rumah.

Suatu hari setelah memotong rumput di pagi hari, saya lelah dan terbaring di tempat tidur karena demam. Ketika ayah masuk dan melihat saya di tempat tidur, ayah sangat marah, ayah berteriak, "Beraninya kamu begitu malas?!" Ayah memukul saya sambil dia menyuruh saya keluar dan mati. Saya menangis dan berpikir, “Saya hanyalah seorang anak kecil dan mendapatkan lebih banyak poin pekerjaan daripada ayah. Ditambah lagi, saya harus mencuci semua pakaian dan memasak untuk semua anggota keluarga. Mengapa ayah tidak pernah peduli pada saya? Mengapa dia memukuli saya dengan sangat buruk?" Saya berpikir tetapi tidak dapat menemukan jawaban.

Saya mendengar bahwa menjadi biarawati di Gunung Wudang akan mengakhiri penderitaan. Tetapi saya tidak tahu bagaimana menuju ke sana, juga tidak punya uang untuk bepergian. Saya ingin meninggalkan rumah, tetapi saya juga tahu bahwa jika seorang gadis melarikan diri seperti itu, namanya akan hancur. Saya menghargai kata "kebajikan", jadi saya tinggal bersama keluarga dan terus dipukuli.

Ketika berusia 22 tahun pada tahun 1985, orang tua mengatur agar saya menikah dengan pria yang sama sekali tidak saya hargai saat itu. Setelah kami menikah, ibunya menemukan banyak cara untuk menindas saya. Tiga adik perempuan suami saya, ayah, dan ibunya semuanya membuat saya susah. Itu sangat sulit dan ini berlangsung selama beberapa tahun. Para tetangga di desa kami terkadang mengeluh kepada ibu mertua, “Menantu perempuan anda adalah orang yang baik -- cantik, pintar, dan pekerja keras. Kenapa anda masih belum puas?” Saya berpikir untuk pergi. Tetapi kata kebajikan sekali lagi menahan saya. Ditambah lagi, saya tidak bisa meninggalkan bayi perempuan saya. Saya mengalami penindasan dan terus hidup dengan suami yang saya anggap remeh.

Setelah putri saya lahir pada tahun 1987, saya harus bertani, menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, dan merawat bayi. Suami tidak mengerjakan apa pun, jadi saya melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh pria, seperti mengikat batang gandum dan kapas. Batang gandum dan kapas digunakan untuk memasak sepanjang tahun. Penduduk desa melihat ini dan sering mengatakan hal-hal baik tentang saya.

Ketika putri saya bertambah besar, saya pergi bekerja ke kota sementara untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pada tahun 1995, saya mengalami kecelakaan mobil dan berakhir dengan patah tulang dan pendarahan di otak. Saya dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Tidak ada seorang pun di keluarga yang datang mengunjungi saya. Sebaliknya, seseorang memberi tahu bahwa suami saya sudah tinggal dengan wanita lain. Ini membuat semakin buruk.

Malam itu saya bermimpi di mana saya melihat Buddha.

Saya berkata, “Terus terang, saya bisa menjalani hidup yang nyaman.” Saya dianiaya sebagai seorang anak, tapi saya memilih menanggungnya untuk menjadi orang baik. Sebagai remaja, saya dilecehkan tetapi tidak menghindar, sekali lagi berpikir untuk menjadi orang baik. Setelah menikah, saya melakukan segalanya untuk keluarga tetapi tidak mendapatkan apa-apa.

Saya bertanya, “Saya telah kehilangan segalanya. Dapatkah anda memberi tahu saya mengapa mengalami kecelakaan mobil atas semua ini?”

Buddha tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia mengeluarkan kalung emas, menaruhnya di leher saya, dan pergi. Ketika saya kemudian memikirkan tentang mimpi ini, saya tahu Guru sudah menjaga saya pada saat itu.

2. Memperoleh Dafa

Setelah bercerai, saya pindah ke ibu kota provinsi pada bulan Mei 1997 untuk mewujudkan impian. Saya juga ingin sukses sehingga bisa menunjukkan kepada ayah yang selama ini selalu mendiskriminasi saya, ibu mertua yang selalu menindas saya, dan suami yang selalu meremehkan dan kemudian meninggalkan saya.

Saya memiliki total 10.000 yuan uang tunai hasil jerih payah. Itu cukup untuk membeli apartemen satu kamar tidur pada saat itu. Tetapi saya memilih menghabiskannya untuk mendapatkan keterampilan di bidang kecantikan dan tata rambut, serta akuntansi. Saya menghargai uang dan waktu serta belajar dengan sangat giat. Setelah menyelesaikan pelatihan kecantikan dan tata rambut, hanya dua sertifikat yang dikeluarkan dan salah satunya diberikan kepada saya.

Tepat sebelum lulus, saya berjalan-jalan di atas bukit di belakang sekolah. Di sana saya bertemu dengan seorang pria lanjut usia dengan janggut putih. Dia memberikan sebuah buku berjudul Zhuan Falun. Saya melihatnya dan tahu itu ada hubungannya dengan aliran Buddha, dan saya sangat menyukai. Menyentuh tiga karakter “Zhuan,” “Fa,” dan “Lun” di sampulnya, saya berpikir, “Buku ini sangat bagus, tetapi saya tidak punya uang. Dan dia mungkin tidak akan memberikannya kepada saya secara gratis."

Saya tidak berani membuka buku itu. Saya takut jika melakukannya, akan segera menyukainya tetapi saya tidak punya uang. Jadi saya mengembalikan dan berkata, “Ya, ini adalah buku yang sangat bagus. Mohon simpan dengan aman dan jaga diri anda baik-baik.”

Pria itu tidak mengatakan apa pun dan pergi. Masih memikirkan tentang buku dan pria itu, saya menoleh ke belakang setelah berjalan beberapa langkah, tetapi pria itu sudah pergi. Saya memeriksa sekeliling dan dia tidak bisa ditemukan.

Dua hari kemudian, teman sekamar mengeluarkan buku Zhuan Falun dari kopernya dan memberikannya kepada saya. Saya bertanya dari mana dia mendapatkannya. Dia berkata bahwa seorang pria lanjut usia memberikan padanya di bukit belakang sekolah. Saya membaca beberapa halaman dan berkata kepada teman sekamar, “Saya akan bolos kelas siang ini. Tolong buat catatan untuk saya."

Saya terus membaca buku itu. Semakin banyak membaca, semakin saya menyukainya. Saya ingin berkultivasi Buddha sejak masih muda, dan ini adalah sesuatu yang nyata. Melihat buku itu, saya berkata, “Saya ingin berlatih ini. Tapi di mana saya bisa menemukan tempat latihan?”

Beberapa hari kemudian, Fashen Guru membawa saya ke sebuah taman. Di atas pilar beton, saya melihat kata-kata "Tempat sukarelawan untuk mempelajari Falun Gong." Keesokan paginya, saya pergi ke sana dan seorang praktisi memberi saya lembar pengenalan Falun Gong. Saya membaca bahwa Gong ini tidak menyimpang dan Gong melatih praktisi. Saya sangat senang. Saya melihat diagram Falun dan merasa kagum. Di pedesaan, saya pernah melihat sebuah rumah di ujung desa kami yang memiliki lambang Taichi, untuk menyangkal kejahatan, sedangkan lambang ini ada empat. Saya juga telah melihat simbol swastika () pada patung Buddha sebelumnya. Tapi lambang ini ada lima! Saya berpikir, “Saya ingin berlatih Falun Gong sepanjang hidup.” Saya meminta seorang praktisi untuk mengajarkan latihan dan saya segera memperoleh Falun.

Saya ingin berkultivasi Buddha sejak masih sangat muda. Sejak Guru mengajarkan saya Fa Buddha yang ortodoks, saya bertekad untuk rajin. Setiap hari, saya melakukan latihan, belajar Fa, dan berbagi dengan rekan praktisi, karena saya tidak ingin tertinggal. Saya ke tempat latihan kelompok terdekat untuk mencari pria lanjut usia yang memberi buku itu, tetapi saya tidak menemukannya.

Pada tahun 1997, gaji bulanan saya hanya 300 yuan, dan menyewa kamar seharga 180 yuan sebulan. Saya ingin berkultivasi dengan rajin, dan tidak khawatir mencari pekerjaan. Kemudian, saya memilih memasak di sebuah perusahaan atau bekerja sebagai pengasuh agar saya dapat memiliki lingkungan yang baik untuk berkultivasi. Saya juga melepaskan pikiran untuk menemukan suami yang baik. Sakyamuni bahkan telah melepaskan jabatannya sebagai pangeran dan memohon makanan untuk mencari Kebuddhaan. Mengapa saya harus terikat pada hal-hal seperti ini?

3. Melindungi Fa

Setelah Partai Komunis Tiongkok (PKT) mulai menindas Dafa pada tahun 1999, saya dan beberapa praktisi pergi ke pemerintah kota dan provinsi untuk mengajukan permohonan. Saya memberikan materi klarifikasi fakta kepada petugas PKT dan meminta mereka untuk menyampaikannya kepada pejabat di pemerintah pusat, dan saya kemudian kembali ke rumah dengan selamat. Hati saya sakit menyaksikan propaganda besar-besaran yang memfitnah Guru dan Dafa.

Pada bulan Oktober 1999, saya tiba di Beijing. Pusat permohonan pada dasarnya telah dialihkan ke kantor polisi dan semua praktisi yang pergi ke sana ditangkap. Polisi membawa saya ke Kantor Polisi Nanyuan dan menahan saya di lantai dengan tangan dan kaki terbuka lebar. Empat petugas menginjak empat anggota tubuh saya dan yang kelima menekan kepala saya. Seorang petugas keenam memindahkan pelat listrik seukuran baskom menggelindingkan berkali-kali ke sekujur tubuh saya. Suaranya keras dan menakutkan.

Saya berpikir dalam hati bahwa saya menggunakan hidup saya untuk melindungi Fa, saya tidak takut. Saya teringat kata-kata Guru:

“Akar saya sudah terpancang pada alam semesta, siapa yang dapat menggoyahkan anda, berarti dapat menggoyahkan saya, terus terang, dia dapat menggoyahkan alam semesta ini.” (Ceramah Satu, Zhuan Falun)

Saya melafalkan kalimat ini berulang kali. Pelat sengatan listrik pecah. Mereka memperbaikinya dan menggelindingkannya lagi pada saya. Saya terus melafalkan Fa dan tidak merasakan sengatan listrik, meskipun pemandangannya agak menakutkan. Tetapi saya tidak takut dan terus melafalkan kata-kata Guru. Pelat sengatan listrik pecah lagi dan tidak bisa diperbaiki. Mereka menarik saya dan saya tenang, sementara mereka semua berkeringat.

Petugas terus bertanya dari mana asal saya, tapi saya menolak menjawab. Salah satu dari mereka akan menusuk ketiak saya dengan jarum tetapi petugas lain menghentikannya, "Bagaimanapun juga, dia adalah seorang gadis." Faktanya, saya berusia 35 tahun saat itu dan putri saya berusia 12 tahun. Mereka menyuruh saya membersihkan tangan di kamar kecil tetapi membiarkan saya menutup pintunya. Saya melihat ke belakang -- tidak ada orang di sekitar dan pintunya terbuka. Ini adalah petunjuk untuk pergi, tetapi saya tidak menyadarinya. Akhirnya, saya dibawa kembali ke kampung halaman dan ditahan selama sebulan.

Pada bulan Oktober 2000, saya pergi ke Beijing lagi sendirian. Karena petugas berpakaian preman menghentikan praktisi, saya menata rambut dengan bagus, memakai makeup, dan memutuskan untuk tidak mengucapkan sepatah kata pun sampai saya tiba di Beijing. Di Lapangan Tiananmen, saya pertama kali berpikir untuk melakukan meditasi tetapi kemudian berubah pikiran karena lebih baik membentangkan spanduk. Guru memberi kebijaksanaan dan saya mencari praktisi lain sehingga kami dapat melakukan sesuatu yang lebih terlihat. Saya mendekati sekelompok orang yang terlihat baik dan menyapa salah satu dari mereka.

Kami mengobrol, dan mengatakan kepadanya bahwa guru saya telah memberi tahu sebuah puisi yang indah dan saya bertanya apakah dia telah mendengarnya. Awal puisi itu adalah:

"Sejarah yang megah mengalir ibarat air,

Spirit yang teguh dan roh yang loyal masih tetap di dunia;" ("Mengunjungi Kuil Yue Fei," Hong Yin)

Dia mengatakan bahwa dia tahu puisi itu dan lanjutkan,

"Kuil kuno yang ditinggalkan adalah tempat kepedihan hati,

Hanya hati yang loyal menerangi generasi berikutnya."

Kami saling memandang dan tersenyum.

Guru memberi saya kebijakan dan saya bisa menemukan banyak praktisi. Datang dari berbagai provinsi ke Beijing untuk pertama kalinya, banyak dari mereka tidak tahu harus berbuat apa. Untuk memprotes dan memulihkan nama Dafa, kami membeli kain, pena kuas, dan pewarna kuning. Setelah memeriksa kamus di toko buku, kami menyiapkan enam spanduk bertuliskan bahasa Inggris dan Mandarin. Hati saya murni dan saya memikirkan banyak ide. Misalnya, saya merekomendasikan agar kami tidak menggulung spanduk sepenuhnya, atau polisi akan mengambilnya sebelum kami dapat membukanya. Sebaliknya, kami harus melipat spanduk bolak-balik menjadi persegi panjang. Dengan menarik kedua ujungnya secara bersamaan, kami bisa membukanya dalam sekejap. Hal lainnya adalah tidak memasukkan banner ke dalam tas agar tidak ditemukan saat pemeriksaan tas. Dengan meletakkannya di dalam mantel atau jaket, kita bisa memegang satu ujung dengan satu tangan, lalu memegang ujung lainnya dengan tangan lainnya untuk membuka lipatan dari awal hingga akhir dalam tiga detik. Kami berlatih ini di hotel dan mendapatkan kepercayaan diri.

Kami juga membagi praktisi dengan dua orang per tim: mereka yang sedikit takut dipasangkan dengan praktisi dengan pikiran lurus yang lebih kuat. Dua belas praktisi memegang enam spanduk dan sisanya akan melakukan perangkat latihan kedua (Memeluk Roda). Kami juga saling mengingatkan untuk tidak mengobrol (menghindari petugas yang berpakaian preman). Sesampai di sana, kami menjaga jarak sekitar dua yard dan berpura-pura tidak saling mengenal. Setiap tim akan mencari tempat yang diinginkan. Jika seseorang bertanya kepada kami, kami mengabaikannya.

Dengan bantuan Guru, kami tiba dengan selamat di Lapangan Tiananmen seperti yang direncanakan pada tanggal 18 Oktober 2000. Enam spanduk dipasang dengan panjang lebih dari 20 meter. Beberapa kelompok tur luar negeri datang dari kanan dan memblokir mobil polisi yang sedang berpatroli. Banyak praktisi dari seluruh Tiongkok bergabung dengan kami dalam melakukan latihan kedua di depan spanduk. Beberapa praktisi Barat juga datang dan berpartisipasi dalam latihan kami. Sepasang suami istri Barat, keduanya praktisi, menyerukan dengan lantang kata-kata di spanduk "Falun Dafa baik!" dan berfoto bersama kami. Kami terus memegang spanduk setelah mereka pergi dan berdiri di sana selama lebih dari 30 menit. Dengan praktisi Tiongkok dan Barat, kami berjumlah lebih dari 30. Ketika polisi datang, sebagian besar kelompok kami keluar dengan selamat. Hanya empat yang ditangkap, termasuk saya.

4. Permintaan Maaf dari Wakil Direktur Pusat Penahanan

Setelah ditahan di kantor penghubung provinsi di Beijing, saya dibawa ke pusat penahanan lokal, di mana saya bertemu dengan kepala divisi keamanan domestik. Pada waktu yang bersamaan kami bertemu. Kepala berkata, “Semuanya sudah berakhir sekarang. PKT sudah berakhir [karena menangkap orang baik seperti anda]." Ketika seorang petugas bertanya kepada saya selama interogasi mengapa saya datang ke Beijing, saya mengatakan kepadanya untuk menulis: "Falun Dafa baik dan Guru Li Hongzhi (pencipta Falun Dafa) baik," saya berkata kepadanya, "Tolong pulihkan nama Dafa dan Guru Li."

Saya melakukan latihan dan melafalkan ajaran Guru di pusat penahanan dan menolak untuk menyerah. Suatu hari seorang wakil direktur bermarga Zhang menyuruh saya berhenti melakukan latihan. Saya mengatakan kepadanya bahwa Falun Dafa membantu seseorang menjadi orang yang lebih baik dan mencapai Kebuddhaan. Ditambah lagi, menyakiti saya tidak akan ada gunanya. Saya menjelaskan, “Nyatanya, anda bisa menjadi wakil direktur karena kebajikan yang anda kumpulkan di masa lalu. Akan lebih baik jika anda bisa menganggap diri tidak melihat apa pun. Anda akan memperoleh lebih banyak berkah nanti.” Setelah mendengarkan saya mengklarifikasi Falun Dafa, dia menerima nasihat dan tidak mengatakan hal-hal negatif kepada saya.

Suatu pagi ketika saya sedang melakukan latihan, direktur pusat penahanan datang. Dia melihat saya menyelesaikan latihan ketiga dan keempat dan pergi tanpa sepatah kata pun. Setelah itu, seorang petugas memanggil saya ke kantornya dan berteriak, "Jika anda berani melakukan latihan lagi, saya akan memotong semua rambut anda!"

Saya tidak marah dan tersenyum padanya. Saya berkata, “Anda tahu, semua orang ingin menjadi orang baik dan praktisi Falun Dafa berkultivasi Buddha. Mungkin suatu hari nanti, semua praktisi yang teguh akan mencapai kesempurnaan dan menjadi Bodhisattva atau Buddha. Pada saat itu, mereka mungkin berbicara satu sama lain tentang kebajikan besar yang terkumpul selama penganiayaan yang kejam. Salah satu dari mereka mungkin berkata, ‘Kultivasi memang sulit. Karena saya ingin menjadi orang baik dan mengikuti prinsip Sejati-Baik-Sabar, polisi memasukkan saya ke dalam penjara dan bahkan memotong semua rambut saya.’"

Saya melanjutkan, "Saya tahu anda juga orang yang baik hati. Saya tidak berpikir anda akan melakukan itu, bukan?”

Dia tersenyum, "Ha, anda sama seperti orang tua saya. Anda tahu apa? Direktur baru saja berteriak pada saya dan itulah sebabnya mengapa saya meneriaki anda."

Saya berkata, "Saya tahu. Kita semua ingin menjadi orang baik. Faktanya, jika anda menanggung sedikit untuk praktisi saat ini, anda akan diberkati dengan lebih banyak lagi nanti.”

Setelah saya menceritakan kisah sebenarnya tentang Falun Dafa, dia sangat senang dan membawakan saya teh dan makanan ringan. Dia juga mendorong saya untuk melakukan latihan sebanyak yang saya inginkan. Dia berkata dengan sungguh-sungguh, “Saya pikir Guru anda pasti bangga dengan pengikut seperti anda.”

Di hari lain, Ye, seorang wakil direktur yang pemarah, melihat saya melakukan latihan. "Berani-beraninya anda melakukan latihan di dalam sel?!" dia berteriak, melontarkan kata-kata kotor pada saya, "Berlutut di sini!"

Menyadari bahwa saya adalah praktisi bermartabat yang berlatih Falun Dafa dan mengikuti prinsip Sejati-Baik-Sabar, saya tahu tidak bisa melakukan itu, jadi saya mengabaikannya.

Dia berteriak dua kali lagi, “Falun Gong! Falun Gong!” Sementara saya tidak melakukan apa pun. Saat dia berteriak, "Ahhh," untuk ketiga kalinya, dia jatuh ke lantai.

Semua narapidana di sel tercengang. Salah satu dari mereka akhirnya berkata, “Sepertinya direktur Ye telah mendapatkan pembalasan karma. Saya ingin tahu apakah dia baik-baik saja."

Sekitar 40 menit kemudian, Ye muncul lagi di pintu. Dia bertanya dengan tenang, "Apakah kalian ingin minum teh?"

Para narapidana kembali tercengang. Mereka satu per satu menjawab, "Ya. Terima kasih!"

Pergantian peristiwa ini di mulai dengan diskusi panjang hari itu.

Seorang narapidana berkata, “Saya ingat seseorang terkena flu beberapa hari yang lalu dan meminta air. Petugas itu berkata 'Tidak boleh' dan mencaci kami. Hari ini, tidak ada yang meminta dan petugas menawari kami teh. Bukankah itu aneh?"

Akuntan yang ditahan karena suap berkata, “Ye, awalnya menyuruhnya berlutut dan sesaat kemudian bertanya apakah kita mau teh. Saya kira dia pasti takut dan tahu hidup itu penting."

Seorang pecandu narkoba menjawab, "Saya setuju. Dia pasti ketakutan setelah dia jatuh. Dia telah mengetahui kekuatan dari Falun Gong."

Saat teh datang, percakapan berlanjut.

Seseorang yang ditahan karena memperebutkan anak itik yang dibesarkannya berkata, “Ye pintar. Orang-orang mengatakan bahwa 'setelah menyinggung seorang Bodhisattva, seseorang membakar dupa untuk meminta pengampunan; setelah menyinggung orang tua, seseorang menawarkan teh untuk perdamaian.' Ye menggunakan teh meminta maaf kepada praktisi Falun Gong untuk penyelamatan."

Mereka yang menyaksikan ini, para narapidana dan petugas, terkejut dan mengetahui bahwa Falun Dafa luar biasa.

(Bersambung)