(Minghui.org) Ada sebuah pepatah kuno Tiongkok berbunyi, “Keharmonisan keluarga membawa kemakmuran.” Sebagai seorang praktisi Falun Dafa, saya bisa menceritakan bagaimana pepatah ini sungguh terjadi di keluarga saya.

Saya lahir tahun 1960an. Karena tumbuh besar selama masa Revolusi Kebudayaan, saya sangat terindoktrinasi oleh budaya Partai Komunis Tiongkok (PKT). Jadi saya tidak tahu bagaimana menjadi seorang wanita yang baik hati dan lembut. Saya hanya ingin segala sesuatunya dilakukan dengan cara saya.

Hasilnya, pernikahan saya bermasalah. Saya mudah marah, dan karena merasa suami tidak cukup cerdik juga tidak pandai bergaul, saya sering melontarkan komentar sarkastis tentangnya. Akibat hubungan dengan suami yang merenggang, saya menderita berbagai masalah kesehatan. Saya tidak tahu bagaimana cara menyingkirkan dendam dan kebencian terhadap suami. Pada akhirnya kami sering bertengkar. Seperti perang dingin, dan lebih dari sekali kami tidur di kamar yang berbeda. Kami sering membahas tentang kemungkinan untuk bercerai.

Namun di hari-hari tergelap itu, saya bisa mendengar tentang Falun Dafa dan membaca buku Zhuan Falun yang disarankan oleh teman. Prinsip Sejati-Baik-Sabar mengejutkan saya: Mengapa saya tidak pernah tahu tentang ini? Saya merasa menyesal karena saya tidak pernah peduli tentang bagaimana perasaan suami saya. Baginya, saya selalu seperti landak berduri. Tak peduli apa yang dia lakukan, semuanya selalu salah karena didasari oleh konsep saya yang salah tentang dunia. Dalam keadaan seperti itu, bagaimana mungkin dia bisa bahagia dan keluarga kami hidup dengan harmonis?

Jadi saya membulatkan tekad untuk berubah. Mengikuti prinsip Sejati-Baik-Sabar, saya berusaha menjadi istri yang lembut dan penurut. Saat ada hal yang tidak sesuai dengan keinginan saya, saya mencoba menoleransinya.

Ini tidak mudah. Dalam masyarakat saat ini yang didominasi oleh tipu daya dan kebohongan, suami bermimpi ingin menjadi kaya dalam waktu singkat. Namun dia berkali-kali terkena tipu dan mendatangkan semakin banyak hutang. Tanpa ada cara untuk melunasi hutangnya, dia beralih kepada saya dan memeras uang dari saya. Saat itu, uang bukanlah masalah bagi saya. Namun bila saya bukan praktisi Falun Dafa, sikap dan permintaannya akan menimbulkan sarkastis dan pertengkaran yang tak kunjung henti.

Sekarang saya tahu bagaimana cara memperlakukan orang lain, saya mengerti bahwa saya mungkin telah melakukan hal yang sama padanya di kehidupan sebelumnya. Bagaimanapun juga, menjadi suami istri bukanlah sebuah kebetulan, dan saya ingin menghargai hubungan takdir pertemuan ini.

Seiring waktu, belas kasih dan kesabaran saya mengubah suami. Berangsur-angsur, tawa memenuhi rumah dan kami menjadi pasangan yang bahagia. Selain memiliki dua gedung apartemen, kami kini sering masak bersama dan keluar bersama. Hidup terasa sangat cerah.

Orang-orang di sekitar kami sangat terkesan. Teman-teman saya tidak mengerti bagaimana hubungan yang sulit semacam itu bisa berubah menjadi bahagia. Mereka membagikan permasalahan pernikahan mereka dan meminta saran saya. Tiga pasangan tidak lagi ingin bercerai dan kini bahagia. Saat mereka berterima kasih atas bantuan saya, saya memberi tahu mereka bahwa semua adalah berkat Falun Dafa. Tanpanya, keluarga saya pastinya sudah hancur.

Artikel Sekolah Bisnis Internasional Eropa-Tiongkok berjudul “Apa yang membunuh pernikahan? Angka perceraian Tiongkok naik 75% selama satu dekade terakhir,” menyebutkan bahwa, “Tahun 2019, rasio perceraian/pernikahan Tiongkok adalah 50,7%, ini mengindikasikan bahwa jumlah perceraian melampaui setengah dari jumlah pernikahan.”

Adakah saran untuk membalik tren tersebut? Falun Dafa akan menunjukkan keajaiban bagi anda.