(Minghui.org) Sejak Partai Komunis Tiongkok (PKT) mulai menekan Falun Gong pada Juli 1999, sejumlah besar praktisi telah ditahan karena keyakinan mereka. Beberapa praktisi tewas karena penyiksaan saat di tahanan, sementara yang lain meninggal setelah dibebaskan.

Dalam laporan ini, kami ingin mengungkap beberapa metode utama yang digunakan untuk menyiksa praktisi Falun Gong di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu di Provinsi Hubeipada satu watku atau lainnya selama 23 tahun terakhir. Karena sensor dan blokade internet, situasi sebenarnya bisa jauh lebih buruk.

Metode Penyiksaan Utama

Metode penyiksaan khas di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu termasuk
1. pemukulan kejam
2. pemaksaan makan
3. dibelenggu dan diborgol untuk waktu yang lama
4. membelenggu beberapa praktisi bersama-sama
5. pelarangan tidur
6. penggunaan obat-obatan secara paksa
7. dipaksa berlutut untuk waktu yang lama
8. dipaksa untuk berdiri di dinding untuk waktu yang lama
9. relokasi paksa jauh dari keluarga
10. papan air
11. pemerasan moneter
12. kerja paksa
13. penyiksaan beku

14. propaganda dan cuci otak.

1.Pemukulan Kejam

Di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu, pemukulan kejam adalah metode penyiksaan yang paling umum. Beberapa petugas dan kepala sel akan secara langsung memukuli praktisi Falun Gong, atau menyuruh narapidana lain melakukannya.

Satu tipe khusus pemukulan yang disebut “memakan roti kukus” oleh petugas. Korban dibuat berdiri menghadap tembok dengan sebuah mug ditaruh antara punggung dan tembok. Seluruh narapidana kemudian akan meninju atau menendang dada korban. Korban sering berakhir memuntahkan darah.

Tipe pemukulan lain adalah disebut “tumis bambu dan babi goreng.” Penyiksaan ini kebanyakan dilakukan terhadap praktisi wanita. Petugas akan memaksa wanita-wanita itu untuk berbaris dan jongkok di lorong. Petugas atau narapidana kemudian mencambuk seluruh tubuh mereka dengan tongkat bambu tipis, khususnya di kulit yang tidak tertutup pakaian. Sakitnya luar biasa. Beberapa korban bergulingan berteriak kesakitan.

Tipe ketiga pemukulan adalah “makan pangsit.” Dengan korban dibungkus dengan selimut, kemudian ditinju dan ditendang di dada dan bagian tubuh lainnya.

Zhang Yuwang, penduduk Kota Yuyue dan Kabupaten Jiayu, tewas akibat penyiksaan, di usia 63 tahun. Istrinya menggambarkan bagaimana mereka berdua disiksa di Pusat Penahanan Jiayu pada Oktober 2002. Istrinya dipaksa berdiri menghadap dinding sepanjang malam, dengan kedua tangan di samping.

Zhang menjadi subyek penyiksaan “makan pangsit.” “Sakitnya tak tertahankan, dan suami saya berubah pucat,” tulis istrinya, “Suaminya tidak dibebaskan hingga dua bulan kemudian. Setelah kembali ke rumah, karena cedera parah akibat penyiksaan, ia menderita sakit dada yang terus menerus dan bahkan kesulitan melakukan pekerjaan rumah tangga. Kesehatannya terus menurun seiring waktu dan kemudian ia meninggal pada 2010.”

Beberapa praktisi lain juga tewas setelah dipukuli dengan kejam di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu.

Ilustrasi penyiksaan: Pemukulan

Liu Dehu [Wanita], 63, penduduk Kota Jizhouwan, Kabupaten Jiayu. Ketika ditahan di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu, ia dipukuli dengan kejam beberapa kali dan menderita cedera internal serius. Ia kemudian meninggal pada 2013.

Ini adalah kesaksiannya:

“Pada 13 Januari 2001, saya secara ilegal diinterogasi oleh Seksi Keamanan Politik di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu. Zhou Wende, seorang petugas polisi, menendang, menjambak, memukul, dan meneriaki saya setiap kali ia menginterogasi saya. Ia mendorong saya hingga jatuh, memaksa saya berlutut langsung ketika saya sedang menahan kedua tangan lurus ke atas. Setelah saya berlutut seperti itu selama lebih dari satu jam, ia meminta saya berdiri dengan kedua kaki dan lengan lurus diam tanpa bergerak. Ini berlanjut dari pagi hingga malam. Delapan orang bergantian menginterogasi saya di malam hari.”

Liu Changlin, kepala seksi keamanan politik, berjalan masuk ke kantor saat subuh bertanya tentang interogasi. Setelah mendengar petugas yang bertugas melaporkan bahwa Liu menolak melepaskan keyakinannya, Liu Changlin berteriak, “Saya akan membunuh anda jika anda terus seperti ini!” Ia kemudian menampar wajah Liu dan meninju mata kanannya. Setelah menutup pintu di belakangnya, ia kemudian memukul Liu di dahi dan meninju telinga kirinya. “Sejak itu selalu ada bunyi mendengung di telinga kiri saya dan saya tidak bisa mendengar apa pun lagi lewat telinga kiri saya itu,” Liu menuliskan.

Liu Changlin kemudian membuatnya terjatuh ke lantai dengan tinjunya lagi, menendangnya, menjambak rambutnya dan bertanya, “Dari mana materi (Falun Gong) ini berasal?” Liu tidak menjawab. Telah berusia 60an, ia dipaksa berdiri tegak tanpa bergerak atau tidur selama 28 jam. “Ketika saya kembali ke sel, narapidana berkata wajah saya terlihat mengerikan dengan memar kemerahan dan kebiruan,” ia mengingat.

Contoh lain adalah Shen Guoyan [pria], berusia 60an. Karena membagikan materi Falun Gong, ia ditangkap di akhir September 2001. Di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu, ia disiksa secara kejam oleh petugas dan narapidana. Dengan tubuhnya yang bengkak, ia sangat lemah dan berada di ambang kematian. Pada Oktober 2002, ia dibebaskan dan meninggal dengan menyedihkan satu tahun kemudian.

Xu Xiaochun [Laki-laki], 42, seorang petani di Kota Xinjie, Kabupaten Jiayu. Setelah menipunya untuk pergi ke Kantor Polisi Xinjie suatu hari di akhir 1999, seorang petugas meninju dengan keras kedua sisi tulang rusuknya, menyebabkan ia langsung pingsan. Hal yang sama terjadi pada 25 April 2001. Petugas dan narapidana memukulnya dengan keras dan merampas 3,000 yuan darinya. Setelah Xu kembali ke rumah pada 1 Juni 2001, cederanya tidak bisa pulih. Bahkan meskipun begitu, Li Bingshan, Li Yongxiang, dan Li Bolin, dan pejabat lainnya dari Shajiashan terus melecehkannya di rumah. Akhirnya, Xu meninggal di pagi hari 13 Desember 2006, karena cedera internal.

Zhang Yuyan [Perempuan] adalah penduduk Kota Paizhouwan. Setelah pergi ke Beijing untuk memprotes bagi Falun Gong pada Mei 2000, ia ditangkap dan ditahan di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu. Ia disiksa dengan brutal dan memuntahkan darah akibatnya. Ia tidak dibawa ke rumah sakit hingga ia sekarat. Setelah stabil, ia dikirim pulang tapi terus mengalami pelecehan dari Kantor 610 Paizhouwan. Mereka bahkan membawa paksa beberapa perabotan rumahnya. Zhang meninggal pada Maret 2002. Ia berusia 23.

Zhang Hu [Laki-laki], berusia 30an, penduduk Kota Panjiawan. Setelah ditangkap pada 2011, ia ditahan di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu selama 7 hari dan disiksa secara brutal. Ini menyebabkan cedera parah pada organ dalamnya. Kemudian, ia juga mengalami penyakit liver dan diabetes. Ia meninggal secara menyedihkan pada 29 Februari 2016.

2. Pemaksaan-makan Brutal

Selang makan biasanya digunakan untuk menyelamatkan nyawa. Tapi pemaksaan-makan telah digunakan sebagai metode penyiksaan brutal yang bertujuan membuat praktisi Falun Gong melepaskan keyakinan mereka. Isi pemaksaan-makan yang digunakan oleh Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu biasanya adalah garam kasar dengan hanya sedikit air, pasta jagung, obat-obatan stimulant, minuman beralkohol tinggi, deterjen, tinja, urine, dll…

Reka ulang penyiksaan: Pemaksaan Makan

Untuk mencegah praktisi menolak pemaksaan makan brutal, hampir semuanya diikat, diborgol di belakang, dirantai dengan belenggu berat, kepala ditahan, dan ditekan selama proses makan paksa. Untuk menimbulkan lebih banyak rasa sakit, penjaga dan narapidana juga dengan sengaja menarik keluar dan memasukkan selang berulang kali – yang sering merusak kerongkongan dan perut – dalam upaya memaksa praktisi Falun Gong untuk berhenti berlatih.

Liu Dehu [Perempuan], yang disebutkan di atas, dibawa ke Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu pada 13 Januari 2001. Petugas penjara sering menggeledah sel, dan satu kali merampas salinan Zhuan Falun darinya. Ia menuliskan dalam akun pribadinya, “Saya mogok makan untuk memprotes penganiayaan. Beberapa hari kemudian, petugas mulai memaksa saya makan. Petugas dan narapidana, sekitar enam atau tujuh totalnya, mendorong saya ke lantai dan menekan kaki dan seluruh tubuh saya dengan lutut mereka. Beberapa memaksa membuka mulut saya dan beberapa orang lain mencekoki saya makanan. Beberapa gigi saya tanggal dan pelat gigi bawah saya rusak. Masih cacat hingga hari ini. ”

3. Memaksa Praktisi untuk Memakai Belenggu dan Borgol

Reka ulang penyiksaan: Memakai belenggu

Zhen Yuling [wanita] adalah seorang karyawan di Biro Komersial Kota Chibi. Di malam hari pada 26 November 2000, ia dipindahkan dari Pusat Penahanan Chibi ke Pusat Penahanan Jiayu. Petugas menaruh belenggu seberat 15 kg dan memborgol tangannya di belakang ke sebuah pintu untuk menyiksanya. Ini berlanjut selama tiga hari tiga malam.

4. Memborgol dan Membelenggu Praktisi Secara Bersamaan

Memborgol dan Membelenggu bersamaan

Wang Guangyuan [Perempuan], 61, seorang karyawan di Biro Gandum di Kabupaten Jiayu. Suatu hari di tempat kerjanya pada Januari 2000, polisi menipu dirinya untuk pergi ke departemen kepolisian, berkata ini tentang sesuatu yang sederhana dan hanya membutuhkan waktu lima menit. Ketika Wang tiba di sana, seorang kepala seksi yang bermarga Liu bertanya apakah ia masih berlatih Falun Gong. Wang berkata tentu saja, karena Falun Gong dan prinsip Sejati-Baik-Sabar menyuruh seseorang untuk menjadi orang yang lebih baik.

“Karena kata-kata ini, polisi secara ilegal menahan saya di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu selama 78 hari. Ketika saya berusaha melakukan latihan Falun Gong, petugas memborgol dan membelenggu kaki saya yang tersambung dengan borgol dan rantai dengan tiga praktisi lain selama 18 hari,” Wang mengingat.

“Selama hari-hari itu, kami berempat semuanya harus makan, tidur, dan pergi ke toilet bersama, bahkan di malam hari,” ia menuliskan, “Karena kami bergantian melakukan latihan, direktur pusat penahanan bermarga Zhong menuangkan air di lantai, baskom demi baskom, membuat air menggenang di semua tempat.”

5. Dilarang Tidur

Untuk menerima bonus dengan memaksa praktisi Falun Gong melepaskan keyakinan mereka, polisi dan petugas dengan ketat mengikuti peraturan penganiayaan dari Kantor 610. Sebagai contoh, mereka sering melarang praktisi tidur untuk waktu yang lama, bersamaan dengan tipe penyiksaan lainnya.

Liu Dehu yang disebutkan di atas, sebagai contoh, ditahan di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu pada Desember 2000 selama 58 hari. Selama hari-hari itu, petugas suatu kali memaksanya berdiri selama 28 jam berturu-turut.

6. Penggunakan Obat-obatan Paksa

Petugas terkadang secara diam-diam memberikan obat-obatan perusak saraf kepada praktisi tanpa sepengetahuan mereka, mengubah praktisi yang sehat menjadi tidak sehat dengan kelainan mental dan sakit luar biasa.

Chen Jinxiu [Perempuan], berusia 50an, dari Kota Yuyue. Ketika menaruh materi Falun Gong pada 3 Maret 2008, ia ditangkap dan dibawa ke Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu. Direktur Zhong Mou dan Wang Xia memerintahkan agar ia difoto, tapi ia menolak karena ia tidak melanggar hukum apa pun.

Zhong dan Wang kemudian menyeret Chen dengan menjambak rambutnya, sementara Wang menendangnya dengan keras dengan sepatu hak tingginya dan menginjak keras kaki Chen. Ketika Chen kemudian menjelaskan kepada Wang tentang Falun Gong dan bagaimana penganiayaan itu salah, Wang tidak mendengarkan. Malahan, Wang secara diam-diam menaruh obat di minumannya dan menyuruh Chen minum, membuatnya pusing tak sadarkan diri.

Ketika Wang berusaha membawa Chen ke Pusat Pencucian Otak Wuhan, Chen menolak. Wang, bersama dengan Direktur Xie, Instruktur Li, pengemudi, Sun Zongwen, dan Shu Dingjiao, semuanya memukuli Chen dengan keras. Wang dan Shu yang paling parah memukuli Chen. Shu memborgol tangan Chen di belakang, menyumpal mulutnya dengan kaos kaki kotor dan melapisinya dengan plester. Sambil memukulinya, Shu berteriak, “Benar saya memukul anda, tapi siapa yang bisa memberi kesaksian untuk melawan saya?!”

7. Dipaksa Berlutut untuk Waktu yang Lama

Petugas di berbagai fasilitas penahanan di seluruh Provinsi Hubei, termasuk Pusat Penahanan Kota Chibi, Pusat Penahanan Kota Xianning, dan Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu, sering memaksa praktisi berlutut untuk menyiksa dan mempermalukan mereka.

Liu Dehu menyebutkan di atas menggambarkan pengalamannya di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu pada Januari 2001 sebagai berikut.

Zhou Wende, seorang petugas polisi dari Seksi Keamanan Politik, menendang, memegang, memukul, dan meneriakinya setiap kali ia menginterogasi saya. Ia mendorong saya, memaksa saya berlutut sambil menaikkan tangan ke atas. Setelah saya berlutut selama lebih dari satu jam, ia meminta saya langsung berdiri dengan lengan diluruskan tanpa bergerak.”

8. Dipaksa Berdiri Menghadap Dinding untuk Waktu yang Lama

Ketika petugas atau narapidana memaksa praktisi untuk berdiri menghadap dinding, mereka harus berdiri dengan kedua tangan di samping tubuh. Mereka tidak diperbolehkan untuk bergerak, melihat ke arah orang lain, atau berbicara. Akses mereka untuk ke toilet juga dibatasi. Narapidana terkadang juga akan merobek selembar kertas menjadi 6 strip dan meletakkan salah satunya di antara bagian belakang kepala praktisi dan dinding, sedangkan lima lainnya di antara sendi dan dinding. Keenam strip ini harus tetap di tempatnya, dan setiap gerakan kecil pada kertas akan menyebabkan makian dan pemukulan.

Liu Dehu yang disebutkan di atas menderita penyiksaan ini. Praktisi yang disiksa dengan cara ini sering menderita sakit punggung, pusing, tangan bengkak, dan ketidakmampuan untuk memegang sesuatu. Kaki mereka kadang-kadang menjadi sangat bengkak, hingga tidak bisa memakai sepatu. Ketika penganiayaan berlanjut, praktisi sering terhuyung-huyung ketika berjalan, menyebabkan kehilangan keseimbangan dan jatuh. Kadang-kadang menyebabkan paraplegia pada tungkai bawah.

9. Menahan praktisi di kota berbeda

Kadang-kadang praktisi dari satu kota dapat dikirim ke pusat penahanan luar kota, di mana mereka akan dianggap orang luar kota dan mengalami penganiayaan yang lebih berat, karena para pelaku tidak terlalu khawatir dengan keluhan dari anggota keluarga korban. Selain itu, praktisi yang menjadi sasaran lebih tidak berdaya dalam keadaan ini karena menjadi sulit bagi praktisi lokal untuk menyelamatkan mereka.

Misalnya, Zheng Yuling dari Kota Chibi ditahan di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu, Du Mingsheng dari Kabupaten Chongyang ditahan di Pusat Penahanan Kabupaten Tongcheng, Wu Weihua dari Kota Wenquan ditahan di Pusat Penahanan Kabupaten Tongshan, dan Xiong Qiulan dari Kabupaten Yuxian ditahan. di Pusat Penahanan Kota Chibi.

10. Waterboarding (Papan air)

Waterboarding juga digunakan terhadap praktisi selama musim apa pun, termasuk musim dingin yang membekukan. Korban akan ditelanjangi dan dimandikan. Para penjaga atau narapidana terlebih dahulu mengoleskan sabun ke seluruh tubuh korban. Mereka selanjutnya memaksa praktisi untuk jongkok di samping dinding dengan bagian belakang kepalanya menempel ke dinding. Satu orang kemudian menuangkan air secara perlahan tapi terus menerus dari atas kepala korban. Ketika melewati hidung dan mulut, air akan membentuk “air terjun” kecil, yang dapat dengan mudah mencekik praktisi. Siapa pun yang berjuang akan dipukuli. Beberapa praktisi disiksa dengan cara ini dengan lebih dari 10 baskom air di musim dingin yang membekukan.

11. Pemerasan moneter

Pusat penahanan juga menggunakan pemerasan moneter sebagai sarana untuk menganiaya praktisi dan menggemukkan kantongnya sendiri.

Wu Qiaoyun [Perempuan], 78, adalah seorang pensiunan pekerja Pabrik Tenun Sutra Kabupaten Jiayu. Pada Januari 2000, ia dikirim ke Pusat Penahanan Jiayu, di mana ia ditahan selama lebih dari empat bulan. “Setiap kali kami melakukan latihan Falun Gong, penjaga dan narapidana akan menuangkan seember air dingin ke kepala kami, bahkan di musim dingin,” kenangnya. Ia diperas 1.000 yuan sebelum dibebaskan. Pada bulan September 2000, polisi menggeledah rumahnya dan membawanya ke Penahanan Jiayu lagi. Ia ditahan di sana selama lebih dari satu bulan dan dibebaskan hanya setelah keluarganya dipaksa membayar 500 yuan.

Yang Zhenli [Perempuan], 49 tahun, adalah pegawai biro gandum. “Ketika kami melakukan latihan Falun Gong di luar pada bulan Juni 2000, polisi menangkap kami dan menyeret wajah dan kaki kami ke tanah untuk memasukkan kami ke dalam van mereka, membuat kami memar,” kenangnya.

Yang didenda 1.000 yuan sebelum dibebaskan dari pusat penahanan. Belakangan tahun itu (2000), ia ditangkap lagi dan ditahan selama 50 hari. Ia dipaksa membayar denda 4.000 yuan.

12. Kerja Paksa

Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu mendapat keuntungan dari praktisi Falun Gong yang ditahan dengan memaksa mereka bekerja tanpa bayaran. Ada banyak jenis kerja paksa, seperti menggali batu, membuat batu bata dan ubin, memproduksi produk elektronik, membuat kertas timah, bertani, membangun jalan, dan jenis pekerjaan lainnya.

Xu Changxin [Laki-laki] adalah seorang petani dari Kota Xinjie, Kabupaten Jiayu. “Liu Juhong dan saya pergi ke Beijing untuk memohon bagi Falun Gong pada akhir Juli 1999. Kami ditangkap dan ditahan di Pusat Penahanan Jiayu selama 15 hari, selama waktu itu penjaga memerintahkan kami untuk menghancurkan batu-batu di gunung untuk menghasilkan uang bagi pusat penahanan,” kenangnya.

“Itu adalah kerja paksa dan saya pingsan karena panas. Tapi penjaga memukuli saya. Long Tiancheng, kepala Kantor Polisi Kota Xinjie, juga secara ilegal menyita kartu identitas kami berdua dan masih belum mengembalikannya.”

13. Penyiksaan Pembekuan

Di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu, penjaga menuangkan air dingin membeku ke praktisi atau ke lantai sel penahanan di musim dingin yang dingin, dalam upaya untuk memaksa praktisi melepaskan keyakinan mereka.

Reka ulang penyiksaan: Disiram dengan air dingin

14. Propaganda dan Cuci otak

Selain penyiksaan fisik, penjaga juga berulang kali menyiarkan propaganda kebencian yang memfitnah Falun Gong untuk memaksa praktisi melepaskan keyakinan mereka.

Pelanggaran Konstitusi dan Banyak Hukum

Dengan tindakan tersebut di atas, para pejabat, penjaga, dan narapidana di Rutan Jiayu telah melanggar banyak hukum.

1. Pelanggaran Konstitusi

Pasal 35 Konstitusi menyatakan bahwa “Warga Republik Rakyat Tiongkok menikmati kebebasan berbicara, pers, berkumpul, berserikat, prosesi dan demonstrasi.”

Pasal 36 menyatakan, “Warga Republik Rakyat Tiongkok menikmati kebebasan beragama.” Pasal 37 menyatakan, “Kebebasan warga negara Republik Rakyat Tiongkok tidak dapat diganggu gugat.” Pasal 38 menyatakan “Martabat pribadi warga negara Republik Rakyat Tiongkok tidak dapat diganggu gugat. Penghinaan, pencemaran nama baik, tuduhan palsu yang ditujukan kepada warga negara dengan cara apa pun dilarang.”

2. Pelanggaran Hukum Pidana

Pasal 3 KUHP menyatakan, “Setiap perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan merupakan kejahatan harus dipidana dan diancam dengan hukuman menurut undang-undang dan setiap perbuatan yang menurut undang-undang tidak dinyatakan sebagai suatu kejahatan tidak boleh dipidana.”

Selain itu, Falun Gong tidak ada dalam daftar aliran sesat yang diterbitkan oleh Kementerian Keamanan Publik dan Dewan Negara. Selain itu, Pengumuman 50 dari Administrasi Umum Pers dan Publikasi yang dikeluarkan pada tanggal 1 Maret 2011, mencabut pelarangan penerbitan buku-buku Falun Gong.

Lebih khusus lagi, para penjaga melanggar pasal-pasal hukum pidana berikut.

Pasal 234. “Barang siapa dengan sengaja mencederai orang lain, diancam dengan pidana penjara, penahanan pidana, atau pengawasan yang tidak lebih dari tiga tahun.”

Pasal 238. “ Barang siapa secara tidak sah menahan orang lain atau merampas kebebasannya atas orang itu dengan cara apa pun, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari tiga tahun, penahanan pidana, penguasaan, atau perampasan hak politik. Dalam keadaan di mana pemukulan atau penghinaan terlibat, hukuman yang lebih berat harus diberikan.”

Pasal 243. “Mereka yang mengarang cerita untuk menjebak orang lain atau dalam upaya untuk membuat orang lain diselidiki secara pidana, jika kasusnya serius, akan dihukum tiga tahun penjara atau kurang, atau ditempatkan di bawah penahanan atau pengawasan pidana. Mereka yang menyebabkan konsekuensi serius akan dihukum tiga sampai 10 tahun penjara.”

Pasal 245. “Mereka yang secara tidak sah menggeledah fisik orang lain atau secara tidak sah menggeledah tempat tinggal orang lain, atau mereka yang secara tidak sah mengganggu tempat tinggal orang lain, diancam dengan hukuman tiga tahun penjara atau kurang, atau dimasukkan ke dalam tahanan pidana.”

“Pekerja kehakiman yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas dengan menyalahgunakan wewenangnya dipidana dengan pidana yang berat.”

Pasal 246. “Mereka yang secara terang-terangan menghina orang lain dengan menggunakan kekerasan atau metode lain atau mereka yang mengarang cerita untuk memfitnah orang lain, jika kasusnya serius, diancam dengan hukuman tiga tahun penjara atau kurang, dimasukkan ke dalam penahanan atau pengawasan pidana, atau dicabut hak-hak politiknya.”

“Mereka yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut di atas hanya dapat disidik jika dituntut, dengan pengecualian kasus-kasus yang sangat merusak ketertiban sosial atau kepentingan negara.”

Pasal 251. “Pekerja badan negara yang secara tidak sah merampas hak warga negara untuk beragama atau yang melanggar adat atau kebiasaan minoritas, jika kasusnya serius, diancam dengan hukuman penjara dua tahun atau kurang atau di bawah tahanan pidana. .”

Pasal 252 Mereka yang melanggar hak kebebasan berkomunikasi warga negara dengan menyembunyikan, merusak, atau secara tidak sah membuka surat orang lain, jika kasusnya serius, diancam dengan hukuman satu tahun penjara atau kurang atau dimasukkan ke dalam tahanan pidana.

Pasal 254. “Pekerja badan negara yang menyalahgunakan wewenangnya dengan membalas atau menjebak para penuduh, pemohon, pengkritik, atau pelapor, atas nama menjalankan bisnis resmi, dipidana dengan pidana penjara dua tahun atau kurang atau pidana kurungan. Jika kasusnya serius, mereka akan dihukum dua hingga tujuh tahun penjara.”

Pasal 274. “Barang siapa memeras milik umum atau pribadi dengan pemerasan, dan jumlah yang terlibat cukup besar, dipidana tidak lebih dari tiga tahun penjara, penahanan kriminal, atau kontrol; ketika jumlah yang terlibat sangat besar dan keadaan lainnya serius, hukumannya tidak kurang dari tiga tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun penjara.”

3. Pelanggaran Hukum Kejaksaan

Pasal 7 UU Kejaksaan menyatakan, “Kejaksaan mempunyai tugas sebagai berikut:

(1) Menyelidiki perkara pidana yang diterima langsung oleh kejaksaan sebagaimana diatur dalam undang-undang;

(2) Meninjau kembali permintaan penahanan dan penuntutan yang terlibat dalam kasus pidana, dan melaksanakan penuntutan publik atas kasus-kasus ini atas nama Negara;

(3) Untuk memulai litigasi kepentingan umum;

(4) Mengawasi proses peradilan pidana, perdata, dan administrasi; dan

(5) Tugas-tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Jaksa bertanggung jawab atas keputusan yang mereka buat atas kasus-kasus dalam ruang lingkup fungsi dan kekuasaan mereka.”

Pasal 8 UU Kejaksaan menulis, “Kepala kejaksaan, wakil ketua kejaksaan, dan anggota komite kejaksaan dari kejaksaan rakyat selain melaksanakan tugas kejaksaan, melakukan tugas lain yang sesuai dengan jabatannya.”

4. Pelanggaran Hukum Acara Pidana

Menurut Pasal 52 KUHAP, “Seorang tersangka atau terdakwa pidana yang ditahan dan kuasa hukumnya atau kerabat dekatnya berhak mengajukan permohonan untuk memperoleh penjamin sambil menunggu persidangan.”

Menurut Pasal 56 KUHAP, “Pengakuan dari tersangka dan terdakwa yang dikumpulkan dengan cara yang tidak sah seperti penyiksaan, dan keterangan dari saksi dan korban yang dikumpulkan dengan cara yang tidak sah seperti kekerasan dan ancaman dikecualikan. Jika pengumpulan bukti fisik atau dokumen tidak sesuai dengan prosedur hukum dan dapat secara serius mempengaruhi peradilan, koreksi atau penjelasan yang masuk akal harus dilakukan; jika koreksi atau penjelasan yang masuk akal tidak dapat dilakukan, bukti harus dikecualikan.”

“Apabila barang bukti yang harus dikecualikan ditemukan dalam penyidikan, pemeriksaan untuk penuntutan, atau persidangan, maka hal itu dikecualikan menurut undang-undang, dan tidak boleh digunakan sebagai dasar pertimbangan penuntutan, keputusan penuntutan, dan penilaian.”

5. Pelanggaran UU PNS

Menurut Pasal 60 UU Kepegawaian, “dalam hal seorang pegawai negeri melaksanakan suatu keputusan atau perintah yang jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum yang berat, ia harus memikul tanggung jawab sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.” Penganiayaan terhadap Falun Gong tidak memiliki dasar hukum dan karena itu keliru.

Silakan merujuk ke teks berbahasa Mandarin untuk informasi pelaku di Pusat Penahanan Kabupaten Jiayu.