(Minghui.org) Seorang wanita di Kota Anlu, Provinsi Hubei, telah melakukan mogok makan sejak dia ditangkap pada tanggal 24 Oktober 2023, karena keyakinannya pada Falun Gong, sebuah latihan spiritual yang telah dianiaya oleh rezim komunis Tiongkok sejak 1999.

Karena suami dan anak Kong Jiuhong tinggal di kota yang berbeda, mereka tidak mengetahui penangkapannya sampai beberapa hari kemudian ketika suaminya kembali ke rumah. Pintu depan mereka dibuka paksa, garasi digeledah, dan komputer, printer, dan buku-buku Falun Gong milik Kong disita. Suaminya mencarinya kemana-mana dan akhirnya menemukannya di pusat pencucian otak di dekat Kota Beifan, yang berada di bawah yurisdiksi Anlu.

Suami Kong membenarkan bahwa dia memulai mogok makan untuk memprotes penganiayaan pada hari penangkapannya. Dia bersikeras agar Departemen Kepolisian Kota Anlu segera membebaskannya tetapi tidak berhasil.

Ini bukan pertama kalinya Kong, seorang mantan karyawan pabrik tekstil, menjadi sasaran karena memegang teguh keyakinannya. Dia ditangkap pada bulan Februari 2000 karena pergi ke Beijing untuk memohon hak berlatih Falun Gong. Dia diantar kembali ke Anlu, ditahan di Pusat Penahanan No.1 Kota Anlu selama dua setengah bulan, dan didenda 2.000 yuan. Dia ditangkap lagi pada bulan Oktober 2002 dan dicekok paksa makan lebih dari 90 kali dalam sebulan. Penangkapan berikutnya terjadi pada tanggal 25 Mei 2016, setelah dilaporkan karena berbicara dengan penduduk desa tentang Falun Gong. Dia dibawa ke Pusat Pencucian Otak Provinsi Hubei di Wuhan, ibu kota Hubei, pada tanggal 1 Juni tahun itu dan ditahan untuk jangka waktu yang tidak diketahui.

Dicekok Makan Lebih dari 90 Kali Setelah Penangkapan pada tahun 2002

Pada bulan Oktober 2002, ketika Chen Xunqiu dan Zhao Zhifei, direktur dan wakil direktur Biro Keamanan Umum Provinsi Hubei, pergi ke Anlu untuk sebuah pertemuan, mereka memerintahkan polisi untuk melakukan penangkapan massal terhadap praktisi Falun Gong setempat. Li Mianchu dan Nie Hanzhang dari Kantor 610 Kota Anlu bekerja dengan Tang Jianguo dari Kantor Keamanan Domestik Kota Anlu untuk memobilisasi pasukan polisi dalam jumlah besar untuk menangkap lebih dari 70 praktisi dalam semalam, termasuk Kong. Dua pusat penahanan di Anlu penuh dengan praktisi yang ditangkap.

Kong ditahan dalam ruang isolasi di salah satu pusat penahanan. Tujuh narapidana laki-laki mengawasinya sepanjang waktu dalam tiga shift. Mereka juga mengikutinya saat dia menggunakan kamar kecil. Dia melakukan mogok makan untuk memprotes, hanya untuk dicekok paksa makan.

Para narapidana membuka paksa mulut Kong dengan tang, menempelkan botol plastik ke lidahnya dan mengikatnya lalu menggunakan handuk di mulut dan kepalanya. Satu orang mencubit hidungnya sementara yang lain memegang tangan dan kakinya agar dia tidak bergerak. Kemudian mereka menuangkan bubur yang dicampur garam dalam jumlah besar ke dalam botol. Mereka tidak akan berhenti untuk membiarkannya bernapas sampai bubur di dalam botol masuk ke mulutnya. Kemudian mereka menuangkan lebih banyak makanan ke dalam botol dan mengulangi prosedur tersebut beberapa kali. Mereka tidak berhenti sampai perutnya terlihat kembung dan makanan hampir keluar dari dalam perutnya ke mulutnya.

Setelah dicekok paksa makan, narapidana menahan Kong di tempat tidur untuk mencegahnya muntah. Ketika dia mencoba untuk muntah, penjaga mengancam akan mengulangi cekok paksa. Dia berteriak sebagai protes dan penjaga memerintahkan narapidana menutup pintu agar orang lain tidak mendengarnya. Kadang-kadang narapidana memukulinya dan menuangkan sisa makanan ke rambut atau kerah bajunya. Rambutnya akan membeku ketika penjaga memaparkannya pada suhu rendah.

Liu Liguang, kepala pusat penahanan, pernah berkata kepada Kong, “Bukankah anda mogok makan? Kami akan bermain dengan anda sampai akhir.”

Penjaga lainnya, Yue Zhonggui, berkata, “Jika anda tidak berperilaku baik, kami akan mencekok anda dengan air pedas.”

Karena kandungan garam yang berlebihan di dalam bubur, Kong selalu merasakan sakit yang hebat dan membakar di organ dalamnya setelah dicekok paksa makan. Setiap pencekokan makan seperti sesi penyiksaan ekstrem. Dia sering memuntahkan darah setelahnya. Dia dicekok paksa makan lebih dari 90 kali selama penahanan selama sebulan.

Ketika penjaga membawa Kong ke Kamp Kerja Paksa Shayang, dia sangat kurus dan lemah hingga tidak bisa menjaga keseimbangannya. Kamp kerja paksa menolak menerimanya, sehingga penjaga harus membawanya kembali ke pusat penahanan. Mereka melakukan upaya lain untuk memasukkannya ke kamp kerja paksa dua minggu kemudian, namun kamp masih menolak menerimanya karena detak jantungnya yang cepat dan tekanan darahnya yang tinggi. Dia dibawa kembali ke pusat penahanan dan terus menjadi sasaran pemukulan dan bentuk penyiksaan lainnya karena menolak melepaskan Falun Gong.