Oleh Grup Minghui

Pertama kali dipublikasikan di tahun 2019

Hak Cipta © 2019 Minghui.org & Minghui Publishing Center Corporation

(Bagian 23)

(Lanjutan dari Bagian 22)

Bab 16: Dukungan dari Masyarakat Internasional

Organisasi hak asasi manusia, pejabat publik, dan lembaga legislatif di seluruh dunia telah menyerukan diakhirinya penganiayaan di Tiongkok. Pengadilan di Spanyol dan Argentina telah mendakwa pejabat tinggi PKT atas penyiksaan dan genosida. Departemen Luar Negeri AS dan Congressional-Executive Commission on China (CECC) telah menyoroti penganiayaan terhadap Falun Gong dalam laporan tahunan mereka, dan Departemen Luar Negeri AS sekarang memperketat proses pemeriksaan visa untuk mencegah masuknya para pelanggar hak asasi manusia, termasuk pelaku penganiayaan terhadap Falun Gong.

§16.1 Pejabat Tiongkok Digugat di Negara Lain

Pengadilan di berbagai negara telah menggelar sidang terhadap para pelaku utama penganiayaan, termasuk Jiang Zemin, menggunakan hukum yurisdiksi universal, yang memungkinkan pengadilan domestik untuk mengadili kasus genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di mana pun itu terjadi.

§§16.1.1 Pengadilan Spanyol Mendakwa Pejabat Tinggi Partai Komunis atas Penyiksaan, Genosida

Dalam keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya, seorang hakim Spanyol mendakwa lima pejabat tinggi Partai Komunis Tiongkok (PKT) atas peran mereka dalam kejahatan penyiksaan dan genosida terhadap praktisi Falun Gong. Keputusan pengadilan di tahun 2009 menyatakan para terdakwa ini bersalah, para terdakwa akan menghadapi setidaknya 20 tahun penjara dan denda finansial. Lima terdakwa, Jiang Zemin dan empat kroninya yang terutama bertanggung jawab atas pelaksanaan penganiayaan, diberikan waktu empat hingga enam minggu untuk menjawab dan selanjutnya akan menghadapi ekstradisi jika mereka bepergian ke negara yang memiliki perjanjian ekstradisi dengan Spanyol.

Setelah penyelidikan selama dua tahun, hakim Pengadilan Nasional Spanyol - Ismael Moreno memberi tahu pengacara Carlos Iglesias dari Yayasan Hukum Hak Asasi Manusia (HRLF) bahwa pengadilan telah mengabulkan permohonan untuk mengirim surat rogatory (surat permintaan) kepada lima terdakwa di Tiongkok dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan keterlibatan setiap individu dalam penganiayaan terhadap Falun Gong. Keputusan yang menguntungkan penggugat diikuti serangkaian pengajuan ke pengadilan oleh Iglesias dan staf HRLF lainnya.

Pengacara Iglesias berkata, “Keputusan bersejarah oleh hakim Spanyol ini berarti para pemimpin Partai Komunis Tiongkok yang bertanggung jawab atas kejahatan brutal - kini selangkah lebih dekat untuk diajukan ke pengadilan. Ketika seseorang melakukan kejahatan genosida atau penyiksaan, itu adalah kejahatan terhadap komunitas internasional secara keseluruhan dan tidak hanya terhadap warga negara Tiongkok. Spanyol muncul sebagai pembela hak asasi manusia dan keadilan universal.”

Di antara para terdakwa, Jiang Zemin secara luas telah diakui sebagai dalang utama kampanye “pemusnahan” Falun Gong yang dilancarkan pada 1999. Terdakwa lainnya adalah Luo Gan, yang memimpin Kantor 610 - satuan tugas polisi rahasia nasional yang memimpin kampanye kekerasan. Seorang pengacara Tiongkok telah membandingkan ‘Kantor 610’ dengan ‘Gestapo’ Nazi Jerman dalam hal kebrutalan dan kewenangan ekstra-legalnya.

Tiga terdakwa lainnya adalah Bo Xilai, mantan sekretaris Partai Chongqing dan mantan Menteri Perdagangan; Jia Qinglin, anggota tertinggi keempat dalam hierarki Partai; dan Wu Guanzheng, kepala komite disiplin internal Partai Komunis. Dakwaan terhadap mereka didasarkan pada keterlibatan proaktif mereka dalam penganiayaan terhadap Falun Gong ketika mereka masing-masing menjabat sebagai pejabat tinggi di Provinsi Liaoning, Beijing, dan Provinsi Shandong.

Dalam artikel pemenang hadiah Pulitzer, Ian Johnson dari The Wall Street Journal menjelaskan bagaimana Wu menerapkan denda pada bawahannya jika mereka tidak cukup menindak Falun Gong, menyebabkan pejabat menyiksa penduduk setempat - dalam beberapa kasus - hingga meninggal.

Bukti lain yang dipertimbangkan oleh hakim selama penyelidikannya termasuk kesaksian tertulis dari 15 praktisi Falun Gong dan kesaksian lisan dari tujuh praktisi, termasuk korban penyiksaan dan kerabat dari mereka yang terbunuh di dalam penjara Tiongkok. Hakim juga merujuk pada laporan Amnesty International, Human Rights Watch, dan Komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk mendasari keputusannya, ujar pengacara Iglesias.

§§16.1.2 Hakim Federal di Argentina Memerintahkan Penangkapan Jiang Zemin dan Luo Gan

Setelah penyelidikan selama empat tahun, Hakim Octavio Araoz de Lamadrid dari Pengadilan Federal Argentina No.9 membuat keputusan bersejarah pada 17 Desember 2009. Hakim Lamadrid telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Jiang Zemin dan Luo Gan, mantan kepala Kantor 610, atas peran mereka dalam penganiayaan terhadap Falun Gong. Dua petinggi PKT tersebut didakwa dengan pasal kejahatan terhadap kemanusiaan. Hakim Lamadrid memerintahkan Departemen Interpol Kepolisian Federal Argentina untuk melakukan penangkapan. Dalam dokumen hukum setebal 142 halaman, hakim secara rinci mengulas penganiayaan PKT terhadap praktisi Falun Gong di Tiongkok, serta peran dari Jiang dan Luo.

Hakim Lamadrid menjelaskan dalam keputusannya bahwa “strategi genosida yang telah dirancang itu mencakup serangkaian tindakan yang sepenuhnya mengabaikan nyawa dan martabat manusia. Tujuan akhirnya—pemusnahan Falun Gong—dengan pembenaran segala metode yang digunakan. Dengan cara ini, penderitaan, penyiksaan, pelenyapan, pembunuhan, pencucian otak, dan penyiksaan psikologis menjadi nilai dalam penganiayaan terhadap para praktisi.”

Hakim Lamadrid mengatakan dalam putusannya, “Saya mengerti bahwa dalam kasus ini prinsip yurisdiksi universal harus ditegakkan mengingat [beratnya bobot] kejahatan, jumlah korban yang terdampak, dan sifat ideologis dari tindakan yang diterapkan terhadap anggota kelompok agama Falun Gong.”

›16.1.2(a) Jiang Zemin dan Luo Gan Menjadi Terdakwa

Selama kunjungan Luo Gan ke Argentina pada 12 Desember 2005, ketua Himpunan Falun Dafa Argentina, Fu Liwei mempercayakan pengacara Adolfo Casabal Elas dan Alejandro Guillermo Cowes untuk mengajukan gugatan hukum terhadap Luo Gan ke Pengadilan No.9, Pengadilan Pidana Federal. Tuduhan terhadap Luo adalah kejahatan genosida dan penyiksaan. Pengadilan Federal Argentina menerima gugatan itu, dan Hakim Octavio Araoz de Lamadrid yang menangani kasus tersebut.

Saat menangani kasus ini, hakim menemukan Jiang Zemin, atasan Luo Gan, adalah penggagas penganiayaan terhadap Falun Gong. Oleh karena itu, ia memasukkan Jiang Zemin ke dalam kasus Luo dan menangani kedua kasus itu sekaligus. Tindak penganiayaan yang digagas Jiang juga ditambahkan ke berkasnya. Hakim mendakwa Jiang dengan kejahatan yang sama seperti Luo Gan.

PKT telah berulang kali mengintervensi kasus tersebut, termasuk memberikan tekanan pada pengacara penggugat, tetapi semua upaya untuk mencegah kasus tersebut dilanjutkan - gagal. Hakim Lamadrid menghabiskan empat tahun untuk menyelidiki dan mengumpulkan bukti, kemudian memutuskan untuk memerintahkan penangkapan Jiang dan Luo serta mengajukan mereka ke muka pengadilan.

›16.1.2(b) Untuk Menyelidiki Fakta tentang Penganiayaan, Hakim Pergi Sendiri ke AS untuk Mengumpulkan Bukti

Pengadilan Pidana Federal Argentina No.9 mulai menyelidiki kejahatan Luo Gan terhadap Falun Gong di Tiongkok di awal tahun 2006. Hakim Lamadrid mengumpulkan bukti dari berbagai sumber mengenai kasus tersebut. Selama waktu ini, praktisi Falun Gong dari berbagai negara pergi ke Argentina untuk bersaksi; yang bukan praktisi juga pergi ke Argentina untuk bersaksi, termasuk David Kilgour, mantan Sekretaris Negara Kanada untuk Wilayah Asia-Pasifik, dan David Matas, pengacara hak asasi manusia.

Hakim mengumpulkan kesaksian dari sembilan saksi di pengadilan federal di Buenos Aires antara 3 April 2006 hingga 26 Maret 2008.

Hakim Lamadrid pergi ke New York untuk bertemu dengan lebih banyak korban pada April 2008 dengan persetujuan dan bantuan keuangan dari Mahkamah Agung Argentina. Karena sebagian besar korban mencari suaka setelah melarikan diri dari Tiongkok, mereka tidak memiliki paspor untuk datang ke Argentina untuk bersaksi. Pada 28 April hingga 5 Mei 2008, hakim pergi ke Konsulat Jenderal Argentina di New York dan mengumpulkan bukti dari sepuluh saksi yang tinggal di AS.

Selama penyelidikan, hakim juga memasukkan laporan investigasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan banyak organisasi mengenai penganiayaan Jiang dan Luo terhadap Falun Gong dalam berkasnya. PKT berulang kali berusaha untuk menghentikan kasus itu, tetapi hakim Lamadrid bertahan dan akhirnya menyelesaikan penyelidikannya dan membuat keputusan resmi untuk memerintahkan kedua terdakwa ditangkap.

§16.2 Dukungan dan Tindakan Berbagai Pemerintah

§§16.2.1 Pemerintah Australia Membantu Menyelamatkan Praktisi Falun Gong

Pada 1 Desember 2003, Senat Australia mengeluarkan Mosi No.704, yang menunjukkan komitmen Australia untuk mendukung kerabat dekat warga negara Australia yang ditahan atas dasar bahwa mereka berlatih Falun Gong, dan menyerukan kepada Pemerintah Australia untuk mengangkat masalah ini pada dialog hak asasi manusia.329

Juru bicara Urusan Luar Negeri Australia, Senator Demokrat Stott Despoja mengatakan,  “Partai Demokrat menghargai pentingnya hubungan antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Tiongkok. Namun, kita tidak boleh mengorbankan masalah hak asasi manusia untuk mendapatkan peluang perdagangan. Hubungan Australia dengan Tiongkok, meskipun signifikan, harus dikualifikasikan oleh penentangan tegas kami terhadap setiap perilaku yang melanggar hak asasi manusia secara fundamental. Partai Demokrat akan terus menyoroti pelanggaran hak asasi manusia di Tiongkok, khususnya penganiayaan dan pembunuhan terhadap praktisi Falun Gong.”

Despoja melanjutkan, “Kasus pembunuhan, penyiksaan dan pemenjaraan praktisi Falun Gong benar-benar mengerikan. Banyak warga negara Australia memiliki kerabat di Tiongkok yang menjadi sasaran penganiayaan seperti itu dan adalah salah, jika tidak menggunakan Parlemen untuk berbicara atas nama mereka dan menyoroti situasi mereka.”

“Mosi, seperti yang disahkan Senat hari ini, tidak hanya mengirimkan pesan kepada Pemerintah Tiongkok tetapi juga kepada komunitas Falun Gong di Australia—bahwa perjuangan mereka diakui dan didukung,” Pada hari mosi disahkan, sekitar 200 praktisi Falun Gong dari seluruh Australia berkumpul di depan Gedung Parlemen di Canberra. Mereka menyerahkan 21.700 tanda tangan dari masyarakat Australia untuk mendukung mosi tersebut.

Saat menyatakan penghargaan kepada pemerintah, anggota Parlemen, LSM, dan masyarakat Australia atas upaya mereka untuk menyelamatkan Li Ying (wanita), tunangan warga negara Australia Li Qizhong, mereka juga menyampaikan belasungkawa kepada Ouyang Ming, adik laki-laki dari warga negara Australia Ouyang Yu; Ming meninggal karena penyiksaan di kamp kerja paksa Tiongkok meskipun namanya telah empat kali dimasukkan dalam daftar anggota keluarga yang diserahkan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia kepada pemerintah Tiongkok selama Dialog Hak Asasi Manusia Bilateral Australia-Tiongkok.

Pembicara pada rapat umum itu termasuk pemimpin Demokrat Andrew Bartlett; Ketua Federasi untuk Demokrasi Tiongkok Qin Jin (pria); dan Sekretaris Partai Buruh Tiongkok Cabang Australia, Ruan Jie (pria).

Upaya penyelamatan lain yang dibantu oleh pemerintah Australia termasuk bagi praktisi Falun Gong Nancy Chen, yang dibebaskan oleh otoritas Tiongkok pada 30 Januari 2003, sebagai hasil dari upaya bersama dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, “Nancy Chen Urgent Rescue Team,” dan banyak pihak terkait lainnya.330 Ketika Chen ditahan delapan hari lalu, praktisi di seluruh dunia menelepon dan mengirim faks ke semua jenjang pemerintahan di Provinsi Sichuan, Tiongkok. Berbagai media di Australia kerap melaporkan kasusnya, dan Radio ABC menyiarkan beberapa laporan di program beritanya.

Pejabat dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia di Canberra menelepon suami Chen segera setelah menerima kabar terbaru dari Tiongkok. Selain itu, Kedutaan Besar Australia di Beijing menghubungi orang tua Chen di Sichuan untuk memberi tahu mereka tentang kemajuan upaya penyelamatan dan terbang ke Kota Chengdu secara langsung untuk mediasi dengan otoritas terkait di Tiongkok.

Pemerintah Australia juga membantu menyelamatkan Xie Yan (wanita), tunangan warga negara Australia Philip Law.331 Xie disiksa di Kamp Kerja Paksa Chatou yang terkenal kejam di Guangzhou di usia 24 tahun. Anggota Partai Liberal NSW Anthony Roberts mengatakan bahwa ia akan memberi tahu rekan-rekannya tentang situasi Xie. Ketua Menteri Jon Stanhope, MLA dari Canberra, meminta penjelasan Kedutaan Besar Tiongkok mengenai kondisi Xie dan alasan penolakan mereka untuk memberikan Philip Law visa ke Tiongkok.

Anggota parlemen John Murphy menulis kepada Menteri Luar Negeri Alexander Downer, meminta Departemen Luar Negeri dan Perdagangan untuk mengangkat masalah ini dengan pihak berwenang Tiongkok. Downer menunjukkan kepada pihak berwenang Tiongkok bahwa mereka telah melanggar konvensi hak asasi manusia. Murphy lebih lanjut menghubungi Konsulat Australia di Guangzhou, meminta mereka untuk membantu pemrosesan permohonan Xie Yan ke Australia dan untuk membantunya datang ke Australia sesegera mungkin. Pasangan muda itu dipertemukan kembali pada 31 Juli 2004, ketika Xie Yan tiba dengan selamat di Bandara Internasional Sydney.

§§16.2.2 Pemerintah Kanada Membantu Menyelamatkan Dua Bersaudara yang Dipenjara di Tiongkok332

Pada 2002, Parlemen Kanada mengeluarkan Resolusi M-236 yang diusulkan oleh anggota parlemen Scott Reid, meminta Perdana Menteri untuk menyelamatkan 13 praktisi Falun Gong di Tiongkok. Salah satunya adalah Lin Shenli, yang berhasil diselamatkan dengan bantuan dari pemerintah Kanada dan Amnesty International pada tahun 2002. Saudaranya, Lin Mingli, kemudian dibebaskan pada 2011. Kakak beradik ini dipertemukan kembali di Toronto setelah terpisah selama 13 tahun, tepatnya ditahan di tahun 1999 karena berlatih Falun Gong.

“Saya berterima kasih kepada pemerintah Kanada, kepada Menteri Imigrasi, dan kepada anggota Parlemen Scott Reid, yang membantu menyelamatkan saya dari Tiongkok,” kata Lin Mingli setelah mendarat di Toronto. Ia juga berterima kasih kepada praktisi Falun Gong di Kanada atas upaya mereka untuk menyelamatkannya. Dalam dua minggu sebelum pembebasan Lin Mingli, dua anggota parlemen Kanada menulis surat ke kamp kerja paksa tempat Mingli ditahan untuk mendesak kamp segera membebaskan Mingli.333

Pada 20 Maret, anggota parlemen Rob Anders mengadakan konferensi pers di Parlemen di Ottawa bersama dengan Lin Shenli dan mengatakan bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin untuk membantu menyelamatkan Mingli.

Anggota parlemen Liza Frulla menulis dalam suratnya, “Meskipun saya memahami bahwa mengomentari urusan internal negara lain adalah masalah sensitif, saya ingin menambahkan suara saya kepada rekan saya, Irwin Cotler, anggota parlemen untuk Mount Royal, dan warga Kanada lainnya dari seluruh negeri yang menuntut pembebasan segera semua praktisi Falun Gong yang ditahan secara ilegal di Tiongkok dan untuk mengutuk pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut yang diwakili oleh pemenjaraan Mingli Lin.”

Pada tahun 2000, Lin Mingli dikirim ke pusat pencucian otak untuk pertama kalinya, di mana ia dipaksa melepaskan Falun Gong. Ia menolak. Pada 2001, ia dikirim ke kamp kerja paksa, di mana ia ditahan hingga Maret 2003.

Pada Oktober 2005, ia ditangkap lagi. Kali ini, ia divonis enam tahun. “Di penjara, mereka menanggalkan pakaian saya, menggantung saya dengan lima tali, dan memukuli saya dengan tongkat bambu,” kata Lin. “Mereka sering memukuli dan melarang saya tidur. Mereka sering mengatakan kepada saya untuk melepaskan Falun Gong dan memukuli saya ketika saya menolak.”

“Mereka juga memutar rekaman audio yang menyerang Falun Gong dan memaksa saya untuk mendengarkannya.”

“Saya melihat mereka memukuli seorang praktisi Falun Gong di penjara sampai ia pingsan. Kemudian mereka membawanya ke rumah sakit. Suatu kali, saya melihat mereka memukuli praktisi lain. Kepalanya berdarah, tetapi mereka tidak membawanya ke rumah sakit.”

Lebih dari 20 praktisi dan pendukung menyambut Lin di bandara. Ia berkata: “Saya sangat senang hari ini. Terima kasih semua. Masih banyak praktisi yang menderita penyiksaan yang tak terbayangkan. Mereka masih memegang teguh keyakinan mereka meskipun disiksa.”

§§16.2.3 Taiwan Menolak Masuk Pejabat Tiongkok yang Terlibat dalam Penganiayaan

Pada 2017 Taiwan menolak masuk setidaknya tiga pejabat Tiongkok yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong. Delegasi yang dipimpin oleh pejabat-pejabat itu juga ditolak masuk.

Chiu Chui-Cheng, wakil kepala Dewan Urusan Tiongkok, membenarkan bahwa dewan tersebut membatasi izin bagi pelanggar hak asasi manusia dari Tiongkok. Pejabat Tiongkok yang menjadi anggota Kantor 610, lembaga di luar kerangka hukum yang bertugas menganiaya Falun Gong dan yang memiliki catatan menganiaya praktisi Falun Gong akan langsung ditolak masuk. Ini untuk menekankan dan menjalankan kebijakan Taiwan, yang menghargai dan melindungi hak asasi manusia, menurut Chiu.

§§16.2.4 Tindakan oleh Pemerintah AS

›16.2.4(a) Departemen Luar Negeri A.S. Mengungkapkan Kepeduliannya dalam Laporan Tahunan

Tiongkok berada di “liganya sendiri dalam hal pelanggaran hak asasi manusia,” kata Menteri Luar Negeri Mike Pompeo ketika dia mempresentasikan Laporan Negara tahunan tentang Praktik Hak Asasi Manusia Departemen Luar Negeri pada 13 Maret 2019.

Laporan tersebut mendokumentasikan pelanggaran di hampir 200 negara dan wilayah; termasuk 120 halaman tentang Tiongkok. Penganiayaan terhadap Falun Gong disebutkan enam kali.

Laporan tersebut mengidentifikasi masalah pengambilan organ secara paksa di Tiongkok, di mana Dewan Perwakilan Rakyat dengan suara bulat mengeluarkan Resolusi 343 pada Juni 2016, “Menyatakan keprihatinan mengenai laporan yang terus-menerus dan kredibel tentang pengambilan organ tanpa persetujuan - secara sistematis dan direstui negara dari mereka yang ditahan karena keyakinannya di Republik Rakyat Tiongkok, termasuk dari sejumlah besar praktisi Falun Gong dan anggota kelompok agama dan etnis minoritas lainnya.”

Menurut laporan itu, “Beberapa aktivis dan organisasi menuduh pemerintah mengambil organ dari tahanan hati nurani tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, terutama anggota Falun Gong.”

Dua praktisi Falun Gong, Bian Lichao dan Ma Zhenyu yang saat ini dipenjara di Tiongkok, disebutkan dalam laporan tersebut.

Bian Lichao adalah guru pemenang penghargaan di SMA 10 di Kailuan, Kota Tangshan, Provinsi Hebei. Dia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara pada 2012. Ma Zhenyu adalah seorang insinyur di Institut Penelitian ke-14 The China Electronics Technology Group. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh Pengadilan Menengah Nanjing pada 2018.

Laporan tersebut mencantumkan beberapa pelanggaran hak asasi manusia yang serius di Tiongkok, termasuk yang dilakukan oleh pemerintah: “pembunuhan sewenang-wenang atau di luar hukum oleh pemerintah; penghilangan paksa oleh pemerintah; penyiksaan oleh pemerintah; penahanan sewenang-wenang oleh pemerintah; kondisi penjara dan pusat penahanan yang kejam dan mengancam jiwa; tahanan politik,” dan banyak lainnya.

Laporan tersebut juga merinci bagaimana praktisi Falun Gong telah menjadi korban “penyiksaan sistematis dalam tahanan” oleh Partai Komunis Tiongkok.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa aktivis politik dan penganut agama, termasuk praktisi Falun Gong, telah ditahan di pusat perawatan pecandu narkoba; penahanan terlama adalah dua tahun.

Dilaporkan juga bahwa beberapa pengacara yang membantu aktivis politik dan pengikut spiritual dicabut izin profesinya. Beberapa dari mereka ditahan, diganggu, diancam, atau dilarang bertemu dengan klien mereka. Beberapa pengacara yang telah membantu praktisi Falun Gong bahkan telah “hilang”. Diyakini bahwa mereka diam-diam telah dipenjara. Salah satu contohnya adalah Gao Zhisheng, yang tidak terlihat di muka umum sejak Agustus 2017.

Biro Urusan Demokrasi, HAM, dan Tenaga Kerja Departemen Luar Negeri setiap tahunnya menerbitkan laporan hak asasi manusia. Ini adalah laporan ke-43.

›16.2.4(b) Laporan Tahunan CECC 2018: Penganiayaan terhadap Falun Gong Terus Berlanjut di Tiongkok

Komisi Eksekutif Kongres Urusan Tiongkok (The Congressional-Executive Commission on China disingkat CECC) mengeluarkan laporan tahunannya pada 10 Oktober 2018, menyoroti memburuknya kondisi hak asasi manusia di Tiongkok. Secara khusus, rezim komunis terus menindas praktisi Falun Gong, pengacara hak asasi manusia seperti Gao Zhisheng, dan etnis minoritas.

Pengambilan organ tubuh secara paksa juga disebutkan. “Beberapa organisasi internasional menyatakan prihatin atas laporan bahwa banyak transplantasi organ di Tiongkok telah menggunakan organ tubuh tahanan yang dipenjara, termasuk praktisi Falun Gong,” mengutip laporan setebal 324 halaman, yang tersedia di situs web CECC.

“Beraninya Menekan”

Senator AS Marco Rubio dan anggota Kongres AS Chris Smith, ketua dan ketua bersama CECC, mempresentasikan laporan tersebut pada konferensi pers. “Partai Komunis secara dramatis telah meningkatkan kendalinya atas pemerintah, masyarakat, dan bisnis serta secara kejam menggunakan teknologi untuk mencapai tujuannya. Ketika pembuat kebijakan Amerika sedang meningkatkan pemeriksaan kembali terhadap asumsi menyesatkan terkait hubungan AS-Tiongkok, kita harus melihat dengan jelas tentang implikasi global dari penindasan domestik Tiongkok,” kata Sen. Rubio.

Dia mengatakan represi terhadap kelompok agama oleh Partai Komunis juga merusak hubungan antara Tiongkok dan AS. Partai Komunis perlu mematuhi nilai-nilai universal, tidak hanya demi keamanan AS, kepentingan nasional, dan nilai-nilai moral, tetapi juga agar konsisten dengan harapan warga negara Tiongkok yang mencari perlindungan bagi hak-hak dasar mereka dan reformasi politik yang nyata.

Senator Rubio menyerukan sanksi terhadap pejabat komunis yang bertanggung jawab. Dia mengatakan kecaman komite ditujukan pada Partai Komunis Tiongkok, bukan pada rakyat Tiongkok. Sesungguhnya, rakyat dan budaya Tiongkok bahkan telah memberikan kontribusi besar bagi peradaban manusia, kata Rubio.

Smith menegaskan, “Laporan ini menyoroti kegagalan pemerintah Tiongkok untuk mematuhi standar universal, menyoroti kasus-kasus tahanan politik yang disiksa dan dianiaya.” “Bahkan diukur dengan standar Partai Komunis Tiongkok yang rendah, tahun ini sangatlah represif.” Dia mengatakan penindasan terhadap kelompok agama, etnis minoritas, dan pengacara hak asasi manusia adalah yang paling parah sejak Revolusi Kebudayaan.

Smith mengatakan bahwa memasukkan pengambilan organ dalam laporan tahunan berarti tindakan harus diambil terhadap praktik tercela tersebut.

Laporan tersebut menyatakan,

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pihak berwenang terus menahan praktisi Falun Gong dan memperlakukan mereka dengan kejam.Organisasi hak asasi manusia dan praktisi Falun Gong mendokumentasikan praktik pemaksaan dan kekerasan terhadap praktisi selama penahanan, termasuk kekerasan fisik, pemberian paksa obat-obatan, pelarangan tidur, dan bentuk-bentuk penyiksaan lainnya.

Laporan CECC memasukkan angka-angka dari organisasi nirlaba yang berbasis di AS Dui Hua Foundation bahwa praktisi Falun Gong merupakan mayoritas dari 800 orang yang dihukum berdasarkan Pasal 300 Hukum Pidana Tiongkok. Kasus-kasus sejak tahun 2017 tersebut - tersedia di database peradilan.

Di antara mereka, Deng Cuiping dari Kota Yuxi, Provinsi Yunnan, dipenjara dengan hukuman enam tahun. Bian Lichao dari Kota Tangshan, Provinsi Hebei, dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Zhang Ming dan Li Quanchen dari Kota Dandong, Provinsi Liaoning, juga ditangkap pada akhir Juni.

Bahkan warga dari negara lain pun terkena dampaknya. Pada 5 Januari 2018, Pengadilan Menengah Shenzhen di Provinsi Guangdong menguatkan vonis pada sidang banding Miew Cheu Siang (satu tahun enam bulan), warga negara Malaysia, dan istrinya Yu Linglan (lima tahun). Mereka didakwa memiliki dan mendistribusikan materi Falun Gong.

Pada Desember 2017, The Epoch Times melaporkan 29 kasus kematian praktisi Falun Gong yang terkonfirmasi pada 2017 karena disiksa oleh petugas.

Menyerukan Investigasi FBI

Laporan itu juga menemukan bahwa Partai Komunis “kembali memasukkan dirinya ke dalam kehidupan pribadi warga Tiongkok melalui pengumpulan data biometrik yang besar, jaringan pengawasan yang luas, serta sistem kredit sosial yang terus dikembangkan.”

Senator Rubio dan Rep. Smith juga merilis sebuah surat yang meminta FBI untuk melaporkan bagaimana mereka mengatasi intimidasi dan ancaman yang “tidak dapat diterima” terhadap komunitas Tionghoa yang tinggal di Amerika Serikat.

“Otoritarianisme Tiongkok di dalam negeri secara langsung mengancam kebebasan serta nilai-nilai dan kepentingan nasional yang paling kita pegang teguh,” catat laporan itu dalam Ringkasan Eksekutifnya.

›16.2.4(c) Departemen Luar Negeri Memberlakukan Pemeriksaan Visa yang Lebih Ketat untuk Pelanggar Hak Asasi Manusia

Minghui.org mengeluarkan pemberitahuan pada 31 Mei 2019, bahwa seorang pejabat dari Departemen Luar Negeri AS telah memberi tahu berbagai kelompok agama bahwa pemerintah AS mungkin akan menolak visa bagi pelanggar hak asasi manusia dan pelaku penganiayaan terhadap agama.334 Ini termasuk visa imigrasi dan visa non-imigrasi, seperti visa turis dan bisnis. Mereka yang telah diberikan visa (termasuk visa permanen “green card”) juga dapat ditolak masuk.

Pejabat tersebut secara khusus mengatakan kepada praktisi Falun Gong bahwa mereka dapat menyerahkan daftar pelaku yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong. Minghui.org telah mulai mengumpulkan informasi tentang para pelaku kejahatan tersebut, termasuk identitas, anggota keluarga, dan aset mereka, untuk diserahkan kepada pemerintah AS.

Para pelaku termasuk pejabat di Tiongkok dan individu di AS yang telah berusaha mengganggu Shen Yun Performing Arts, Shen Yun Symphony Orchestra, konferensi berbagi pengalaman Falun Dafa, dan kegiatan publik praktisi Falun Dafa lainnya. Mereka juga termasuk orang-orang yang menyebarkan propaganda fitnah PKT terhadap Falun Dafa di berbagai situs web.

Berita tentang pemeriksaan visa yang diperketat telah menggentarkan beberapa pejabat di Tiongkok untuk berpartisipasi dalam penganiayaan.335 Di Provinsi Heilongjiang, polisi keamanan domestik membebaskan empat praktisi Falun Gong setelah 15 hari ditahan dan mengembalikan barang-barang pribadi mereka. Seorang petugas berkata, “Kami tidak memukul anda, bukan? Kami tidak mengumpat anda. Jangan laporkan saya. Saya tidak ingin anak-anak saya tidak bisa ke luar negeri.” Di Provinsi Shandong, polisi menangkap dua praktisi dan menyita buku-buku Falun Gong mereka; setelah petugas menemukan brosur tentang pemberitahuan Minghui di antara barang-barang yang disita, mereka melepaskan praktisi pada hari berikutnya dan mengembalikan sepeda listrik mereka.

Anggota Parlemen Kanada - Judy Sgro, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Kewarganegaraan dan Imigrasi, menyerukan agar tindakan serupa diterapkan di Kanada.336 Dia menyarankan penerapan UU Magnitsky untuk memberikan sanksi kepada pejabat Tiongkok, terutama mereka yang telah berpartisipasi dalam pengambilan organ tubuh dari praktisi Falun Gong.

›16.2.4(d) Pemimpin A.S. Berbicara tentang Kebebasan Beragama dan Bertemu dengan Praktisi Falun Gong

(1)Presiden Trump Bertemu dengan Praktisi Falun Gong di Gedung Putih

Zhang Yuhua (wanita) adalah salah satu dari 27 penyintas penganiayaan agama dari 17 negara yang bertemu dengan Presiden Donald Trump di Ruang Oval Gedung Putih pada 17 Juli 2019.337

27 orang yang selamat itu menghadiri Pertemuan Pemuka Agama untuk Memajukan Kebebasan Beragama kedua (Second Ministerial to Advance Religious Freedom) yang diadakan oleh Departemen Luar Negeri AS di Washington, D.C. pada 16-18 Juli 2019.

Zhang, usia 59 tahun, memberi tahu Presiden Trump tentang penganiayaan terhadap suaminya, Ma Zhenyu, yang saat ini menjalani hukuman tiga tahun di Penjara Suzhou di Provinsi Jiangsu, Tiongkok.

Ma, 56 tahun, ditangkap pada September 2017 dan dijatuhi hukuman penjara pada Juni 2018 karena “menulis tujuh surat kepada para pemimpin pemerintah pusat untuk memohon keadilan bagi Falun Gong,” sebagaimana dinyatakan dalam putusan.

Zhang memberi tahu Presiden Trump bahwa dia sangat mengkhawatirkan suaminya. Dia mengenal praktisi lain yang dipenjara selama tiga tahun di fasilitas yang sama. Praktisi itu memuntahkan banyak darah dan meninggal dua hari setelah dibebaskan. Dia mendesak Presiden Trump untuk mengambil tindakan tegas terhadap Tiongkok atas pelanggaran hak asasi manusia dan pengambilan organ secara paksa. Presiden berkata, "Ya, saya mengerti."

Selama pidato pembukaannya di pertemuan Oval Office, Presiden Trump menyatakan solidaritasnya dengan para penyintas dan menegaskan kembali komitmennya untuk melindungi kebebasan beragama.

“Anda sekalian telah sangat menderita karena keyakinan Anda. Anda telah mengalami pelecehan, ancaman, serangan, pengadilan, pemenjaraan, dan penyiksaan. Anda sekalian sekarang telah menjadi saksi pentingnya memajukan kebebasan beragama di seluruh dunia,” ujar presiden.

“Di Amerika, kami selalu mengerti bahwa hak kami berasal dari Tuhan, bukan dari pemerintah. Dalam Bill of Rights kami, kebebasan pertama adalah kebebasan beragama. Masing-masing dari kita memiliki hak untuk mengikuti perintah hati nurani kita dan tuntutan keyakinan agama kita.

 “Untuk semua orang di sini, kalian telah melalui lebih banyak hal daripada yang bisa dialami kebanyakan orang dan saya ingin mengucapkan selamat kepada kalian. Sungguh suatu kehormatan bisa bersama dengan kalian dan saya akan berdiri berdampingan dengan kalian selamanya.”

(2) Penganiayaan Falun Gong Disampaikan di Pertemuan Pemuka Agama untuk Memajukan Kebebasan Beragama Kedua

Sebelumnya pada hari itu, Zhang berbicara di Pertemuan Pemuka Agama untuk Memajukan Kebebasan Beragama - tentang penganiayaan yang dia dan suaminya alami. Zhang adalah mantan profesor bahasa Rusia di Nanjing Normal University. Dia ditangkap empat kali dan dijatuhi hukuman tujuh tahun tujuh bulan karena berlatih Falun Gong. Dia disiksa dengan kejam di penjara, termasuk disetrum dengan tongkat listrik, dilarang tidur, diberi suntikan paksa obat-obatan yang tidak diketahui, dan dipaksa berlari di bawah terik matahari selama berjam-jam.

Suaminya, Ma, seorang insinyur desain radar, ditangkap beberapa kali dan menjalani hukuman tujuh tahun penjara sebelum masa hukuman terakhirnya. Karena pihak berwenang mencegah pengacaranya bertemu dengan Ma, dan beberapa pengacara yang mewakilinya sebelumnya mendapat pembalasan dendam dari petugas, Zhang mengatakan bahwa dia mengkhawatirkan suaminya siang dan malam: “Dia bisa disiksa hingga meninggal seperti ribuan praktisi Falun Gong lainnya. Dia bisa dibunuh untuk organnya seperti yang terjadi pada sejumlah praktisi Falun Gong yang tidak diketahui pasti jumlahnya.”

Dia meminta pemerintah AS untuk menjatuhkan sanksi di bawah Global Magnitsky Act pada pejabat Tiongkok “yang diketahui secara ilegal telah menahan, menyiksa, dan membunuh praktisi Falun Gong.”

“Saya berharap bahwa pemerintah AS, media internasional, dan kelompok hak asasi manusia dapat membantu membebaskan suami saya dan ratusan ribu praktisi Falun Gong yang tidak bersalah namun dipenjara,” katanya.

(3) Ketua DPR dan Mantan Anggota Parlemen Mengutuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tiongkok

Ketua DPR AS, Nancy Pelosi juga menghadiri konferensi tersebut. Dia berdiskusi selama satu jam dengan mantan anggota Kongres Frank Wolf, berfokus pada pelanggaran hak asasi manusia di Tiongkok. Dalam diskusi tersebut, Pelosi menyebut penindasan terhadap kebebasan beragama di Tiongkok sebagai “tantangan bagi nurani dunia.” Dia berkata, “Pelanggaran berskala demikian besar, dengan kepentingan komersial demikian signifikan, sehingga kadang-kadang melemahkan nilai-nilai kita tentang bagaimana kita harus bertindak.”

Mantan anggota Kongres Frank Wolf menyatakan keprihatinannya tentang meningkatnya penindasan kebebasan beragama di Tiongkok dan bagaimana perusahaan dari negara-negara Barat bekerja sama dengan rezim Tiongkok untuk menindas kelompok-kelompok agama dengan mengembangkan teknologi seperti pengawasan massal dan kecerdasan buatan (AI).

“Seharusnya perusahaan-perusahaan di Barat tidak bekerja sama dengan Tiongkok untuk melakukan ini,” kata Wolf. “Saya pikir mereka harus dituntut.” Dia mengatakan orang harus mengajukan tuntutan hukum terhadap perusahaan semacam itu, dan ganti rugi harus diberikan kepada kelompok korban, seperti Uyghur, Tibet, dan praktisi Falun Gong.

(4) Wakil Presiden Mike Pence Bertemu dengan Perwakilan Kelompok Agama yang Dianiaya di Tiongkok, Termasuk Falun Gong

Perwakilan dari tiga kelompok agama yang dianiaya di Tiongkok bertemu dengan Wakil Presiden Mike Pence dan perwakilan Dewan Keamanan Nasional pada 5 Agustus 2019 untuk membahas penindasan agama di Tiongkok dan cara-cara untuk mengatasi masalah tersebut.338

Anggota Himpunan Falun Dafa Washington D.C. berbicara tentang penganiayaan terhadap Falun Gong dan memberi tahu Pence, “Penganiayaan masih berlangsung parah. Dalam 20 tahun terakhir, kami telah mengidentifikasi lebih dari 4.000 orang yang meninggal akibat penyiksaan atau kekerasan fisik lainnya. Karena blokade informasi, jumlah sebenarnya bisa beberapa kali lebih tinggi. Pengambilan organ juga telah berlangsung selama hampir 20 tahun. Jumlah korbannya sangat besar.” Ia mengingat tanggapan Pence: “Kami tidak akan melupakan kalian [Falun Gong]. Saya berjanji.”

Pence menekankan pentingnya membahas kasus penganiayaan agama dalam pembicaraan perdagangan dengan Tiongkok. Pada pertemuan tingkat Menteri Kedua pada 18 Juli 2019, Pence menyatakan, “... Apa pun hasil negosiasi kami dengan Beijing, Anda dapat memastikan, rakyat Amerika akan selalu bersolidaritas dengan orang-orang dari semua agama di Republik Rakyat Tiongkok.”339

(Bersambung)

https://www.tiantibooks.org/collections/minghui-publications-featured/products/minghui-report-the-20-year-persecution-of-falun-gong-in-china-print?variant=40824205508713