(Minghui.org) Dalam masyarakat Tiongkok saat ini, terdapat sekelompok orang yang baik hati, tidak egois, dan jujur bagaikan aliran jernih yang membersihkan kotoran. Mereka adalah praktisi Falun Dafa (juga disebut Falun Gong), yang berpegang teguh pada prinsip Zhen, Shan, Ren (Sejati, Baik, Sabar).
Lebih Dekat dari Ibu Kandung dan Anak Perempuan
Sebelum berlatih Falun Dafa, saya berpikir bahwa hubungan yang paling sulit dijalani adalah antara menantu perempuan dan ibu mertuanya.
Ibu mertua saya memang mudah curiga dan pemarah. Selain itu, kesehatannya yang buruk membuatnya semakin sulit mengendalikan emosi. Ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginannya, ia menjadi marah dan mulai melempar mangkuk dan wajan ke lantai. Ketika ia tinggal bersama anak-anaknya yang lain, mereka sering bertengkar dengannya, dan mereka semua mengeluh betapa sulitnya bergaul dengannya.
Hubungan saya dengan ibu mertua bagaikan es dan api. Selama 17 tahun pernikahan, saya tidak berbicara sepatah kata pun dengannya. Namun, semuanya berubah ketika saya mulai berkultivasi Falun Dafa. Saya menyesuaikan pola pikir dan perilaku saya dengan prinsip Zhen, Shan, Ren (Sejati, Baik, Sabar), dan saya mulai memperlakukan ibu mertua saya dengan kebaikan yang tulus. Perubahan saya menyentuh hatinya, dan seiring waktu, ia mulai menanggapi dengan tulus dan hangat, seolah-olah saya adalah putrinya sendiri.
Setelah ibu mertua saya pindah dan tinggal bersama keluarga saya, saya merawatnya dengan sangat baik dan memperlakukannya dengan bermartabat, memastikan ia merasa nyaman baik secara fisik maupun mental.
Karena kesehatannya yang buruk, ia hampir kehilangan kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri. Saat ia tinggal bersama anak-anaknya yang lain di musim panas, ayah mertua saya, yang juga berusia di atas 80 tahun, memandikannya setiap tiga hari sekali. Namun, sejak dia tinggal bersama saya, saya memandikannya setiap hari. Saya juga membantunya berpakaian, merendam kakinya di air hangat, menggosok dan mengeringkannya, serta memakaikan kaus kakinya.
Dia selalu berterima kasih dan berkata kepada saya, “Kamu memperlakukan saya dengan sangat baik. Kamu melakukan perbuatan baik dan mengumpulkan kebajikan! Kamu akan mendapatkan balasan baik di masa depan!”
Saya menjawab sambil tersenyum, “Jika Ibu ingin berterima kasih kepada seseorang, lebih baik Ibu berterima kasih kepada Guru saya, Guru Li Hongzhi. Saya menjadi orang yang lebih berbakti hanya karena saya berlatih Falun Dafa. Partai Komunis Tiongkok telah merusak moralitas masyarakat kita. Berapa banyak anak muda yang tidak lagi merawat orang tua mereka yang sudah lanjut usia?! Sebelum tahun 1949, jika seseorang tidak merawat orang tuanya, mereka akan dikecam dan tidak mempunyai tempat di masyarakat!”
Ibu mertua saya berseru sambil mendesah. “Benar sekali! Sekarang, acara TV hanya membahas hal-hal buruk. Orang yang belajar darinya akan terpuruk! Dulu, seburuk apa pun seseorang, mereka tidak akan seburuk ini. Tapi sekarang, bahkan orang baik pun tidak tampak sebaik itu lagi!"
Terkadang, ketika saya menemukan celana ibu mertua saya kotor, saya akan mencucinya tanpa berkata apa-apa. Di lain waktu, mertua mengompol di tempat tidur, dan mertua saya akan saling menyalahkan. Saya hanya tersenyum dan meyakinkan mereka, dengan berkata, "Tidak masalah siapa yang melakukannya. Saya akan membersihkannya. Hal-hal seperti ini wajar seiring bertambahnya usia. Kalian sudah meringankan banyak beban kami dengan masih bisa berjalan dan mengurus diri sendiri. Saya hanya perlu mencuci pakaian dan memasak untuk kalian." Setelah mendengar ini, mereka berdua sangat senang dan lega.
Saya mengerti bahwa ibu mertua saya sering kali dalam suasana hati yang buruk dan mudah marah karena kesehatannya yang buruk. Ketika dia marah, saya hanya diam saja. Namun, saya juga punya emosi sendiri yang harus saya kelola. Saya mengingatkan diri sendiri bahwa saya sedang berkultifasi Zhen, Shan, Ren (Sejati, Baik, Sabar). Jika saya tidak bisa menahan hal-hal kecil, bagaimana saya bisa menyebut diri saya seorang praktisi sejati? Terkadang, ibu mertua saya meminta maaf karena marah. Saya hanya tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa."
Mertua saya tidak tahu cara menggunakan TV, jadi setiap hari sebelum berangkat kerja, saya menyetel saluran TV untuk mereka. Sepulang bekerja, saya memasak makanan yang mereka sukai. Karena mereka sudah tidak punya gigi, saya menyiapkan makanan yang sangat lunak untuk mereka, makanan yang sebenarnya tidak terlalu saya sukai.
Suatu kali, saya mengunjungi salah satu kerabat saya. Saya bercanda sambil makan, "Akhirnya saya punya makanan yang pas, tidak terlalu lunak." Kerabat itu menghela napas setelah mengetahui situasi saya, dan berkata, "Kamu sudah melewati masa sulit, makan makanan lunak begitu lama."
Orang tua sering kali suka membicarakan hal-hal yang terjadi di masa lalu, jadi saya hanya mendengarkan dan sesekali berkomentar. Terkadang saya meminta nasihat mereka dengan kerendahan hati yang tulus, seperti tentang etika, cara mengasinkan sayuran, atau tips untuk kehidupan sehari-hari. Meskipun saya sudah memiliki pengetahuan tentang hal-hal ini, saya tetap meminta pendapat mereka. Saya hanya ingin mereka merasa dihargai dan tidak menjadi beban bagi anak-anak mereka.
Beberapa hari sebelum ibu mertua saya meninggalkan rumah untuk tinggal bersama salah satu anaknya yang lain, kami mengobrol dari hati ke hati. Ia berkata kepada saya dengan berlinang air mata, “Saya tak tega meninggalkanmu. Saya sudah terbiasa tinggal di sini, dan sekarang saya harus pindah ke tempat baru.”
Saya bertanya, “Kenapa ibu tidak tinggal di sini saja?”
Dia menjawab, “Tidak, saya tidak bisa. Saya tahu kalian berdua baik dan hormat kepada kami. Tapi kalau saya tinggal di sini terus, anak-anak yang lain tidak akan merasa bertanggung jawab atas kami. Sayalah yang melahirkan mereka semua. Kenapa hanya kamu yang harus mengurus kami? Lagipula, kalian berdua sangat sibuk dengan pekerjaan kalian. Kamu bahkan melewatkan makan siang dan bergegas pulang untuk memasak makan siang untuk kami. Kami merasa kasihan karenanya. Dan beberapa saudaramu lebih kaya daripada kamu. Mereka punya lebih banyak uang dan waktu daripada kalian berdua. Sekarang giliran mereka untuk mengurus kami.”
Saya tersenyum dan berkata, "Baiklah, kalau kalian ke rumah mereka, jangan marah-marah atau mengkritik mereka sesuka hati." Dia mengangguk.
Saya Bergaul dengan Menantu Perempuan
Sebelum berlatih Dafa, saya orang yang mudah marah, sombong, dan pemarah. Kepribadian saya keras dan sulit dihadapi, yang hampir membuat menantu perempuan saya takut dan mencegahnya menikah dengan putra saya.
Setelah putra dan menantu perempuan saya menikah dan tinggal bersama kami, saya sangat memperhatikannya. Saya mengajaknya berbelanja di toko-toko pakaian terbaik dan berbicara dengan ramah kepadanya, tanpa pernah meninggikan suara. Setiap kali muncul masalah, saya mendiskusikannya dan berbagi pendapat, dan tidak memaksanya melakukan segala sesuatu dengan cara saya. Ketika konflik muncul, saya memilih untuk tidak berdebat dengannya, dan hanya diam.
Setiap kali dia membutuhkan bantuan, saya berusaha sebaik mungkin untuk menawarkan bantuan dan mencari solusi baginya.
Ketika menantu perempuan saya pertama kali bergabung dengan keluarga kami, saya khawatir dia akan merasa rindu rumah, jadi saya meminta putra saya untuk pergi mengunjungi orang tuanya bersamanya di akhir pekan. Jika dia sibuk, saya akan meminta rekan kerjanya untuk mengajaknya bersenang-senang.
Salah satu rekan kerjanya pernah berkata kepada saya, “Anda ibu mertua yang sungguh baik. Anda mendorong menantu untuk bertemu orang tuanya. Sekarang, kebanyakan ibu mertua tidak akan melakukan itu. Begitu menantu perempuan mereka menyebutkan akan pergi menemui orang tuanya, mereka akan kesal. Dan jika menantu perempuan ingin keluar, mereka akan kesal.”
Saya menjawab, “Anda harus menempatkan diri di posisi orang lain. Saya juga pernah menjadi menantu perempuan. Di awal pernikahan, saya sangat merindukan orang tua saya, dan sering merasa kesepian.”
Sekarang, anak muda biasanya pergi berlibur. Namun, putra kami sangat sibuk dengan pekerjaan dan tidak punya waktu untuk pergi bersamanya. Maka saya mendorongnya untuk pergi bersama teman-temannya, dan bahkan memberinya beberapa ribu yuan untuk perjalanannya. Dia sangat tersentuh, tetapi khawatir tentang siapa yang akan mengurus anak mereka. Saya meyakinkannya dengan mengatakan, "Jangan khawatir, pergilah dan nikmati saja. Senang rasanya bisa mengurus cucu." Kemudian, saya meminta putra saya untuk merencanakan perjalanan liburan untuk dirinya sendiri, istrinya, dan anak mereka.
Salah satu rekan saya mendengar percakapan telepon saya dengan menantu perempuan saya. Dia berkomentar dengan kagum, "Hubunganmu dengan menantu perempuanmu begitu erat. Jarang sekali melihat ikatan sedekat ini antara ibu mertua dan menantu perempuan akhir-akhir ini."
Saya menjawab sambil tersenyum, "Menantu perempuan saya orang yang cukup cakap, dan ibunya membesarkannya dengan baik."
Ia melanjutkan, “Hubungan yang baik membutuhkan usaha dari kedua belah pihak. Tentu saja, menantu perempuan Anda baik dan berbakti, tetapi perhatian tulus Anda kepadanya juga sangat penting. Saya ingat suatu kali ketika dia datang ke kantor kita; Anda membuatkannya teh dan membawakannya kursi. Ketika Anda menyadari dia tidak berpakaian cukup hangat, Anda memberinya jaket karena Anda khawatir dia akan kedinginan. Kami semua bercanda bahwa Anda memperlakukan menantu perempuan Anda seperti bayi kecil Anda.”
Saya menjawab, “Dia sedang tidak enak badan saat itu. Tentu saja saya harus merawatnya.”
Banyak orang di sekitar saya iri dengan hubungan harmonis antara menantu perempuan saya dan saya, dan mereka semua datang untuk meminta nasihat tentang cara memperbaiki hubungan mereka dengan menantu perempuan mereka.
Saya berkata kepada mereka, “Sebenarnya, sangat sederhana. Perlakukan menantu perempuan Anda dengan tulus, rawat dan penuh perhatian, serta bertoleransi terhadap kekurangannya. Jika Anda bisa melakukan itu, Anda secara alami akan memenangkan hatinya.”
Menantu perempuan saya dan saya memiliki hubungan yang sangat terbuka dan jujur, dan kami bisa membicarakan apa saja. Ketika ibunya melihat betapa akrabnya kami, ia sangat senang dan berkata, "Sebelum putri saya menikah, saya cukup khawatir dia akan diperlakukan buruk oleh ibu mertuanya. Tapi melihat betapa dekatnya kalian berdua sekarang, saya jadi merasa sedikit iri!"
Seluruh konten dilindungi oleh hak cipta © 1999-2025 Minghui.org