(Minghui.org) Saya berusia 74 tahun, dan Oktober ini akan menjadi tepat 30 tahun sejak mulai berlatih Falun Dafa. Selama lebih dari 70 tahun, saya telah menikmati kepedulian dari keluarga tercinta, memperoleh bantuan dari teman-teman, dan juga mengalami perasaan bersyukur dan sakit hati. Saya ingin mengenang beberapa orang yang tak terlupakan, yang saya temui selama bertahun-tahun, orang-orang yang meninggalkan kesan mendalam bagi saya. Mereka semua adalah dermawan yang telah membantu membentuk, mengasah saya, dan membuka jalan bagi saya.

Pemulung yang Mengajari Saya Bersikap Baik

Ketika berusia lima tahun, keluarga saya tinggal di Kota Yantai, Provinsi Shandong. Suatu hari, seorang wanita tua, tingginya sedikit di atas 1,2 meter, berada di jalan. Ia memegang sekantong kain perca di satu tangan dan pengait dapur di tangan lainnya. Beberapa anak mengejarnya. Tiba-tiba, seseorang meneriakinya dan semua anak ikut berteriak. Saya tidak tahu apa maksud mereka, tetapi saya merasa senang dan ikut berteriak. Wanita itu kemudian menjadi marah dan berteriak kepada kami, “Putraku ada di garis depan melawan musuh, dan kalian menikmati hidup di rumah!”

Melihat kemarahannya, kami semua berlari pulang secepat mungkin. Anehnya, ia tidak mengejar siapa pun kecuali saya. Saya ketakutan, dan bergegas ke toilet di luar rumah saya. Wanita itu berdiri di luar, melambaikan kait, dan terus mengulangi, “Putraku ada di garis depan melawan musuh, dan kau menikmati hidup di rumah!” Setelah berteriak beberapa saat, ia pergi.

Peristiwa ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya. Bahkan sekarang, saya masih mengingatnya dengan jelas. Saya tahu saya telah bersalah. Seharusnya tidak mengejek atau mengganggu seseorang. Benih kasih sayang telah tertanam di hati saya sejak kecil. Pengalaman ini memainkan peran penting dalam membentuk cara saya memperlakukan orang lain sepanjang hidup saya.

Saya kemudian membaca ajaran Guru Li dan menemukan bagian ini:

“Demi menyelamatkan kalian, Buddha pernah meminta sedekah makan di tengah manusia biasa, hari ini saya kembali membuka pintu lebar-lebar mengajarkan Dafa menyelamatkan kalian, saya tidak merasa menderita sekalipun telah dilanda kesengsaraan yang tak terhingga, sedang kalian masih ada apalagi yang tidak dapat dilepas? Dapatkah anda membawa masuk benda yang tidak dapat dilepas dalam hati itu ke dalam surga?,” (“Sejati Berkultivasi,” Petunjuk Penting Untuk Gigih Maju I)

Saya selalu memiliki perasaan unik bahwa praktisi Dafa cenderung berpikir lebih luas dan mendalam. Saya berpikir, “Untuk menyelamatkan kita, seberapa besar pengukuhan fondasi yang harus Guru lakukan? Seberapa besar penderitaan yang telah Guru tanggung? Seberapa besar rasa sakit yang telah Guru tanggung?” Air mata menggenang di mata saya, dan rasa syukur yang mendalam muncul di hati saya. Perasaan itu tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Untungnya, kebaikan telah berakar di hati saya. Hal itu memberikan fondasi yang kuat bagi saya untuk meningkatkan belas kasih dalam kultivasi Dafa, terutama dalam memenuhi misi besar membantu Guru dalam pelurusan Fa dan menyelamatkan makhluk hidup.

Saat mengklarifikasi fakta secara langsung, saya tidak pernah melewatkan penyapu jalan atau pemulung yang saya temui. Saya ingat ada lingkungan baru tak jauh dari rumah saya. Dengan bersepeda ke sana dan menyadari bahwa tidak ada praktisi Dafa yang membantu orang-orang mundur dari Partai Komunis Tiongkok (PKT). Jadi saya sering mengunjungi dan berbicara dengan orang-orang di setiap jalan. Banyak di antaranya adalah penyapu jalan atau tukang kebun.

Orang-orang di lapisan masyarakat paling bawah ini memiliki pemikiran yang relatif sederhana, dan mereka lebih mudah menerima keagungan Dafa dan belas kasih para praktisi Dafa. Tingkat pengunduran diri mereka dari PKT dan organisasi pemudanya sangat tinggi. Sangat sedikit yang menolak untuk mundur.

Beberapa tukang sampah bilang, “Orang kaya sering meremehkan kami, tapi anda memperlakukan kami dengan sangat baik. Anda orang yang sangat baik. Anda sangat baik hati!” Saya bilang ke mereka bahwa saya berlatih Falun Dafa, yang mengajarkan Sejati, Baik, dan Sabar, dan Guru kita mengajarkan kita untuk menjadi seperti ini. Ketika mereka berterima kasih kepada saya, saya selalu bilang ke mereka untuk berterima kasih kepada Guru Li.

Mantan Guru Selalu Memilih Saya

Saat berumur sepuluh tahun dan duduk di kelas dua, saya murid yang baik, dan wali kelas sangat menyukai saya. Ia mengangkat saya sebagai ketua kelas, dan sering memuji saya di depan murid-murid lain. Ia mengundang saya ke rumahnya saat akhir pekan atau hari libur, memberi saya hadiah, dan bahkan mengajari saya cara menyanyi lagu berirama tradisional untuk pertunjukan.

Suatu hari, ia bilang ia harus menghadiri rapat dan meminta saya untuk bertanggung jawab mengawasi beberapa anak nakal di kelas selama ia tidak ada. Begitu ia pergi, para siswa nakal itu langsung berulah. Ada yang bicara keras-keras, ada pula yang ribut. Tak seorang pun mendengarkan saya. Seorang anak laki-laki bahkan mengambil tongkat panjang dan berlagak menembakkan senapan mesin ke kepala semua orang, membuat seluruh kelas tertawa terbahak-bahak.

Ketika guru itu kembali sore harinya, guru-guru lain melaporkan kekacauan itu. Guru itu sangat marah. Ia memanggil kami para ketua kelas ke kantornya, memberi kami ceramah yang keras, dan menghukum kami dengan memaksa kami menulis 4.000 karakter Mandarin malam itu. Setelah ia pergi, kami semua mengeluh. Saya bergumam, “Menulis 4.000 karakter Mandarin dalam semalam!? Mungkin menulis 4.000 titik saja sudah cukup.”

Guru itu kembali tak lama kemudian. Ia menyuruh yang lain pulang, tetapi tetap membiarkan saya di sana. Ia memarahi saya dengan keras, mengatakan bahwa saya sombong, angkuh, terlalu percaya diri, dan egois. Saya menangis, tidak mengerti mengapa ia tiba-tiba memperlakukan saya seperti ini.

Saya pulang dengan perasaan tidak enak. Lebih parahnya lagi, mulai keesokan harinya, tanpa menyebut nama siapa pun secara langsung, ia mulai mengkritik saya, “Ada orang yang arogan, angkuh, terlalu percaya diri, dan egois...” Teman-teman sekelas saya tidak tahu siapa yang ia bicarakan, tetapi saya tahu. Ini terus berlanjut sampai saya takut pergi ke sekolah. Baru setelah saya naik ke kelas tiga dan mendapat wali kelas baru, mimpi buruk itu akhirnya berakhir. Pengalaman ini juga tak terlupakan, dan saya sering bertanya-tanya mengapa ia begitu jahat terhadap saya.

Setelah berlatih Falun Dafa, terutama dalam beberapa tahun terakhir, seiring meningkatnya Xinxing dan pemahaman Fa, saya merasa bersyukur kepada guru itu. Guru itu telah berupaya keras untuk mengoreksi dan membimbing saya. Sebagai anak berusia 10 tahun yang penuh dengan sifat kompetitif dan suka memberontak, jika saya tidak berubah sejak dini, apa jadinya saya?

Di SMP dan SMA, saya terus berprestasi dengan sangat baik. Di tempat kerja, saya dipuji sebagai seseorang yang berintegritas sekaligus berbakat. Sifat-sifat negatif seperti arogansi dan kesombongan tidak pernah muncul kembali. Saya sungguh bersyukur kepada guru yang mengoreksi saya tepat waktu dan mencegah saya menyimpang.

Saya tahu semua ini telah diatur oleh Guru. Untuk membantu saya menjadi pengikut Dafa di masa pelurusan Fa, Guru telah lama membuka jalan untuk kehidupan saya dan mengawasi saya.

Suami Saya Membantu Menyingkirkan Karma

Sebelum berkultivasi, saya sering merasa kasihan pada diri sendiri karena menikah dengan pria yang tidak tahu cara memperhatikan saya. Saya merasa hidup saya sia-sia. Suami saya tidak suka mengerjakan pekerjaan rumah. Meskipun sangat sibuk bekerja, saya harus mengerjakan hampir semua pekerjaan rumah. Sejak menikah dengannya, saya jarang merasakan kehangatan atau mendapat perhatian darinya.

Di musim dingin di wilayah utara, air es bisa sangat menyiksa, terutama bagi perempuan yang sedang menstruasi. Terkadang setelah mencuci pakaian, saya harus membilasnya dua kali dengan air bersih, dan kami hanya punya air keran dingin. Saya sering meminta bantuan suami, tetapi ia malah bilang, “Kenapa kamu tidak melakukannya sendiri saja?”

Saya menjawab, “Ini lagi haid, dan airnya dingin sekali. Sampai bikin lengan saya sakit.” Ia bilang lengannya juga sakit dan terus nonton TV seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Seiring waktu, lengan, tangan, dan leher saya bermasalah. Terutama di musim dingin, terlalu banyak terkena air dingin membuat tangan saya bengkak. Lengan dan leher saya terkadang terasa sangat sakit sehingga tidak bisa tidur. Saya harus bergantung pada plester rematik untuk meredakannya. Saya membenci suami saya karena ia tampak begitu dingin dan tak berperasaan. Di rumah kami, ia seperti “pimpinan biksu”, dan saya adalah “biksu kecil” yang melakukan semua pekerjaan.

Ia juga pemarah dan sering marah. Misalnya, kalau saya buka gorden di pagi hari, ia bakal marah, bilang, “Kenapa kamu buka gorden pagi-pagi sekali?” Dan ketika minta izin membuka gorden, ia malah jawab, “Kenapa kamu tanya pertanyaan yang bodoh?”

Saya merasa sangat sedih. Mengapa berakhir dengan suami seperti ini? Tapi pikiran saya sekarang benar-benar berbeda. Saya ingat bagaimana guru Milarepa menyuruh Milarepa mengangkut batu untuk membangun dan merobohkan rumah berulang kali demi melenyapkan karmanya dan mencapai alam spiritual yang lebih tinggi. Suami saya juga telah membantu saya melenyapkan banyak karma.

Konflik Xinxing dengan Menantu Perempuan Saya

Menantu perempuan saya biasanya pendiam dan mudah bergaul. Orang bilang hubungan ibu mertua dan menantu perempuan itu sulit, tetapi selama bertahun-tahun setelah ia menikah dengan putra saya, kami tidak pernah bersuara keras satu sama lain. Kami selalu berinisiatif mengerjakan pekerjaan rumah dan memikirkan selera masing-masing saat memasak. Suatu hari, kami mengobrol tentang hubungan kami, dan menantu perempuan saya berkata, “Kami tidak punya masalah-masalah seperti itu. Kamu sangat mudah bergaul dan baik hati!”

Namun, sesuatu terjadi tak lama kemudian. Saat kami mengunjungi adik perempuan saya untuk makan bersama, ada yang mengatakan bahwa putri seorang pemimpin di tempat kerja kami hampir berusia 40 tahun dan masih belum menikah. Saya lalu bercanda, “Ia kaya raya, dan ayahnya pejabat tinggi. Siapa yang berani menikahinya?!”

Putra saya menjawab, “Saya berani menikahinya!” Saya lalu berseru, “Kamu omong kosong!”

Dalam perjalanan pulang, menantu perempuan saya bergegas pergi duluan. Di rumah, putra saya bertanya apakah saya salah bicara karena istrinya sedang kesal. Baru saat itulah saya ingat apa yang telah saya katakan.

Keesokan harinya, sikapnya sangat berbeda. Ia dingin dan tidak mau bicara, bahkan mengabaikan saya saat saya berbicara dengannya. Sepulang kerja, ia memalingkan wajahnya dan langsung pergi ke kamarnya. Saya meminta maaf malam itu, dengan berkata, “Saya pasti telah mengatakan sesuatu yang menyakitkan tanpa menyadarinya. Tolong jangan marah.”

Ia hanya menjawab, “Kamu terlalu banyak berpikir.”

Namun, sejak saat itu, ia menjaga jarak. Ia tak pernah berdebat dengan saya, hanya diam saja. Ia bahkan tak menatap saya. Saya merasa sengsara selama berhari-hari dan seperti anak kecil yang telah berbuat salah. Saya menyalahkan mulut saya yang ceroboh, dan menyadari perlu memperbaiki cara saya berbicara.

Sebagai seorang praktisi, saya mengerti bahwa ia telah membantu saya meningkatkan Xinxing (kualitas moral). Meskipun secara prinsip saya mengerti, hati saya tetap sakit. Saya telah menjadi seorang pengajar seumur hidup, dihormati oleh banyak orang, dan sekarang saya harus menanggung keluhan seperti itu dari seseorang yang lebih muda.

Namun, dengan pengalaman kultivasi bertahun-tahun, saya tahu ini adalah ujian untuk membantu saya meningkat. Bahkan ketika merasa tidak nyaman, saya tetap melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Saya tetap bangun pagi untuk menyiapkan sarapan bagi mereka dan membersihkan rumah setelah mereka pergi. Malam harinya, saya memasak dan memastikan mereka menyukai makanannya. Saya juga membelikan baju dan sepatu untuk menantu perempuan saya, dan terkadang untuk ibunya, saudara perempuannya, dan bahkan anak-anak saudara perempuannya. Perlahan-lahan, es mulai mencair, dan hubungan kami kembali normal.

Saya tahu semua orang ini telah diatur oleh Guru untuk membantu saya sukses sebagai praktisi Dafa. Saya berterima kasih kepada mereka, tetapi saya bahkan lebih bersyukur atas belas kasih Guru yang tak terbatas. Sebagai seorang praktisi Dafa, saya harus berkultivasi dengan tekun, berjalan di jalur yang telah diatur oleh Guru, melakukan tiga hal dengan baik, menyelamatkan lebih banyak orang, dan tidak mengecewakan penyelamatan Guru yang berbelas kasih.

Terima kasih, Guru! Terima kasih, rekan-rekan praktisi!