(Minghui.org)

1. Memperoleh Falun Dafa

Saya adalah seorang praktisi berumur 48 tahun di China Daratan. Sejak masih sangat muda, saya sudah memikirkan tentang arti kehidupan. Suatu hari di bulan Juni 1998, saya beruntung mendapatkan buku Zhuan Falun, harta yang tidak ternilai ini, membuka takbir semua misteri yang saya renungkan. Saya hanya memiliki satu pikiran pada waktu itu: Akhirnya saya menemukan rumah ke mana jiwa saya dapat pulang.

Namun, ketika saya sedang dipenuhi oleh kegembiraan yang tak terhingga ini, rejim Jiang memulai penindasan besar-besaran terhadap Falun Gong. Sejak itu, saya mulai menempuh jalur kultivasi pelurusan Fa yang sulit. Melihat kembali perjalanan yang sulit ini, selama lima tahun terakhir dengan pemahaman Fa yang semakin mendalam, saya sangat tersentuh. Guru menahan penderitaan sangat berat demi saya sehingga saya, seorang yang penuh dengan karma, dapat menjadi seorang partikel Falun Dafa yang sejati. Guru telah mencurahkan perhatian dan energinya ke dalam setiap langkah maju yang saya lakukan.

2. Perlahan-lahan Membuang Kebutuhan untuk Diakui, Kepentingan Pribadi dan Emosi – Tiga Perjalanan ke Beijing untuk Memohon bagi Dafa

Pada 22 Juli 1999, semua media nasional menghentikan semua program siarannya kecuali program yang memfitnah Falun Gong, yang disiarkan sepanjang hari. Saya tidak dapat mempercayai bahwa ada pemerintah yang tega menjebak rakyatnya dan membanjiri dengan kebohongan. Saya tidak bisa tenang dan terus berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Saya bertanya kepada rekan-rekan praktisi apa yang dapat kami lakukan. Pada waktu itu, kami semua merasa tidak ada yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki situasi. Hal ini berlangsung sampai dengan bulan September.

Pada 7 September 1999, saya meninggalkan sebuah surat untuk suami saya. Saya bersama dengan dua rekan praktisi naik kereta menuju Beijing. Kami ingin tahu apa yang sedang terjadi di Beijing sehingga kami dapat memutuskan apa yang harus kami lakukan kemudian. Saat itu adalah masa di mana terjadi pembatasan yang sangat ketat terhadap para praktisi. Kami dihadapkan dengan pos pemeriksaan segera setelah turun dari kereta. Karena kami sangat tenang, kami dapat melewati pemeriksaan polisi dan tiba di Beijing tanpa kesulitan. Keadaan di Beijing juga sangat tegang. Polisi terlihat dimana-mana sedang memeriksa pejalan kaki. Kami tinggal di sebuah hotel kecil. Polisi setiap malam datang memeriksa para tamu.

Kami tinggal di Beijing selama empat hari dan tidak melakukan apapun sebelum pulang. Di atas kereta dalam perjalanan pulang, seorang pemuda duduk di hadapan saya. Semakin melihatnya, semakin merasa dia mirip dengan anak saya, sehingga membuat saya rindu padanya. Tiba di rumah, suami tidak marah malahan memperlihatkan kekhawatiran yang sangat besar pada saya. Keesokan harinya, dia meninggalkan sepucuk surat untuk saya sebelum berangkat bekerja. Tulisannya, “Saya bekerja setiap hari demi rumah ini, sehingga kamu dan anak kita dapat hidup bahagia. Kita sudah hidup bersama selama 20 tahun. Saya telah berusaha memenuhi semua permintaan kamu karena kamu sangat penting bagi saya, saya tidak dapat hidup tanpa dirimu.” Saya menangis setelah membaca surat itu. Melihat apartemen baru kami, rumah kami yang nyaman, keterikatan akan kenyamanan timbul di dalam diri saya dan saya sungguh tidak ingin meninggalkan rumah lagi.

Segera setelah itu saya bermimpi, Guru memberi petunjuk kepada saya bahwa misi praktisi Dafa adalah untuk membuktikan kebenaran Dafa, saya merasa menderita dan diliputi kesedihan yang mendalam setelah bangun dari tidur. Ketika penguasa jahat sedang memfitnah Guru, dan ketika 100 juta orang telah dirampas haknya untuk berlatih Falun Dafa, bagaimana saya bisa berdiam diri dan menjalani kehidupan yang nyaman di rumah? Saya memutuskan untuk pergi lagi ke Beijing.

Suami kemudian jatuh sakit. Ibu dan ayah mertua tinggal di rumah saya. Saya memberitahu mereka tentang rencana kepergian saya ke Beijing. Ibu mertua berusaha untuk membujuk saya, “Saya akan memberimu uang, untuk kamu dan Gang (suami saya) pergi tur keliling China, jangan hanya pergi ke Beijing saja.” Saya tidak merubah pendirian. Ibu mertua merasa saya sangat keras kepala dan meninggalkan rumah dengan marah. Suami memukuli saya setelah mengantar orang tuanya pulang. Ketika memukuli saya dia berkata, “Ini adalah pertama kalinya saya memukulmu setelah 20 tahun.” Saya sangat tenang. Malam itu, saya dengan tenang menjelaskan kepada suami mengapa saya harus pergi ke Beijing. Suami berkata, “Saya menyesal telah memukulimu. Karena kamu sangat tulus, saya mengijinkan kamu pergi. Saya tidak akan memberitahu orangtua kita. Pulanglah secepat mungkin.”

Pada 20 September 1999, kakak dan adik perempuan saya (keduanya praktisi) dan saya sekali lagi naik kereta menuju ke Beijing. Kali ini pemeriksaan terhadap praktisi lebih ketat lagi. Kami akhirnya tiba di Beijing setelah melewati beberapa kali kesulitan di sepanjang jalan. Beijing dijaga ketat, polisi terlihat dimana-mana, di Lapangan Tiananmen, di depan kantor permohonan, di jalan besar dan di jalan-jalan kecil. Kantor permohonan berubah menjadi tempat penangkapan orang dan sangat sulit bahkan untuk mendekatinya saja. Dengan bantuan rekan-rekan praktisi, kami tinggal di rumah praktisi Li di Beijing. Selama beberapa hari di rumah Li, kami terus memikirkan cara untuk pergi ke kantor permohonan.

Keadaan di Beijing semakin lama semakin tegang. Sekali waktu kami bertiga menginap di sebuah gudang yang penuh dengan tikus, di lain waktu saat kami duduk di lereng bukit yang sangat terpencil hingga tidak ada seorangpun yang terlihat, kami makan di udara terbuka dan tidur berselimut embun, dan kami menjalankan masa-masa yang penuh kesedihan karena kami tidak mempunyai tempat untuk mengadu atas ketidakadilan terhadap Falun Dafa. Beberapa kali kami mencoba pergi ke kantor permohonan tetapi gagal. Walupun demikian, kami tetap memutuskan untuk tidak akan pulang ke rumah sebelum keadaan diperbaiki. Pernah sekali waktu saya menelepon saudari ipar saya yang juga seorang praktisi. Dia mengatakan bahwa suami dan adik laki-laki saya datang ke Beijing untuk mencari kami. Mereka telah menghabiskan banyak uang tetapi tidak dapat menemukan kami. Semua orang di rumah merasa khawatir. Saya menelepon suami saya. Dia berkata, “Tolong pulanglah! Saya hampir menjadi gila.” Saya tidak dapat mengendalikan diri. Saya melafalkan artikel Guru “Sejati Berkultivasi” berulang-ulang,

“Xiulian itu sendiri tidaklah menderita, kuncinya adalah tidak sanggup melepas keterikatan manusia biasa. Ketika nama, kepentingan dan hubungan perasaan kalian harus dilepas barulah terasa menderita.” (Petunjuk Penting Untuk Gigih Maju)

Pada 25 Oktober 1999, kami dengar di berita bahwa pemerintah mencap Falun Gong sebagai [kata-kata makian dihilangkan]. Kami tidak dapat menunggu lebih lama lagi, pada malam itu juga kami pergi ke Lapangan Tiananmen. Ketika kami sampai, beberapa polisi menghampiri kami dan memerintahkan kami untuk memaki Guru Li. Kami menolak. Mereka segera menyeret kami ke mobil polisi sebelum kami sempat berbicara.

Kami dikirim ke Stadium Fengtai, yang telah dipadati oleh orang-orang yang ditahan. Beberapa polisi dengan sadis memukuli orang. Kami duduk di stadium satu hari satu malam tanpa disediakan makanan. Kemudian kami dibawa ke Penjara Miyun di Beijing. Setelah kami tiba di sana, para penjaga memukuli kami dengan brutal. Kami ditelanjangi dan digeledah. Kami dipaksa berjongkok dalam waktu lama. Beberapa praktisi tidak tahan dan mulai berjatuhan.

Saya mulai melakukan latihan Falun Gong. Melihat saya, beberapa orang polisi menyerbu. Mereka menekan saya ke lantai, merantai kaki dan tangan saya dengan borgol yang berat. Borgol karatan itu beratnya mencapai tiga puluh sampai empat puluh pon, dan tangan saya diborgol ke belakang punggung. Mereka melepaskan sepatu saya, sehingga saya hanya menggunakan kaos kaki saja. Saya diseret ke lapangan yang penuh dengan batu, dan dipaksa untuk terus berjalan tanpa mengenakan sepatu. Ketika berjalan lambat, seorang polisi bertubuh tinggi besar menendang saya dari belakang. Saya jatuh berlutut ke tanah dan sulit sekali untuk berdiri. Saya berjalan beberapa jam sampai tidak mampu bergerak lagi. Kemudian, dua polisi menyeret dengan menarik tangan saya dan berlari sepanjang lapangan, kaki saya terkikis oleh tanah. Kaos kaki robek dan kaki saya penuh dengan luka kulit yang terkelupas. Borgol di kaki dan tangan mengiris daging saya, walaupun demikian, mereka tidak melepaskannya selama enam hari.

Saya tidak dapat tidur dan makan, bahkan pergi ke toilet. Hal ini terjadi di masa menstruasi saya, saya diborgol, sehingga saya berada dalam keadaan yang sangat menderita selama enam hari penuh, tanpa pembalut, kertas tisu atau pelindung lainnya. Kaki saya terluka parah sampai terlihat tulang, ditambah rasa nyeri yang amat sangat seperti terpotong pisau.

Saya dipulangkan ke timur laut China dari Beijing dan langsung dikirim ke tempat kerja saya. Keluarga, rekan kerja dan teman-teman datang untuk membujuk saya melepaskan Falun Gong. Dengan teguh saya menolak. Kemudian saya dipecat dari pekerjaan dan dimasukan ke dalam Pusat Penahanan Kota Jilin.

Seluruh keluarga saya datang ke pusat penahanan untuk menjenguk saya dan mereka menangis. Suami hampir setiap hari membawakan makanan untuk saya. Saya dikurung di pusat penahanan selama 15 hari. Polisi lokal mengancam, jika saya menolak untuk menulis surat jaminan bahwa tidak akan lagi memohon bagi Falun Gong atau berlatih Falun Gong, saya akan dimasukan ke kamp kerja paksa. Saya memutuskan untuk tidak menulis jaminan apapun. Polisi mengijinkan suami membawa saya pulang dan mereka memberikan waktu satu malam untuk mempertimbangkannya kembali. Ketika tiba di rumah, semua orang telah menunggu saya. Ayah mertua menangis dan berkata, “Tidak dapatkah kamu berjanji saja kepada mereka? Saya akan berlutut di hadapanmu jika itu dapat membantu.” Mereka mencoba untuk membujuk saya semalaman tetapi saya tetap tidak goyah. Keesokan harinya, polisi setempat menelepon dan berkata bahwa saya harus kembali karena saya tidak menyetujui persyaratan mereka. Mereka mencoba kembali di kantor polisi: “Jika kamu menulis bahwa kamu tidak akan lagi berlatih kami dapat membantumu untuk mendapatkan kembali pekerjaan kamu.” Saya berkata, “Tidak mungkin.” Mereka menyadari bahwa saya tidak akan berubah pikiran, kembali berkata, “Karena luka di kaki menyebabkan kamu tidak dapat berjalan, tinggallah beberapa hari di rumah untuk menikmati kehangatan rumahmu.”

Beginilah bagaimana saya kehilangan pekerjaan karena pergi ke Beijing untuk memohon keadilan.

Pada Desember 1999, melihat berita bahwa praktisi dari Asosiasi Penelitian Falun Dafa akan diadili, banyak praktisi pergi ke Beijing. Saya merasa bahwa saya tidak bisa berdiam diri di rumah saja, memutuskan untuk pergi juga. Saya membeli tiket kereta. Kali ini suami berkata pada saya, “Sebaiknya kamu memikirkan apa yang kamu inginkan, Buddha atau rumah ini – bukan kedua-duanya!”

Pada waktu itu, Provinsi Jilin mempunyai satu peraturan yang menyebutkan bahwa jika seseorang pergi ke Beijing untuk memohon bagi Falun Gong, orang itu akan dihukum kerja paksa. Suami mengatakan bahwa jika saya benar-benar ingin pergi ke Beijing, saya harus bercerai dulu, baru pergi. Saya ragu-ragu tetapi saya harus membuat pilihan. Akhirnya, saya memutuskan untuk pergi ke Beijing. Kami segera mengurus prosedur perceraian.

Sore itu saya naik kereta menuju ke Beijing. Di dalam kereta, karena seorang rekan praktisi tanpa sengaja membuka identitas kami sebagai praktisi, kami di tangkap di Kota Jinzhou. Kami dibawa ke Pusat Penahanan Kota Jinlin. Seorang praktisi mengalami penganiayaan kejam karena memohon di Beijing, dan dia meninggal dunia hanya satu setengah jam setelah polisi setempat membawanya ke pusat penahanan. Semua praktisi di pusat penahanan mulai melakukan mogok makan sebagai protes, yang berlangsung selama empat hari. Di hari kelima belas, saya dibebaskan. Kali ini saya tidak punya rumah lagi dan juga tidak punya uang. Saya benar-benar merasakan bagaimana rasanya seorang praktisi mengalami penderitaan.

Beginilah bagaimana saya kehilangan keluarga karena pergi ke Beijing untuk memohon keadilan.

3. Delapan Belas Hari di Pusat Penahanan

Pada 15 Februari 2000, saya pergi ke rumah seorang praktisi untuk menghadiri pertemuan berbagi pengalaman. Ada lebih dari 70 orang yang hadir. Polisi tiba-tiba menyerbu masuk dan menangkap kami semua. Saya ditahan satu malam di Kantor Polisi Qingdao di Kota Jilin. Polisi mengambil 300 yuan dari dompet saya dan kemudian memasukan saya ke Pusat Penahanan No. 1 Kota Jilin. Polisi memerintahkan narapidana untuk mengawasi kami. Kami tidak diijinkan untuk berbicara dan berlatih Falun Gong, tetapi saya tetap berlatih setiap hari. Alhasil, saya dipaksa untuk terus berjongkok selama lebih dari sepuluh jam. Saya memprotesnya dengan mogok makan. Pada hari keenam, polisi menyiksa saya dengan mencekok paksa. Seorang narapidana mengatakan bahwa dia telah membuat bubur jagung dengan dua genggam penuh tepung jagung ditambah dengan setengah kantong garam. Tujuh sampai delapan orang memegangi saya selama proses cekok berlangsung. Perut saya terluka parah. Ketika saya tidak tahan lagi, dengan tiba-tiba saya terbangun duduk dan memuntahkan segalanya. Garam telah membuat mulut saya terluka. Perut saya sangat sakit hingga saya sulit sekali menegakkan punggung. Saya tidak dapat makan dengan baik untuk jangka waktu yang lama. Setelah 18 hari ditahan di pusat penahanan saya dihukum satu tahun kerja paksa.

4. Kegelapan di Kamp Kerja Paksa: Dengan Lurus Mempercayai Guru dan Fa, Tiada Penderitaan yang dapat Menghalangi Laju Kultivasi Kita.

Pada 8 Maret 2000, saya dimasukkan ke Kamp Kerja Paksa Heizuizi di Kota Changchun selama satu tahun. Tujuh praktisi dan saya dikurung di dalam sel yang sama ketika tiba di sana. Salah satu diantara mereka adalah Wang Rui (wanita) yang baru saja menginjak usia 18 tahun pada waktu itu. Hou Zhihong, seorang penjaga dari divisi 4 yang bertanggung jawab atas penghuni baru, membentak kami, “Saya peringatkan kalian! Kalian dilarang untuk berlatih Falun Gong di sini.” Kemudian dia mengeluarkan tongkat listrik, sabuk kulit, borgol dan alat-alat penyiksa lainnya dari tas dan berkata, “Kami punya alat-alat yang lebih sadis. Jadi jaga diri kalian!”

Di bawah pengawasan narapidana, kami dipaksa duduk diam dengan posisi tegak di atas dipan selama lebih dari sepuluh jam setiap hari. Kami tidak diijinkan untuk berbicara. Kemudian mereka memaksa kami bekerja selama 17-18 jam sehari, kadang-kadang lebih, dan waktu tidur tidak lebih dari 2-3 jam di malam hari. Bilamana kerja kami melambat, kami dipukuli dan dimaki-maki. Jam kerja yang panjang dan waktu tidur yang dikurangi sering kali membuat praktisi berusia lanjut pingsan. Saya telah menulis banyak surat petisi untuk memohon dan menuntut staf Kamp Kerja Paksa Heizuizi dan Jiang Zemin, tetapi tidak pernah mendapat jawaban. Saya pernah menanyakan surat-surat petisi saya kepala Divisi 4, Guan Wei menampar saya dengan keras. Agar tangannya tidak sakit, dia mengambil gantungan baju dan terus-menerus memukuli saya sampai gantungan itu patah.

Pada 13 Mei 2000, kami dipindahkan ke Divisi 4. Praktisi mulai melakukan mogok makan bersama untuk memprotes penahanan secara ilegal dan penyiksaan. Kali ini, otoritas meningkatkan frekwensi penyiksaan terhadap kami. Kepala Bagian Administrasi Yue Jun dan beberapa orang lainnya mengikat para praktisi yang melakukan mogok makan pada ranjang besi. Ketika menyiksa kami dengan mencekok paksa, mereka menyetrum kami dengan tongkat listrik. Jaring kawat dari ranjang besi menegang seiring dengan kejutan listrik, bersamaan dengan keluarnya bunga api ke segala penjuru ruangan.

Pada saat penyetruman dan cekok paksa, lorong di luar “pusat kesehatan” di Kamp Kerja Paksa Heizuizi dipenuhi dengan suara-suara mengerikan bercampur suara tongkat listrik, jeritan, raungan dan suara-suara para praktisi yang muntah akibat disiksa.

Akhirnya, tinggal tiga orang dari kami yang tersisa. Yue Jun berjalan ke arah saya dan berkata, “Jadi kamu berlatih Falun Gong dan mogok makan, ya? Baik, hari ini kami mulai dari kamu. Apa kamu masih mau berlatih?” Jawab saya, “Ya” seraya menggerakan tangan untuk melakukan latihan perangkat kedua. Dia menyerang saya membabi buta dengan tongkat listrik. Pada waktu disiksa dengan penyetruman listrik, lepuhan-lepuhan besar mulai bermunculan di tangan, tubuh, dan leher saya. Sweter saya hangus dan sobek-sobek karena tingginya tegangan listrik. Penjaga begitu lelahnya sehingga dia bertolak pinggang dengan sebelah tangan sambil tangan lainnya terus melanjutkan setrum. Akhirnya tongkat tersebut kehabisan listrik, tetapi dia tetap tidak berhenti. Dia melepaskan sweter saya dan mengambil tongkat listrik yang lain. Saya merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Setelah Yue Jun kembali, dia mengikat saya ke jaring kawat ranjang besi dan melanjutkan penyiksaan dengan penyetruman listrik untuk waktu yang lama. Pada akhirnya, mata saya berubah menjadi gelap dan saya tidak dapat lagi menahan rasa sakit yang luar biasa itu. Dengan terpaksa, saya menyetujui untuk berhenti mogok makan dan berhenti berlatih Falun Gong di kamp kerja untuk sementara waktu.

Hari 13 Mei 2000 adalah hari yang tidak terlupakan dalam hidup saya. Setelah kembali ke dalam sel, ajaran Guru di artikel, “Eksis untuk Siapa” tiba-tiba muncul di pikiran saya,

”Sehubungan dengan masalah yang besar dan penting, jika suatu kehidupan benar-benar mampu mempertimbangkan masalah tanpa terpengaruh oleh konsepsi apapun, berarti orang ini benar-benar mampu menjadi tuan atas dirinya.” (Petunjuk Penting untuk Gigih Maju)

Saya tidak dapat menahan tangis ketika Guru kita yang belas kasih menyadarkan saya. Saya memutuskan untuk terus berlatih Falun Gong malam itu. Jika saya harus mati hari ini, saya tidak akan takut. Dengan tubuh yang penuh luka, saya masih dapat membuktikan kebenaran Fa: Jika saya mati itu akan membuktikan bahwa kematian itu disebabkan oleh penyiksaan. Saya mempersiapkan diri saya baik-baik, mengganti pakaian dalam dan sepatu dengan yang baru. Keesokan harinya, penjaga penjara marah dan memanggil saya ke kantornya. Dia menuduh saya menipunya. Saya menjawab, “Hari ini terserah Anda. Kemarin saya salah, telah mengecewakan Guru saya, perasaan itu lebih menyakitkan daripada kematian.” Mengejutkan, dia menjadi bersikap lebih ramah dan saya merasakan ketenangan yang luar biasa setelah melepaskan kekhawatiran hidup dan mati. Penjaga penjara berkata, “Tidak apa-apa jika kamu menyadari bahwa kamu telah mengecewakan Gurumu. Kamu adalah manusia yang berdiri tegak di antara langit dan bumi.” Sekali lagi, air mata membasahi wajah saya. Dia mengambil tongkat listrik tetapi tidak menyetrum saya.

5. Insiden Reformasi

Di akhir Mei 2000, kampanye “reformasi” yang kejam dimulai. Didorong oleh hadiah uang untuk mencapai 100% tingkat keberhasilan reformasi, pelaku kejahatan di Kamp Kerja Paksa Heizuizi bertambah kejam. Pada waktu itu polisi menyatakan, “Lebih cepat mereformasi mereka dengan cara seperti ini. Kami dapat mencapai keberhasilan 100% dalam waktu satu bulan.” Mereka merasa puas. Saya berpikir jika tinggal saya saja yang tidak melepaskan keyakinan, itu artinya tingkat keberhasilan tidak mencapai 100%. Penjaga selalu membawa tongkat kayu dan karet di tangan mereka setiap saat. Suasana mencekam meliputi seluruh kamp kerja paksa.

Untuk menundukkan saya, penjaga memaksa saya untuk membaca pidato Wang Yunkun (Gubernur Provinsi Jilin). Saya menolak. Jadi, penjaga menghukum saya dengan memaksa saya untuk mengangkat tangan saya selama lebih dari dua jam setiap kali. Tangan saya menjadi kejang dan terasa sakit, tetapi saya tetap menolak untuk membaca pidato itu.

Pada hari keempat, Kapten Zhang Guimei menghukum kami berlima yang merupakan orang terakhir yang belum “tereformasi” untuk duduk diam di koridor, dan memerintahkan saya untuk membaca selebaran yang penuh berisi kata-kata fitnahan terhadap Falun Gong. Saya menolak. Dia menyeret saya masuk ke dalam kantor dan menyetrum saya terus-menerus dengan dua tongkat listrik. Sebatang tongkat menyetrum wajah dan sebatang lagi di sekujur tubuh saya. Dia mengancam saya saat melakukannya. Saya sangat sulit membuka mata karena penyetruman tersebut. Dia bertanya kepada saya ketika menyetrum, “Mengapa kamu menolak untuk membacanya?” Jawab saya, “Saya tidak akan membaca apapun yang menghujat Guru saya!” “Apakah kamu akan mengikuti peraturan penjara?” “Saya bukan narapidana!” Dia menjadi sangat marah, sampai kehilangan akal dan terus menyetrum saya. Saya tidak goyah. Ketika saya tidak dapat lagi menahan sakit di wajah, saya berpikir, “Listrik yang berada di dunia manusia tidak akan berpengaruh terhadap saya. Saya akan menganggapnya seperti dipijat saja.” Dalam sekejap, sakit di wajah hilang, tergantikan oleh sedikit rasa kebas. Sekali lagi saya merasakan kekuatan Dafa. Dia menyiksa saya sepanjang pagi tetapi saya tidak menyerah. Dihadapkan dengan integritas saya yang lurus, dia merasa takut. Dia memukul saya sekuat-kuatnya beberapa kali dengan tongkat listrik dan kemudian berteriak, “Bawa dia pergi!” Ketika saya keluar dari kantor, wajah saya telah berubah bentuk dan terbakar hangus. Saya tidak bisa tidur karena sakit yang luar biasa, jadi saya terpaksa bangun dan menutupi wajah saya dengan tangan.

Pada Juli 2000, saya dikirim ke regu empat. Ada lebih dari 20 orang di dalam sel dan saya adalah satu-satunya orang yang belum “tereformasi.” Atas permintaan penjaga, orang-orang ini terus mengawasi saya, saya kehilangan hampir semua hak saya. Pada waktu itu, seseorang berusaha membawa masuk artikel baru Guru. Jadi di tengah malam, ketika mereka semua sudah tidur, saya membaca artikel baru itu berulang-ulang:

“Bukannya Shifu tidak belas kasih. Dalam Xiulian anda beberapa tahun, selain saya menanggung penderitaan yang terlalu banyak bagi anda, bersamaan itu demi peningkatan anda, secara terus menerus memberi petunjuk kepada anda agar dapat menyadari, menjaga kalian demi keselamatan kalian, menyeimbangkan hutang-hutang yang kalian tunggak di berbagai tingkat agar kalian dapat mencapai kesempurnaan. Ini bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan oleh siapa saja, juga bukan dilakukan untuk manusia biasa.” (“Menyingkirkan Gangguan” dalam Petunjuk Penting untuk Gigih Maju II)

Membaca ini, air mata jatuh ke wajah dan membasahi bantal. Saya tidak dapat tidur lagi. Saya memanggil Guru di dalam hati berulang-ulang kali dan tiba-tiba saya mendengar suara Guru di telinga, “Uruslah dirimu dengan baik!” Saya tercengang ketika itu. Kemudian saya menyadari bahwa Guru berada di samping saya.

Penjaga bernama Wang Jing dari regu empat selalu membuat masalah dengan saya. Wang mengadakan pertemuan beberapa malam berturut-turut untuk mencela saya, mengatakan bahwa saya akan dihukum penjara jika saya tidak berubah. Dia mengirim sekelompok kaki-tangan (praktisi yang direformasi) untuk mengawasi dan memaksa saya untuk membaca buku yang menghujat Guru dan Dafa. Saya dengan tegas menolak untuk membacanya. Kemudian mereka memerintahkan saya untuk menulis laporan tentang apakah saya orang yang egois atau tidak dan tentang introspeksi diri sendiri. Saya menulis, “Saya telah memperoleh manfaat dari Falun Dafa dan akan memberitahu kepada semua orang akan kebesaran Dafa. Ini bukan masalah menjadi egois atau tidak. Orang yang berbeda dengan keyakinan yang berbeda dan pikiran yang berbeda mempunyai pemahaman yang berbeda mengenai keegoisan.” Kemudian Wang Jing berkata kepada para kaki-tangan, “Jangan biarkan dia tidur malam ini. Pastikan dia menulis ‘pernyataan pemisahan diri’ untuk melepaskan Falun Gong besok siang.”

Siang hari berikutnya, Wang Jing berjalan ke arah saya dan memukul saya dengan seluruh tenaganya. Saya kehilangan pendengaran saat karena pemukulan tersebut. Dia menyeret saya ke kantor pimpinan regu. Zhang Guimei berkata, “Kamu telah banyak mengalami hal ini sebelumnya, ya?” Kemudian dia menggunakan tongkat listrik yang sangat besar menyetrum saya, tetapi hanya sebentar ketika terlihat tidak berhasil. Kemudian Wang Jing memaksa saya melepaskan sweter wol saya, polisi bernama Li Xiaohua mulai memukuli saya lagi dengan tongkat listrik. Setelah itu, Wang Jing menenggelamkan kepala saya ke ember berisi air untuk membangunkan saya. Setelah dua jam mengalami pemukulan, tubuh saya penuh dengan luka. Akan tetapi, saya tidak menyerah karena keteguhan saya pada Dafa.

Oktober 2000, keadaan semakin memburuk. Perintah dari Kepala Kamp Kerja Fan Youlan, kamp mendirikan Kelas Transformoasi Khusus Rahasia dengan nama “tatausaha yang beradab.” Kelas khusus didirikan khusus untuk para praktisi yang menolak untuk “direformasi.” Wang Xiufen dari regu kami dan Mu Chunmei dari regu satu dipanggil ke dalam kelas itu. Kemudian dua orang dari regu kami juga dipanggil. Mereka melihat alat-alat penyiksaan dan Wang Xiufen yang sudah tidak terlihat seperti manusia lagi karena disiksa. Kami sangat terkejut mendengarnya.

Kami para praktisi yang menolak pencucian otak menulis surat yang ditujukan kepada tatausaha kamp kerja, kepada Biro “Pendidikan Kembali” melalui Kerja Paksa dan kantor kejaksaan. Surat kami yang membeberkan tindakan kejam mereka diserahkan kepada direktur kamp kerja paksa. Setelah menulis banyak surat dan terus menerus, Kelas Reformasi Khusus akhirnya ditutup. Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa “Pikiran Lurus Pengikut Dafa Memiliki Keampuhan.” Akhirnya pimpinan regu Zhang Guimei berkata, “Beginilah kamu adanya. Saya tidak akan mengganggu kamu lagi. Asalkan kamu tidak membuat masalah.”

6. Membuktikan Kebenaran Dafa – Merasakan Belas Kasih Guru yang Tak Terbatas

Pada Desember 2000, beberapa praktisi yang teguh dimasukan ke dalam sel yang dindingnya di penuhi poster yang menghujat Guru. Kami segera merobek poster-poster tersebut. Penjaga menyerbu dan menyeret kami ke kantor dibantu oleh para staf kantor tatausaha. Guan Wei dan Wang Jing memukuli saya habis-habisan, dan Guan Wei menyetrum saya dengan tongkat listrik. Mereka memborgol tangan saya ke belakang punggung, memplester mulut kami sehingga kami tidak dapat berbicara, dan menempelkan catatan tulisan tangan yang memfitnah Guru ke tubuh kami. Ketika praktisi Wu Xiuqin dibawa masuk ke kantor, dia langsung merobek-robek catatan yang menempel di tubuh kami tersebut. Seorang penjaga memborgol dia ke ranjang dan juga menyetrumnya dengan tongkat listrik. Kemudian, saya dikembalikan ke sel saya lagi.

Wu Xugin dan He Hua dikurung di sel sempit hampir satu bulan lamanya. Ketika saya merobek poster-poster tersebut untuk kedua kalinya, penjaga menggantung saya di pintu sel kecil lebih dari sepuluh jam dan tidak mengijinkan saya pergi ke toilet. Tetapi, yang mengejutkan adalah saya tidak merasa menderita sama sekali walaupun mengalami penyiksaan yang begitu kejam. Tidak lama kemudian, mereka mengatakan bahwa jam kerja mereka telah usai. Petugas pengganti menurunkan saya. Saya merasa, saya hanya digantung sekitar satu jam bukan lebih dari sepuluh jam. Tiba-tiba, saya teringat apa yang dikatakan oleh Du Hongfang sebelumnya, bahwa ketika dia disiksa, dia melihat Guru melindungi dia dengan tubuhnya. Dia melihat semua tongkat listrik mendarat di tubuh Guru. Hati saya terasa pedih dan air mata jatuh ke pipi. Guru berkata,

“Apakah anda tahu, apa yang sudah saya lakukan? Semua praktisi telah saya perlakukan sebagai pengikut” (Zhuan Falun)

Rekan-rekan praktisi, selama kita memiliki pikiran lurus, walaupun hanya sedikit, Guru akan mengorbankan segalanya untuk membantu kita. Kita tidak boleh menyia-nyiakan usaha Guru.

Januari 2001, pengeras suara di kamp kerja paksa terus-menerus menyiarkan fitnahan yang dibuat oleh Jiang Zemin dan para pengikutnya, yang mengatakan bahwa Guru telah bekerja sama dengan kekuatan anti China di China dan di luar negeri. Mereka mengarang cerita untuk melegalkan penyiksaan terhadap praktisi Falun Gong. Setelah mendengarnya, saya segera meminta pena untuk menulis surat pengaduan, tetapi pegawai kamp kerja paksa menolak memberikan. Beberapa hari kemudian, reporter dari stasiun TV tingkat provinsi datang untuk membuat acara menyambut tahun baru Imlek. Kamp memanggil beberapa praktisi yang telah “direformasi,” menyuruh mereka untuk berbohong mengenai seberapa baiknya kamp kerja telah memperlakukan praktisi Falun Gong. Mereka juga telah membuat sandiwara untuk memfitnah Dafa. Kamp kerja paksa diwajibkan untuk mengatur wawancara dengan tiga orang praktisi yang menolak untuk melepas latihan. Karena saya selalu berpikir untuk membuktikan Fa di manapun saya pergi, saya memutuskan untuk maju dan mengatakan kebenaran. Jadi di hadapan reporter di Bagian Pendidikan, saya mengungkap banyak penganiayaan yang tidak berperikemanusian yang dilakukan terhadap para praktisi. Tubuh saya penuh dengan luka, dan setengah dari wajah saya menghitam karena tongkat listrik. Saya bertanya, “Mengapa mereka tidak berani mengatakan kebenaran kepada dunia? Semua yang dikatakan mereka adalah bohong! Kerena Dafa adalah lurus, semua yang menentang Dafa adalah jahat.” Saya menyangkal semua fitnahan terhadap Guru tepat di depan mereka.

Kepala kamp sangat marah. Mereka menelepon regu kami bahkan sebelum saya kembali. Penjaga Li Xiaohua berkata dengan sadis kepada saya, “Berhenti! Sekarang datang kesempatan kamu, jadi lihat saja bagaimana saya menangani kamu.” Segera saya tahu bahwa mereka akan menyiksa saya lagi. Tepat saat itu, kru film datang dengan video kamera ke regu empat. Penjaga takut jika kejahatan mereka terungkap, segera berkata kepada saya, “Kamu pulang dulu. Kami akan urus kamu besok.” Saya banyak berpikir ketika kembali ke sel. Dengan setiap langkah maju yang saya buat, perthatian dan usaha Guru telihat nyata. Guru berkata,

“Hal ini Shifu yang mengatur seluruhnya, Shifu yang mengerjakannya, oleh karena itu dikatakan kultivasi itu tergantung pada diri sendiri sedang evolusi Gong tergantung pada Shifu. Anda cukup mempunyai keinginan semacam ini, berpikir seperti ini, sedang hal yang sebenarnya, Shifu yang mengerjakannya.” (Zhuan Falun)

Saat berkultivasi dengan teguh saya dapat melihat prinsip-prinsip Dafa berulang-ulang kali terwujud.

Kemudian, keluarga saya memberitahu saya bahwa kamp kerja paksa masuk TV, dan semua praktisi menyatakan bahwa mereka “menyesal” belajar Falun Dafa. Mereka juga melihat saya di TV, tetapi tidak ada suara ketika saya berbicara, yang terdengar hanyalah narator yang sedang berbohong mengenai kamp kerja yang sedang mengerjakan berbagai hal dan bagaimana mereka merubah, mendidik, dan melepaskan para praktisi. Saya merasa sangat marah dan berpikir, “Bagaimana mereka bisa menipu rakyat seperti itu? Bagaimana reporter televisi bisa bercerita bohong seperti itu? Dan berapa banyak orang yang tidak bersalah yang menjadi korban propaganda bohong seperti itu? Saya harus keluar dan mengungkapkannya.”

7. Menentang Penganiayaan dan Keluar dari Sarang Iblis

Beberapa praktisi dan saya telah bersatu dan menentang penganiayaan sejak tahun 2001. Kami menolak untuk mengunakan lencana nama ataupun seragam kamp kerja dan menolak untuk ikut serta dalam semua kegiatan di kamp kerja.

Sampai akhir Nopember 2001, saya telah ditahan selama 10 bulan. Kamp kerja paksa terus-menerus menculik praktisi dan dengan brutal menganiaya mereka yang menolak direformasi. Beberapa diantaranya dipaksa berdiri selama berhari-hari tanpa tidur. Mereka juga diikat di ranjang dan disetrum dengan tongkat listrik. Melihat semua ini, hati saya terasa seperti ditusuk pisau. Pada 30 Nopember, saya mulai melakukan mogok makan. Saya mengajukan tiga tuntutan kepada ketua regu Guan Wei: 1) Hentikan pelanggaran hukum yang seharusnya mereka tegakkan: hentikan penganiayaan, termasuk menggunakan tongkat listrik untuk memaksa para praktisi melepaskan keyakinan mereka. 2) Kamp kerja paksa tidak berhak untuk memperpanjang penahanan sesuai dengan kehendak mereka karena hal itu melanggar hukum. 3) Lepaskan semua praktisi Falun Gong yang ditahan secara ilegal.

Setelah saya mengajukan tuntutan ini, dia mengatakan tuntutan itu tidak mungkin diterima dan menanyakan kapan saya akan mulai makan. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak akan makan sampai tuntutan saya dipenuhi. Telah ditetapkan di dalam hukum bahwa seseorang dapat melakukan mogok makan jika ditahan secara ilegal. Ini adalah hak saya.

Pada hari ketiga aksi mogok makan, petugas kamp kerja paksa mencekok saya. Beberapa orang memegangi saya dan memasukan selang karet melalui hidung saya. Saya terbatuk-batuk dengan keras, saya tersedak dan sulit bernapas. Makanan dimasukan melalui selang tetapi saya muntah, hidung saya berdarah begitu juga mulut saya berdarah sangat banyak. Mereka tidak peduli saya hidup atau mati dan mengatakan bahwa apapun yang terjadi selang itu harus dimasukan. Setiap kali dicekok paksa, mereka harus berusaha lima sampai enam kali untuk memasukan selang ke dalam tubuh saya. Beberapa kali saya hampir mati karena kehabisan napas, nyatanya sangat sedikit makanan yang masuk melalui selang. Mereka tahu bahwa cara mereka tidak berhasil, tetapi mereka tetap mencekok saya dua kali sehari. Setiap kali selesai mencekok, saya merasa telah lolos dari maut. Saya benar-benar mengalami apa artinya dipaksa makan. Tetapi saya teringat apa yang dikatakan Guru,

“Jika dia dapat melepaskan hidup dan mati, dia adalah Dewa; jika dia tidak dapat melepaskan hidup dan mati, dia adalah manusia.” (Ceramah Fa Pada Konferensi Fa Australia)

Melihat keteguhan hati saya tak tergoyahkan, otoritas memasukkan saya ke Rumah Sakit Keamanan Umum Porvinsi Jilin untuk dianiaya lebih lanjut.

Pada 8 Desember, petugas kamp kerja paksa meminta 2000 yuan kepada adik (laki-laki) saya, dengan alasan untuk biaya pengobatan saya. Tanggal 9 Desember, petugas kamp kerja paksa dan seorang dokter klinik setempat membawa saya ke rumah sakit kepolisian. Dalam perjalanan, mereka terus mengintimidasi saya dengan mengatakan, “Kamu sedang mogok makan, kamu pasti tahu apa yang harus dilakukan ketika tiba di sana. Mereka mempunyai banyak cara untuk menangani kamu di rumah sakit kepolisian.” Ketika berada di rumah sakit kepolisian, saya merasa seperti berada di dalam kandang. Begitu masuk, seorang polisi rumah sakit bertanya kepada saya, “Kamu akan makan atau tidak? Jika tidak, kami akan mengamputasi kamu!”

Segera saya menyadari kejahatan yang lebih jahat lagi di tempat itu dan apa yang akan saya hadapi kemudian. Saya tetap melakukan mogok makan. Petugas memborgol kaki dan tangan saya ke ranjang sehingga saya tidak bisa bergerak. Mereka berusaha memasukan selang karet yang tebal ke dalam perut melalui hidung saya. Selang tersebut terlalu tebal untuk dimasukan sehingga saya jadi terbatuk-batuk dengan keras dan sulit bernapas. Seluruh tubuh saya berkeringat. Ketika mereka selesai, saya juga kehabisan tenaga. Kata mereka, “Lanjutkan dengan tindakan lainnya.” Dan mulai memasangkan kateter ke saluran kemih saya. Sakitnya luar biasa, seluruh tubuh saya gemetaran. Saya tidak dapat bernapas menahan sakit yang luar biasa. Saya merasa berada di antara hidup dan mati. Mereka melempar saya ke atas ranjang dan memasangkan saluran infus ke tubuh saya. Penjaga berteriak, “tidak ada seorangpun yang boleh mengurus saya.” Kateter saya terlepas dan mereka tidak memasangkannya kembali, sehingga saya terbaring di atas ranjang yang dibasahi oleh air seni saya sendiri. Seorang praktisi melihat air seni yang membasahi selimut, mengambil tempolong dan meletakannya di bawah tubuh saya untuk menampung air seni. Setelah satu malam, pinggang saya terasa sakit seperti patah. Malam itu tenggorakan saya penuh dengan dahak, karena saya tidak dapat bergerak akibat diikat di ranjang, saya hampir kehabisan napas. Praktisi yang berada dalam satu ruangan, saya membersihkan dahak sambil menangis. Dia mengurus saya semalaman, dan pergi keesokkan paginya.

Mereka masukan selang ke perut saya tetapi tidak memberi makanan apapun. Selama empat hari, saya hanya diberi minum susu dan jus jeruk yang dibawa oleh abang saya. Mereka sengaja tidak mencabut selang tersebut agar saya kesakitan. Karena tidak ada yang mengurus ketika saya terikat di ranjang, saya hanya dapat memiringkan kepala saya untuk mengeluarkan dahak, hasilnya dahak tersebut mengotori seluruh wajah dan tubuh saya. Kateter yang dipasang terlepas sehingga air seni menetes ke lantai. Seorang narapidana menggunakan celana katun saya untuk mengepel lantai sambil memaki saya mengotori kamar. Pada siang hari, mereka pergi ke kamar lain untuk menjauhi saya dan sengaja membiarkan jendela terbuka lebar. Suhu rata-rata di bulan Desember di China bagian utara berkisar antara minus 20 sampai dengan minus 30 derajat celcius, dan saya hanya menggunakan pakaian dalam. Selain ranjangnya basah dan saya hanya tertutup setengah badan sampai dengan dada. Saya tidak dapat bergerak, kesakitan, kedinginan dan perasaan malu bergantian memenuhi pikiran saya.  Saya setiap hari menahan sakit yang luar biasa. Mereka menusukan jarum infus dengan paksa ke tubuh saya dan dengan cerobohnya tidak mencabut kembali setelah selesai. Kadang kala jarum tersebut tidak masuk ke dalam pembuluh darah sehingga cairan infus masuk ke jaringan otot saya yang menyebabkan sakit yang tidak tertahankan. Pada hari ketiga setelah selesai diinfus, tidak ada seorangpun yang datang untuk mencabut jarumnya. Saya tidak memanggil mereka kali ini. Saya melihat ke botol yang telah kosong dan perlahan-lahan menutup mata saya. [Prosedur medis pada umumnya tidak akan pernah membiarkan botol infus yang kosong tetap terpasang ke tubuh pasien. Jika udara dari botol yang kosong memasuki pembuluh darah pasien melalui jarum infus akan menyebabkan kematian pada pasien.] Saya telah disiksa diluar batas kemampuan manusia untuk menahannya dan berpikir tidak masalah kalau meninggal dunia. Jika saya meninggal dunia, saya meninggal karena disiksa. Saya tertidur dan tidak tahu berapa lama saya tertidur. Ketika saya membuka mata, saya melihat botol kosong tersebut masih belum dicabut dan saya masih hidup. Perasaan hangat menghampiri hati saya: “Guru saya yang belas kasih! Muridmu telah melakukan kesalahan. Saya harus melakukan dengan baik untuk membantu Anda meluruskan Fa sampai hari disaat Fa meluruskan dunia manusia tiba! Saya tidak akan mengecewakan penyelamatan yang maha belas kasihmu!” Saya tidak dapat membayangkan seberapa besar penderitaan Guru untuk semua makhluk hidup di alam semesta ini. Pada hari keempat, dengan bantuan dan lindungan Guru, kamp kerja paksa mengijinkan abang saya membawa saya pulang. Akhirnya saya keluar dari tempat iblis.

8. Hanya dalam Beberapa Hari setelah Keluar dari Kamp Kerja, Ibu Saya Mulai Berlatih

Sejak September 1999, sudah enam kali saya keluar masuk penjara dan kamp kerja paksa, jadi saya sangat jarang berada di rumah. Hal ini menyebabkan keluarga mengalami kesedian dan penderitaan yang dalam. Sebelum dimasukkan ke kamp kerja paksa, saya dipaksa untuk bercerai dengan suami saya. Setelah dibebaskan, saya menjadi tunawisma, kemudian saya pindah ke rumah ibu saya dan tinggal sementara bersama ibu dan adik laki-laki saya. Sebelum dimulainya penindasan pada 20 Juli 1999, ada delapan sampai sembilan orang di keluarga saya yang berlatih Falun Dafa. Setelah penindasan dimulai, kakak, adik perempuan, dan saya berulang-ulang kali ditahan dan disiksa, sehingga menyebabkan ibu mengalami penderitaan batin yang sangat dalam.

Nenek saya mengatakan bahwa ibu saya sangat lemah sejak dia masih kanak-kanak. Dia berada diambang kematian beberapa kali karena sakit. Kemudian dia mulai percaya Buddha dan menjadi vegetarian. Dia membakar dupa dan memuja Buddha setiap hari, tetapi tetap saja dia dilanda banyak penyakit. Seingat saya, ibu selalu sakit, kami harus memasak, mencuci pakaian, dan membersihkan rumah semenjak kami masih kanak-kanak, karena ibu terlalu lemah untuk merawat kami. Di usia tiga puluhan ibu hampir meninggal dunia. Setelah saya keluar dari kamp kerja paksa, ketika ibu melihat keadaan serta keteguhan saya, dia semakin percaya terhadap Dafa. Dia mulai belajar buku-buku Dafa dan berlatih bersama saya. Akhirnya, dia dapat membuang semua obat-obatan yang selalu dibawanya ke manapun dia pergi. Begitu gembira karena kesehatannya pulih kembali, dia memberitahukan semua orang yang ditemuinya, “Falun Dafa sangat ajaib! Untuk pertama kalinya selama lebih dari 70 tahun saya dapat merasakan bagaimana rasanya bebas dari penyakit. Saya sangat berterima kasih kepada Guru Li Hongzhi! Seluruh keluarga saya sangat gembira.”

9. Klarifikasi Fakta Falun Dafa; Menyelamatkan Semua Makhluk Hidup

Setelah saya keluar dari kamp kerja paksa, selain membagikan brosur klarifikasi fakta, saya juga mengklarifikasi fakta secara langsung ke semua orang yang saya temui. Saya menggunakan pengalaman sendiri untuk menjelaskan fakta dan membantu banyak orang yang berpikiran buruk terhadap Dafa agar merubah pandangan mereka. Mereka semua akhirnya mengetahui kebenaran. Setelah saya pindah ke rumah ibu, petugas polisi setempat sering datang ke rumah untuk mengganggu kami, karena mereka menganggap saya adalah praktisi yang keras kepala. Saya selalu klarifikasi fakta kepada mereka ketika bertemu dengan mereka dan juga menulis surat untuk mereka. Selama konferensi (Kongres Partai Komunis dan Kongres Rakyat Nasional) pada tahun 2003, kepala polisi dan beberapa petugas menyerbu masuk rumah saya dan menanyakan apakah saya masih berlatih Falun Gong. Saya jawab, “masih.” Kepala polisi menunjuk ke arah sebuah laci dan bertanya apakah di sana tersimpan materi-materi “propaganda/promosi” (maksudnya materi-materi Falun Dafa). Saya menjawab, “Hari ini, ijinkan saya berpromosi kepada kalian.” Kemudian saya mulai mengklarifikasikan fakta kepada mereka, dan tidak ada seorangpun yang berbuat sesuatu terhadap saya. Akhirnya kepala polisi menanyakan saya apakah masih akan keluar untuk menempelkan poster-poster. Saya bertanya padanya, “Jika Anda melihat seseorang berada diambang kematian, apakah kamu akan menawarkan bantuan?” Jawabnya, “Sepanjang kamu tidak menempel poster-poster di jalan selama dua konferensi berlangsung, tidak menjadi masalah.” Ketika mereka hendak pulang, saya berkata kepada mereka, “Saya akan mengatakan kepada kalian ‘Falun Dafa baik’ bilamana saya bertemu dengan kalian.”

Saya teringat apa yang terjadi pada istri seseorang yang bertanggung jawab atas penindasan terhadap Falun Gong di unit kerjanya. Sebelum penganiayaan dimulai, istrinya pernah berlatih Falun Gong, tetapi setelah 20 Juli 1999, istrinya melakukan sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan. Kemudian ia menjadi lumpuh. Dia akhirnya berpikiran buruk terhadap Falun Gong. Melalui seorang rekan praktisi, saya mengunjungi rumahnya. Pikiran pertama yang muncul di benak ketika saya melihatnya adalah saya harus menyelamatkannya. Pertama kali datang, dia tidak mempercayai saya dan menolak untuk menerima kebenaran. Kedua kali datang, saya dapat merasakan bahwa saya tidak diterima, tetapi saya tidak berkecil hati. Ketiga kali datang, saya memberitahu dia bahwa saya tahu apa yang dilakukannya, dan alasan saya membahayakan jiwa saya untuk mengklarifikasi fakta adalah karena Guru saya meminta kami untuk bergegas dan untuk menyelamatkan orang-orang. Saya berkata padanya, “Hari ini saya berharap Anda akan mendengarkan saya.” Kemudian saya mulai berbicara tentang kejadian bakar diri di Lapangan Tiananmen dan berita-berita mengenai pembunuhan serta bunuh diri yang disiarkan di TV dan di surat kabar. Saya menjawab semua pertanyaan yang dilontarkannya, dan saya juga menceritakan pengalaman saya dianiaya, diperlakukan kasar, dan disiksa, juga pengalaman saya beberapa kali disiksa sampai hampir mati. Saya memperlihatkan kepadanya bekas-bekas luka di tangan dan kaki saya. Akhirnya dia berkata, “Saya sudah menonton banyak VCD, tetapi saya tidak percaya Falun Gong baik. Partai Komunis tidak mungkin sekejam yang kamu katakan.” Kemudian, ketika saya datang ke rumahnya lagi, istrinya mengatakan kepada saya, “Setelah kedatanganmu yang terakhir dia mengatakan kepada saya, ‘Orang ini sangat baik. Apa yang dikatakannya semua benar.’” Di kemudian hari, saya mendengar bahwa selama dua konferensi berlangsung, spanduk Falun Dafa tergantung dimana-mana, dan ketika unit kerjanya akan menangkap praktisi Falun Gong, dia membela dengan berkata, “Tangkap saya jika kamu mau. Saya yang melakukan semuanya!”

Pada 30 Juni 2003, adik (perempuan) saya dan saya pergi ke pedesaan untuk membagikan brosur dan memberitahukan orang-orang tentang Falun Gong. Petugas polisi dari Kota Gangyao di daerah Longtan menangkap kami dan mengirim kami ke Pusat Penahanan No. 1 Kota Jilin sore itu. Pusat penahanan tidak mengijinkan praktisi untuk membaca buku-buku Dafa atau melakukan latihan. Saya mulai melakukan mogok makan segera setelah sampai di sana. Saya mengatakan kepada penjaga dan direktur pusat penahanan bahwa kami menjadi korban dari semua cara penganiayaan hanya karena kami percaya pada “Sejati-Baik-Sabar.” Mereka berkata, “Ini adalah perintah dari atas. Kami hanya menjalankan perintah. Karena sekarang kamu berada di sini, sebaiknya kamu mengikuti aturan.”

Mereka mulai mencekok saya dua kali sehari. Setiap kali, tujuh sampai delapan narapidana memegangi saya di ranjang. Mereka memencet hidung saya, menggunakan sendok untuk membuka mulut, mendorong lidah saya ke samping dan menuangkan sup ke mulut saya. Karena saya menolak untuk menelannya, ada sup yang masuk ke hidung, sangat sakit. Wajah, hidung dan mulut saya terluka parah. Rahang saya membengkak. Pada hari kelima, kepala penjaga penjara mengatakan bahwa direktur pusat penahanan telah mengeluarkan sebuah permintaan. Menurut direktur, para penjaga penjara tidak melakukan pekerjaan mereka dengan baik, sehingga penekanan tetap perlu dilakukan.  Jika saya masih menolak untuk makan, semua narapidana harus menemani saya, tidak boleh tidur maupun istirahat. Keluarga dilarang berkunjung ke pusat penahanan. Narapidana hanya dapat melihat keluarga mereka di bukit di halaman belakang pada waktu istirahat setiap tiga sampai empat hari sekali. Penjaga penjara mempersulit para narapidana untuk membangkitkan kebencian mereka terhadap saya. Pada hari keenam, para narapidana melihat saya berdiri di sana seharian penuh tanpa bergerak ataupun tidur. Mereka menjadi marah dan mulai meninju saya. Saya dipukuli dengan sangat parah sampai-sampai merasa pening. Kemudian mereka memasukan selang melalui hidung saya. Suatu hari setelah kekurangan tidur untuk jangka waktu yang lama, saya terjatuh ke lantai. Narapidana bergantian menjaga saya untuk memastikan selang tersebut tetap berada di lambung saya. Saya menariknya keluar beberapa kali dan setiap kali, mereka selalu memukuli saya dan memasukan selang itu kembali.

Walaupun mereka sangat kejam terhadap saya, saya tidak membenci mereka karena saya tahu mereka telah terkelabui oleh kebohongan anti Falun Gong. Saya memperlakukan mereka seperti keluarga sendiri. Walaupun dalam keadaan sangat tertekan saya tidak pernah berhenti mengklarifikasikan fakta kepada mereka. Saya memberitahukan mereka tentang propaganda palsu di TV, siaran Fokus Interview mengenai kebohongan Bakar Diri Tiananmen. Saya memberitahu mereka bahwa semua itu adalah palsu. Saya juga menjelaskan kepada mereka bagaimana saya menyimpulkan semua ini berdasarkan pemahaman saya terhadap Dafa. Saya memberitahu mereka bahwa Dafa mengajarkan orang untuk memperlakukan orang lain dengan baik. Para narapidana ini setuju dengan saya. Mereka berkata, “Kalian para praktisi tidak membalas ketiga dipukul, tidak membalas ketika dihina.” Akhirnya mereka semua menjadi teman saya. Saya juga merasa dekat dengan mereka. Pada waktu itu saya sungguh-sungguh mengalami keindahan yang diutarakan di dalam sajak Guru,

”Belas kasih mampu mencairkan langit dan bumi” (”Fa Meluruskan Alam Semesta” dalam Hong Yin II)

Pada hari kesebelas, polisi setempat datang menjemput saya. Seorang narapidana menggandeng tangan saya dan tidak menginginkan saya pergi. Dia ingin belajar Falun Gong dari saya. Ketika akhirnya saya pergi, saya melihatnya jatuh pingsan. Saya sangat sedih. Seorang penjaga penjara datang dan berkata, “Falun Dafa benar-benar ‘Sejati, Baik, Sabar.’ Hari ini saya mengalami sendiri belas kasih dari seorang praktisi Dafa. Sesungguhnya tidak ada salahnya kamu berusaha untuk mengklarifikasikan fakta.” Kemudian mereka menghukum saya dengan dua tahun kerja paksa, tetapi dengan perlindungan Guru, saya gagal dalam pemeriksaan fisik dan kamp kerja menolak untuk menerima saya. Saya dibebaskan.

Setelah saya pulang, saya melihat foto Guru dan semua buku-buku Dafa saya telah diambil. Saya merasa sangat tidak enak. Dengan menangis saya duduk sambil memeriksa diri sendiri. Saya menyadari bahwa penyebab saya ditangkap adalah keterikatan saya. Terakhir kali ketika saya pulang dari kamp kerja paksa saya sangat dipuji. Perlahan-lahan kebanggaan diri dan mentalitas pamer tumbuh dalam diri saya. Saya menjadi terlalu percaya diri dan tidak mau mendengar perkataan orang lain. Saya berhenti melihat ke dalam ketika timbul masalah. Saya selalu memikirkan diri sendiri. Walaupun Guru telah berulang-ulang kali memberikan petunjuk, saya gagal menyadari masalah saya. Tingkah laku saya telah menyimpang dari Dafa dan menyebabkan kerugian bagi pekerjaan Dafa, termasuk kehilangan buku Dafa dan foto Guru. Keterikatan saya menyebabkan Guru menanggung beban saya. Keesokan harinya saya pergi ke kantor polisi setempat untuk meminta buku-buku Dafa saya kembali. Kepala polisi tidak di tempat dan seseorang mengatakan bahwa dia pergi keluar kota. Kemudian saya menelepon ke rumahnya. Tetapi setiap kali saya telepon selalu dikatakan dia tidak berada di rumah. Saya merasakan kesedihan yang mendalam karena tidak bisa mendapatkan kembali buku-buku saya. September 2003, saya meninggalkan rumah ibu saya dan pergi ke kota lain untuk mengklarifikasikan fakta Falun Gong.

10. Dengan Mencari ke Dalam, Keterikatan Habis Terbasmi, Kesadaran tentang Maju Sebagai Satu Kesatuan Tubuh

Ketika saya bekerjasama dengan rekan-rekan praktisi dalam pekerjaan Dafa, lebih banyak keterikatan yang tersingkap keluar. Ketika mengklarifikasikan fakta kepada orang-orang, atau bahkan ketika sedang dianiaya, saya masih dapat memperlihatkan keramahan dan belas kasih saya. Bagaimana mungkin saya tidak dapat melakukannya ketika bersama rekan-rekan praktisi? Ketika saya mempunyai pendapat yang berbeda, keterikatan saya menjadi bertambah kuat. Setelah sungguh-sungguh mencari ke dalam, saya menyadari bahwa saya masih memiliki peninggalan-peninggalan dari alam semesta lama. Saya hanya ingin merubah orang lain, tetapi tidak merubah diri sendiri. Dengan keras kepala, saya menganggap bahwa saya sangat kokoh pada Dafa. Perlahan-lahan, mentalitas pamer dan kebanggaan diri bertambah kuat. Saya tidak mengkultivasi diri dengan dasar yang kokoh. Saya teringat ketika sedang bekerja di sebuah tempat pendistribusian materi Dafa di suatu kota, saya tidak bekerjasama baik dengan praktisi lain. Masing-masing praktisi mengerjakan pekerjaan dengan caranya sendiri-sendiri. Alhasil, pekerjaan Dafa jadi tertunda, dan kejahatan mengambil kesempatan, dua tempat pendistribusian dihancurkan. Empat orang praktisi dijatuhi hukuman lebih dari sepuluh tahun penjara. Berkat perlindungan Guru, saya dapat lolos. Sebuah pelajaran yang berat! Mengapa saya tidak menyadari kekurangan saya dan berubah? Kadangkala, kelihatannya saya sudah melepaskan keterikatan hati, tetapi di lubuk hati yang terdalam ternyata masih ada.

Guru mengatakan kepada kita,

“Apakah kalian telah memperhatikan: ada banyak praktisi kita tidak dapat dikomentari oleh orang lain, begitu dikomentari akan naik pitam, begitu dikomentari hatinya merasa tidak tahan.” “Sebagai orang Xiulian, apakah anda menginginkan hal-hal manusia biasa ini? Saya beritahu kalian, sebagai orang Xiulian anda juga berada di tengah manusia biasa, anda harus mendengar hal-hal yang tidak enak didengar itu, anda harus dapat mendengar hal-hal yang tidak enak didengar itu, (tepuk tangan) jika tidak demikian, masalah Xiulian yang paling dasar ini anda belum mengatasinya, anda malah mengatakan bahwa diri anda adalah pengikut Dafa.” (“Ceramah Fa pada Konferensi Fa Chicago tahun 2004”)

Membaca kata-kata Guru, saya sungguh-sungguh merasa bahwa saya masih sangat jauh dari permintaan Guru. Saya juga merasakan bahwa Guru menghadapi terlalu banyak kesulitan. Hari ini saya mengungkap keterikatan saya. Sekarang waktunya untuk membuang mereka dengan tuntas. Sekarang saya sering bertanya pada diri sendiri, “Apakah kamu memenuhi syarat menjadi partikel Dafa? Sudahkah kamu menjadi sungguh-sungguh tidak egois? Apakah setiap pikiran kamu sudah sesuai dengan Fa? Apakah kamu mengecewakan Guru? Apakah kamu sungguh-sungguh peduli dengan semua makhluk hidup?” Di dalam pemeriksaan diri ini, saya menemukan diri saya sendiri. Dengan memperdalam pemahaman terhadap Fa, saya menguatkan kesadaran diri tentang kesatuan kelompok.

Walaupun saya masih memiliki banyak kekurangan, saya tidak berkecil hati. Saya menjadi lebih tekun dari sebelumnya untuk melakukan sebaik-baiknya tiga hal yang diminta Guru kepada kita. Saya akan terus-menerus memperbaiki diri di dalam Dafa, memurnikan diri, dan memenuhi harapan besar yang dibuat di masa lalu.

Dalam mengingat perjalanan lima tahun terakhir di jalur pelurusan Fa, saya menangis beberapa kali. Saya menangis untuk penderitaan, untuk kegembiraan, dan untuk kesedihan. Tetapi semua itu telah menjadi sejarah. Sekarang saya hanya menangis ketika saya tidak melakukan dengan baik. Saya menangis malu di hadapan Guru dan semua makhluk hidup.

Sumber: buku “Compassion Overcomes Evil” (Belas Kasih Mengalahkan Kejahatan)