(Minghui.org) Salam hormat kepada Shifu, salam kepada rekan-rekan sekalian.

Saya Andhy praktisi dari Surabaya, ingin berbagi sedikit pengalaman tentang perjalanan saya ketika dari Banjarmasin pulang ke Surabaya beberapa bulan yang lalu. Waktu itu cuaca hujan lebat dan petir terus-menerus menyambar, pesawat yang seharusnya berangkat ke Surabaya jam 6 sore ditunda karena cuaca tidak memungkinkan untuk terbang. Banyak penumpang menggerutu tentang keterlambatan ini. Akhirnya hujan sedikit mereda maka kami pun diberangkatkan, saat itu sudah jam 8 malam.

Ketika pesawat kami mengudara baru 5 menit, tiba-tiba pesawat oleng dan turun drastis ke bawah beberapa kali sehingga membuat pusing dan mual (barangkali pilot mencoba menghindari badai). Seluruh penumpang panik, banyak dari mereka menjerit-jerit memanggil nama Tuhan sesuai keyakinannya masing-masing dan para penumpang perempuan pada menangis histeris. Suasana sangat mencekam, semula saya sendiri terus terang juga ada rasa takut disamping rasa mual, tapi beruntung saya dari dulu begitu naik pesawat selalu ada kebiasaan mendengarkan ceramah Fa Shifu sampai pesawat tiba di tujuan. Maka, sesaat kemudian saya tersadarkan bahwa saya adalah praktisi Dafa, mengapa takut, ada Shifu yang melindungi. Saya kembali fokus mendengarkan ceramah Fa Shifu, sebentar saja rasa takut dan mual hilang tak berbekas; walaupun pesawat masih terus oleng dan naik turun, setelah kira-kira sepuluh menit pesawat baru kembali normal.

Para penumpang dan  pramugari sibuk membenahi tas dan bagasi yang terjatuh sewaktu oleng tadi. Saya juga bantu menaikkan bagasi ibu yang duduk di sebelah saya yang jatuh hampir menimpa saya tadi. Ibu tersebut lama memandangi saya. Saya semula bingung kenapa saya terus dipandanginya, sesaat kemudian dia mengucapkan terima kasih karena saya telah bantu menaikkan kopernya dan dia bertanya kepada saya, “Dik, saya perhatikan dari tadi hanya adik yang begitu tenang dalam situasi seperti tadi, saya yang setua ini saja masih takut dan menjerit-jerit, hanya adik yang begitu tenang; membuat saya tadi juga sedikit tenang, memangnya adik tidak takut?” Saya jawab, “Saya juga takut sesaat tadi bu, hanya karena saya telah berlatih Falun Dafa maka saya bisa pasrah dan mengendalikan diri dengan baik.” Saya langsung cerita ke ibu tadi apa itu Falun Dafa serta memberinya brosur, orang yang duduk di sekeliling kami ternyata adalah rombongannya juga. Mereka juga minta brosur yang saya bagikan tersebut dan bertanya di mana tempat latihannya. Sayang di kota Banjarmasin belum ada tempat latihan. Duduk di depan kami ada seorang anak muda. Dia kemudian bilang, “Oh Bude ini ada alamat website-nya nanti saya bacakan di rumah,”

Sepanjang perjalanan ke Surabaya, saya klarifikasi fakta ke ibu itu sambil saya perlihatkan foto dan ilustrasi penganiayaan yang sudah saya unduh ke Samsung Note dan selalu saya bawa ke mana-mana. Si ibu tadi sampai bergidik melihat kekejaman PKC.

Demikian sekelumit pengalaman perjalanan saya, saya benar-benar merasa diingatkan dengan kata-kata Guru,

“Sayangilah, harus menyayangi jalan yang pernah kalian lalui. Hanya dengan menyayangi jalan yang pernah dilalui oleh diri sendiri, anda sekalian baru dapat menempuh jalan selanjutnya dengan baik. Jalan yang tersisa sudah tidak panjang, tempuhlah dengan lebih baik, lakukanlah dengan lebih lurus.” Ceramah Fa pada Konferensi Fa New York saat Hari Paskah Tahun 2004 (11 April 2004)

Sebagai penutup Ceramah Fa yang sama, Guru juga berkata,

“Hari ini adalah hari paskah, hari kebangkitan Dewa! (Tepuk tangan meriah) Saya tidak bicara lebih banyak lagi. Dengan memanfaatkan hari raya yang baik ini, sisi Dewa dari pengikut Dafa juga terbangkitlah! (Tepuk tangan meriah jangka panjang)”

Shifu sekali dan sekali lagi telah melewatkan bahaya besar dan dengan belas kasih telah membalik kejadian tersebut menjadi sebuah kesempatan bagi pengikut untuk membuktikan kebenaran Dafa, dan di sisi lain, barangkali Shifu juga mengingatkan agar “sisi Dewa” saya kembali bangkit.

Dari kejadian tersebut, saya juga menyadari bahwa saat mendengarkan ceramah Fa di perjalanan kadang saya mendengar hanya sambil lalu, pikiran dan hati tidak fokus pada kata-kata Shifu, bahkan kadang tertidur. Saat bahaya mendekat, saya baru merasakan betapa tak ternilainya Fa Shifu dan menyesali sikap saya yang kurang hormat saat mendengarkan Fa.

Heshi!