(Minghui.org) (Lanjutan dari Bagian 1)

Sebagai praktisi Dafa, kita benar-benar beruntung telah menandatangani perjanjian dengan Guru. Dalam perjanjian kita berjanji untuk turun ke dunia ini, membantu Guru selama Pelurusan Fa, membangkitkan hati nurani makhluk hidup, dan memenuhi sumpah kita. Kesempatan yang sangat berharga untuk berkultivasi Dafa, dengan cara yang lurus, hanya datang sekali dalam sejarah alam semesta.

Mengalami Penganiayaan

Berangkat ke Beijing untuk mengajukan petisi kepada Pemerintah

Seorang praktisi bertanya kepada saya pada Oktober 2000, "Apakah anda berani pergi ke Beijing untuk mengajukan petisi kepada pemerintah?" Saya berkata, "Ini bukan masalah apakah saya berani atau tidak. Saya percaya bahwa Guru dan Dafa baik dan tidak bersalah, jadi saya harus mengajukan petisi kepada pemerintah." Beberapa praktisi lokal dan saya membuat rencana untuk pergi ke Beijing pada akhir November, meskipun kami telah mendengar banyak cerita tentang praktisi yang ditangkap, ditahan, dan disiksa di Beijing.

Saat saya memutuskan untuk pergi ke Beijing, ayah saya berkata, “Saya mendengar bahwa polisi menangkap banyak praktisi Falun Gong di Beijing. Banyak yang dipukuli dan terluka.” Saya tahu dia khawatir tentang kepergian saya ke Beijing.

Seluruh masyarakat dipenuhi dengan disinformasi tentang Falun Gong, juga disebut Falun Dafa, pada saat itu. Semua saluran media besar Tiongkok menyiarkan propaganda palsu pemerintah yang memfitnah Falun Gong sepanjang waktu. Orang-orang yang tertipu oleh kebohongan ini berbalik memusuhi praktisi Dafa. Besarnya kebencian dan prasangka sangat mengerikan. Bahkan keluarga kami tidak mengerti, dan menekan kami untuk keluar dari keyakinan kami. Kami merasakan tekanan dari segala arah.

Namun, tidak ada yang menghentikan praktisi pergi ke Beijing dan mengajukan petisi untuk hak kami untuk berlatih Falun Gong. Pada saat itu kami masih sangat naif dan menaruh kepercayaan kami pada pemerintah untuk berubah pikiran dan membatalkan penganiayaan.

Malam sebelum kami berangkat ke Beijing, saya memberi tahu istri saya, “Saya akan ke Beijing untuk mengajukan petisi kepada pemerintah. Apakah kamu ingin ikut dengan kami? Ini benar-benar terserah pada kamu." Dia berkata, “Saya ingin pergi juga. Itu pilihan saya." Tak satu pun dari kami yang tahu apakah kami bisa pulang atau tidak. Kami meninggalkan dua anak kecil dan ayah saya yang sudah tua, yang tidak dapat kami beri tahu atau kami tidak dapat meninggalkannya.

Malam itu, kami menidurkan gadis-gadis kami sekitar jam 9 malam. Kami berdiri di samping tempat tidur mereka untuk waktu yang lama setelah mereka tertidur, dan saya tidak bisa berhenti memandang wajah polos mereka. Hati saya hancur berkeping-keping — pikiran bahwa kami mungkin tidak akan pernah melihat mereka lagi menghancurkan saya.

Tetapi Guru dan Fa difitnah, dan sebagai praktisi Dafa, saya tidak bisa hanya duduk di sana dan tidak melakukan apa-apa. Saya tahu putri saya akan sangat bangga dengan kami dan pilihan kami saat mereka besar nanti. Setidaknya mereka akan tahu bahwa ayah mereka bukanlah orang yang tidak tahu berterima kasih dan bukan pengecut.

Kami meninggalkan rumah di tengah malam dan tiba di tempat pertemuan kami lebih awal. Setelah menunggu sebentar, semua orang datang. Seorang praktisi lansia yang tidak bisa pergi juga datang untuk mengucapkan selamat tinggal, "Kalian benar-benar hebat. Apa yang kalian lakukan luar biasa.” Kami naik satu mobil, pergi ke stasiun kereta dan naik kereta tujuan Beijing. Dengan perlindungan Guru, kami tiba di Beijing sesuai rencana.

Melakukanpetisi di Lapangan Tiananmen

Sekitar pukul lima atau enam pagi ketika kami tiba di Lapangan Tiananmen. Sudah cukup banyak orang berkumpul di tiang bendera menunggu upacara pengibaran bendera. Ada petugas polisi berpakaian preman, seperti yang diberitahukan kemudian.

Saya melihat sekeliling dan berpikir, “Ini tempat yang bagus untuk berada di bawah bendera itu. Penonton bisa mendengar saya dengan sangat baik." Saya berjalan menuju tiang bendera, mencoba ke depan, tetapi kerumunan tidak membiarkan saya lewat. Tiang bendera dipasangi tali di sekitarnya sehingga orang tidak bisa terlalu dekat, dan di dalamnya berdiri seorang tentara bersenjata. Ada juga tentara berseragam di sekitar tiang bendera.

Saya berkata kepada seorang tentara di dekat saya, "Saya pikir saya mendengar orang berbicara tentang Falun Gong." Dia dengan cepat melihat sekeliling, "Di mana?" Saya melambai, "Ikuti saya." Saat saya bermanuver di antara kerumunan, prajurit itu mengikuti dan berteriak kepada kerumunan, “Minggir! Pindah!" Orang-orang minggir, dan membiarkan kami lewat. Saya memanjat tali, berdiri di dasar tiang bendera dan berteriak sekeras yang saya bisa, "Falun Dafa Hao!"

Dalam beberapa detik, saya didorong ke tanah oleh tentara di belakang saya, dan beberapa pria berpakaian preman. Saat saya dijepit di tanah dan diborgol, saya mendengar “Falun Dafa Hao (Falun Dafa Baik). Pulihkan reputasi Guru” dari segala arah dan suara-suara yang lurus tetap ada di udara di atas Lapangan Tiananmen. Setelah melakukan apa yang harus saya lakukan, saya merasa senang dan lega.

Mobil polisi bergegas ke tempat kejadian dengan sirene menyala. Petugas polisi melompat keluar dan mulai menangkap praktisi. Mereka memukuli praktisi dengan tongkat dan mencoba meraih spanduk yang bertulisan, "Falun Dafa baik. Sejati-Baik-Sabar itu baik. Kembalikan reputasi Guru." Polisi meninju, menendang dan memaki orang-orang yang melawan atau tidak melepaskan spanduk. Penegak hukum ibu kota negara kita bertindak seperti sekelompok gangster di siang hari bolong.

Ditahan dan Dipersatukan Kembali dengan Istri Saya

Saya didorong ke dalam mobil polisi yang sudah penuh dengan praktisi yang ditangkap. Saat itulah saya menyadari bahwa saya terpisah dari istri saya dan kelompok praktisi yang datang bersama kami.

Saya dibawa ke kantor polisi di dekat saya. Semua ruangan di kantor polisi ini ditempati oleh praktisi yang datang ke Lapangan Tiananmen dari seluruh Tiongkok - pria dan wanita, tua dan muda, dan dari semua lapisan masyarakat. Meskipun saya belum pernah bertemu dengan mereka, mereka semua tampak akrab dan sangat saya sayangi.

Seorang praktisi yang seusia saya - saya berusia 31 saat itu - memberi tahu semua orang di ruangan itu, "Kita tidak bisa tinggal di sini. Kita harus pergi." Saat dia berbicara, dia bangkit dan berlari keluar ruangan. Mungkin itu isyarat dari Guru untuk mengikutinya, tetapi saya tidak menyadarinya pada saat itu dan hanya berdiri di sana. Kalau dipikir-pikir, saya bisa melarikan diri jika saya mencoba hari itu karena polisi jelas kekurangan tenaga.

Polisi menggiring kami ke mobil polisi sekitar pukul 11 pagi dan membawa kami ke Penjara Shijingshan. Setelah keluar dari mobil, saya berjalan di antara praktisi lainnya menuju pintu masuk penjara dengan petugas polisi berjalan di belakang kami. Saya membawa koper di tangan dan berjalan di depan. Ada sederet petugas keamanan berdiri di luar pintu masuk. Saya berjalan ke arah mereka dan mengangguk, "Halo."

Para penjaga tidak mengharapkan saya untuk menyapa mereka, mereka berdiri tegak dan menjawab, "Halo." Penjaga berjarak dua meter, saya menyapa masing-masing saat saya lewat. Praktisi lain juga mengikuti, dan mendapat tanggapan yang sama. Alih-alih tahanan yang dikawal, saya merasa seolah-olah kami adalah pejabat tinggi yang datang untuk melakukan pemeriksaan.

Begitu masuk, penjaga menepuk dan mengambil semua barang pribadi kami. Seorang perwira besar dengan tinggi sekitar 180-an cm membawa saya ke kantor, dan berbicara dengan saya. Saya tidak ingat banyak tentang percakapan kami karena sudah begitu lama, tetapi samar-samar ingat ditanya dari mana saya berasal, mengapa saya berada di Beijing dan berapa banyak orang yang bersama saya. Saya tidak memberi tahu dia apa pun. Dia menarik saya dan menyeret saya ke atas ke kantor lain. Dia mengambil waktu sejenak untuk mengatur napas, menunjuk ke lebih dari selusin gambar di atas meja dan bertanya, "Apakah anda mengenal mereka?"

Saya melihat foto istri saya. Dia memiliki bintik hitam di pipinya, dan saya bertanya-tanya apakah dia dipukuli, "Apakah kalian memukulnya?" Petugas itu tertawa, "Apakah kamu mengenalnya?" Saya mengatakan kepadanya bahwa dia adalah istri saya. “Tidak, dia tidak dipukuli.” Dia berkata, "Kamu bisa melihatnya tetapi kamu harus memberi tahu saya nama dan alamatmu dulu." Saya memberinya informasi saya dan dibawa ke istri saya. Sungguh melegakan melihat dia baik-baik saja.

Transisi di Penjara Shijingshan

Saat itu sekitar tengah hari, dan kami dipisahkan dan dibawa ke sel yang berbeda. Saya berpikir, “Saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan ditangkap dan ditahan karena menjadi orang baik. Dunia macam apa ini?" Saya memasuki sel pria, dan melihat sekitar tujuh atau delapan orang tidur di lantai, di atas papan kayu. Di sebelah kiri ruangan, ada pipa air dan urinal di belakang tembok beton pendek.

Saya duduk dekat pintu, dan penjaga membawakan saya roti jagung hitam, dan semangkuk sayuran. Tidak terlalu menggugah selera tetapi tidak tahu apa yang akan terjadi, saya pikir lebih baik saya makan selagi masih ada makanan.

Setelah makan, saya bersandar ke dinding dan menutup mata. Saya lelah. Saya berpikir tentang bagaimana saya tidak pernah meninggalkan desa saya sebelumnya, dan perjalanan yang membawa saya ke sel ini pada saat ini. Pikiran saya murni sepanjang perjalanan, dan saya sangat tenang, tidak takut sama sekali. Saya hanya tahu bahwa saya harus melakukan apa yang saya lakukan.

Musik keras tiba-tiba dimainkan dari speaker di dinding, dan membangunkan orang-orang di lantai. Mereka bangkit dan membentuk barisan. Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan. Salah satu dari mereka menatap saya dan menyuruh saya melepas pakaian dan mandi. Saya tidak melihat pancuran atau wastafel di mana pun, jadi saya bertanya ke mana saya harus mandi dan bagaimana caranya. “Gunakan kamar mandi tapi jangan sampai lantai basah. Ada baskom plastik di dalamnya, dan gunakan air dingin dari bak cuci."

Saya berpikir, "Saya adalah seorang praktisi Dafa dan tidak takut pada apa pun. Air dingin tidak ada efek apa pun pada saya. Ayo saja." Saya melepas pakaian saya dan menuangkan baskom berisi air dingin ke kepala saya. Saya tidak merasa dingin sama sekali dan merasa segar. Saya kemudian mengetahui bahwa sebagai tradisi sel ini, mandi air dingin dimaksudkan untuk menyebabkan ketidaknyamanan bagi pendatang baru dan membantu menunjukan tingkatan narapidana.

Saya berpakaian dan duduk di lantai. Pria yang menyuruh saya mandi sekarang jauh lebih ramah. Semua orang berkata serempak, "Oh." Mereka telah melihat banyak praktisi Falun Gong yang ditangkap sebelumnya.

Mereka bertanya kepada saya apa itu Falun Gong. Saya memberi tahu mereka, “Falun Gong mengajarkan orang untuk menjadi baik, dan meminta mereka untuk mengikuti prinsip Sejati-Baik-Sabar. Kami meningkatkan Xinxing kami dan mengultivasikan belas kasih. Ia adalah Fa Buddha tingkat tinggi."

Salah satu dari mereka berdiri, berjalan di dekat saya dan menatap mata saya dengan tatapan mengancam, “Minggir, anak baru! Pergi duduk di pojok. Kamu tidak mendapat giliran untuk berbicara." Saya dengan tenang hanya menatapnya saja. Pria yang menyuruh saya mandi sebelumnya menertawakannya, dan berkata, "Itu tidak akan berhasil pada pria ini." Pria itu merasa malu dan pergi.

Pulang ke Kampung Halaman

Seorang penjaga memanggil saya sekitar pukul lima sore. Di luar, saya bergabung dengan kelompok praktisi dari kampung halaman, termasuk istri saya, dan beberapa orang lainnya dari kabupaten kami. Saya senang melihat mereka.

Penjaga membawa kami ke pintu masuk penjara, di mana tujuh atau delapan petugas berpakaian preman telah menunggu kami. Setelah naik ke mobil polisi, kami menemukan bahwa kabupaten kami memiliki kantor penghubung di Beijing khusus untuk menangkap dan menahan praktisi Falun Gong dari kabupaten kami yang mengajukan petisi di Lapangan Tiananmen. Petugas itu akan membawa kami ke kantor penghubung, sebelum mengawal kami kembali ke rumah.

Kami diinterogasi secara terpisah begitu kami tiba di kantor penghubung. Sebenarnya ini lebih seperti perampokan daripada interogasi — semua identitas dan uang tunai yang saya miliki diambil tanpa tanda terima. Anda bisa tahu bahwa orang-orang ini telah melakukan hal ini berkali-kali sebelumnya dan tahu persis apa yang harus dilakukan. Mereka mungkin mendapat sedikit keuntungan dengan cara ini. Kami kemudian dipisahkan dan ditahan di beberapa sel kecil.

Istri saya, saya, dan dua praktisi wanita lainnya ditahan di satu ruangan. Kami diborgol berpasangan, tidak diberi makan, dan disuruh duduk di kursi sepanjang malam. Setiap kali tangan praktisi menabrak kursi borgol menjadi lebih ketat dan menyayat pergelangan tangan dan menyebabkan pembengkakan. Ketika kami meminta penjaga untuk melonggarkan borgol, mereka berkata tidak, “Ini dimaksudkan agar kalian menderita. Itulah yang kalian dapatkan karena menyebabkan masalah.”

Dulu saat saya masih kecil saya percaya bahwa "petugas polisi adalah orang baik" yang "menangkap orang jahat," dan mereka dapat dipercaya karena mereka "membantu orang baik." Tapi pengalaman saya di Beijing meyakinkan saya sebaliknya. Saya melihat dengan mata kepala sendiri bahwa polisi di Beijing memukuli warga yang tidak bersalah, termasuk orang tua dan anak-anak. Para penjaga di kantor penghubung merampok uang dan barang-barang pribadi lainnya.

Mereka memperlakukan praktisi Dafa seperti penjahat, dan tidak memiliki konsep hak asasi manusia. Semua hal yang saya temui sejak saya melakukan perjalanan ini menyadarkan saya, dan saya benar-benar kecewa dengan PKT.

Kami kemudian dikawal kembali ke kampung halaman kami dan ditahan di pusat penahanan lokal selama lebih dari tiga bulan. Banyak praktisi lokal lainnya juga ditahan di sana. Pemahaman saya tentang prinsip Fa sangat dangkal pada saat itu dan saya tidak benar-benar tahu bagaimana melawan penganiayaan. Yang saya miliki hanyalah keyakinan teguh saya pada Guru dan Fa.

Di Pusat Penahanan

Petugas dari departemen kepolisian setempat menginterogasi kami segera setelah kami tiba di pusat penahanan. Ruang interogasi dengan meja di tengah, dua kursi di satu sisi, dan kursi besi di sisi lain. Saya disuruh duduk di kursi besi, dan kemudian polisi menarik sebatang besi dari sisi kursi dan mengunci saya di tempat. Saya duduk di sana dan dengan tenang menatap mereka.

Ketika saya meninggalkan rumah untuk pergi ke Beijing, saya telah melepaskan tentang hidup dan mati. Saya tidak lagi terikat pada apa pun atau siapa pun di dunia ini. Tidak ada yang dikatakan atau dilakukan polisi dapat mempengaruhi saya. Saya tidak ingat persis apa yang mereka tanyakan selama sesi tersebut karena sudah hampir 20 tahun, mungkin hanya biasa saja — siapa yang mengatur perjalanan, dan mengapa kami pergi ke Beijing.

Saya mengatakan kepada mereka bahwa itu adalah ide saya sendiri. Saya memberi tahu mereka bahwa Dafa mengajari saya bagaimana menjadi orang baik, warga negara yang taat hukum yang memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Saya memberi tahu mereka bahwa saya belajar dari Fa bagaimana menyelaraskan hubungan dengan tetangga dan keluarga, dan bagaimana selalu mencari ke dalam diri sendiri ketika menghadapi konflik.

Saya memberi mereka contoh bahwa saya secara sukarela menyerahkan bagian gandum saya kepada pemerintah di musim gugur. “Jika semua orang berlatih Falun Dafa, bukankah masyarakat akan stabil dan harmonis? Saya tidak mengerti mengapa pemerintah menyebut latihan yang baik ini sebagai ajaran sesat." Saya memberi tahu mereka bahwa saya pergi ke Beijing karena saya ingin memberi tahu para pemimpin pemerintah pusat tentang apa sebenarnya Falun Dafa — Fa lurus yang mengajarkan orang untuk menjadi orang baik.

Petugas polisi membuat catatan di buku catatan mereka saat saya berbicara. Beberapa hari kemudian, polisi memberi tahu saya bahwa mereka telah memulai proses hukum untuk menuntut saya, dan kemungkinan besar saya akan dihukum kerja paksa.

Saya dengan tenang memberi tahu petugas itu, "Itu bukan terserah anda." Dia penasaran, "Jadi terserah siapa?" Saya berkata, "Semuanya terserah Guru." Pada saat itu saya sangat percaya pada Guru dan Fa. Petugas itu mencibir, "Kita akan segera tahu siapa bosnya."

Lingkungan yang keras di pusat penahanan membuat waktu terasa lebih lambat bagi kebanyakan orang, tetapi bagi saya, waktu berlalu dengan cepat. Saya memiliki seluruh waktu di dunia untuk melafalkan Fa setiap hari tanpa harus khawatir tentang apa pun, tidak seperti di rumah di mana saya harus bekerja dan mengurus keluarga. Fa memberi saya pikiran yang jernih dan hati yang damai.

Hanya sesekali ketika saya sedang bertugas malam, saya melihat melalui celah satu inci persegi di dinding, ke langit malam yang gelap bertabur bintang, dan memikirkan ayah saya yang sudah tua dan putri-putri saya yang manis. Saya tahu kesulitan apa pun yang mereka alami, mereka pasti akan mendapat berkah pada akhirnya.

Tipuan Bakar Diri di Lapangan Tiananmen

Saat itu awal 2001 dan Tahun Baru Imlek semakin dekat. Suatu malam polisi menggiring semua tahanan ke halaman untuk menonton program televisi. Ternyata tipuan bakar diri di Lapangan Tiananmen yang dipentaskan oleh rezim komunis yang mengejutkan dunia.

Setelah menontonnya, saya langsung memberi tahu penjaga, "Itu palsu." Dia bertanya, "Bagaimana kamu tahu?" Saya menjelaskan kepadanya, “Pertama-tama, Guru memberi tahu kami bahwa bunuh diri adalah kejahatan. Kedua, saya ditangkap di Tiananmen baru-baru ini. Ada tentara, petugas polisi, polisi berpakaian preman di mana-mana. Saya berada di sana bahkan bukan Tahun Baru Imlek, dan saya membayangkan mereka meningkatkan tenaga kerja selama liburan. Bagaimana mungkin semua petugas penegak hukum membiarkan seseorang meluangkan waktu untuk menyiram bensin pada dirinya sendiri dan membakar dirinya sendiri. Bagaimana mungkin? Benar-benar lelucon." Penjaga itu tidak mengatakan apa-apa.

Tiba-tiba saya dimasukkan ke dalam mobil polisi suatu hari dan dibawa ke kantor polisi untuk sesi interogasi, di mana polisi mengajukan pertanyaan umum. Setelah itu, saya diborgol ke rangka tempat tidur besi sepanjang hari. Hanya satu tangan saya yang diborgol pada siang hari, tetapi pada malam hari kedua tangan saya diangkat ke atas kepala dan diborgol ke kepala tempat tidur. Saya hanya bisa berbaring di tempat tidur.

Borgol bertahan selama tujuh hari, dan penjaga mengawasi saya sepanjang waktu. Direktur kantor polisi memiliki temperamen yang buruk dan terus-menerus berteriak dan berteriak kepada petugasnya. Dengan perlindungan Guru, saya tidak dilecehkan atau dipukuli secara verbal. Namun, direktur mengatakan hal-hal yang tidak menghormati Guru dan menerima pembalasan — dia meninggal dalam kecelakaan mobil tidak lama setelah saya dibebaskan.

Saya dibawa kembali ke pusat penahanan setelah seminggu. Sisa waktu saya di sana relatif damai. Para tahanan diizinkan keluar setiap hari ke area seluas tiga meter persegi yang berdekatan dengan sel. Area kecil itu mengarah ke gerbang besi, menjulur ke atas dengan jaring las yang dibuat dengan batang baja berdiameter 16 sentimeter.

Praktisi dari sel yang berbeda menulis ajaran Fa Guru di selembar kertas, melipatnya dengan rapi, dan membungkusnya dengan selembar kertas lain untuk membuatnya terlihat seperti bola kertas. Saat kami keluar di pagi hari, mereka melempar bola kertas melalui jaring di atas gerbang besi.

Begitulah cara kami menyebarkan ajaran suci baru Guru dari satu ke yang lain. Praktisi wanita yang ditahan di sana melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam menegakkan Fa. Mereka melakukan latihan bersama sebagai satu kelompok. Para penjaga menyeret mereka keluar dari sel mereka dan memukuli kaki mereka dengan tongkat, tetapi mereka tidak pernah menyerah.

Kakak laki-laki saya meminta bantuan dengan koneksinya dan membayar 10.000 yuan untuk membantu saya keluar setelah tiga bulan. Ayah saya tidak kesal, tetapi dia menyuruh saya untuk tidak melakukannya lagi. Istri saya dibebaskan sebulan kemudian setelah kami membayar 10.000 yuan lagi. Polisi tidak memberi kami tanda terima apa pun untuk uang yang kami bayarkan, dan saya yakin semua itu masuk ke rekening bank pribadi seseorang.

(Bersambung)