(Minghui.org) Dibandingkan dengan sindrom pernafasan akut yang parah (SARS) pada tahun 2003, virus korona baru yang pecah di Tiongkok tahun lalu telah menyebar lebih cepat dan lebih luas, memengaruhi lebih dari 50 negara hanya dalam dua bulan. Ada juga kasus di mana masa inkubasi melampaui 14 hari dan pasien yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala, membuatnya lebih sulit untuk membendung penyebaran virus.

Tantangan lain adalah kurangnya vaksin pencegahan atau obat terapeutik. Meskipun sejumlah perusahaan sedang bekerja atau berencana untuk mengerjakannya, hasilnya tetap tidak pasti. Remdesivir, obat baru yang dibuat oleh Gilead Sciences misalnya, ternyata hanya bekerja pada kasus ringan atau sedang. Proses persetujuan obat yang panjang mungkin juga berarti bahwa bahkan sebelum obat dipasarkan, penyebaran cepat dan mutasi virus mungkin telah membuatnya melampaui pengobatan.

Beberapa berharap bahwa epidemi akan memudar seperti SARS saat suhu naik, tetapi belum ada bukti. “Kami benar-benar tidak tahu itu,” kata Trudie Lang di Universitas Oxford. “Saya terus bertanya pada rekan ahli virologi tentang ini dan tidak ada yang tahu.”

Jutaan orang ditempatkan di bawah karantina ketika rezim komunis Tiongkok berjuang untuk menahan virus tersebut. Tanpa akhir karantina yang terlihat, banyak orang, terutama yang di Wuhan, merasa terjebak di rumah mereka sendiri, dan kesehatan mental mereka mengkhawatirkan, yang dapat menyebabkan krisis kemanusiaan lain.

Ketika para pemimpin Tiongkok bergulat dengan epidemi dan dampaknya yang menghancurkan pada ekonomi dan kesehatan fisik dan psikologis masyarakat, saya menulis surat terbuka ini untuk berbagi pemahaman saya tentang wabah itu. Saya berharap mereka akan belajar dari sejarah dan menemukan solusi untuk mengatasi penyebab mendasar epidemi ini.

Wabah di Zaman Kuno

Banyak yang bisa dipelajari dari wabah di zaman kuno, baik di Tiongkok maupun di Barat. Selama Dinasti Ming, misalnya, wabah menyebar pada tahun 1580 dan menginfeksi lebih dari setengah populasi di Datong (di Provinsi Shanxi hari ini), dan kemudian menyebar ke Beijing serta Tiongkok Selatan. Ketika pecah lagi di Provinsi Shanxi pada tahun 1633, banyak orang melarikan diri dan ada beberapa keluarga yang semua anggotanya meninggal. Lonjakan lain dari wabah terjadi pada tahun 1641, tiga tahun sebelum dinasti berakhir, memusnahkan sebagian besar populasi di Tiongkok.

Selain wabah, Dinasti Ming juga menghadapi ancaman lain, seperti pasukan pemberontak Li Zicheng (juga dikenal sebagai Raja Dashing). Namun, wabah itu tampaknya hanya menginfeksi pasukan Dinasti Ming, tidak tentara Li Zicheng atau Manchu yang menyerang. Selain itu, setelah menginfeksi Tiongkok selama beberapa dekade dan melemahkan pasukan Ming, wabah itu berkurang pada tahun 1644 setelah Manchu mendirikan Dinasti Qing. Sampai batas tertentu, wabah ini tampaknya menjadi katalis untuk transisi dinasti.

Di Barat, wabah yang menimpa Kekaisaran Romawi juga terkenal dalam sejarah. Setelah Nero mulai menganiaya orang-orang Kristen, beberapa wabah besar terjadi: Wabah Musim Gugur pada tahun 65 M, Wabah Antonine (165-180), Wabah Siprianus (250-270), dan Wabah Justinian (541-542).

Selama Wabah Antonine, misalnya, ada 2.000 kematian setiap hari di Roma. Dengan tingkat kematian sekitar 25%, total kematian diperkirakan mencapai lima juta. Penyakit ini membunuh sepertiga populasi di beberapa daerah dan melemahkan tentara Romawi, mengakhiri periode yang relatif damai dalam sejarah Romawi.

Wabah-wabah itu berhenti secara ajaib setelah orang-orang tersadarkan pada tahun 680 dan mulai merenungkan kekejaman terhadap orang-orang Kristen serta kerusakan moral masyarakat secara umum. Pada tahun 680, warga negara Romawi membawa tulang-belulang Santo Sebastian (256-288, terbunuh selama penganiayaan oleh Diokletianus) dan diarak melalui jalan-jalan. Ketika orang-orang bertobat dari kesalahan mereka, wabah itu secara ajaib lenyap di Roma.

Orang-orang di daerah lain di kekaisaran mendengar tentang ini dan mencontoh tindakan mereka, meminta tulang-belulang Santo Sebastian untuk menawarkan pertobatan. Ketika wabah menyebar di Venesia pada tahun 1575, sekitar 50.000 orang meninggal. Demikian pula, wabah terjadi di Lisbon pada tahun 1599. Dalam kedua kasus itu, orang berpawai dengan tulang-belulang orang suci dalam pertobatan, dan wabah pun berakhir.

Asal Wabah Virus Korona

Jadi bagaimana epidemi virus korona mulai di Wuhan? Satu teori menunjuk ke pasar makanan laut di Wuhan, tetapi orang yang pertama kali didokumentasikan terinfeksi COVID-19 belum pernah ke pasar makanan laut. Perhatian segera beralih ke satu-satunya laboratorium mikrobiologi Level 4 Biosafety Tiongkok di Institut Virologi Wuhan, yang dikenal sebagai National Biosafety Laboratory dan dilengkapi untuk menangani virus korona, Ebola, dan patogen yang mematikan lainnya.

The New York Post menerbitkan sebuah artikel pada 22 Februari 2020, memperingatkan para pembacanya, “Don’t buy China’s story: The coronavirus may have leaked from a lab.” Artikel itu mencatat, “pakar perang biologi top Tentara Pembebasan Rakyat, seorang Mayjen bernama Chen Wei, dikirim ke Wuhan pada akhir Januari untuk membantu upaya mengatasi wabah itu.” Chen adalah seorang ahli yang telah mempelajari SARS, Ebola, dan antraks. Laporan itu menunjukkan, “Ini juga bukan perjalanan pertamanya [Chen] ke Institut Virologi Wuhan, karena itu adalah salah satu dari dua laboratorium penelitian senjata biologi di Tiongkok.”

Wang Yanyi adalah direktur jenderal Institut Virologi Wuhan. Suaminya, Shu Hongbing, adalah anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok dan memiliki hubungan dekat dengan mantan wakil presiden Akademi, Jiang Mianheng, putra tertua dari mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok Jiang Zemin.

Beberapa berspekulasi bahwa Jiang Mianheng adalah bos sebenarnya dari Institut dan mungkin telah memerintahkan kebocoran virus dalam upaya untuk menyebabkan masalah pada kepemimpinan Tiongkok saat ini dan membantu ayahnya untuk memberikan lebih banyak pengaruh dalam pertikaian politik.

Apa pun teorinya, hasil dari wabah itu adalah bencana bagi Tiongkok. Begitu banyak orang yang sekarat, dan perekonomiannya sangat terpuruk.

Sementara orang-orang melampiaskan ketidakpercayaan mereka pada pemerintah dan menyerukan perubahan sistem, saya percaya ada alasan yang lebih dalam untuk semuanya.

Sejarah Memiliki Jawaban

Sama seperti wabah di Romawi kuno yang terjadi setelah Nero mulai menganiaya orang-orang Kristen, saya percaya bahwa alasan mendasar untuk wabah virus korona adalah penganiayaan rezim komunis Tiongkok terhadap praktisi Falun Gong.

Falun Gong, sebuah sistem meditasi berdasarkan prinsip Sejati-Baik-Sabar, telah memungkinkan jutaan praktisi untuk meningkatkan kesehatan dan karakter sejak diperkenalkan kepada publik pada tahun 1992. Buku utamanya, Zhuan Falun, telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa, dan orang-orang di lebih dari 100 negara mempraktikkan disiplin spiritual ini.

Karena semakin banyak orang yang tertarik pada Falun Gong, Jiang Zemin meluncurkan kampanye nasional menentang latihan yang damai ini pada bulan Juli 1999. Skala dan tingkat kekejaman penganiayaan belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam 20 tahun terakhir, banyak praktisi telah ditangkap, ditahan, dipenjara, disiksa, atau bahkan organ mereka diambil hidup-hidup. Lebih dari 4.300 orang dipastikan meninggal karena penganiayaan. Karena blokade informasi rejim komunis, jumlah korban tewas sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.

Kebijakan Jiang “mencemarkan nama baik [praktisi Falun Gong] mereka, membangkrutkan mereka secara finansial, dan menghancurkan mereka secara fisik” tidak kalah parah dari apa yang Nero lakukan terhadap orang Kristen.

Satu demi satu, wabah menimpa kekaisaran Romawi setelah penganiayaan terhadap orang-orang Kristen dimulai. Jika sejarah ada indikasi, dapatkah wabah virus korona saat ini menjadi petunjuk dari langit untuk memperingatkan orang-orang terhadap penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong, yang telah memasuki tahun ke-21 pada tahun 2020?

Mengapa Wuhan?

Wabah virus korona berasal dari Wuhan. Sebuah ramalan kuno, Prasasti Monumen Gunung Taibai dari Dinasti Ming, meramalkan waktu, lokasi, dan populasi wabah virus korona yang mudah menular.

Ditulis oleh Liu Bowen, seorang bijak kuno di Dinasti Ming, Prasasti Monumen Gunung Taibai meramalkan lokasi wabah dalam ayat-ayat berikut:

Seseorang mengkhawatirkan timbulnya bencana di Huguang (sebuah wilayah di Tiongkok yang mencakup Hubei), yang kemudian menyebar ke semua provinsi di seluruh Tiongkok.

Sebagai akibat dari peringatan yang tertunda dan terus ditutup-tutupi, semua provinsi di Tiongkok sekarang telah mengonfirmasi kasus, dengan Tibet melaporkan kasus pertamanya pada tanggal 4 Februari 2020, dan menjadi provinsi terakhir yang terinfeksi dengan virus korona.

Lalu, mengapa Wuhan begitu istimewa? Ketika Jiang Zemin berencana untuk menindas Falun Gong pada bulan April 1999, Zhao Zhizhen, yang saat itu menjabat direktur pelaksana Biro Radio dan Televisi Kota Wuhan dan Stasiun TV Wuhan, memimpin dalam mengikuti perintah Jiang.

Pada akhir bulan Juni 1999, Stasiun TV Wuhan mengirim tiga anggota staf dan merekam video fitnahan yang berdurasi 6 jam berjudul “Tentang Li Hongzhi” (pencipta Falun Gong). Video ini tidak hanya memainkan peran penting dalam merusak reputasi Falun Gong tetapi juga diputar ulang melalui berbagai saluran media untuk membangkitkan kebencian masyarakat umum terhadap Falun Gong. Agen media lain mengikuti arahan politik dan segera memproduksi video fitnah mereka sendiri.

Banyak orang telah disesatkan oleh propaganda jahat dan membantu dalam penganiayaan terhadap Falun Gong. Perusahaan memecat karyawan terbaik mereka karena berlatih Falun Gong. Tetangga melaporkan praktisi Falun Gong yang tinggal di sebelahnya kepada polisi untuk hadiah uang tunai. Orang-orang menceraikan pasangannya hanya karena mereka seorang praktisi Falun Gong karena takut terlibat. Bahkan orang tua, saudara dan saudari praktisi sendiri membantu pihak berwenang dalam upaya mereka untuk memaksa para praktisi melepaskan keyakinan mereka.

Dalam kejahatan pengambilan organ secara paksa, banyak pekerja medis, yang tugasnya menyelamatkan hidup, berubah menjadi pembunuh kejam. Salah satu contohnya adalah Lembaga Penelitian Transplantasi Organ Rumah Sakit Tongji di Wuhan, pencetus transplantasi organ di Tiongkok. Saat ini adalah layanan medis komprehensif terbesar dan lembaga penelitian di Tiongkok yang berspesialisasi dalam penelitian klinis dan eksperimental dalam transplantasi organ. Ia juga merupakan andalan dalam pengambilan organ yang disetujui negara oleh PKT dari praktisi Falun Gong yang masih hidup. Pada bulan Februari 2005 saja, rumah sakit ini melakukan lebih dari 1.000 transplantasi ginjal.

Liu Bowen dalam ramalannya menulis:

Langit memiliki mata, bumi memiliki mata, dan setiap orang memiliki sepasang mata; langit melihat, bumi melihat, [pada dasarnya] hidup adalah bahagia dan tanpa kekhawatiran.

Mata” berarti bahwa orang akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka. Sementara orang-orang Tiongkok percaya bahwa “Baik dan jahat akan menerima balasan mereka,” orang Barat juga berbicara tentang konsep “Apa yang ditabur akan dituai.”

Banyak kisah seperti itu dicatat dalam Perjanjian Lama. Karena Nuh adalah orang yang berbudi, ia selamat selama banjir. Contoh lain adalah penghancuran Sodom dan Gomora. Abraham memohon kehidupan setiap orang berbudi yang tinggal di sana, seperti keponakannya Lot dan keluarganya. Allah setuju untuk menyelamatkan kota-kota jika sepuluh orang berbudi dapat ditemukan. Dua malaikat dikirim kepada Lot di Sodom tetapi disambut oleh gerombolan setan, yang bermaksud untuk mengganggu para malaikat. Karena hanya Lot dan keluarganya yang baik, para malaikat memperingatkan Lot untuk segera meninggalkan kota dan tidak menoleh ke belakang. Kota itu kemudian dihancurkan oleh api dan belerang.

Jalan Menuju Keselamatan

Di Tiongkok kuno, ketika bencana melanda, kaisar sering merenungkan apa yang tidak mereka lakukan dengan baik yang mengundang kemalangan bagi dinasti dan rakyatnya. Wabah berhenti melanda Kekaisaran Romawi ketika para penguasa dan rakyatnya mulai bertobat atas dosa-dosa yang dilakukan terhadap orang-orang Kristen.

Dalam pandangan saya, jika para pemimpin Tiongkok merenungkan apa yang mereka lakukan pada warga mereka sendiri dan menghentikan penganiayaan terhadap Falun Gong, epidemi akan hilang dan seluruh negara akan diberkati.

Liu Bowen menulis,

Orang-orang baik dapat melihat masa depan, sementara orang-orang yang melakukan kesalahan akan celaka; Di era ketika beberapa orang menyebarkan Injil-Injil besar, tidak ada gunanya tetap bodoh dan kehilangan masa depan.

Praktisi Falun Gong telah bekerja tanpa lelah selama dua dekade terakhir untuk mengungkap penganiayaan terhadap keyakinan spiritual mereka dan memberi tahu orang-orang bahwa Falun Gong tidak seperti apa yang digambarkan oleh propaganda kebencian PKT. Ada banyak kisah tentang orang-orang yang terhindar dari bahaya atau kesehatan mereka pulih dengan mendukung Falun Gong dan para praktisi.

Saat virus korona membinasakan Tiongkok, praktisi Falun Gong mendorong orang untuk melafalkan, “Falun Dafa baik” dan “Sejati-Baik-Sabar baik.” Minghui.org telah menerbitkan cerita tentang orang-orang yang mengindahkan saran dan pulih dari virus korona.

Saya berharap para pemimpin tertinggi Tiongkok mendapat petunjuk dari orang-orang yang menerima berkah karena memahami Falun Gong dan prinsip-prinsip universalnya. Saya mendesak mereka untuk meninggalkan PKT dan menghentikan penganiayaan terhadap Falun Gong, yang akan membantu mengembalikan negara ke kesehatan dan kesejahteraan.