(Minghui.org) Saya melahirkan seorang bayi laki-laki pada tahun kedua pernikahan saya, namun meninggal delapan bulan kemudian.

Itu merupakan pukulan berat. Saya mulai merasa tidak sehat, dan kesehatan memburuk.

“Saya Ingin Memiliki Guru Juga”

Pada tahun 1998, adik saya berkunjung. Dia biasa banyak minum tanpa mabuk, tetapi hanya dua kali minum, dia menjadi sangat mabuk dan muntah beberapa kali.

Di sela-sela muntah, dia terus mengucap, “Guru, saya salah. Saya tidak akan minum lagi.”

Awalnya saya tidak bisa memahami, tetapi segera merasa kagum padanya. Walaupun saya tidak tahu siapa gurunya, saya berkata di dalam hati, “Saya ingin memiliki Guru juga.”

Ibu mertua mengunjungi saya beberapa waktu kemudian, dan melihat saya dalam kesakitan, beliau berkata, “Mengapa kamu tidak berlatih Falun Dafa? Banyak orang melakukan latihan di luar rumah saya pada pagi hari. Kamu tahu saya berlatih, dan masalah jantung saya pun hilang.”

Tetapi ketika mendengar mereka melakukan latihan di pagi hari, saya menjadi tidak tertarik untuk ikut berlatih.

Beliau membawakan buku Zhuan Falun untuk saya. Saya sangat suka membaca buku dan cukup kesal ketika beliau memintanya kembali.

Suatu hari saudari saya mampir. Saya sangat terkejut melihat betapa sehat dirinya. Saya tahu dia menderita gagal ginjal akut. Dokter memberinya resep yang terdiri dari berbagai macam obat Tiongkok, mengeluarkan dia dari rumah sakit, dan membiarkannya dirawat di rumah.

Dua hari sebelum mengunjungi saya, dia menderita demam tinggi, terbaring di tempat tidur, dan sekujur tubuhnya bengkak. Sekarang dia berada di sini, berdiri tepat di depan saya, tampak jauh lebih muda dengan kulit bercahaya.

Melihat ekspresi saya yang tertegun, dia berkata, “Kakak, saya sudah sembuh! Adalah Falun Dafa yang menyelamatkan saya. Kakak harus berlatih juga.”

Saya segera menjawab, “Ya, saya mau!”

Hari berikutnya, saudari saya membawakan rekaman ceramah Guru untuk saya dengarkan dan mengajarkan lima perangkat latihan. Saya sangat gembira. Saudari saya berkata, “Mulai sekarang, kamu memiliki Guru juga. Kita memiliki Guru yang sama.”

Saya memandangnya dan tersenyum, berkata pada diri sendiri, “Saya memiliki Guru! Saya memiliki Guru!”

Senyuman Kembali Menghiasi Wajah Saya

Saya belajar Fa, berlatih Gong setiap hari, mengultivasi Xinxing, memperlakukan diri sendiri sebagai orang baik, dan mempertimbangkan orang lain terlebih dahulu.

Tidak perlu waktu lama untuk mengembalikan suasana hati saya, dan senyuman menghiasi wajah saya lagi.

Pada malam-malam sunyi ketika belajar Fa dengan konsentrasi penuh, saya bisa melihat cahaya warna-warni yang tak terhitung jumlahnya memancar dari buku.

Saya tahu semua yang diucapkan Guru adalah benar. Saya juga tahu apa yang diberikan Guru kepada pengikutnya adalah yang terbaik. Tidak ada cara bagi saya untuk membalas Guru, jadi satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah mendorong diri sendiri agar lebih rajin berkultivasi!

Melenyapkan Keterikatan dan Membantu Lebih Banyak Makhluk Hidup

Guru berkata, “Dalam hal ini berlaku sebuah ketentuan: Manusia dalam berkultivasi, jika sifat iri hati tidak disingkirkan tidak akan memperoleh buah sejati, mutlak tidak akan memperoleh buah sejati.” (Ceramah Tujuh, Zhuan Falun)

Iri hati saya sepenuhnya terungkapkan selama kegiatan Dafa. Waktu itu adalah musim panas yang sangat panas, dan saudari mengantar saya dengan sepeda listriknya ke tempat terpencil yang jauh dari rumah, di mana kami dapat menelepon ke ponsel orang untuk memberi tahu mereka tentang Falun Dafa dan penganiayaan.

Kami lalu berpisah untuk melaksanakan tugas sendiri. Saya duduk di kursi, membuka tas, dan mengeluarkan empat telepon. Saya meletakkannya di atas tas dan mengaturnya untuk panggilan otomatis.

Saya perhatikan salah satu penerima panggilan telepon telah mendengar selama lebih dari satu menit, jadi saya menelepon untuk berbicara dengan mereka. Orang yang di ujung sana akhir setuju mundur dari PKT. Tetapi setelah itu, tidak ada yang ingin mundur.

Saya menjadi cemas dan menyadari itu adalah semacam keterikatan. Mencari ke dalam, saya berpikir, “Di balik kecemasan, bukankah mentalitas melakukan sesuatu hanya demi melakukannya?”

Saat itu, saudari saya datang dan bertanya berapa orang yang telah saya bantu mundur dari PKT. Saya menjawab, “Satu.”

Ketika dia memberi tahu saya bahwa dia telah membantu lebih dari 12 orang, jantung saya berdebar.

Saya tahu itu disebabkan iri hati dan segera berkata kepada Guru, “Saya tidak menginginkan iri hati. Itu bukan diri saya. Saya menyingkirkannya!”

Sejam berlalu dan saya masih belum membuat kemajuan. Saya tahu itu masih berkenaan dengan iri hati. Saya benar-benar tidak bisa terus seperti itu dan berjalan menghampiri saudari saya saat dia sedang berbicara di telepon. Saya berkata, “Kamu bisa tetap di sini jika ingin. Saya akan pulang.”

Dia menjawab, “Kamu tidak boleh pergi. Kita tidak boleh membiarkan gangguan kekuatan lama.”

Saat itu teleponnya bordering. Dia menjawabnya dan mampu membantu seorang lagi mundur dari PKT.

Saya berbalik dan berjalan pergi, menangis diam-diam dan berkata dalam hati, “Guru, saya tidak menginginkan iri hati ini! Saya tidak menginginkan mentalitas yang mencari nama! Saya tidak menginginkan kenyamanan! Saya tidak ingin mengambil jalan pintas! Apa? Mentalitas mengambil jalan pintas? Inilah sebenarnya! Guru, pengikut ini tidak ingin keterikatan ini!”

Segera setelah percakapan ini selesai di dalam hati, ponsel saya berdering. Saya memberi tahu penelepon, seorang ayah dan anak, tentang fakta kebenaran Dafa sambil terisak-isak, dan mereka berdua setuju mundur dari PKT.

Ketika menutup telepon, saya berterima kasih kepada Guru, karena tahu Guru sedang menyemangati saya untuk tidak menyerah.

Saya telah berkultivasi Dafa selama 20 tahun, tetapi masih memiliki banyak keterikatan yang perlu disingkirkan.

Kadang-kadang saya marah pada diri sendiri, tetapi setelah menyadari melalui belajar Fa bahwa ini adalah proses kultivasi.

Guru berkata, “Saya beri tahu anda sebuah prinsip sejati, proses Xiulian seutuhnya yang dialami seseorang adalah suatu proses yang terus-menerus menyingkirkan keterikatan hatinya.” (Ceramah Satu, Zhuan Falun)