(Minghui.org) Seorang wanita di Kota Kunming, Provinsi Yunnan yang menjadi buta akibat penyiksaan saat dipenjara baru-baru ini dijatuhi hukuman tujuh tahun lagi dengan denda 20.000 yuan. Dia dituntut hanya karena dia menolak melepaskan keyakinannya pada Falun Dafa.

Seorang hakim dari Pengadilan Distrik Xishan pergi ke rumah Yang Xiaoming pada 14 Maret 2023 untuk menyampaikan putusan. Mengetahui bahwa Yang buta dan tidak dapat mengajukan banding tertulis, hakim tidak mengatakan kepadanya bahwa menurut Hukum Acara Pidana, “Terdakwa yang tidak memiliki kemampuan untuk mengajukan banding secara tertulis dapat mengajukan banding secara lisan atau diberikan bantuan hukum secara tertulis.” Sebaliknya, dia menyuruhnya untuk "mengajukan banding dalam sepuluh hari jika dia tidak setuju dengan putusan tersebut."

Yang Xiaoming

Yang, 54 tahun, menderita penyakit mata ketika dia masih kecil. Dia bekerja di Universitas Kedokteran Kunming mulai tahun 1984. Matanya pulih sepenuhnya setelah dia belajar Falun Dafa. Karena dia menolak untuk melepaskan keyakinannya pada Falun Dafa, setelah Partai Komunis Tiongkok (PKT) memulai penganiayaan pada tahun 1999, dia dipaksa melakukan aborsi, dan suaminya menceraikannya karena takut akan dampak penganiayaan oleh PKT. Dia diberi dua kali hukuman kamp kerja paksa antara tahun 2001 dan 2008 dengan total masa hukuman lima tahun. Matanya terluka akibat pemukulan, dan menjadi buta total pada tahun 2012.

Penganiayaan Terbaru

Dimasukkan ke Pusat Penahanan Meski Gagal Tes Fisik

Petugas dari Kantor Polisi Zongshuying mengetuk pintu Yang pada 28 Mei 2022. Dia tidak membukakan pintu untuk mereka, dan petugas membuka pintu secara paksa. Mereka memborgolnya dan menggeledah tempat itu tanpa surat perintah. Mereka menyita perhiasannya, barang-barang pribadi lainnya, dan uang tunai 16.000 yuan. Di kantor polisi, petugas memaksanya duduk di kursi besi sepanjang malam tanpa memberinya makan, air, atau membiarkannya pergi ke kamar kecil. Mereka juga menutup mulutnya, tetapi harus melepasnya ketika dia kesulitan bernapas.

Keesokan harinya, polisi membawanya ke Rumah Sakit Xinhua untuk pemeriksaan fisik, sebagai persiapan untuk mengirimnya ke pusat penahanan. Mata kirinya membentur tanah dan lukanya berdarah.

Di rumah sakit, sementara petugas laki-laki menggendongnya di tempat tidur, dokter melepas baju dan celananya, dan melakukan pemeriksaan. Hasil tesnya menunjukkan bahwa dia tidak layak untuk ditahan, tetapi petugas membawanya kembali ke kantor polisi alih-alih melepaskannya.

Keesokan harinya petugas menutupi kepalanya dan membawanya ke Pusat Penahanan Kota Kunming. Borgol dan belenggu terlalu ketat dan mengiris dagingnya, meninggalkan bekas luka permanen. Penjaga di pusat penahanan menolak untuk menerimanya karena masalah kesehatannya. Petugas membawanya kembali ke stasiun dan membebaskannya pada malam tanggal 30 Mei.

Dari saat Yang ditangkap hingga dibebaskan, polisi terus memborgolnya sepanjang waktu. Mereka juga tidak menyediakan apa pun untuk dimakan atau diminum, atau tidak mengizinkannya menggunakan toilet sama sekali. Petugas yang membawanya pulang memberi tahu dia bahwa dia dibebaskan dengan jaminan, tetapi dia tidak diberikan dokumen resmi apa pun. Polisi mengambil 2.000 yuan dari 16.000 yuan uang tunai yang mereka sita untuk membayar uang jaminannya. Mereka mengembalikan perhiasannya tetapi tidak pernah mengembalikan barang-barangnya yang lain, atau memperbaiki pintu yang mereka rusak.

Interogasi dan Dakwaan Tanpa Dasar

Enam bulan setelah pembebasannya, empat petugas dari Kantor Polisi Zongshuying membawa Yang ke Rumah Sakit Xinhua pada 16 November 2022 untuk tes COVID-19. Tangannya diborgol ke belakang sepanjang waktu. Polisi kemudian membawanya ke Kejaksaan Distrik Xishan dan menginterogasinya tanpa memperkenalkan diri. Dia tetap diam dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

Polisi kembali pada awal Desember 2022 untuk menyampaikan dakwaannya oleh jaksa Zhang Jianwen dari Kejaksaan Distrik Xishan. Sebulan kemudian pada Januari 2023, polisi menyampaikan panggilan pengadilan dan memberitahukan bahwa kasusnya akan disidangkan pada 1 Februari 2023 oleh Pengadilan Distrik Xishan.

Pengadilan Paksa dan Hukuman

Polisi muncul di rumah Yang pada 1 Februari 2023 untuk membawanya ke gedung pengadilan untuk persidangan. Dia menolak membukakan pintu untuk mereka. Tak lama kemudian, dia mulai mendengar suara pengeboran dan benturan. Kemudian petugas membongkar kunci dan masuk. Mereka memerintahkan dia untuk pergi ke gedung pengadilan untuk sidang. Dia menolak untuk mematuhi. Para petugas menggendong anggota tubuhnya dan melemparkannya ke dalam kendaraan polisi. Ketika mereka tiba di gedung pengadilan, petugas memasukkannya ke kursi roda dan mendorongnya masuk.

Yang menolak untuk menerima pengacara yang ditunjuk pengadilan, yang diperintahkan untuk mengajukan pembelaan bersalah untuknya. Hakim bergegas melalui prosedur dan menunda sesi. Polisi membawanya pulang, masih menolak untuk memperbaiki kuncinya yang rusak.

Hakim Zhu Dandan mengumumkan pada 2 Maret untuk menghukum Yang tujuh tahun penjara dengan denda 20.000 yuan. Dia didakwa melanggar Pasal 300 Hukum Pidana dan “menggunakan organisasi kultus untuk mengganggu penegakan hukum.”

Pengaduan terhadap Polisi

Yang mengajukan pengaduan terhadap Wang Yun, direktur Kantor Polisi Zongshuying, karena bawahannya dua kali mendobrak pintunya, menangkapnya secara ilegal dan menggeledah rumahnya. Dalam tuntutannya dia mengajukan hal berikut:

1. Jaksa harus mengajukan kasus dan menyelidiki terdakwa, Wang Yun, atas kejahatan masuk tanpa izin ke kediaman pribadi warga negara, penggeledahan ilegal, penahanan ilegal, perampokan, pemaksaan pengakuan dengan penyiksaan, penyalahgunaan kekuasaan, dan menyalahgunakan hukum untuk kepentingan pribadi.

2. Terdakwa harus mengembalikan semua harta pribadi yang disita secara ilegal.

3. Terdakwa harus memberi kompensasi finansial kepada penuntut karena telah merusak kuncinya dua kali.

Catatan Yang tentang Penganiayaan Sebelumnya

Berikut ini adalah kisah Yang tentang bagaimana latihan Falun Dafa mampu meningkatkan kesehatan fisik dan wataknya, dan betapa banyak penderitaan yang dideritanya selama 24 tahun terakhir.

***

Sejak kecil, saya menderita penyakit mata, demam terus-menerus, dan rheumatoid arthritis. Saya berhenti sekolah setelah tamat SD. Saya mulai bekerja di divisi Urusan Umum di Universitas Kedokteran Kunming pada bulan Desember 1993, sebagian besar terlibat dalam mendistribusikan susu kepada pegawai universitas.

Saya mempelajari Falun Dafa pada tahun 1995. Dengan membaca buku dan melakukan latihan, saya memahami banyak pertanyaan seumur hidup saya, dan penglihatan saya kembali sepenuhnya. Saya bahkan bisa membaca anotasi kecil di kamus. Arthritis saya juga lenyap. Saya merasa lebih energik dan damai dari sebelumnya.

Setelah saya menikah pada tahun 1998, saya menjalani hidup saya sesuai dengan ajaran Falun Dafa, dan keluarga saya menjalani kehidupan yang harmonis. Saya membujuk suami saya untuk membiarkan adik laki-lakinya, yang menikah tetapi tidak memiliki rumah, untuk tinggal di tanah miliknya. Saya menghormati mertua saya, dan bergaul dengan tetangga saya.

Saya memiliki dua kesempatan untuk bekerja dengan nyaman dan menghasilkan lebih banyak uang, tetapi saya menolak melakukannya karena bertentangan dengan keyakinan saya. Suatu kali urusan umum universitas membangun sebuah rumah kecil di tempat terpencil, dimana saya bisa membagikan susu. Dengan cara ini saya tidak harus bekerja di luar ruangan, dan dapat memperpanjang jam kerja saya. Namun saya tidak ingin merepotkan pelanggan saya dan membuat mereka datang jauh-jauh untuk mendapatkan susu mereka. Saya terus membagikan susu di depan pintu masuk sekolah, hujan atau cerah.

Di lain waktu, merek susu yang saya wakili berangsur-angsur kehilangan pasarnya, dan melihat bahwa saya memiliki pengalaman bertahun-tahun dan basis pelanggan yang besar, manajer perusahaan pesaing menawarkan gaji yang besar agar saya beralih ke susunya. Saya menolak tawaran itu karena saya sudah lama bekerja dengan perusahaan yang sama, dan tidak ingin mengkhianati kepercayaan mereka kepada saya.

Aborsi Paksa, Penahanan, dan Perceraian karena Tidak Melepaskan Falun Dafa

Setelah penganiayaan terhadap Falun Dafa dimulai pada 20 Juli 1999, saya memberi tahu rekan kerja dan atasan saya tentang penganiayaan brutal dan mengungkap propaganda PKT. Sekolah membentuk tim khusus, dengan atasan saya saat itu Qin Deyong menjadi anggota, untuk menganiaya saya. Mereka memaksa saya untuk memfitnah latihan dan pencipta Falun Dafa, dan berhenti berlatih. Ketika saya menolak permintaan tersebut, mereka mengancam akan menangguhkan pensiun ayah saya dan mengambil pekerjaan suami saya. Mereka membuat ayah saya yang sudah lanjut usia berlutut di depan saya dan memohon agar saya melepaskan keyakinan saya.

Dua minggu setelah saya dipastikan hamil, Qin memerintahkan atasan suami saya untuk memberitahu dia bahwa jika saya tidak menggugurkan bayinya, dia akan kehilangan keanggotaan PKT dan dipecat. Takut terdampak, suami membawa saya ke rumah sakit dan menggugurkan janin pada 7 Januari 2000.

Polisi menangkap saya pada 24 Februari 2000 ketika saya mengunjungi seorang teman, dan menahan saya di universitas semalaman. Keesokan harinya seorang pengawas di sekolah bertanya apakah saya masih berlatih Falun Dafa, saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak melakukan kejahatan dan tidak boleh diperlakukan seperti itu. Mereka mengirim saya ke pusat penahanan selama 15 hari karena “mengganggu tatanan sosial.”

Di pusat penahanan saya harus memetik cabai sepanjang hari dan tidak bisa beristirahat jika tidak menyelesaikan pekerjaan. Saya juga harus membayar enam yuan setiap hari untuk makanan. Mereka kemudian memindahkan saya ke pusat pelatihan polisi selama enam hari lagi, dan membebankan biaya kepada keluarga saya 100 yuan per hari. Suami saya mengajukan cerai, karena dia tidak tahan lagi dengan tekanan. Penganiayaan telah membuat saya kehilangan suami dan anak.

Suatu hari Qin memerintahkan saya untuk pergi ke universitas, dan dia mengambil kesempatan untuk menggeledah tempat saya, dan menyita buku-buku Falun Dafa saya. Ayah saya sendirian di rumah dan merasa terhina dan ketakutan. Menyalahkan saya karena menyebabkan penderitaannya, dia bergegas ke universitas dan memukuli saya.

Kamp Kerja Paksa dan Mengalami Pemerasan Selama Dua Tahun

Seorang petugas dari Kantor Departemen Keamanan Domestik Kepolisian Wuhua menangkap saya pada tanggal 29 Desember 2001 dan menggeledah tempat saya. Saya ditahan di Pusat Penahanan Wuhua selama sebulan sebelum dipindahkan ke Kamp Kerja Paksa Wanita Provinsi Yunnan selama dua tahun. Universitas mengatakan kepada ayah saya untuk membayar 18.024 yuan sehingga mereka masih dapat menyimpan catatan kerja saya selama saya berada di kamp kerja paksa. Ternyata itu kebohongan, dan sekolah hanya mengembalikan 5.000 yuan ketika saya melakukan banding.

Penjaga kamp kerja paksa menyiksa dan mencuci otak saya. Setelah satu setengah tahun, saya dibebaskan pada tahun 2003 untuk menjalani sisa enam bulan di luar. Ketika saya kembali bekerja, sekolah hanya membayar saya 66,14 yuan (sekitar 140.000 rupiah) per bulan.

Tiga Tahun Penyiksaan di Kamp Kerja Paksa Rehabilitasi Narkoba

Kepala kantor PKT di universitas mendatangi saya di tempat kerja beserta dua petugas berpakaian preman pada tanggal 1 Februari 2005 dan memerintahkan saya untuk menandatangani surat perintah kerja paksa selama tiga tahun karena “mengganggu tatanan sosial.” Setelah saya menolak untuk menandatangani, kedua petugas itu memukuli saya dan membawa saya ke Kamp Kerja Paksa Rehabilitasi Narkoba Kota Kunming.

Selama tiga tahun di kamp kerja paksa, karena saya menolak untuk melepaskan Falun Dafa, para penjaga menyetrum saya dengan tongkat listrik, mencekoki saya, melakukan kekerasan seksual, melarang saya tidur, dan memukuli saya dengan kejam. Mata saya rusak dan akibatnya kaki serta punggung saya terluka. Terkadang saya harus berdiri diam selama 17 jam setiap hari selama beberapa hari berturut-turut. Suatu malam para penjaga menghasut tahanan lain untuk memukuli saya secara fisik. Mereka menendang dan kepala saya membentur tanah beton lagi. Setelah itu mata saya sakit dan tidak bisa dibuka. Saya kehilangan penglihatan kiri saya, dan penglihatan kanan saya menjadi buram. Pada tahun 2012 saya menjadi buta total.

Kantor personalia universitas mengirimi saya pemberitahuan pada akhir Desember 2005 ketika saya masih di kamp kerja paksa, memberi tahu saya bahwa saya dipecat.

Dua pecandu narkoba memukuli saya. Saya terluka parah dan mendapatkan beberapa jahitan pada tanggal 1 Mei 2006. Saya melakukan mogok makan untuk memprotes kekerasan terhadap saya. Alih-alih menangani masalah saya, pihak berwenang membalas saya. Kepala bagian pelatihan berkali-kali mengikat tangan saya dan menendang saya di daerah selangkangan, mengakibatkan pembengkakan hebat di perut bagian bawah dan hilangnya periode mensturasi selama berbulan-bulan. Seorang penjaga menyetrum saya dengan tongkat listrik, dan telapak tangan saya bengkak selama sebulan. Mereka juga memaksa saya makan dengan larutan garam pekat.

Saya dibebaskan pada Maret 2008. Tanpa pekerjaan, saya harus bergantung pada sedikit penghasilan pensiun ayah saya, yang saat itu berusia hampir 80 tahun. Dia meminta masyarakat untuk mengatur pekerjaan untuk saya, tetapi tidak lama setelah saya mulai bekerja sebagai petugas kebersihan di universitas, saya menjadi buta dan tidak dapat bekerja lagi.

Gugatan untuk Mendapatkan Pekerjaan Kembali Ditolak

Saya mengajukan banding ke Komite Arbitrase Perselisihan Perburuhan di Distrik Xishan pada tahun 2012 untuk mencabut keputusan universitas yang memecat saya. Saya ingin universitas menerbitkan kembali gaji yang dipotong dari saya selama saya berada di kamp kerja paksa, dan mengembalikan sisa uang yang mereka paksa untuk dibayar ayah saya, termasuk masa hukuman saya dan gaji saya yang mereka tangguhkan dari saya.

Saya juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Distrik Xishan terhadap presiden universitas, Jiang Runsheng. Hakim menolak kasus saya, mengatakan bahwa kasus saya adalah masalah manajemen dan kebijakan administrasi internal.

Laporan Terkait:

Kunming Medical College Breaks Up A Falun Dafa Practitioner's Marriage and Forces Her to Have an Abortion

After Two Labor Camp Terms and Forced Abortion, Blind Woman Tried for Her Faith in Falun Gong